Life is journey not a destinantion ...

Bunga Neraka

INDEX PENDEKAR SLEBOR
Jodoh Sang Pendekar --oo0oo-- Istana Durjana



ANDIKA
Pendekar Slebor
Karya: Pijar El
EP: BUNGA NERAKA

Serial Pendekar Slebor
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Cover oleh Henky
Editor: Puji S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit


_=0 { 1 } 0=_

Waktu terus menyeret malam. Terengah-engah. Tapi bukankah itu kodrat yang harus dijalani" Memang begitu kehendak Yang Maha Pencipta. Siang adalah waktu untuk bekerja. Dan malam untuk beristirahat.
Tapi herannya, masih ada saja dua sosok yang berkelebat, menembus hutan lebat.
Arah yang mereka tuju jelas ke utara.
Ketika tiba di sebuah tempat yang agak terbuka dan banyak ditumbuhi semak belukar setinggi dada, dua sosok ini berhenti. Mereka memandang ke sekeliling tanpa bersuara. Bahkan, getar napas pun tak terdengar.
"Aku yakin, daerah inilah yang disebut Gerbang Neraka...," bisik sosok yang sukar sekali melukiskan wajahnya, karena pekatnya malam. Tapi yang jelas, seorang lelaki tinggi tegap.
"Dan kau yakin juga tentang berita Bunga Neraka itu?" tanya sosok satu lagi.
Tubuhnya agak pendek, namun suaranya lebih besar.
"Ya. Menurut kabar, barang siapa yang mendapatkan Bunga Neraka, maka akan memiliki kesaktian sangat tinggi. Bahkan boleh dikatakan, tak akan pernah ada yang mengalahkannya!" sahut lelaki tinggi tegap, menjelaskan.
Kembali tak ada yang bersuara. Keduanya memperhatikan berkeliling, berusaha menembus gelapnya malam dengan mata yang lebih terbuka. Tiba-tiba pandangan mereka tertuju pada sebuah batu besar di depan.
Bukan batu itu yang mengejutkan, justru sosok kerempeng dengan jenggot menjuntai hingga batu yang di dudukinya.
"Gila! Siapa makhluk aneh itu?" mata lelaki tinggi tegap melotot berusaha menegaskan penglihatannya.
Tak juga berhasil. Terlalu gelap bila hanya ditembus sepasang mata.
"Aku baru melihatnya sekarang." Lelaki pendek tak bersuara. Matanya juga memperhatikan sosok kerempeng yang terdiam itu. Tetapi mereka bisa melihat tatapan setajam serigala milik si tubuh kerempeng. Sebelum menyadari siapa orang itu, mendadak kedua orang yang tak jelas wajahnya ini terjungkal ke belakang disertai teriakan keras. Namun dengan kemarahan yang sudah mencapai ubun-ubun mereka segera bangkit.
"Kita hantam manusia keparat itu!" dengus lelaki tinggi tegap. Serempak mereka menyergap tubuh kerempeng yang masih duduk di atas batu besar.
Sementara, bau busuk menebar dari sana.
Kalau melihat gerakannya, serangan yang dilakukan dua sosok itu bukanlah serangan sembarangan. Buktinya tenaga dalam mereka yang diimbangi gerakan tubuh secepat kilat siap menghancurkan sosok kerempeng itu. Malah mungkin saja batu yang didudukinya pun akan pecah berantakan.
Aneh.... Tubuh kerempeng yang duduk di batu nampaknya tenang-tenang saja. Dan ini membuat kedua penyerangnya semakin bernafsu menghabisi-nya.
"Heaaa...!" Diawali bentakan keras, mendadak saja tubuh kerempeng itu mengangkat kedua tangannya. Gerakannya sangat cepat, nyaris tak terlihat. Tahutahu.... Wuuut! Prak! Wuuut! Prak! Dua buah serangan balik dilancarkan sosok kerempeng sekaligus, membuat kedua penyerangnya terlempar ke belakang dengan kepala pecah. Begitu mencium tanah tak ada gerakan lagi. Selebihnya sunyi.
Tubuh kerempeng itu juga membisu, sebisu dua orang yang baru dibunuhnya.
Sementara bau busuk menyebar dari tubuhnya. Memuakan sekali.
Tanpa disadari, seorang lelaki tua berpakaian kuning sejak tadi menatap tak berkesiap pada tubuh kerempeng. Caping bambunya bergerak-gerak ketika kepalanya menggeleng-geleng. Tiba-tiba kakinya menggeduk ke bumi.
Bukan main akibatnya. Bumi seketika seolah bergoyang. Malah beberapa pohon tumbang secara mendadak. Tetapi, aneh! Sosok kerempeng yang men-duduki batu besar itu tak bergeming sedikit pun! Bahkan batu besar yang didudukinya tak bergoyang! Bagai ditantang dan merasa diremehkan, si tua bercaping menggeram. Kakinya lantas melangkah perlahan mendekati tubuh kerempeng.
"Prana Bantoro! Kau yang dikenal sebagai Penjaga Gerbang Neraka rupanya masih mempunyai taring!" bentak si tua berpakaian kuning-kuning itu.
"Kalau dulu aku tak berhasil mendapatkan Bunga Neraka, hari ini jangan harap bisa mengusir Halimun Baju Kuning lagi!" Tubuh kerempeng berjuluk Penjaga Gerbang Neraka tetap tak berkutik dari tempatnya. Entah karena malas, atau karena menganggap remeh.
Bahkan napasnya pun tak terdengar.
Sementara, si tua bercaping berjuluk Halimun Baju Kuning semakin marah. Harga dirinya merasa diinjak-injak. Maka tiba-tiba saja kakinya menjejak kembali.
Kali ini dua kali.
Duk! Duk! Akibatnya, puluhan pohon besar yang ada di sana bertumbangan dengan suara bergemuruh. Tetapi batu besar yang diduduki Penjaga Gerbang Neraka tetap tak bergeming. Bagai api disiram minyak, amarah Halimun Baju Kuning kian membakar. Wajahnya memerah. Tiba-tiba tangannya bergerak ke arah batu besar itu.
Wuuut! Blammm...! Seperti suara meriam di sundut, batu besar yang diduduki Penjaga Gerbang Neraka meledak dan hancur seketika. Sementara sosok kerempeng di atasnya tadi sudah tidak nampak lagi.
Halimun Baju Kuning celingukan sambil tetap bersiaga. Wajahnya kian memerah.
"Lebih baik pergi dari sini, Halimun Baju Kuning! Urungkan niatmu untuk mendapatkan Bunga Neraka.
Karena, siapa pun yang tiba di Gerbang Neraka, maka akan mampus! Seperti Sepasang Bayangan Maut tadi!" Tiba-tiba terdengar suara dari samping Halimun Baju Kuning berbalik. Tampak Penjaga Gerbang Neraka seperti sedang menundukkan kepalanya.
Namun dirasakannya getaran-geraran maut yang seolah terpancar dari tubuh kerempeng itu.
"Jangan sesumbar! Tunjukkan kepadaku jalan menuju Gerbang Neraka! Maka, kau akan hidup lebih lama lagi!" Penjaga Gerbang Neraka tetap masih menundukkan kepalanya.
"Tinggalkan tempat ini. Kalau tidak, nyawamu tak akan pernah lagi melekat di tubuh gempalmu itu!" dingin terdengar suara si kerempeng.
Halimun Baju Kuning tak kuasa lagi menahan amarahnya. Lima bulan yang lalu, dia gagal mengalahkan Penjaga Gerbang Neraka. Maka hari ini tekadnya sudah bulat untuk kembali menaklukannya.
Sekaligus, memaksa Penjaga Gerbang Neraka untuk memberitahu jalan menuju Gerbang Neraka! Bagai disentak tenaga kuat, mendadak saja Halimun Baju Kuning meluruk ke arah Penjaga Gerbang Neraka. Gerakan tubuhnya benar-benar menimbulkan kesiur angin yang sangat keras.
Namun seperti tadi, Penjaga Gerbang Neraka tetap tak bergerak. Dan ketika tubuh si tua bercaping sudah mendekat, barulah dengan gerakan secepat kilat sebelah kakinya diangkat.
Wuuut! Halimun Baju Kuning sigap membuang tubuh gempalnya ke kiri secara bergulingan.
Namun... Tak! Belum lagi Halimun Baju Kuning bisa bangkit, sebelah kakinya dirasakan sudah patah.
"Keluar kau dari sini sebelum amarahku tak bisa lagi kupendam!" Rupanya Halimun Baju Kuning masih menyayangi selembar nyawanya. Sambil menggeram murka, dia tertatih-tatih bangkit meninggalkan tempat itu. Sejuta dendam membara membaluri hatinya. Sia-sia saja dia melatih diri selama empat bulan untuk menaklukkan Penjaga Gerbang Neraka!

***

_=0 { 2 } 0=_

Hutan Kegelapanlah nama yang pantas bagi hutan belantara besar yang saat ini dilintasi seorang pemuda tampan berbaju hijau pupus. Padahal siang hari ini matahari menyorot garang. Tapi, tetap saja tak mampu menembus rimbunnya pepohonan. Namun si pemuda dengan kain bercorak catur di bahu terus melangkah seperti tanpa dosa. Langkahnya begitu tenang sambil bersiul-siul tak beraturan.
Matanya memperhatikan berkeliling, hingga suatu ketika....
"Wallaaahhh...!" desisnya sambil berhenti melangkah seraya menatap pepohonan yang berjajar.
"Jangan-jangan aku salah jalan...!" Kembali si pemuda melangkah. Agak ragu-ragu.
Sepertinya, kakinya berat sekali dilangkahkan.
"Gila! Ini sih tempat jin buang anak...! Aku harus buru-buru keluar dari sini sebelum menemukan anak jin!" Sebelum si pemuda melangkah lagi, dilihatnya satu sosok tubuh berkelebat cepat dari arah berlawanan.
"Hei!" seru si pemuda, langsung menghadang.
Namun, sosok yang dihadang malah melenting ke atas, lalu kembali berkelebat tanpa menghiraukan si pemuda yang terheran-heran.
Si pemuda berbalik.
"Hup...!" Dalam empat kali lentingan saja, pemuda tampan itu berhasil mengejar sosok gempal bercaping dan berbaju serba kuning.
Sosok bercaping berbalik. Matanya menatap dingin dengan wajah memerah.
"Siapa kau"!" tegur lelaki tua yang tak lain Halimun Baju Kuning.
Si pemuda menyeringai.
"Walah, sombongnya. Bertemu orang malah melengos.... Perkenalkan, namaku Andika.
Pak tua, apakah kau bisa memberitahukanku untuk keluar dari hutan ini?" tanya si pemuda yang tak lain Pendekar Slebor.
Halimun Baju Kuning memperhatikan seksama pemuda berambut gondrong dengan alis hitam seperti kepakan elang.
"Carilah sendiri!" ujarnya sambil berkelebat lagi.
Andika menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
Seperti tak mau menyerah, si pemuda pewaris ilmu Lembah Kutukan ini mengempos tubuhnya lagi, mengejar Halimun Baju Hijau.
"Pak tua.... Aku hanya menanyakan jalan keluar dari sini!" paksa Andika ketika berhasil menghadang Halimun Baju Kuning kembali.
Sekali lagi si tua bercaping memperhatikan dengan seksama.
"Siapa sebenarnya kau ini?" Andika tertawa setengah gusar.
"Ah, mengapa kau jadi curiga terus menerus?" Namaku Andika. Aku hanya ingin tahu jalan keluar dari hutan ini."
"Pergilah ke arah selatan."
"Bukankah kau sedang menuju ke selatan" Kalau begitu, kau juga hendak keluar dari hutan ini, bukan?" Tanpa menjawab, Halimun Baju Kuning kembali berkelebat meneruskan lesatannya.
"Sombong...! Mungkin ibunya tak pernah mengajar sopan santun...!" Sementara pemuda pewaris ilmu Lembah Kutukan itu menggerutu panjang pendek. Dan segera melangkah ke arah selatan seperti yang dikatakan sosok gempal berbaju kuning itu. Namun baru saja Pendekar Slebor melangkah dua puluh tindak, tiba-tiba terdengar suara derap langkah kuda bergemuruh. Bila mendengar langkahnya saja, bisa diperkirakan kalau kuda-kuda itu berjumlah sekitar dua puluh ekor.
"Hup!" Andika cepat melenting ke atas, lalu hinggap dengan ringan di salah sebuah dahan pohon. Ditunggunya orang-orang berkuda itu muncul.

***


Sekitar dua puluh ekor kuda seperti saling ber-lomba berpacu ke arah Pendekar Slebor bersembunyi. Di deretan terdepan, berlari seekor kuda tinggi gagah berwarna coklat. Penunggangnya seorang lelaki berewok memakai sehelai kain ditekuk, berbentuk topi menjuntai ke belakang. Pakaian merah dengan celana berwarna hitam. Di per-gelangan tangannya melingkar dua buah gelang bahar yang besar. Dan di punggungnya terdapat dua buah pedang yang bersilang dengan warangka dihiasi benang-benang emas menjuntai.
Lelaki brewok terus menggebrak kudanya, menyusul dua puluh ekor kuda yang penunggangnya berpakaian merah-merah. Di pinggang mereka terdapat sebilah pedang berwarangka hitam.
Dari tempat persembunyiannya, Andika jadi bertanya-tanya sendiri.
"Ada apa ini?" Rasa ingin tahu Pendekar Slebor menyingkap benaknya. Dan dengan ringannya si pemuda berlompat turun dari tempat persembunyiannya. Keinginannya untuk segera keluar dari Hutan Kegelapan urung, saat rasa ingin tahunya terusik oleh orangorang tadi. Menurut Andika, di hutan ini sudah tentu tak ada sepotong manusia kecuali hewan.
Namun tadi, dia sudah berjumpa manusia bertubuh gempal yang kini entah ke mana.
Kemudian, puluhan manusia yang menunggang kuda.
Adakah sesuatu yang menarik di hutan ini" Andika terus membuntuti dengan hati-hati. Sampai akhirnya di satu tempat agak terbuka yang dipenuhi semak belukar setinggi dada, Andika melihat orang brewok berpakaian merah itu mengangkat tangannya sambil menghentikan laju kudanya.
Begitu pula yang di belakangnya.
Andika yang mengintip dari balik semak mengerutkan keningnya. Dia melihat orangorang itu segera mencabut pedang. Yang membuatnya merasa aneh, apakah ada bahaya yang mengancam orang-orang itu"
"Kita harus berhati-hati sekarang. Aku yakin, di sinilah pintu masuk menuju Gerbang Neraka," ujar yang berpedang dua di punggung. Sikapnya nampak tegar, meskipun matanya memancarkan sedikit gelisah.
"Tak seorang pun kuizinkan untuk masuk ke Gerbang Neraka." Tiba-tiba terdengar suara dingin bersamaan dengan hembusan angin kuat.
Bagai disengat kalajengking, orang-orang itu tersentak. Sementara kening Pendekar Slebor yang sedang mengintip pun berkerut. Sepasang matanya menyipit.
"Penjaga Gerbang Neraka! Aku Siluman Pedang Kembar, datang untuk mencari jalan menuju ke Gerbang Neraka!" teriak lelaki brewok berjuluk Siluman Pedang Kembar.
Lagaknya seperti ingin menggetarkan si pemilik suara.
"Hanya orang-orang serakah yang menginginkan Bunga Neraka."
"Bangsat hina! Cepat tampakkan wajah jelekmu! Aku sudah tidak sabar untuk menghancurkan mulut lancangmu itu!" teriak Siluman Pedang Kembar. Gayanya, seperti dia sendiri yang tampan. Padahal, seekor monyet betina pun akan berpikir dua kali bila bercinta dengannya.
Terdengar helaan napas berat yang sangat keras.
"Aku bukanlah orang yang kejam. Lebih baik, tinggalkan tempat ini sebelum nyawa kalian akan pindah dari jasad kotor kalian!"
"Keparaaattt...!" Di awali teriakan kemurkaan, Siluman Pedang Kembar mengibaskan pedang yang berada di tangan kirinya. Seketika tampak sebuah cahaya yang sekilas menerangi tempat itu. Dan tiba-tiba saja, tiga buah pohon bertumbangan sekaligus.
"Keluar kau!" maki lelaki brewok itu.
Sedangkan Andika yang terus mengintip hanya menggeleng-geleng. Bukan main jurus yang diperlihatkan Siluman Pedang Kembar! Pendekar Slebor menunggu, untuk melihat sosok yang bersuara tadi. Tetapi, tak satu sosok pun yang muncul. Hanya suaranya saja yang semakin dingin.
"Jangan unjuk gigi di hadapanku. Tak ada gunanya...."
"Keparat!" Kali ini Siluman Pedang Kembar benar-benar murka. Kedua tangannya yang memegang pedang mendadak bergerak. Sinar-sinar aneh yang keluar dari kedua pedangnya berkelebat lagi. Dan kali ini lebih banyak pepohonan yang tumbang.
"Keluar kau!" bentaknya dengan suara memekik.
Sementara para pengikutnya semakin bersiaga.
Tak ada sahutan apa-apa, kecuali gemuruhnya pepohonan yang tumbang. Namun tibatiba saja....
"Aaa...!" Rasa terkejut menyentak. Apalagi begitu beberapa orang pengikut Siluman Pedang Kembar berjatuhan dengan kepala pisah dari tubuh.
Melihat hal itu, semakin murkalah Siluman Pedang Kembar. Kedua pedangnya semakin liar dikibaskan.
Sinar-sinar aneh yang berbahaya itu semakin banyak berdesingan dan kembali menumbangkan pepohonan. Suaranya benar-benar bagaikan serom-bongan gajah mengamuk! Andika sampai menekap kedua telinganya.
"Edan! Kenapa dia jadi marah-marah begitu?" maki Andika dalam hati.
"Siapa pula yang membunuh orang-orang yang bersama si Siluman Pedang Kembar" Lagi pula, apa yang ditanyakan oleh Siluman Pedang Kembar tadi" Jalan masuk ke Gerbang Neraka" Apa-apaan ini" Belum lagi Andika berhasil menemukan jawabannya. Kembali terlihat tujuh buah kepala terpental.
Buk! Buk...! Persis butiran kelapa jatuh dari pohon. Darah memancur tinggi dengan tubuh roboh.
"Siapa orang gila yang bertindak kejam seperti ini?" tanya Andika lagi.
Sementara Siluman Pedang Kembar semakin bertambah geram dan marah. Sedangkan kedua pedangnya terus dikibaskan.
"Rupanya kau berada di sana, Kerempeng!" dengus lelaki brewok ini.
"Sejak tadi aku berada di sini. Hanya matamu saja yang mendadak menjadi buta," sahut sosok kerempeng yang memang Penjaga Gerbang Neraka dingin, sambil menundukkan kepala.
Andika sendiri hanya mengucak-ngucak matanya.
Gila! Sejak kapan manusia kerempeng itu duduk di sebuah batang kayu yang tumbang"
"Penjaga Gerbang Neraka! Tunjukkan jalan menuju Gerbang Neraka!" seru Siluman Pedang Kembar. Kedua tangannya siap mengibaskan kedua pedangnya.
"Lebih baik urungkan seluruh niatmu itu, Siluman Pedang Kembar. Karena, kau tak akan pernah berhasil mendapatkannya."
"Keparaaattt...!" Kali ini Siluman Pedang Kembar mengibaskan kedua pedangnya ke arah Penjaga Gerbang Neraka yang tetap duduk dengan kepala tertunduk. Seolah bahaya mengancamnya tak disadari.
Sret! Sret! Dua larik sinar yang bergerak bagaikan potongan pedang menderu ke arah lelaki kerempeng itu.

***

_=0 { 3 } 0=_

Andika sendiri sampai melongo. Edan! Apakah orang kerempeng itu memang ingin mencari mampus" Tetapi sesaat kemudian matanya terbelalak. Karena dengan ringannya, lelaki kerempeng itu mengangkat kedua tangannya.
Wuuus! Wuuuus! Dua larik sinar itu berbalik arah, menderu kembali kepada pemiliknya. Siluman Pedang Kembar membuang jauh-jauh tubuhnya. Namun malang bagi para pengikutnya....
Crasss! "Aaa...!" Seluruhnya menjerit setinggi langit. Semuanya ambruk dengan perut terbelah! Siluman Pedang Kembar berdiri lagi dengan wajah pias. Keringat sudah mengalir di tubuhnya. Namun, sebagai seorang tokoh yang disegani pantang mundur baginya.
"Heaaa...!" Siluman Pedang Kembar melesat cepat luar biasa, bagai ingin memusnahkan segala persoalannya. Padahal tindakannya mengandung bahaya amat besar. Kedua pedangnya tiba-tiba saja memancarkan sinar berwarna merah.
Kali ini Penjaga Gerbang Neraka melompat laksana kilat. Batang kayu yang tadi didudukinya tadi tercacah menjadi potongan ranting terkena sambaran pedang Siluman Pedang Kembar.
Bukan hanya sampai di situ saja Siluman Pedang Kembar menyerang. Begitu serangannya gagal, tubuhnya kembali meluruk.
Dikirimkannya serangan-serangan sangat berbahaya.
Namun yang menarik, lagi-lagi Penjaga Gerbang Neraka tak bergerak. Bahkan kepalanya tetap menunduk.
Ketika dua buah pedang di tangan Siluman Pedang Kembar sejengkal lagi menebas, tiba-tiba saja Penjaga Gerbang Neraka mengangkat sebelah kakinya yang kurus penuh bulu. Wuuut! Prak! "Aaakh...!" Gerakan lelaki kerempeng itu benar-benar cepat tak terlihat, bagaikan angin.
Namun akibatnya, Siluman Pedang Kembar memekik keras. Tangan kirinya terhantam satu tendangan keras sekali. Bukan hanya patah, tapi copot dari sendinya.
Siluman Pedang Kembar bergulingan sambil menjerit-jerit kesakitan. Sementara Penjaga Pintu Neraka tetap berdiri tetap dengan kepala tertunduk.
"Pergilah dari sini! Urungkanlah niatmu untuk masuk ke Gerbang Neraka!" usir lelaki kerempeng.
Meskipun rasa sakitnya seperti hendak menjebol dadanya, tetapi Siluman Pedang Kembar bukanlah orang yang pantang menyerah. Kejadian tadi dianggap belum apaapa, dibanding angan-angannya untuk memiliki Bunga Neraka.
Saat itu juga, lelaki brewok ini melesat dengan sebelah pedang di tangan kanan siap dikibaskan. Di benaknya yang ada hanya Bunga Neraka. Dia tak ingin kembali dengan sia-sia. Kalau perlu, mengadu jiwa sekalian.
"Rupanya, kau-memang ingin mati! Baiklah.... Kau akan kukirim ke neraka!" Penjaga Gerbang Neraka berdiri bagaikan menunggu. Dan ketika Siluman Pedang Kembar sudah tidak di dekatnya, mendadak saja tangannya mengibas.
Wuuus!

***

Ajal Siluman Pedang Kembar sudah benar-benar di ambang mata. Manusia satu ini benar-benar meng-andalkan kenekatan saja. Padahal, dia sudah tahu kalau ilmu lawan lebih tinggi! Namun sebelum serangan balik Penjaga Gerbang Neraka menelan korban, tiba-tiba saja berkelebat bayangan hijau yang langsung menyambar tubuh Siluman Pedang Kembar. Brosshh...! Sementara, pukulan yang dilancarkan Penjaga Gerbang Neraka langsung menghantam sebatang pohon hingga hangus seketika.
"Rupanya, masih ada orang yang menolong orang serakah!" desisnya tetap menundukkah kepala.
Siluman Pedang Kembar yang baru lolos dari maut menatap penolongnya. Seorang pemuda tampan berbaju hijau pupus yang sekarang sedang me-nantang Penjaga Gerbang Neraka.
"Maaf, Pak Tua Kerempeng. Bukannya aku usil.
Tapi lawanmu sudah tidak berdaya. Apa kau tidak kasihan melihat orang yang sudah terkencing-kencing di celana...?" ucap pemuda yang tidak lain Pendekar Slebor.
Siluman Pedang Kembar terjingkat. Cepat diraba-nya bagian benda terlarangnya.
Basah! Lalu tangannya diangkat ke hidung. Bau...! Bahkan bibirnya sampai mengerucut dengan hidung ditarik. Tanpa sadar, saking ketakutannya, lelaki brewok ini terkencing-kencing di celana.
"Aku tak pernah memberi hati pada orang lancang, Anak Muda...," sahut lelaki kerempeng.
"Baiklah kalau begitu. Sekarang kita berlaku bagaikan seorang sahabat." Penjaga Gerbang Neraka terdiam sebentar.
"Anak muda.... Aku belum tahu, siapa kau sebenarnya. Tetapi kata-katamu terasa enak terdengar di telingaku." Andika mengerutkan keningnya. Enak" Si pemuda dari Lembah Kutukan ini rasanya mau terbahak-bahak. Burung gagak saja terbirit-birit mendengar suaranya.
"Sebenarnya ada apa, Pak Tua?" tanya Andika.
"Hmm..., ketahuilah. Selama seratus tahun aku berdiam di hutan ini, baru hari ini ada yang datang dengan pertanyaan ada apa. Bukan bertanya tentang Bunga Neraka."
"Ah...! Sudahlah, jangan bicara soal bunga. Toh kau bukan lintah darat" Aku hanya ingin, kau jangan main bunuh saja...," tukas Andika, mengucapkan tanya.
"Jangan beri ampun manusia kerempeng itu, Anak Muda. Selama seratus tahun pula dia membunuh orang-orang yang ingin mencari tahu jalan masuk menuju Gerbang Neraka!" Justru Siluman Pedang Kembar yang berkata sambil meringis menahan rasa nyeri di tangannya. Wajahnya sudah pucat karena hampir-hampir kehabisan darah.
Kening Andika berkerut. Lagi-lagi jalan menuju Gerbang Neraka. Di manakah jalan itu" Setahunya, sepanjang mata memandang yang ada hanya hutan belantara saja"
"Itulah yang kumaksudkan dengan orang-orang serakah, Anak Muda," kata Penjaga Gerbang Neraka tetap dengan kepala tertunduk.
"Apakah mereka tidak menginginkan aku hidup tenang" Mengapa mereka menginginkan Bunga Neraka" Padahal, hanya ada sekuntum saja bunga itu. Kalaupun ada yang berhasil memilikinya, yang kukhawatirkan hanyalah untuk kesenangan semata! Untuk menjadikan dirinya digdaya."
"Biarpun ilmumu setinggi dewa, aku tak akan mundur sebelum kudapatkan Bunga Neraka!" sambar Siluman Pedang Kembar, seraya menerjang kembali ke arah lejaki tua kerempeng.
"Tahaaan...!" seru Andika terkejut.
Tetapi tubuh Siluman Pedang Kembar sudah dekat dengan Penjaga Gerbang Neraka.
Dan kali ini, gerakan satu tangannya disertai tenaga dalam penuh.
Pada saat yang sama, si lelaki kerempeng telah mengibaskan tangannya.
Wuuus! Duaarrr! Bunyi dentuman terdengar bersamaan hancurnya tubuh Siluman Pedang Kembar.
Tubuhnya menjadi serpihan bagaikan dedaunan yang dirancah.
Pendekar Slebor memerah wajahnya.
"Aku heran! Mestinya di usia yang sudah bau tanah, kau harus sudah bertobat.
Bukannya malah mengumbar kekejaman...!" Entah ingin mencoba kekuatan si tua kerempeng itu, atau memang ingin melumpuhkan kepandaian-nya, Andika meluncur ke arah Penjaga Gerbang Neraka.
"Kekejaman itu hanyalah merupakan sebuah alat," sahut Penjaga Gerbang Neraka sambil mengangkat sebelah tangannya.
Wuuus...! Andika merasa sebuah angin bagaikan tusukan ratusan lembing menderu ke arahnya.
Seketika tubuhnya di buang ke kanan. Namun tak urung celananya yang sebelah kiri koyak hingga sebatas dengkul.
Begitu bangkit Pendekar Slebor menggelenggeleng, kaget sekaligus takjub. Jurus yang sangat aneh dan hebat, pujinya.
"Anak muda! Kepada orang-orang seperti kaulah aku tak menginginkan menurunkan tangan telengas.
Aku tahu, kau menyerangku bukanlah untuk mendapatkan jalan menuju Gerbang Neraka, tapi sekadar tak suka melihat tindakanku...."
"Aku memang ingin menghukummu!" seru Andika lagi.
Dengan tenaga 'inti petir' tingkat keduabelas, Pendekar Slebor melesat kembali ke arah Penjaga Gerbang Neraka. Namun, kali ini lelaki kerempeng nampak terjingkat dan membuang dirinya ke kiri.
"Hei"! Bukankah itu jurus Ki Saptacakra"!" seru Penjaga Gerbang Neraka kaget dan berdiri tegak. Kali ini kepalanya terangkat.
Andika cepat menghentikan serangannya. Dan dia ladi bergidik melihat wajah yang mengerikan. Terutama bila mata Penjaga Gerbang Neraka yang tak ubahnya mata serigala kelaparan.
"Anak muda.... Apa hubunganmu dengan Ki Saptacakra Penguasa Lembah Kutukan?" tanya Penjaga Gerbang Neraka.
"Dia Eyang buyutku," sahut Andika, masih menampakkan ketidaksenangannya.
"Oh! Bagaimanakah kabarnya dia sekarang?" Kali ini Andika tidak menjawab. Diperhatikannya wajah mengerikan di hadapannya dengan seksama.
"Urusan ini tak ada hubungannya dengan Eyang buyutku."
"Tahan! Ketahuilah, aku sangat menghormatinya."
"Kalau begitu, lebih baik tinggalkan tempat ini. Aku tak ingin keonaran terjadi lagi." Penjaga Gerbang Neraka menghembuskan napasnya.
"Aku tahu, apa yang kulakukan ini hanyalah menumpahkan darah belaka. Tetapi, ketahuilah. Bila tempat ini kutinggalkan, maka banjir darah akan semakin banyak.
Apalagi, bila aku mengatakan jalan masuk menuju Gerbang Neraka. Bukan hanya tempat ini yang akan banjir darah, melainkan seluruh isi persada ini!" Andika terdiam, mencoba menelaah kata-kata Penjaga Gerbang Neraka. Rasa penasarannya pun mulai bermain di hatinya. Bunga Neraka.... Bunga apa itu. Dan jalan menuju Gerbang Neraka, di manakah jalan masuknya"
"Di dunia ini tak ada yang aneh, Anak Muda.
Seperti kau yang mengaku sebagai cucu terakhir dari Ki Saptacakra. Sangat sulit dipercaya kalau Ki Saptacakra adalah Eyang buyutmu."
"Mau percaya ya syukur, tidak percaya ya sudah," kata Andika, menelan rasa dongkolnya mentah-mentah.
(Untuk mengetahui Ki Saptacakra, silakan baca "Lembah Kutukan" serta "Dendam dan Asmara").
"Tetapi melihat tenaga 'inti petir' yang kau pergunakan tadi, sedikit banyaknya aku yakin tentang hal itu. Karena, tak seorang pun yang memiliki tenaga 'inti petir', kecuali Ki Saptacakra yang telah bertahun-tahun menjaga 'Buah Inti Petir'. Dan pasti kau telah memakannya, bukan?" Andika terdiam. Rupanya manusia kerempeng ini tahu tentang dirinya.
"Karena aku sekarang yakin kalau kau keturun dari Ki Saptacakra, maka kau akan kuberitahukan jalan menuju Gerbang Neraka." Andika terkejut. Tapi dia mendengus dalam hati.
Lagi-lagi Gerbang Neraka! Seperti apa sih tempat itu" Rasa penasaran semakin mengusik hatinya. Namun Pendekar Slebor bukanlah orang bodoh yang mau menelan mentah-mentah semua itu. Barangkali ini suatu jebakan.
Terbukti, sudah disaksikannya bagaimana Penjaga Gerbang Neraka mempertahan-kan jalan rahasia itu kepada Siluman Pedang Kembar. Entah, kepada siapa lagi.
Mungkin telah ratusan orang yang ingin mengetahui jalan menuju Gerhang Neraka.
"Mengapa kau begitu mudah ingin mengatakannya kepadaku?" tanya Pendekar Slebor, memancing.
"Karena, keturunan Ki Saptacakra kuyakini tak pernah berdusta atau berlaku munafik."
"Bagaimana kalau aku dusta" Toh kau bilang tadi, bila ada yang berhasil masuk ke Gerbang Neraka dan memetik Bunga Neraka, berarti darah akan semakin bersimbah di persada ini."
"Karena, aku yakin kau pasti akan berada di jalan lurus. Sepertinya, Bunga Neraka berjodoh denganmu, Anak Muda." Andika kembali terdiam. Dicobanya merangkaikan kata-kata itu.
"Maaf, meskipun aku penasaran sekali ingin mengetahui di mana Gerbang Neraka dan sejenis apa Bunga Neraka, aku menolak untuk memenuhi per-mintaanmu," ucap Andika.
"Dengan kata lain, kau akan membiarkan aku menjadi seorang pembunuh?" tukas si lelaki kerempeng.
"Kau bisa mengendalikan amarahmu."
"Dengan begitu, akulah yang mati. Dengan matinya aku, maka seluruh orang serakah yang menginginkan Bunga Neraka akan berdatangan dan saling adu kehebatan untuk mendapatkannya." Kembali Andika terdiam. Di satu segi, dia ingin tahu tentang hal itu. Tetapi di segi lain, dia sesungguhnya memang tak berminat untuk menge-tahuinya. Hanya saja, apa yang dikatakan Penjaga Gerbang Neraka memang benar.
"Mengapa kau menjadi lemah seperti itu" Padahal kau nampaknya mati-matian menyembunyikan jalan rahasia menuju Gerbang Neraka?" tanya Pendekar Slebor.
"Ki Saptacakra telah merelakan 'Buah Inti Petir'nya kau makan. Aku pun merelakan Bunga Neraka untuk dipetik dan kau cium wanginya."
"Karena aku keturunan dari Ki Saptacakra, kau merelakannya begitu saja?"
"Sudah tentu tidak. Aku hanya memberitahu jalan masuk menuju Gerbang Neraka. Dan tentunya juga kau tak semudah itu untuk memakan 'Buah Inti Petir' di Lembah Kutukan, bukan?" Berarti, memang ada bahaya yang mengancam.
"Baiklah.... Aku setuju dengan keinginanmu itu.
Akan kupetik Bunga Neraka dan kupersembahkan kepadamu." Penjaga Gerbang Neraka terbahak-bahak. Suaranya begitu menggema sekali. Dedaunan pun banyak yang rontok seketika. Untuk pertama kalinya Andika melihat Penjaga Gerbang Neraka tak lagi berwajah bengis.
"Anak muda.... Jiwa kesatria dan hati suci benar-benar kau miliki. Sudah tentu aku tidak menginginkan Bunga Neraka, karena aku adalah pemilik dan penjaganya.
Aku telah memberikannya kepadamu.
Bila kau memang berkenan untuk mendapatkannya, hiruplah sari Bunga Neraka tersebut. Maka kau akan merasakan sesuatu yang lain pada dirimu."
"Mengapa begitu?"
"Kau bisa melihatnya nanti. Sekarang, pejamkan matamu. Atur napas dari perut ke dada, dan tahan sampai kuperintahkan untuk bernapas kembali. Kau sudah bersedia untuk melakukannya, bukan?" Tak ada jalan lain lagi bagi Andika, meskipun bayang-bayang keraguan masih berputar-putar di benaknya. Di satu segi, hatinya memang sangat penasaran terhadap Bunga Neraka. Bukan semata karena ingin memilikinya, tapi karena ingin melihat seperti apa. Di segi lain, dia pun membenarkan kata-kata Penjaga Gerbang Neraka. Bila saja ada orang dari golongan sesat yang mendapatkannya, niscaya akan bertindak kejam melebihi Raja Iblis sekali pun.
"Bila memang kau percaya kepadaku, aku akan melakukannya," kata Pendekar Slebor kemudian. Penjaga Gerbang Neraka tersenyum.
"Dan aku yakin, Ki Saptacakra tidak akan marah keturunannya kupinjam untuk sementara."
"Dipinjam" Memang aku barang rongsokan"!" Andika mendengus dalam hati, mendengar istilah pijam itu. Lalu diturutinya katakata Penjaga Gerbang Neraka.
Kedua mata Pendekar Slebor terpejam. Pikirannya dikosongkannya dengan segera. Lalu napasnya diatur melalui perut hingga ke dada.
Di dadalah napasnya ditahan.
Sesaat Andika merasakan seluruhnya gelap gulita.
Bahkan tak ada suara-suara yang terdengar. Namun mendadak saja, si anak muda ini melihat sebuah titik cahaya bersinar keemasan yang semakin lama semakin mendekatinya. Berpendar-pendar dan memberikan penerangan seketika.
Andika tidak tahu, kalau tiba-tiba saja tubuh Penjaga Gerbang Neraka bagaikan limbung. Namun lelaki tua kerempeng ini berusaha untuk menjaga keseimbangan dan mengirimkan alam pikiran gaibnya kepada Andika.
Dan yang membuat Andika merasa aneh, saat ini dirasakannya hawa panas yang bergejolak. Tubuhnya seketika mengeluarkan keringat.
Rasa panas itu bukan hanya bagaikan membakar tubuh Andika, tetapi seluruh jiwanya. Pendekar Slebor berusaha meronta dan menjerit. Namun, tak ada gerakan apa-apa. Bahkan jeritan pun tak bisa dilakukan.
"Bernapaslah!" seru lelaki tua kerempeng ini tiba-tiba.
Yang dirasakan Pendekar Slebor kemudian, tubuhnya tiba-tiba terlontar ke satu alam yang sangat jauh.
Dan rasa panas pun semakin menyengat. Samar-samar terlihat satu sosok tubuh berpakaian hitam-hitam dengan rambut merah acak-acakan pun terlontar mengikutinya! Siapakah dia"

***

_=0 { 4 } 0=_

Tubuh Andika terhempas di sebuah tempat yang sangat tandus. Begitu pantatnya terhenyak di pasir putih, saat itu juga si pemuda langsung bangkit.
Betapa tidak, pasir itu terasa panas menyengat sekali! "Busyet! Inikah yang dinamakan Gerbang Neraka?" keluh Andika sambil memandang sekeliling.
Apa yang dilihat seluruhnya hanyalah lautan pasir panas belaka. Udara yang berhembus pun begitu panas. Keringat sudah langsung membanjir di tubuhnya.
"Uhh.... Kalau tahu begini sih, lebih baik tak usah ke sini!" makinya jengkel.
Lantas mendapat petunjuk dari mana, Andika segera mengalirkan tenaga dalam ke seluruh tubuhnya. Terutama, ke kedua kakinya, untuk menahan rasa panas yang menusuk-nusuk. Mulai Andika melangkah. Dan yang membuatnya merasa aneh, ketika mendongak ke atas, tak dirasakannya sinar matahari yang menyengat.
"Edan! Apakah tidak ada matahari di sini" Lalu dari mana hawa panas ini?" Andika terus melangkah menyongsong udara panas dan pasir menyengat. Tiba-tiba saja pendengarannya menangkap suara raungan dan jeritan minta ampun. Seketika, Andika menghentikan langkahnya. Bersiaga! Di luar sepengetahuan Pendekar Slebor, ada sosok lain yang memperhatikan.
Sementara suara jeritan dan tangisan minta ampun terus terdengar. Andika terus melangkah menuju sumber suara. Tapi, mendadak saja si pemuda dari Lembah Kutukan tersentak. Karena, di hadapannya ber-geletakan puluhan sosok tubuh yang sedang me-lolong kesakitan.
Seluruhnya berada dalam keadaan telanjang bulat. Tidak perempuan, tidak lakilaki. Juga, tua dan muda. Semuanya berguling-guling di atas pasir yang sangat panas.
Bahkan lamat-lamat terlihat kobaran api di bawah tubuh-tubuh itu. Seakan bara api yang sedang memanggang.
"Gila! Kenapa mereka" Siapa mereka" Dan, bagaimana tahu-tahu bisa berada di hadapanku" Tadi kan tidak ada apa-apa?" desis Andika, bingung.
Sesaat Pendekar Slebor melihat satu sosok tubuh dengan wajah seperti Siluman Pedang Kembar sedang kelojotan berguling. Tubuhnya sudah meng-hitam dengan darah terus mengalir.
Sadarlah Andika, kalau mereka adalah orang-orang yang menginginkan masuk ke Gerbang Neraka.
Mereka telah dibunuh oleh Penjaga Gerbang Neraka, dan roh-roh mereka tidak kembali ke Sang Pencipta, tapi terus tinggal di sini dulu untuk menebus segala dosa. Entah berapa lama.
Kepala Andika cepat berpaling, tak tega melihat penderitaan orang-orang itu. Ini benar-benar mengerikan. Lebih mengerikan ketika dia terdampar di Alam Sunyi, negeri bangsa siluman! (Baca serial Pendekar Slebor dalam episode : "Neraka Di Keraton Barat").
Ketika berpaling kembali untuk melihat lagi bagaimana penderitaan orang-orang itu, Andika menjadi terperangah. Karena, tak satu pun yang nampak di depan matanya. Semuanya lenyap mendadak.
"Banyak keanehan selama ini yang kualami. Tetapi apa yang kualami sekarang ini lebih aneh lagi," gumam Pendekar Slebor seraya berbalik lagi.
"Hmm...
di mana aku harus mencari Bunga Neraka." Andika melangkah lagi, melewati dataran pasir yang panas dan kobaran api yang sesekali menyem-bur ke atas. Terus terang, hatinya kecut juga. Jangan-jangan, bila salah melangkah akan termakan api yang mendadak berkobar.
Dan apa yang dikhawatirkan terbukti. Karena tiba-tiba saja pasir yang dipijak bergerak. Sebelum terjadi ancaman yang bisa merenggut nyawa, Pendekar Slebor sudah melompat bergulingan. Saat itu juga kobaran api yang luar biasa besar dan panasnya menyembul keluar! "Gila! Bisa mampus aku di sini!" rutuk Andika sambil menepuk-nepuk seluruh tubuhnya karena pasir-pasir panas itu menempel. Pakaian yang dikenakannya sudah bolong-bolong. Tetapi, kain bercorak catur warisan dari Ki Saptacakra tetap utuh! Otak si pemuda yang cerdik segera melepaskan kain pusakanya, lalu meletakkannya di pasir panas.
Tetap utuh. Karena penasaran, ditekan kain itu dengan kedua tangannya. Tak merasa panas. Bahkan terasa sejuk.
Sadarlah Andika, kalau kain pusaka ini mampu melindunginya dari panas. Maka, dikerudungkannya kain bercorak catur di kepala. Sehingga panas yang menyengat tidak lagi dirasakannya. Bahkan seluruh tubuhnya seolah dilindungi kesejukan semata. Mata Andika memandang ke sekeliling.
"Di mana aku harus mencari Bunga Neraka?" tanya si pemuda sambil melangkah tak tentu arah. Rasanya telah lama sekali Pendekar Slebor melangkah. Tetapi padang tandus itu tak habis-habisnya membentang. Menurut perkiraannya, di alam sana saat ini pasti sudah menjelang malam. Namun berada di sini, nampaknya tak akan pernah ada malam.
Bahkan hawa panas yang menusuk-nusuk itu pun tak berubah. Untungnya, Pendekar Slebor sudah menyelimuti tubuhnya dengan kain pusaka bercorak catur.
"Aduhhh...!" Tiba-tiba saja Andika mengaduh keras. Tubuhnya bukan hanya terjajar ke belakang.
Bahkan terpelanting beberapa kali. Sambil berdiri tegak kembali, pemuda pewaris ilmu Lembah Kutukan itu menatap ke depan dengan kening berkerut.
"Heran" Kenapa aku jadi begini?" desisnya bingung.
"Padahal tak ada apa-apa di hadapanku." Rasa penasaran mulai bergumpal di hati Andika.
Kakinya melangkah kembali. Dan lagi-lagi bagaikan ada sebuah dinding tebal, tubuhnya terpentok dan terpental kembali ke belakang. Kali ini keningnya benjut sebesar telur puyuh.
Kepalanya terasa pusing sesaat. Tetapi bukan itu yang dirasakan Andika.
Penasaran di hatinya telah berubah menjadi kejengkelan.
"Monyet pitak! Kutu kudis! Apa sih yang menghalangi langkahku!" maki Pendekar Slebor. Lalu dengan gagahnya Andika melangkah lagi. Kali ini kedua tangannya meraba-raba bagai orang buta.
Tetapi anehnya sampai melangkah cukup jauh, tangannya tak menyentuh apa-apa.
Bahkan, seakan tak ada dinding penghalang apa pun di hadapannya.
Karena heran, Andika berhenti melangkah.
"Kenapa jadi begini" Mana yang menghalangiku tadi. Mana?" Andika marah-marah sendiri. Kembali Andika melangkah lagi tanpa meraba-raba bagai orang buta. Dan....
Duukkk! Kesombongan Andika terbalas. Tubuhnya kembali terpental ke belakang dan bergulingan. Bahkan lebih jauh dari yang pertama dan kedua. Sambil terduduk, Pendekar Slebor mengusap-usap kepalanya. Dan bingung bercampur geram. Masih untung kain pusakanya masih membaluti tubuhnya. Kalau tidak, sudah pasti akan tersengat pasir-pasir panas yang melekat di sekujur tubuhnya.
"Brengsek!" maki Andika, sewot sendiri.
"Mau nantang, ya"!" Andika bangkit. Begitu melangkah, kali ini kedua tangannya bergerak bagaikan meraba-raba lagi.
"Apakah aku harus terus-menerus melangkah bagaikan orang buta?" dengusnya, ketika melang-kahkan kedua kakinya, lagi-lagi tak menyentuh apa-apa. Bahkan tubuhnya dengan mulus bergerak.
Bagaikan tak terhalangi lagi.
Sambil melangkah, Andika terus memaki-maki dirinya.
"Monyet pitak! Aku benar-benar dikerjai! Kenapa sih mau-maunya datang ke Gerbang Neraka ini. Mana perut sudah keroncongan lagi! Eh, apakah ada warung pojok di sini?"

***

Apa yang dialami oleh Penjaga Gerbang Neraka sepeninggalan Andika" Sesuatu yang tak disangka memang dialami Penjaga Gerbang Neraka.
Rupanya tanpa setahu mereka, satu sosok tubuh berpakaian hitam-hitam dengan rambut merah dan jenggot merah pula mengintai apa yang sedang dilakukan Penjaga Gerbang Neraka terhadap Andika.
Manusia itu tersenyum dan menyeringai sendirian.
Diam-diam dia telah menebarkan ajian 'Buyar Sukma', sehingga kedatangannya tak diketahui Penjaga Gerbang Neraka dan Pendekar Slebor.
Seringai lebar semakin nyata ketika lelaki berjenggot merah itu mengetahui apa yang sedang dilakukan Penjaga Gerbang Neraka terhadap Andika.
Ini adalah saat-saat yang ditunggunya. Seketika terdiam dengan kedua tangan mengatup di dada. Lalu dengan ilmu batinnya, sosok yang di kalangan persilatan dikenal sebagai Manusia Jenggot Merah itu mengirimkan kendali pikirannya untuk menyadap pikiran Penjaga Gerbang Neraka.
Saat itu, memang Penjaga Gerbang Neraka merasa keanehan luar biasa pada dirinya. Pikiran untuk menembus jalan masuk ke Gerbang Neraka terasa terpecah. Seolah petunjuknya dikirimkan kepada dua orang.
Meskipun merasakan keheranan itu, Penjaga Gerbang Neraka terus mengirimkan pikiran alam gaibnya. Karena dia tahu, apa akibatnya bila menghentikan tindakannya. Andika seketika bisa mampus dengan tubuh hancur lebur! Dan keheranan itu semakin dirasakan ketika angin berkesiur cepat ke arahnya. Dan ini semakin membuatnya untuk bertahan agar kesimbangannya jangan sampai hilang.
Sementara Andika sendiri tidak tahu akan hal itu, karena masih harus menahan napasnya. Hingga saat Penjaga Gerbang Neraka membentak menyuruh Andika bernapas, dan bersamaan dengan terpentalnya si pemuda ke alam yang aneh dan panas itu, Manusia Jenggot Merah pun terlontar pula.
Lelaki berjengot merah berputaran beberapa kali, dan tiba di Gerbang Neraka setelah beberapa saat Pendekar Slebor tiba di sana. Matanya yang memancarkan sinar merah memperhatikan sekelilingnya. Tak dilihatnya tubuh pemuda berpakaian hijau pupus itu.
Tetapi Manusia Jenggot Merah sudah merasa puas, karena tak perlu bersusah payah untuk mendapatkan jalan masuk menuju Gerbang Neraka.
Tekadnya sudah bulat sekarang. Dia harus membunuh pemuda berbaju hijau pupus itu. Karena kini di Gerbang Neraka, hanya ada dua anak manusia yang akan memperebutkan Bunga Neraka! Sementara, Penjaga Gerbang Neraka yang terbanting ke belakang dengan mulut dan hidung mengeluarkan darah, seketika meraung keras, bagaikan serigala lapar! Memang, lelaki kerempeng ini baru menyadari kalau ada satu sosok tubuh lain yang tak diinginkan telah masuk pula ke Gerbang Neraka. Untuk sekali ini, lelaki yang telah seratus tahun menjaga Gerbang Neraka kecolongan. Untuk sekali ini, lelaki tua yang gagah itu menangis menyadari kebodohannya!

***

Kehidupan pada alam yang dinamakan Gerbang Neraka sangat berbeda dengan kehidupan alam nyata. Saat ini, Pendekar Slebor bukan hanya merasa tenaganya sudah terkuras karena terus menerus melangkah, melainkan perutnya yang sudah kelaparan dengan rasa puas menyengat.
Hawa panas itu terus menyergap kejam, lebih kejam dari panggangan api unggun.
Semuanya tak memungkinkan Andika untuk beristirahat sekali pun.
Apalagi tak satu batang pohon pun yang hidup di sana. Juga, tak ada gubuk atau rumah yang seperti diharapkan Pendekar Slebor sekarang ini. Hanya kebulatan hatinya saja sehingga Andika terus melangkah untuk mencari Bunga Neraka yang masih dipikirkannya. Seperti apa bunga itu" Di mana letaknya" Pertanyaan kedua itulah yang paling penting bagi Pendekar Slebor. Karena sampai sejauh ini, pemuda pewaris ilmu Lembah Kutukan melangkah tak sekali pun melihat tumbuhan hidup di sana. Kedua tangannya masih terus meraba-raba, bagaikan orang buta. Tentu saja, Andika tidak ingin kepalanya harus ter-bentur dinding tak terlihat lagi. Dan dia tak tahu harus berapa lama lagi melakukannya.
Otot-otot di pangkal lengan sudah terasa nyeri, sedikit menegang. Perasaan Andika saat ini benar-benar tak karuan.
Tiba-tiba saja Pendekar Slebor berhenti melangkah. Matanya yang setajam elang berkeliling, karena telinganya menangkap sebuah gemuruh yang keras sekali. Malah semakin lama semakin keras.
Belum lagi Andika menyadari apa yang terjadi, tiba-tiba saja pasir yang dipijaknya longsor. Amblas ke dalam bumi! Andika memekik keras sambil berusaha mengempos tubuhnya untuk keluar dari longsoran pasir yang tiba-tiba itu. Namun bagaikan ada sebuah tenaga gaib yang menyedotnya, tak kuasa Andika menahan.
Sukar ditentukan, tempat mana yang bisa dijadikan pijakan kakinya. Kalang kabut dia. Sekuat tenaga Pendekar Slebor mengerahkan segenap kemampuan agar tidak tersedot kekuatan gaib yang kuat dan aneh itu. Kalau tadi dia mengalami dua bahaya beruntun, tetapi bahaya yang sekarang ini lebih mengerikan.
Wajah tampannya terasa ditampar tenaga kasat mata yang menyedot tubuhnya. Sekuat tenaga Andika bertahan. Dan saat itu dilepaskan kain bercorak caturnya yang sejak tadi menyelimuti kepalanya.
Wuuut...! Sekuat tenaga, Andika mengebut kain pusaka itu ke arah tenaga yang menyedotnya.
Sekali dia merasakan kalau tenaga gaib itu hilang. Dirinya kini sedikit terbebas. Namun, kembali tiba-tiba saja tenaga itu datang.
Bahkan lebih mengerikan lagi. Seluruh tanah berpasir panas itu bagaikan melesak ke dalam! Kali ini Andika tak mampu berbuat apa-apa, karena kesimbangannya telah hilang.
Dan tubuhnya terus meluncur deras ke dalam bumi.

***

_=0 { 5 } 0=_

Lain yang dialami Andika, lain pula yang dialami Prana Bantoro alias Penjaga Gerbang Neraka sekarang ini. Meskipun hatinya sedih sekaligus geram, namun telinganya tetap bekerja dengan baik ketika mendengar satu sosok tubuh ramping datang mendekatinya.
Kepala Prana Bantoro tak terangkat. Hatinya luka penuh amarah.
Sosok ramping yang baru datang itu cukup aneh.
Tubuhnya bungkuk, ada punuk seperti onta di atasnya. Pakaiannya compang-camping.
Rambutnya panjang menjuntai ke bawah setiap kali melangkah.
Di tangannya terdapat sebuah tongkat berkepala ular di ujungnya.
Sosok bungkuk itu terkekeh. Suaranya tak ubahnya burung hantu. Dari kekehannya bisa diketahui kalau dia adalah seorang wanita.
"Prana Bantoro.... Aku, Dewi Ular Hitam, kembali lagi untuk menghadapimu...." Prana Bantoro alias Penjaga Gerbang Neraka tak menyahut.
Si nenek yang ternyata berjuluk Dewi Ular Hitam mengeluarkan kekehannya lagi.
Lima puluh tahun yang lalu, dia pernah mencoba mengalahkan Penjaga Gerbang Neraka, sekaligus mencari tahu jalan menuju Gerbang Neraka.
Meskipun pernah dikalahkan, Dewi Ular Hitam tak pernah kapok. Hatinya memang telah tumpul, terbalut dendam. Lima puluh tahun itu adalah waktu yang sangat lama menyimpan dendam. Dan dia telah menggembleng dirinya dengan ajianajian aneh yang hebat. Kali ini kedatangannya selain mencari tahu jalan masuk menuju Gerbang Neraka, juga untuk menghancurkan sekaligus membalas dendamnya pada Prana Bantoro.
"Apakah kau sudah melupakanku, Kerempeng?" usik Dewi Ular Hitam.
"Aku datang untuk mencabut nyawa hinamu! Hhh! Kau lihat hasil pukulanmu lima puluh tahun yang lalu! Tubuhku yang bagus, kini harus membungkuk terus menerus. Bahkan ada punuk yang tiba-tiba tumbuh, karena terlalu keras mengerahkan seluruh tenaga dalamku untuk menahan luka yang kuderita!" Penjaga Gerbang Neraka tetap tak menyahut. Dia masih merutuki diri sendiri, menyesali kebodohannya karena ada orang lain yang berhasil masuk ke Gerbang Neraka. Kalau begini akhirnya, rasanya sia-sia saja menjaga Gerbang Neraka selama seratus tahun.
Lelaki kerempeng itu tak menggubris setiap kata-kata Dewi Ular Hitam yang selalu disertai makian.
Bahkan dibiarkannya saja tubuhnya terbanting, ketika Dewi Ular Hitam mengibaskan tongkatnya. Dari mulut Prana Bantoro mengeluarkan darah.
Tetapi dia tetap tak bergeming.
"Hhh! Apakah kau sudah melupakan kehebatan dan kesombonganmu itu, Penjaga Gerbang Neraka"!" bentak Dewi Ular Hitam.
"Apa pun yang hendak kau lakukan, aku menerimanya, Dewi Ular Hitam...." Tiba-tiba terdengar kata-kata Penjaga Gerbang Neraka. Pelan, penuh helaan napas.
Seolah sifat dan sikapnya yang asli telah berubah. Prana Bantoro benar-benar merasa tak ada artinya lagi karena kecolongan secara mudah.
"Permainan apa lagi yang kau berikan ini, hah"!" bentak Dewi Ular Hitam sengit.
Penjaga Gerbang Neraka tak menjawab, hanya menundukkan kepalanya.
"Apakah kau pikir, aku akan membiarkanmu hidup, setelah kau menyiksaku selama lima tahun"! Tidak, Kerempeng! Kau harus mampus!" bentak si perempuan bungkuk lagi.
"Lakukanlah...." Dewi Ular Hitam benar-benar merasa diejek oleh pernyataan Penjaga Gerbang Neraka. Tiba-tiba saja tubuhnya meluruk laksana kilat. Tongkatnya dikibaskan ke arah Penjaga Gerbang Neraka. Tongkat itu bukan hanya akan mengepruk hancur kepala, bahkan akan melumat tubuh Prana Bantoro.
"Heaaa...!" Trak! Dewi Ular Hitam mundur dengan wajah berubah ketika serangan mautnya dihalangi sambaran lain. Si perempuan bungkuk ini berdiri sigap di tempatnya kembali.
"Rupanya ada orang iseng yang ingin memperebutkan Bunga Neraka!" bentaknya.
Dari salah satu semak yang rimbun, seorang lelaki berpakaian putih-putih muncul.
Sorban berwarna hitam bertengger di kepalanya yang lonjong. Di tangannya, terdapat sebuah tongkat berwarna putih.
Wajahnya yang penuh keriput masih memperlihatkan sisa-sisa ketampanannya di masa muda. Sepasang matanya begitu lembut. Yang aneh, rambutnya bak untai emas yang sangat indah. Teratur.
"Dewi Ular Hitam rupanya siap mencabut nyawa orang tak berdaya...," tegur sosok bermata bijaksana itu.
Kening Dewi Ular Hitam berkerut dengan mata memicing. Dari mulutnya terdengar dengusan pelan bernada gusar.
"Kalau tidak salah, yang datang adalah Penghulu Segala Ilmu...." Lelaki tua tampan berambut emas itu hanya tersenyum saja.
"Rupanya, julukan yang tak berarti itu masih ada saja yang mengingatnya," kata lelaki berjuluk Penghulu Segala Ilmu.
"Siapa yang tak mengenal Penghulu Segala Ilmu" Sosok yang dulu bertualang sampai ke seberang lautan, dan sekarang menjadi penunggu rumah tua!" sahut Dewi Ular Hitam, mengejek.
Penghulu Segala Ilmu terbahak-bahak.
"Aku sudah tua.... Itulah sebabnya aku tidak pernah lagi bertualang. Tetapi, naluri petualangku ini pun selalu memanggil-manggilku." Dewi Ular Hitam memandang geram. Dia tahu, siapa Penghulu Segala Ilmu. Nama besarnya sampai sekarang masih berkumandang meskipun telah lama tidak nongol dalam rimba persilatan. Penghulu Segala Ilmu mempunyai seorang murid yang kehebatan ilmunya tak perlu disangsikan lagi. Beberapa bulan lalu, Pendekar Slebor pun pernah dibuat kocar-kacir oleh Malaikat Peti Mati yang merupakan murid Penghulu Segala Ilmu (Untuk lebih jelasnya, silakan baca: "Malaikat Peti Mati").
"Lalu apa maumu hadir di Hutan Kegelapan ini?"
"Mana aku tahu" Toh aku cuma berjalan-jalan saja. Hei, Sobat!" seru Penghulu Segala Ilmu pada Penjaga Gerbang Neraka yang masih berdiam diri dengan menundukkan kepala.
"Kulihat kau seperti sedang bermuram durja" Apakah ada sesuatu yang merisaukanmu?" Penjaga Gerbang Neraka tak menjawab. Justru Dewi Ular Hitam yang meledakkan kemarahannya. Dia berpikir, dengan hadirnya Penghulu Segala Ilmu yang merupakan dedengkotnya golongan lurus, bisa dipastikan segala niatan dan keinginannya tak bisa terlaksana. Belum lagi Prana Bantoro menyahuti kata-kata Penghulu Segala Ilmu, Dewi Ular Hitam sudah menerjang dengan kibasan dahsyat tongkatnya.
Werrr...! Angin laksana topan badai bertiup saat Dewi Ular Hitam menghibaskan tongkatnya.
"Heran... Masih ada saja orang yang telengas seperti kau ini!" desah Penghulu Segala Ilmu tanpa beranjak dari tempatnya.
Namun begitu serangan Dewi Ular Hitam mendekat, tiba-tiba saja lelaki tua ini menggerakkan tongkatnya yang berwarna putih.
Wuuut! Bummm! Dua tongkat yang telah dialirkan tenaga dalam tinggi bertemu, menimbulkan ledakan dahsyat. Bumi seketika bergetar. Pepohonan bukan hanya tumbang, tapi tercabut hingga akarnya yang terdalam. Tubuh Penjaga Gerbang Neraka pun terpelanting ke tanah.
Namun seolah tak ada kejadian itu, dia kembali berdiri dengan kepala tetap tertunduk. Dewi Ular Hitam semakin murka. Maka jurus-jurus aneh yang penuh tenaga dalam dan menebarkan maut dilancarkannya dengan gencar. Sementara, Penghulu Segala Ilmu pun menghadapinya dengan kecepatan sama.
Blammm! Hingga yang terdengar hanyalah suara bagaikan ledakan. Dan bumi pun bergoyang berkali-kali. Dalam sekilas saja, lima jurus aneh menggidikkan pun terbuang sia-sia tanpa ada yang kalah atau menyerah. Kalau Penghulu Segala Ilmu menyerang tetap menggunakan perasaan keadilannya, lain halnya Dewi Ular Hitam. Wanita bungkuk ini mencecar membabibuta, menginginkan kematian Penghulu Segala Ilmu secepatnya. Karena lelaki tua itu dianggap telah mengacaukan seluruh rencananya.
Benturan tongkat tadi sebenarnya telah menimbulkan rasa ngilu dan kesemutan di tangan masing-masing. Namun mereka tetap nampak tegar. Masing-masing tetap pada jalur kekuatannya.
Keanehan terjadi. Ketika lima jurus berlalu kembali, Penghulu Segala Ilmu tahutahu lenyap begitu saja dari pandangan Dewi Ular Hitam. Dan sesungguhnya, dia tidak menghilang. Tetapi mempergunakan kecepatannya yang dinamakan ajian 'Lari Sukma' yang bisa membuatnya bergerak laksana hantu. Bahkan desir angin saat tubuhnya bergerak tak terdengar! Selagi Dewi Ular Hitam celingukan heran, tiba-tiba merasakan angin berkesiur cepat di belakangnya.
Sigap, tongkatnya digerakkan. Tubuhnya berbalik dan menangkis.
Trak! Dalam keadaan membelakangi seperti itu sudah bisa dipastikan kekuatan yang keluar tidak penuh.
Apalagi, Penghulu Segala Ilmu bagaikan tinggal menggetok lawan yang tak berdaya.
Akibatnya, Dewi Ular Hitam bergulingan karena terdorong tenaga pukulan tongkat Penghulu Segala Ilmu. Tangannya benar-benar terasa patah. Dia merasa ajalnya sudah tiba. Tetapi perempuan ber-punuk ini membelalakkan matanya. Ternyata Penghulu Segala Ilmu hanya berdiri tegap dengan tatapan dingin.
"Kuampuni nyawamu, Dewi Ular Hitam," gumam si lelaki tua.
"Persetan dengan ucapanmu itu! Aku akan mengadu jiwa denganmu!" Sehabis berkata begitu, Dewi Ular Hitam mengempos tubuhnya lagi. Tongkatnya diputar di atas bagaikan baling-baling. Angin yang keluar sangat dahsyat dan mengerikan. Malah sorban hitam yang dikenakan Penghulu Segala Ilmu sampai terbang! "Kau terlalu memaksa!" desis Penghulu Segala Ilmu.
"Mampuslah kau!" Dikawal gerengan keras, Dewi Ular Hitam bergerak menyerbu dengan kecepatan dan kekuatan penuh.
Pusaran angin yang ditimbulkan tongkatnya, membuat Penghulu Segala Ilmu merasakan dirinya bagaikan diserbu ribuan jarum tajam.
Maka dengan gerakan luar biasa tubuh Penghulu Segala Ilmu berputar. Kecepatannya lebih daripada yang diperlihatkan tongkat Dewi Ular Hitam.
Dan tiba-tiba saja, Dewi Ular Hitam terjengkang ke belakang dan bergulingan.
Wajahnya tadi bagaikan ditampar oleh pukulan aneh yang tak terlihat.
Rambutnya yang panjang semakin acak-acakan.
Rontok, pula! Menyadari hal itu, piaslah wajah Dewi Ular Hitam.
Apalagi ketika hendak bangkit. Dia langsung menjerit setinggi langit. Karena, tulang iganya yang sudah bengkok patah beberapa buah! Namun kegeraman dan kesombongannya semakin menjadi-jadi. Matanya menatap penuh amarah.
"Kau telah lancang mengganggu kesenanganku, Orang Tua! Suatu saat, kau akan merasakan bagaimana sakitnya mati dalam keadaan tersiksa!" ancam si perempuan bungkuk, mendesis., Penghulu Segala Ilmu hanya menyeringai saja.
Sekujur tubuhnya pun terasa linu. Lalu dilihatnya Dewi Ular Hitam berkelebat membawa dendam.
Penghulu Segala Ilmu menghela napas. Ditariknya hawa murninya melalui mulut, lalu dialirkannya pada seluruh tubuhnya. Sesaat kemudian badannya terasa sudah segar kembali. Kini si tua bersorban itu menghampiri Penjaga Gerbang Neraka yang masih berdiri dengan kepala tertunduk.
"Sobat..., mengapa kau murung?" sapa Penghulu Segala Ilmu.
"Sobat Penghulu Segala Ilmu.... Akulah orang tua yang paling malang di dunia ini," sahut Penjaga Gerbang Neraka, mendesah.
"Ceritakanlah masalahmu...." Penjaga Gerbang Neraka pun bercerita, apa yang menjadi kesusahan darinya.
"Kalau sudah begitu, mengapa tidak segera menyusulnya saja?" tanya Penghulu Segala Ilmu kemudian.
Penjaga Gerbang Neraka menggeleng.
"Bila ada yang masuk kembali ke Gerbang Neraka, maka akan hancur seketika terkena kobaran api yang sangat panas. Ilmu jenis apa pun tak akan mampu menahannya," jelas Prana Bantoro.
"Hei"! Mengapa bisa begitu?" tanya Penghulu Segala Ilmu, ingin tahu.
"Ada pantangan yang tak bisa dilanggar di Gerbang Neraka. Tak boleh lebih dari dua orang yang memasuki tempat itu. Karena orang ketiga yang masuk, akan punah seketika. Kecuali, bila dua orang yang pertama masuk tadi, sudah keluar keduanya. Atau salah seorang dari mereka."
"Kalau begitu, apa yang harus dicemaskan?" tanya Penghulu Segala Ilmu lagi.
"Aku yakin, Pendekar Slebor akan mampu menjaga diri."
"Bukan soal itu yang kucemaskan. Bukan pula soal manusia laknat yang masuk dengan menyadap pikiranku. Melainkan, aku tak bisa mengendalikan Pendekar Slebor dan menunjukkan tempat Bunga Neraka berada. Karena, Gerbang Neraka hanyalah sebuah tempat maut yang tak bisa dilupakan orang.
Sekali seseorang datang, maka dia bertekad tak akan pernah mendatanginya lagi." Penghulu Segala Ilmu terdiam. Samar-samar dicobanya membayangkan bagaimana kejam dan mengerikannya tempat yang dinamakan Gerbang Neraka. Entah dengan cara bagaimana, Penjaga Gerbang Neraka menemukannya.
"Seratus lima tahun yang lalu, aku tak sengaja tiba di Hutan Kegelapan ini. Saat itu, aku sangat letih sekali hingga tertidur. Dalam tidurku, aku didatangi sesosok bayangan putih yang memancarkan hawa panas luar biasa. Yang teristimewa, sekujur tubuh itu mengeluarkan api berkobar-kobar. Dan seperti halnya peristiwa gaib yang tak kumengerti, bayangan putih itu mengadakan perjanjian denganku. Dia akan menurunkan ilmu-ilmu aneh yang dahsyat kepadaku, dengan imbalan agar aku menjaga Bunga Neraka.
Saat itu, aku tak tahu harus berbuat apa. Dalam mimpiku, aku mengiyakan saja.
Dan mendadak saja, aku bagaikan dilatih ilmu-ilmu yang dahsyat, sekaligus mengerikan. Lalu, aku pun diajak menuju tempat yang dinamakannya Gerbang Neraka. Di sanalah aku diperlihatkan Bunga Neraka yang sangat langka dan aneh. Malah kabarnya mengandung khasiat yang sangat luar biasa. Sekali lagi di sana aku diminta untuk menjaga Bunga Neraka dengan seluruh jiwa dan ragaku. Bahkan sampai akhir hayatku. Aku diperkenankan untuk memberikan Bunga Neraka pada seseorang yang memang berjiwa mulia. Dan tentunya, tepat menurut pilihanku. Karena, bila aku salah memberikan, akibatnya bencanalah yang akan terjadi," tutur Prana Bantoro.
Sejenak lelaki ini terdiam. Berusaha mengumpul-kan ingatannya.
"Ketika aku terbangun, aku hanya menganggapnya sebuah mimpi saja. Makanya, aku langsung meninggalkan tempat itu. Maksudku, tempat yang kita pijak sekarang ini.
Tetapi yang terasa aneh, ketika dalam perjalanan, aku dihadang lima begundal bersenjata parang besar. Padahal selama ini, aku tak pernah merasa memiliki kepandaian apa-apa. Akan tetapi, saat secara tak sengaja aku mengibaskan tangan, mereka terpental! Bukan hanya itu saja yang terjadi.
Mereka bahkan mati seketika. Saat itulah aku berpikir tentang diriku. Masih tak percaya apa yang terjadi, kukibaskan lagi tanganku pada pohon-pohon.
Hasilnya, pohon-pohon itu berterbangan. Sadarlah aku, apa yang terjadi. Rupanya, mimpi yang kualami bukanlah mimpi biasa. Melainkan, mimpi yang luar biasa!" Kembali Prana Bantoro terdiam. Kali ini untuk mengairi tenggorokannya.
"Lalu, aku teringat pada janjiku. Hingga akhirnya, kuputuskan untuk kembali lagi dan menjaganya sampai saat ini. Aku juga diberi petunjuk menuju Gerbang Neraka. Dan sekarang, selama seratus tahun menjaganya, aku baru saja kecolongan oleh orang serakah yang berhasil menyusup masuk." Penghulu Segala Ilmu terdiam mendengarkan cerita Penjaga Gerbang Neraka. Memang cerita yang tak masuk akal. Namun pada nyatanya, semuanya itu terjadi begitu saja.
"Lalu, petunjuk apa lagi yang hendak kau sampai-kan pada Pendekar Slebor?" tanya si tua bersorban pelan.
Sejak bercakap-cakap dengan Penghulu Segala Ilmu, baru kali ini Penjaga Gerbang Neraka mengangkat kepalanya. Matanya yang setajam tatapan serigala, kini meredup.
"Ada tempat-tempat aneh yang sangat mengerikan dan mampu membuat nyawanya melayang," sahut Prana Bantoro.
"Aku yakin, dengan seluruh ilmu yang dimiliki dan kecerdikannya, Pendekar Slebor akan mampu mengatasi berbagai rintangan. Aku percaya padanya, karena sekali pernah berjumpa dengannya. Meskipun..., dia hanyalah seorang manusia biasa.
Seperti kita yang terkadang mempunyai keapesan," kata Penghulu Segala Ilmu, setelah lama tercenung.
"Itulah yang kukhawatirkan. Ada 'Semburan Api', Dinding Neraka'. Dan yang paling mengerikan, 'Kuburan Neraka'. Entahlah, apakah dia akan mampu mengatasinya. Terutama, 'Kuburan Neraka'. Karena aku sendiri tidak pernah diberitahukan, bagaimana caranya ke luar atau mengatasi tempat yang dinamakan "Kuburan Neraka'. Dan aku tak tahu, rahasia apalagi yang ada di Gerbang Neraka. Mungkin tidak ada, mungkin pula masih banyak yang tidak kuketahui," desah Prana Bantoro.
Tak ada yang bersuara. Masing-masing dicekami alam pikiran. Peristiwa itu begitu gaib. Begitu sulit diterima akal. Namun pada kenyataannya, memang seperti itulah.
"Apakah tak ada jalan lain lagi untuk masuk menuju Gerbang Neraka?" tanya Penghulu Segala Ilmu, memecah keheningan.

***

_=0 { 6 } 0=_

Andika yakin, tubuhnya saat ini terbanting di tempat yang jauh sekali. Menyusul, rasa perih yang menyiksa akibat butiran pasir yang seakan menyelimuti tubuhnya.
Masih untung matanya bisa dipejamkan sehingga tak kemasukan sebutir pasir pun.
Namun harapan untuk keluar dari sana, Andika benar-benar pusing tujuh keliling.
Karena begitu tubuhnya terhempas ke dasar bumi, tiba-tiba pasir-pasir itu mengatup kembali! Seketika suasana menjadi gelap. Andika tak berani membuka matanya. Dan napasnya terasa sesak luar biasa. Butiran pasir telah masuk ke hidungnya, mengganggu jalan pernapasannya. Selebihnya yang dirasakan hanya gelap.
Entah berapa lama Andika tersekap di tempat yang sebenarnya bernama 'Kuburan Neraka'. Yang jelas, tahu-tahu napasnya terasa lapang. Bahkan himpitan keras 'Kuburan Neraka' tak lagi dirasakannya. Tubuhnya pun bisa digerakkan.
Perlahan-lahan Andika membuka matanya. Dan dirasakannya suatu perubahan aneh.
Begitu matanya membuka, justru keheranan yang terjadi. Keningnya berkerut dengan mata memicing. Matanya langsung memperhatikan sekelilingnya yang jauh berbeda dengan apa yang dialaminya tadi.
Tempat di mana Pendekar Slebor berada sekarang ini berupa tempat berdinding empat. Ada sebuah pintu berukiran kobaran api. Dinding-dinding itu berwarna biru. Dan yang lebih mengejutkannya, tubuhnya terasa berdenyut pelan, empuk, dan nyaman. Dan si pemuda terperangah ketika menyadari berada di sebuah kasur yang empuk dengan aroma wangi.
"Busyet! Di mana aku ini" Apakah sebenarnya yang terjadi" Aku bermimpi?" tanyanya tak mengerti.
Pendekar Slebor mengangkat tubuhnya yang ber-baring. Terasa desir angin dingin mengusap sampai daerah terlarangnya.
"Edan! Aku telanjang bulat!" sentak Andika, langsung melotot.
Memang, saat ini Pendekar Slebor hanya di-selimuti sehelai kain berwarna biru, bersulamkan kobaran api. Dan di balik selimut tubuhnya tak mengenakan sehelai benang pun! "Ampun.... Siapa orang yang iseng menelanjangiku begini rupa!" maki si pemuda setengah kaget setengah jengkel.
Belum lagi Andika mengetahui apa yang dialaminya, pintu berukiran kobaran api itu terbuka. Muncul satu sosok ramping berpakaian merah menyala dengan langkah gemulai. Wajahnya bagaikan dewi kayangan dalam dongeng. Bibirnya tipis, tersaput pemerah yang menawan. Hidungnya bangir menambah kelengkapan kecantikannya.
Matanya lembut dengan bulu mata lentik dan sepasang alis hitam. Rambutnya indah tergerai panjang. Kedua pipinya bening sehalus pualam. Yang lebih mengejutkan Andika, pakaian merah menyala yang dikenakannya tembus pandang, hingga memperlihatkan kesempurnaan lekuk tubuhnya. Sayang, di balik pakaian merawangnya, dia mengenakan dua helai kain berwarna biru yang menutupi auratnya.
Sesaat Pendekar Slebor melotot dengan dada tak karuan. Hatinya semakin heran menyadari semua itu.
Di manakah dia berada saat ini" Bukankah tadi berada di Gerang Neraka" Dan, siapakah gadis jelita yang menggairahkan ini"
"Kau sudah bangun, Orang Asing...," sapa si gadis.
Suaranya merdu, mengandung kekuatan menggoda.
Sesaat Andika hanya bisa mengangguk saja.
Sementara, matanya yang nakal terus memperhatikan wajah dan tubuh gadis itu.
Tetapi sesaat kemudian wajahnya menjadi memerah dan buru-buru memalingkan kepalanya.
"Enakkah tidurmu?" Gadis itu mendekati. Semakin dekat, penciuman Pendekar Slebor semakin lekat mengendus aroma wangi di hadapannya.
Si pemuda masih ingin melampiaskan kedong-kolannya. Karena tubuhnya ditelanjangi seperti itu.
"Enak, enak! Pakaianku mana"!" maki Andika.
Tanpa peduli, gadis cantik ini mengangkat sebuah teko yang berwarna keemasan, juga bergambar kobaran api di tengahnya. Diangkatnya sebuah cangkir yang mungil.
Dituangnya isi teko itu. Cairan berwarna merah. Lalu dengan gerakan yang gemulai disodorkannya pada Andika.
"Minumlah, Orang asing..., ujar si gadis.
Andika mengerutkan keningnya.
"Mana pakaianku" Apa aku akan dibiarkan kedinginan tanpa pakaian. Hm.... Aku ada usul, bagaimana kalau kita sama-sama bu....
"Sebentar lagi pakaianmu akan diantarkan.
Silahkan minum!" potong si gadis, tak ingin si pemuda mengumbar suara.
"Soal minum gampang!" kali ini Andika membentak.
Di tempat yang sangat asing seperti ini, sudah tentu Pendekar Slebor tak menginginkan kejadian yang lebih mengerikan lagi. Dia harus berhati-hati.
Makanya, cangkir yang disodorkan tak diraihnya.
Dipandanginya gadis jelita yang duduk di tepi ranjang yang ditidurinya.
"Kau ini siapa sih?" tanya Andika.
Gadis itu meletakkan kembali cangkir yang berisi cairan merah.
"Namaku Rawangi. Siapa namamu, Orang Asing?"
"Andika. Eh, kalau boleh tahu, aku berada di penginapan apa" Kok bagus benar tempatnya?" tanya Andika, lugu.
"Kau berada di dalam Istana Gerbang Neraka.
Kalau saja aku tidak melihatmu, kau pasti sudah mati tersedot pasir di 'Kuburan Neraka'. Andika mengingat-ingat lagi kejadian yang dialaminya. Semuanya terulang bagai rekaman belaka dan membuatnya benar-benar tak mengerti.
"Istana Gerbang Neraka?"
"Ya! Kau berada di Istana Gerbang Neraka, Andika."
"Ah, kalau begitu aku mau pulang saja. Mana pakaianku?" Gadis bernama Rawangi tersenyum geli.
"Pulang" Bagaimana caranya kalau kau bisa pulang" Andika.... Kau telah masuk ke Istana Gerbang Neraka, maka selamanya akan menjadi penghuni di sini." Andika melotot.
"Tidak..., tidak.... Aku lebih suka di alam bebas.
Bisa mandi di sungai, main di sawah, dan sebagainya.
Lalu Pendekar Slebor menyingkapkan selimutnya.
Tetapi sesaat kemudian ditariknya kembali dengan wajah memerah. Brengsek! Maki Andika dalam hati begitu melihat Rawangi terkikik sambil berpaling.
"Mana pakaianku"!" tanya Pendekar Slebor, sewot.
Tanpa menoleh Rawangi bertepuk tangan dua kali.
Pintu di kamar itu terbuka. Lagi-lagi muncul satu sosok ramping berpakaian berwarna biru tembus pandang. Di tangannya terdapat pakaian berwarna hijau pupus dan sehelai kain bercorak catur.
Rawangi berdiri.
"Berikan pakaian itu kepadanya," ujar Rawangi sambil melangkah keluar.
"Baik,Tuan Putri...." Andika langsung menyambar pakaiannya. Dan matanya terbelalak ketika gadis yang mengantarkan pakaian masih berada di sana, duduk bersimpuh.
"Eh! Keluar sana! Aku mau berpakaian!"
"Tuan Putri memperintahkan hamba untuk melayani Paduka."
"Paduka...?" Andika menghentikan cerocosnya. Siapa yang dimaksud dengan Paduka" Lalu, diperhatikannya gadis itu yang menundukkan kepalanya. Tiba-tiba, otak jahil Andika muncul.
"Kalau tidak mau keluar, jangan salahkan kalau kau menjerit melihat ular kadut!" Andika yakin, wajah gadis itu bersemu merah.
Dipikirnya, gadis itu akan meninggalkan tempat itu.
Tetapi, nyatanya masih bersimpuh di sana.
Baik-baik! Kata Andika dalam hati. Lalu si pemuda pun bangkit sambil memegang selimutnya.
"Kuhitung sampai tiga, aku akan membukanya." Tetapi gadis itu tetap tak bergeming sedikit pun.
Justru Andika yang menggaruk-garuk kepalanya.
Walah, gadis ini tak bisa digertak dengan ular kadut! Mungkin urat malunya telah putus! Rutuk Pendekar Slebor jengkel.
Hingga akhirnya Andika sendiri yang kerepotan mengenakan pakaiannya kembali.
"Kalau kau mau melayani aku dan menuruti perintahku, keluar sana," ujar Andika, enteng.
"Oh, ya.
Siapa namamu?" Gadis itu mengangkat kepalanya.
"Srisisi, Paduka," sahut si gadis.
"Siapa yang kau panggil Paduka?"
"Paduka sendiri. Dan, bukankah Paduka akan menikah dengan Tuan Putri Rawangi?" tukas gadis bernama Srisisi.
"Menikah...?" Andika melengak dengan mata melotot. Namun kemudian dia teringat sesuatu.
"Hei, kau tahu di mana Bunga Neraka berada?" tanya Pendekar Slebor.
Kali ini Andika melihat wajah itu mengerjap berkali-kali.
"Paduka jangan membicarakan soal Bunga Neraka disini. Kalaupun Paduka ingin tahu, jangan bertanya pada hamba...." Andika menyadari perubahan wajah yang terjadi pada Srisisi. Gadis itu tiba-tiba ketakutan sekali, seolah memang ada pantangan yang tak boleh dilanggar.
"Kenapa?"
"Maaf.... Maatkan hamba, Paduka," ucap Srisisi cepat. Kepalanya menggelenggeleng pucat, lalu berdiri terburu-buru.
"Paduka tadi meminta hamba keluar, bukan" Maka, hamba akan keluar...." Andika cepat menyambar tangan yang halus itu.
"Tunggu! Aku ingin meminta penjelasan darimu."
"Oh...! Tidak, Paduka.... Jangan...."
"Kenapa kau takut seperti itu" Kenapa memang-nya" Ada apa sebenarnya?" kejar Andika. Srisisi tetap menolak permintaan Andika yang justru semakin penasaran. Dan sebelum kelanjutan itu terjadi, pintu sudah terbuka.
Rawangi muncul dengan tatapan memerah.
Srisisi menundukkan kepalanya, penuh ketakutan.
Tubuhnya menggigil tak karuan. Andika melepaskan cekalan tangannya sambil nyengir kuda.
"Kalau kau ingin melihat tubuhku sekali lagi, kau terlambat. Aku sudah mengenakan pakaianku," kata Andika, berlagak garang.
Rawangi tak menghiraukan kata-kata Andika itu.
Justru dia menatap tajam Srisisi.
"Kembali ke tempatmu!" ujar Rawangi, tegas.
Bagaikan menemukan napas kembali, Srisisi langsung keluar dengan tubuh terbungkuk-bungkuk.
Andika bertambah penasaran saja. Ada apa sebenarnya" Dia teringat lagi pada Penjaga Gerbang Neraka yang mengirimnya ke Gerbang Neraka.
Apakah Penjaga Gerbang Neraka mengetahui semua ini" Atau, tidak sama sekali" Ah! Bodohnya dia mau masuk ke Gerbang Neraka yang aneh dan penuh kegaiban itu! Sementara Rawangi kini sedang menatap tajam-tajam pada Andika.
"Jangan bertindak bodoh di sini!" desis Rawangi.
Andika tertawa.
"Kau akan terkejut mengetahui, betapa cerdiknya aku," selorohnya.
Rawangi mengeluarkan dengusan dingin.
"Bila kau sudah selesai berpakaian, aku mengundangmu makan." Andika tiba-tiba merasa perutnya sangat lapar.
Menurut perasaannya, sudah berhari-hari cacing-cacing dalam perutnya tak diempani.
"Undangan yang sangat kutunggu...." Rawangi tak menjawab. Dia mendahului melangkah.

***

Selesai makan, Andika diajak ke sebuah taman yang benar-benar seperti surga. Ada kolam yang penuh bunga mirip teratai, hanya saja berwarna biru bersih. Beberapa ekor ikan berenang ke sana kemari.
Di tengah kolam, air mancur melenggak-lenggok keluar dari mulut patung berbentuk gadis kecil. Di ujung sana, tumbuh sebuah tanaman berbuah sangat lebat.
Sungguh, Andika tidak bisa mengerti dengan apa yang dialaminya sekarang. Kalau sebelum menjumpai padang pasir yang tandus dan panas menyengat, keadaan di sini jauh berbeda. Benar-benar tak ubahnya berada di surga! Beberapa orang gadis berpakaian biru datang membawa buah-buah segar, lalu keluar dari taman setelah Rawangi menganggukkan kepalanya.
Rawangi duduk di tepi kolam, sementara Andika masih tak mengerti dengan apa yang dialaminya.
"Andika, mengapa kau bertanya soal Bunga Neraka?" tanya Rawangi.
Mendengar pertanyaan itu Andika tercekat sejenak, lalu tertawa.
"Memangnya kenapa?" si pemuda balik bertanya.
"Apa yang kau ketahui tentang Bunga Neraka?"
"Yang kuketahui" Tak ada."
"Jangan berdusta."
"Aku pantang berdusta kalau tidak terpaksa," sahut Andika seenak perutnya.
Tiba-tiba kepala Rawangi menoleh. Matanya tajam menatap Andika.
"Jangan berdusta, Andika!" Andika menyeringai. Agak ngeri juga hatinya melihat tatapan yang menggidikkan itu.
"Aku tidak berdusta," sahut Andika.
Tetapi kau tahu tentang bunga itu," desak Rawangi.
Andika mengangguk lalu duduk di sebelah kiri Rawangi. Seketika gadis itu menggeser duduknya.
Tatapannya masih sengit pada Andika.
"Berita tentang Bunga Neraka telah terdengar sampai ke tempatku. Bahkan banyak yang mem-perebutkannya. Kalaupun kau memaksaku ingin mengetahui secara pasti, terus terang hanya itu saja yang kuketahui."
"Andika.... Tak seorang pun yang bisa memasuki Gerbang Neraka, kecuali para penghuninya yang memang mendatangi alammu. Lalu, bagaimana kau bisa datang ke sini?" Kali ini Andika terdiam. Jelas sekali telinganya menangkap nada tak senang dari suara Rawangi. Dia harus berhati-hati, agar jangan salah mengucap.
"Aku sendiri tidak tahu. Mendadak saja, aku telah tiba di sini. Wah.... Terus terang, aku sendiri tidak betah di sini," sahut Pendekar Slebor, berbohong.
"Jangan dusta."
"Kau sejak tadi tidak percaya kata-kataku" Kenapa sih" Apakah aku memang berdusta?"
"Berapa tahun usiamu, Andika?" tanya Rawangi, bukannya menjawab.
"Kenapa?" balik Andika.
"Jawab pertanyaanku itu."
"Dua puluh satu tahun."
"Hmm.... Kau masih kanak-kanak, menurut ukuran penghuni Gerbang Neraka." Andika melotot.
"Masih kanak-kanak" Kau sendiri berapa usiamu, hah"!"
"Kau tak akan percaya kalau kukatakan. Usiaku, tujuh puluh tujuh tahun." Andika berjingkat terkejut.
"Tujuh puluh tujuh tahun" Edan! Kau tak lebih baru berusia delapan belas tahun, Rawangi!"
"Ya! Dan aku masih kanak-kanak menurut penghuni Gerbang Neraka." Edan! Kalaupun ada masalah aneh, baru kali ini Andika benar-benar berada dalam alam aneh.
"Untuk apa kau bertanya tentang Bunga Neraka?" usik Rawangi lagi dengan suara ditekan.
Andika menggaruk-garuk kepalanya.
"Itu lagi! Apa tidak ada pembicaraan yang menarik lainnya?"
"Aku hanya ingin tahu saja." Rawangi berdiri.
"Kuperingatkan kepadamu, Andika.... Jangan sekali-sekali lagi menyebut tentang bunga itu."
"Kenapa?" Tatapan Rawangi semakin dingin.
"Karena, akibatnya akan berbahaya sekali! Dan kau akan mengalami kejadian yang paling menyakit-kan seumur hidupmu." Ditantang seperti itu, justru Andika menjadi geram.
Dan kegeramannya diperlihatkannya.
"Bagaimana kalau aku memaksa?" tantang Pendekar Slebor.
"Kau akan menyesal." Tiba-tiba saja dengan gerakan yang cepat Andika menyergap Rawangi. Gadis itu memekik pelan, lalu menggerakkan tangannya.
Des! Andika terhuyung ke belakang ketika merasakan satu pukulan keras menghantam dadanya. Mulutnya sempat meringis kesakitan.
Rawangi menatap tajam.
"Jangan memaksaku untuk berbuat lebih, Andika!" Dengan konyolnya pemuda tampan berbaju hijau pupus itu nyengir.
"Justru aku penasaran! Barangkali saja aku bisa merangkulmu!" balas si pemuda, makin keterlaluan.

***

_=0 { 7 } 0=_

Manusia Jenggot Merah memaki-maki sendiri ketika tubuhnya terpental kembali ketika hendak melangkah.
"Bangsat! Benda apa sebenarnya ini!" Seketika lelaki ini merangkum pukulan saktinya.
Dikawal bentakan keras, dilontarkannya pukulan itu dengan kecepatan kilat.
Blarrr...! Suara bagai ledakan terdengar. Namun mendadak dia memekik sendiri ketika pukulan yang dilancarkannya berbalik ke arahnya. Cepat tubuhnya bergulingan sambil memaki-maki.
"Dinding sialan! Peduli setan! Aku harus mencari Bunga Neraka itu!" Kali ini Manusia Jenggot Merah menyatukan kedua tangannya di dada, seraya menggosok-gosoknya.
Asap hitam langsung mengepul bersamaan dengan tubuhnya yang menggigil hebat.
Lalu ditingkahi teriakan keras sekali, kedua tangannya dikibaskan ke depan.
Duaarrr! Pasir di depan Manusia Jenggot Merah seketika berserakan. Sementara dinding kasat mata yang sejak tadi menghalangi langkahnya pun punah seketika. Manusia Jenggot Merah terbahak-bahak.
"Bangsa siluman mana pun, tak akan mampu menghalangi ajian 'Tutup Sukma' milikku!" Dengan langkah gagah, lelaki ini berjalan kembali.
Butiran pasir dan hawa panas menderu-deru ke arahnya. Dengan punahnya dinding siluman yang kasat mata akibat gedoran ajian 'Tutup Sukma' milik Manusia Jenggot Merah, maka suasana di Istana Gerbang Neraka goyah bagaikan ada gempa dahsyat.
Jeritan ketakutan terdengar keras. Rawangi berseru-seru pada pengikutnya agar jangan kalut. Sementara Andika sendiri segera bersiaga.
"Busyet! Kenapa tahu-tahu ada gempa seperti ini?" dengusnya. Gempa itu memang hanya sesaat saja. Tetapi, mampu meruntuhkan pintu depan Istana Gerbang Neraka.
Rawangi melesat ke satu tempat. Andika yang kebetulan keluar dari taman indah itu melihatnya.
Lalu dengan bergegas dikuntitnya dara berparas bidadari itu. Ternyata, Rawangi masuk ke ruangan seperti ruang kaca.
Tampak si gadis sedang menghadapi sebuah bola kaca berwarna merah. Andika pun melihat kalau mulut Rawangi berkomat-kamit. Dan mata Pendekar Slebor pun terbelalak ketika menyaksikan bola kaca itu mengeluarkan asap merah, lalu terlihat sebuah bayangan di dalamnya.
Andika yakin, apa yang terlihat dalam bola kaca itu adalah tempat dia berpijak sebelumnya. Dan yang membuatnya terkejut, ketika terpampang gambar seorang lelaki seram berjenggot merah sedang melangkah tegap.
"Gila! Rupanya ada manusia lain yang bisa memasuki Gerbang Neraka ini. Siapa dia" Apakah orang itu memang sengaja dikirim Penjaga Gerbang Neraka untuk mengikutiku?" desis Andika, tak mengerti.
Sementara itu Rawangi sedang mengempalkan kedua tangannya. Dan sebelum Andika sempat berbuat apa-apa, tiba-tiba gadis itu menoleh dengan tatapan garang setajam mata serigala lapar.
Urung untuk bersembunyi, Andika justru merasakan satu tenaga kuat luar biasa menghantam kepalanya. Selebihnya, tubuhnya tersuruk dan pingsan.

***

Rawangi berdiri di hadapan lima orang gadis berpakaian biru tembus pandang.
"Hadang manusia keparat yang berani menginjak Gerbang Neraka ini! Bunuh dia!" perintah gadis ini dalam kemarahan.
Serentak kelima gadis itu mengangguk, lalu menyatukan tangannya. Dan tiba-tiba saja, mereka lenyap dari pandangan.
Kini tinggal Rawangi yang menghenyakkan pinggul padatnya ke kursi berukiran kobaran api. Otaknya berpikir keras, mengapa sampai datang manusia-manusia ini" Bila Andika tidak dibunuh, saat ini, karena Rawangi menghendaki si pemuda pewaris ilmu Lembah Kutukan menjadi suaminya. Bila dia melahirkan anak keturunan manusia, maka akan menjadi Ratu penguasa yang abadi di Istana Gerbang Neraka! Tiba-tiba gadis ini menggeram dengan kedua tangan terkepal.
"Apakah ini ada hubungannya dengan pengkhianat Basofrat" Huh! Sayang, dia telah melarikan diri dari Istana Gerbang Neraka" Hm.... Kalau memang iya, inilah kesempatan bagiku untuk menghancurkannya! Sekaligus, membalas kematian para pendahuluku akibat pengkhianatan Basofrat durjana itu!" Setelah terdiam beberapa saat, Rawangi bangkit dari duduknya.
"Kalau memang begitu, Bunga Neraka harus kupetik sekarang juga," lanjutnya.
Tetapi, kemudian gadis ini urung untuk melakukannya.
"Bunga Neraka, hhh! Bunga itulah yang diper-tahankan Basofrat! Tetapi, mengapa dia harus menceritakan tentang bunga itu pada dunia luar. Tak mungkin manusiamanusia semacam Andika tahu tentang bunga itu, kalau tidak dari Basofrat! Tetapi, kalau kupetik sekarang dan kuhisap sarinya, sudah jelas aku tak akan bisa melahirkan. Berarti, aku bisa gagal menjadi penguasa di Istana Gerbang Neraka ini. Dan bila Andika menikah denganku, maka kehebatan-ku tak akan bisa ditandingi.
Sekalipun oleh Basofrat laknat itu!" Kembali Rawangi duduk kembali. Pikirannya dipenuhi berjuta masalah. Tapi dia lantas bangkit lagi dan melangkah menuju ruangan di mana Andika masih dalam keadaan pingsan akibat pukulannya.
Diperhatikannya wajah tampan milik Andika yang bagaikan tertidur itu.
"Hmm.... Tak kusangka, kalau di dunia luar ada manusia setampan ini. Kalau saja di Istana Gerbang Neraka masih ada kaum lelaki, belum tentu ada yang setampan Andika." Tiba-tiba saja Rawangi melepaskan seluruh pakaiannya. Dan kini tubuh tanpa benang sehelai pun. Dibelai-belainya wajah Andika dengan penuh birahi.
Diciuminya wajah yang sedang tak sadarkan diri itu.
"Lebih baik sekarang saja kita menjadi suami istri, Andika. Daripada nanti kau menolak?" Lalu dengan hati-hati, Rawangi membukai seluruh pakaian Andika. Diambilnya selimut yang ada di sana, lalu tubuhnya menyusup ke balik selimut. Dengusan dan desahan napas penuh birahi terdengar lembut dan memburu. Namun....
"Aaauwww...!" Tiba-tiba saja Rawangi memekik. Tubuhnya terpental dari balik selimut, jatuh ke lantai pualam. Matanya membelalak tak percaya.
"Kurang ajar! Tenaga apa yang ada di diri pemuda ini sehingga bisa menolakku begitu saja!" Rasa penasaran mulai menggayuti perasaan Rawangi. Dengan paksa dan mengerahkan ilmunya, gadis ini berusaha mendapatkan Andika. Namun lagi-lagi tak mampu.
Bahkan terasa sekali perutnya bagaikan berputar-putar. Sakit sekali.
"Setan alas! Rupanya pemuda ini memiliki tenaga petir yang sangat kuat! Keparat! Jalan satu-satunya untuk mendapatkannya memang harus menikah! Dengan cara seperti itu, tenaga petir yang ada di tubuhnya tak akan menolakku, karena sesuai perintah otaknya." Rawangi mengenakan pakaiannya lagi dengan geram. Juga dikenakannya pakaian Andika kembali.
Lalu kakinya melangkah keluar.

***

Hawa panas membuat sekujur tubuh Manusia Jenggot Merah berkeringat. Namun lelaki ini terus melangkah. Yang ada di benaknya hanyalah Bunga Neraka saja. Tak peduli dengan segala macam rintangan, kakinya terus melangkah.
Tiba-tiba Manusia Jenggot Merah berhenti.
Sepasang matanya yang memerah memandang tak berkesip ke depan. Karena, di depannya muncul lima orang gadis berbaju biru tembus pandang.
Kemunculannya seolah-olah dari dasar pasir panas ini.
Tetapi sejurus kemudian lelaki ini terbahak-bahak.
Suaranya begitu keras, menggema segala penjuru padang pasir.
"Benar-benar menakjubkan! Aku bertemu gadis-gadis berparas jelita di sini! Dan lagi..., tubuh mereka benar-benar menggiurkan! Mari, Manis! Aku sanggup memberikan kenikmatan kepada kalian sekaligus!" Salah seorang dari kelima gadis itu yang ternyata Srisisi menggeram marah.
"Manusia busuk! Angkat kaki dari sini sebelum kau mampus ditelan pasir panas!"
"Benar-benar luar biasa! Tetapi, sayang....
Ancamanmu justru terdengar semacam undangan untuk menggeluti tubuhmu yang indah! Sini, sini.... Biar kudekap kau lama-lama!" Manusia Jenggot Merah yang memang cabul itu bergerak menyergap Srisisi. Namun lelaki ini kecele, karena Srisisi sudah menghindar dengan ringan.
"Bisa menghindar juga kau rupanya"! Justru ini yang membuat ku semakin bersemangat!" Kali ini bukan hanya Srisisi yang dikejar Manusia Jenggot Merah, tapi keempat gadis lainnya. Dan, lagi-lagi Manusia Jenggot Merah kecele. Karena hanya angin belaka yang ditangkapnya.
Menyadari kalau gadis-gadis ini tak bisa dianggap sembarangan, Manusia Jenggot Merah mempergunakan ilmunya untuk menangkap. Tetapi, Srisisi dan teman-temannya yang telah ditugaskan untuk membunuh Manusia Jenggot Merah segera bertindak cepat.
Begitu tangan Manusia Jenggot Merah yang dialirkan tenaga kuat meraih, tangan Srisisi membentur-nya.
Plak! Manusia Jenggot Merah terkejut dan mundur ke belakang. Ketika melirik, tangannya membiru. Sementara Srisisi menyeringai dingin.
"Cepat tinggalkan nyawamu di sini!" Manusia Jenggot Merah semakin sadar kalau kelima gadis ini bukanlah orang-orang sembarangan. Seketika dia murka. Segera diserbunya dengan ilmu-ilmunya yang tinggi.
Wesss...! Angin keras melebihi kecepatan waktu, bergerak ke arah kelima gadis itu. Namun mereka langsung berlompatan dan membuyar. Dan hanya sesaat mereka berlompatan, karena di kejap lain secara serempak kelimanya menyerbu Manusia Jenggot Merah dengan serangan berbahaya.
Manusia Jenggot Merah mengeluarkan suara menggebah. Tubuhnya seketika bergulingan di atas pasir panas. Meskipun tubuhnya mengeluarkan keringat akibat panas menyengat. Akibat dari ilmu yang dimilikinya kulitnya tidak melepuh, ketika pasir-pasir itu melekat di tubuhnya.
"Hiaaa...!" Lelaki ini menderu kembali dengan serangan-serangan aneh dan dahsyat. Salah seorang dari gadis-gadis itu tak kuasa menahan serangan.
Sehingga.... Desss...! Seketika terlihat tubuh gadis yang jadi sasaran terpental puluhan tombak. Sesuatu muncrat dari tubuhnya.
Tetapi justru Manusia Jenggot Merah yang terkejut.
Karena darah yang keluar dari mulut si gadis bukan berwarna merah, melainkan berwarna biru! Dan yang membuat lebih mengejutkan lagi, gadis itu bangkit dengan tegar, lalu menyerang kembali.
"Apa-apaan ini"! Siapa mereka?" dengus Manusia Jenggot Merah tak mengerti.
Kembali lelaki ini menyerang ganas. Bahkan jauh lebih ganas dari yang pertama.
Namun sampai sejauh itu, tak seorang gadis pun yang terjatuh akibat pukulannya.
Justru, setiap kali kena hantaman, mereka bangkit kembali. Dan baru lelaki ini sadar, kalau gadis-gadis itu sama sekali tak mengeluarkan keringat, seperti dirinya! Piaslah wajah Manusia Jenggot Merah. Sebelum wajahnya berubah kembali, lima buah serangan dahsyat penuh tenaga tinggi menderu ke arahnya.
Seketika lelaki ini bersalto ke belakang, ringan sekali hinggap di pasir kembali. Dan tangannya yang sudah berada di dada digosok-gosok hingga mengeluarkan asap berwarna hitam.
"Rupanya kalian bangsa siluman-siluman busuk yang menjual lagak di hadapanku! Majulah kalian!" Srisisi berhenti sejenak, serangannya dihentikan.
Sejenak diperhatikan tindakan lawan. Namun selanjutnya dia melesat cepat dengan hantaman pukulan siap dilontarkan.
Manusia Jenggot Merah yang memang sudah menunggu, mendadak saja menggerakkan kedua tangannya.
Blammm...! Tanpa ampun lagi, ajian 'Tutup Sukma' yang dilontarkan Manusia Jenggot Merah menghantam telak tubuh Srisisi. Bukan hanya tubuhnya yang terpental ke belakang. Bahkan seluruh anggota tubuhnya bagaikan meledak dan membuyar! "Srisisi!" seru yang lain terkejut. Dan serentak mereka menyerbu dengan ganasnya. Kemarahan telah membludak. Bahkan yang tak pernah disangka, lelaki berjenggot merah itu ternyata memiliki ajian-ajian aneh sekaligus mampu menjatuhkan. Pada saat yang sama, Manusia Jenggot Merah mengibaskan tangan.
Blammm...! Blammm...! Kenekatan itu bukanlah jalan terbaik. Karena tubuh mereka pada akhirnya menjadi sasaran ajian 'Tutup Sukma' milik Manusia Jenggot Merah yang sangat dahsyat. Sama seperti Srisisi. Namun ternyata salah seorang berhasil meloloskan diri. Dan ketika tubuhnya hendak lenyap begitu saja, Manusia Jenggot Merah telah menyergapnya.
Gadis berbaju biru itu langsung meronta-ronta dengan jeritan setinggi gunung.
Karena sekujur tubuhnya terasa bagaikan tersengat.
Manusia Jenggot Merah terbahak-bahak.
"Rupanya kalian memang orang-orang bodoh! Hhh! Siluman jenis apa pun, tak akan mampu menghalangiku! Katakan kepadaku, di manakah Bunga Neraka"!" Gadis itu tak menjawab. Justru tubuhnya terus meronta-ronta.
"Keparat!" Cekalan di tangan Manusia Jenggot Merah semakin mengencang. Semakin membuat gadis itu kelojotan.
"Kalau kau tak mau mengatakannya, jawab pertanyaanku ini! Siapa kalian..." Dan, dari mana asal kalian"!" Gadis itu tetap tak menjawab. Hanya makiannya saja yang terlontar keras. Hal itu justru membuat Manusia Jenggot Merah menjadi panas.
"Meskipun aku tak tahu siapa dirimu, tetapi kau memiliki tubuh yang indah dan bagus! Aku ingin tahu, apakah kau memang benar-benar bisa memuaskan-ku!" Dan dengan bengis Manusia Jenggot Merah merobek-robek pakaian gadis itu. Dan ditariknya sampai lepas dua carik kain lain yang melekat pada tubuh molek itu.
Manusia Jenggot Merah terbahak-bahak.
"Siluman atau bukan, kau memiliki tubuh sempurna!" Dengan liarnya, tangan kekar si lelaki bergerak, semakin membuat gadis itu meronta-ronta, berusaha melepaskan diri.
Manusia Jenggot Merah semakin terbahak-bahak kesenangan. Ini adalah sisi lain dari yang tak pernah diduga. Tiba-tiba, dibantingnya tubuh gadis itu.
Anehnya, sekali lagi tak terlihat gadis itu kepanasan atau berkeringat. Dan dengan buasnya, sambil tertawa-tawa dibuka pakaiannya sendiri.
"Akan kuketahui, jenis apa kau ini!" Gadis itu memejamkan matanya dengan ketakutan amat sangat. Namun belum lagi Manusia Jenggot Merah melakukan niat busuknya, tiba-tiba saja pasir yang dipijaknya longsor. Ada tenaga yang sangat kuat menyedotnya.
Tubuh lelaki ini meluncur dan meluncur, bersama tubuh gadis yang polos.

***

_=0 { 8 } 0=_

Andika yang telah dipindahkan ke ruang lain telah sadar dari pingsannya. Dia ingat, tadi satu tenaga halus telah menghantamnya. Yang membuatnya heran, walaupun sudah berusaha mengelak, namun pukulan tenaga halus itu tetap menghantam tubuhnya.
Kini Pendekar Slebor mulai memikirkan setiap kejadian, hingga teringat pada bola kaca yang berada dalam ruang kaca. Lantas, apakah bola kaca itu bisa membantunya untuk menemukan letak Bunga Neraka" Si pemuda merasa harus mencobanya. Bergegas dia bangkit. Rasa nyeri masih terasa di bahunya. Dan dengan sadar, dialirkannya tenaga dalam dan hawa murni. Setelah dirasakan cukup nyaman, segera didekatinay pintu dan dibukanya. Terkunci! "Apa lagi ini?" rutuk si anak muda yang dikenal urakan ini.
Sambil mengerahkan tenaganya, Andika kembali membuka pintu. Tapi tetap tak terbuka. Andika menjadi jengkel. Lebih jengkel lagi setelah yakin kalau serangan tenaga halus itu dilakukan oleh Rawangi.
Sekarang Pendekar Slebor menambah kekuatan nya. Namun pintu itu tetap tak terbuka.
"Edan! Apa aku akan terkurung terus di tempat menyeramkan ini?" Maka dengan terpaksa Pendekar Slebor mengerahkan ajian 'Guntur Selaksa' untuk membuka pintu yang kokoh itu.
Drakkk...! Terdengar suara berderak. Lalu pintu berukiran kobaran api itu copot dengan engselnya.
"Begini lebih baik. Biar nanti panggil tukang kayu saja untuk membetulkannya." Andika bergegas keluar, setelah memperhatikan sekelilingnya. Tubuhnya berkelebat laksana bayangan, langsung menuju ruang kaca. Ketika melewati satu ruangan, pendengarannya yang terlatih menangkap suara gusar bercampur marah.
"Manusia hina! Katakan, dengan cara bagaimana kau datang ke Gerbang Neraka ini!" Suara Rawangi! Andika mengurungkan niatnya untuk segera ke ruang kaca. Siapakah orang yang dimaki-maki Rawangi" Tetapi kali ini si pemuda harus berhati-hati.
Dia tak mau terkena serangan gelap yang dilancarkan gadis itu. Lama-lama, bisa rontok jantungnya.
Sekarang, Pendekar Slebor mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya. Lalu dengan berhati-hati dia mengintip dari lubang kecil. Keningnya seketika berkerut, dan cepat berdiri tegak.
"Gila! Siapa manusia berjenggot merah yang kedua kaki dan tangannya terentang itu" Kelihatannya, dia sukar sekali melepaskan diri. Tetapi yang mengherankan, kelihatannya dia tak terikat oleh apa-apa?" Dengan rasa penasaran Andika mengintip lagi. Apa yang dilihatnya memang benar.
Saat ini, Manusia Jenggot Merah sedang menjadi tawanan Rawangi.
Memang gadis itulah yang menyedot tubuh lelaki yang hendak memperkosa salah seorang anak buahnya.
Penglihatan Andika sekali lagi tidak salah. Tubuh Manusia Jenggot Merah bagaikan dibelenggu rantai halus kasat mata. Kedua tangannya terentang ke atas, begitu pula kedua kakinya.
Andika menggeleng-gelengkan kepalanya lagi.
"Busyet! Semakin lama, Gerbang Neraka ini semakin membingungkan saja. Kalau melihat sosok manusia jelek itu, sudah bisa dipastikan dia datang dari alamku.
Tetapi, bagaimana caranya bisa tiba di sini juga" Ataukah, benar dugaanku kalau Penjaga Gerbang Neraka mengutus orang" Hhh! Tidak usah dibantu juga tidak apaapa! Kalau gadis jelita yang membantu, aku akan menyambutnya sebaik mungkin! Ini, manusia jeleknya minta ampun...! Mana tahaaan...!" Tetapi sesaat kemudian Andika tak mempedulikan Manusia Jenggot Merah yang menjerit-jerit keras, karena Rawangi menghantamnya dengan tenaga halus dahsyat.
Pendekar Slebor bergegas menuju ruang kaca.
Tetapi setiba di sana, dia jadi kebingungan lagi.
Ternyata di tempat itu tak ditemukan pintu masuk ke dalamnya.
"Bukankah waktu itu aku berada di sini" Aku yakin, Rawangi pun masuk lewat sini.
Tetapi, di mana pintunya" Semuanya seperti tertutup begitu saja," gumamnya sambil meraba-raba kaca yang tebal.
Sesaat Andika melepaskan kedua tangannya yang melepuh.
"Benar-benar sinting! Kaca itu rupanya panas sekali! Tetapi mengapa aku tak merasakan hawa panas sebelumnya?" Rasa penasaran yang semakin menggumpal, membuat Andika mengalirkan tenaga dalam untukmengusir rasa panas yang menyengat. Si anak muda memang bisa meraba-raba kembali. Tetapi, tetap saja tak menemukan pintu masuknya. Ini membuatnya bertambah penasaran.
Namun belum lagi menemukan jalan terbaik, tiba-tiba....
"Apa yang Paduka lakukan di tempat terlarang ini?" terdengar suara bernada hormat.
Andika berbalik. Langsung mulutnya nyengir begitu melihat dua sosok tubuh berpakaian biru-biru menatapnya tajam.
"Eh! Kupikir siapa" Kalian membingungkanku saja," kelit Andika.
"Paduka, tempat itu dilarang oleh Tuan Putri Rawangi, untuk siapa pun juga," jelas salah seorang gadis.
"Termasuk aku?"
"Ya." Andika mengulap-ulapkan tangannya.
"Kalian salah! Justru aku diperintahkan Rawangi untuk masuk ke dalamnya," sergah Pendekar Slebor mengakali.
Kedua gadis ini berpandangan, seolah tak percaya.
"Kalian tidak percaya, ya" Kalau tidak percaya, silahkan tanya Putri Rawangi," ujar Andika, meyakin-kan.
"Tetapi...."
"Siapa sih namamu?"
"Hamba Martisi. Dan ini..., Kirmasi."
"Nah! Lebih baik kalian pergi saja deh, daripada nanti kulaporkan pada Tuan Putri Rawangi kalau kalian hanya menggangguku saja." Martisi dan Karmasi lagi-lagi berpandangan.
Mereka memang tak mau melihat Tuan Putri Rawangi marah. Tetapi, sesuai perintah Tuan Putri Rawangi sendiri, siapa pun juga dilarang mendekati ruang kaca ini. Andika mulai melihat kedua gadis ini ragu-ragu.
"Eh, masih berada di sini terus" Ayo, pergi dari sini! Tetapi kalau kalian tak percaya, silakan tanya Tuan Putri Rawangi. Pasti kalian yang akan kena marah nanti. Apalagi kalian kan tahu, aku ini calon Paduka kalian. Calon suami Tuan Putri Rawangi" Nah, mengapa masih ragu?" Kedua gadis itu kali ini tak bisa berbuat apa-apa.
Alasan yang dikemukakan Andika memang tepat dan masuk akal. Meskipun masih ragu karena ingat akan perintah Rawangi, namun mereka pun membenarkan pula apa yang akan dikatakan Andika. Tak mustahil Tuan Putri Rawangi mengizinkan kepada Andika yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.
"Maafkan kami, Paduka," ucap Martisi sambil menjura. Begitu pula Kirmasi.
Andika mengangkat dagunya. Sambil menahan gelinya, kepalanya mengangguk-angguk.
"Eh, tunggu! Aku lupa bagaimana cara membuka ruang kaca ini. Tadi Tuan Putri Rawangi sudah memberitahu," seru Andika.
"Paduka.... Untuk membuka pintu ruang kaca, Paduka cukup menahan napas saja sambil menggedukkan kaki dua kali," jelas yang bernama Martisi.
"Oh, iya. Pantas aku lupa tadi. Aku cuma menahan napas saja. Sudah, sudah....
Kalian lebih baik pergi.
Barangkali saja Tuan Putri Rawangi membutuhkan kalian." Martisi dan Kirmasi mengangguk, lalu berlalu.
Andika mendesah lega. Buru-buru dilakukannya apa yang dikatakan Martisi tadi.
Dan secara aneh, pintu ruang kaca itu terbuka.
Bergegas Andika masuk. Bau harum mempesona langsung menyapa. Namun sesaat saja dia meng-hiraukannya. Selebihnya Andika menuju ke bola kaca yang di bawahnya terdapat sebuah cawan dari emas.
Andika mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Wah.... Bagaimana lagi menggunakan bola kaca ini?" desisnya.
Perlahan-lahan dipegangnya bola kaca itu. Sekilas ada cahaya yang keluar dari bola itu. Setelah itu, redup.
"Apakah ada mantera khusus untuk mengguna-kannya?" gumam Andika sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Tahu-tahu saja si anak muda memegang bola kaca itu dengan kedua tangan. Tak ada perubahan apa-apa.
"Benar-benar membingungkan!" Namun ketika Andika melepaskan tangannya dari bola kaca, mendadak ada nyala yang cukup terang di dalamnya. Lalu, tergambar pemandangan padang pasir tempat yang pernah dilalui Andika waktu "Nah! Bisa juga akhirnya! Hei, Bola Kaca.... Beri tahu aku, di mana Bunga Gerbang Neraka berada?" Perlahan-lahan pemandangan dalam bola kaca berubah. Beberapa kobaran api panas telah lewat. Begitu pula bangunan-bangunan aneh yang terbuat dari api. Hingga kemudian, tergambar sebuah lautan api yang besar sekali. Di tengah-tengah lautan api, terlihatlah sebuah bunga cukup besar. Hampir sama dengan bunga matahari. Hanya saja di tengahnya terdapat percikan api yang berkali-kali keluar.
"Gila! Inikah Bunga Neraka" Tetapi, bagaimana caranya untuk mengambil bunga dari lautan api panas itu" Apakah ada jalan khusus untuk mendapatkannya" Brengsek! Kenapa sih, Penjaga Gerbang Neraka tidak mengatakannya kepadaku bagaimana cara mengambilnya?" Tiba-tiba pendengaran Andika menangkap suara langkah menuju ke ruang kaca.
Dengan cepat tubuhnya berkelebat keluar. Dan secara aneh pintu ruang kaca itu tertutup. Andika lantas bersembunyi di atas bangunan besar. Dia melihat Rawangi sedang bergegas menuju ke kamar tempat pingsan Andika tadi.
Dengan gerakan secepat kilat Andika berkelebat masuk ke kamarnya. Lalu tubuhnya direbahkan. Dia tak sempat lagi memikirkan satu keanehan yang sebenarnya sudah jelas di matanya. Tepat ketika matanya memejamkan, Rawangi muncul.
Aroma bunga langsung tercium hidung Andika.
"Pemuda tampan... Rupanya ada manusia busuk yang mengikuti jejakmu untuk mendapatkan Bunga Neraka. Hhh! Kalau kau terbangun dari pingsanmu, akan kutanyai kau habis-habisan! Akan kujebloskan kau ke Lautan Pasir bila tak mau mengaku juga! Hhh! Apakah semua ini akibat perbuatan Basofrat! Keparat hina itu pun akan kucari dan kubunuh, karena mengacaukan seluruh rencanaku!" Andika yang sengaja menahan napas mendengarkan semua itu. Basofrat" Siapa yang dimaksudkan Rawangi" Apakah Penjaga Gerbang Neraka itu bernama Basofrat" Tiba-tiba Pendekar Slebor merasakan sesuatu yang lembut menempel di bibirnya.
Busyet! Hampir saja Andika bernapas kembali ketika yakin kalau yang menempel di bibirnya adalah bibir lembut Rawangi.
Dan perlahan-lahan dirasakannya gadis itu terus mengecupnya. Berbahaya ini! Pendekar Slebor berusaha agar kelaki-lakiannya tak terbakar. Kalau Rawangi tahu dirinya sudah tersadar dari pingsannya, apakah akan dihajar" Ya! Daripada ketahuan, Jebih baik berlagak baru siuman saja. Dan Andika pun menggerakkan tubuhnya perlahan-lahan sambil mengeluarkan desahan pelan. Apa yang diperkirakannya, tepat! Karena, Rawangi cepat menarik kepalanya.
Andika membuka matanya. Dan dia sempat melihat wajah Rawangi yang memerah.
"Rawangi...," desah Andika perlahan.
Tampak wajah Rawangi semakin memerah. Dan kegelisahan pun jelas sekali di matanya.
"Andika.... Ada seorang manusia yang datang dari alammu sana...!" kata Rawangi.
Andika perlahan-lahan bangkit dan bersandar.
Tangannya memijit-mijit kepala. Dicobanya mencari siasat untuk menghindari dari pertanyaan Rawangi.
Karena dia tahu, gadis itu akan mulai mendesaknya pula.
"Siapa dia, Rawangi?"
"Dia mengaku berjuluk Manusia Jenggot Merah.
Kedatangannya untuk mencari Bunga Neraka. Sama sepertimu." Andika menangkap tekanan nada di akhir kalimat Rawangi. Tetapi, dia tetap berlagak tidak tahu. Dan masih pura-pura pusing akibat pingsannya.
"Sama sepertiku" Ah! Kau ini terlalu mengada-ada, Rawangi. Aku hanya bertanya soal Bunga Neraka.
Bukan untuk mendapatkannya."
"Baiklah.... Kalau begitu..., siapa yang mengirimmu datang ke sini, Andika" Tak mungkin seorang anak manusia dari alam berlainan dengan kami, bisa memasuki Gerbang Neraka?" desak Rawangi.
"Yang mengirimku" Bukankah waktu itu sudah kuceritakan?" tukas Andika, berlagak memijit kepalanya.
Rawangi menatapnya tajam. Seolah dia hendak menguliti Andika.
Andika bergidik melihat tatapannya yang tajam itu.
"Jangan berdusta, Andika," kata Rawangi hendak menyudutkan.
"Rawangi.... Apa yang kukatakan ini benar. Lagi pula, kalaupun aku hendak mencari Bunga Neraka, aku tak tahu di mana tempatnya." Rawangi terdiam. Sementara Andika sendiri yakin kalau gadis itu tidak percaya dengan yang dikatakannya. Tetapi, Pendekar Slebor pun segera mencari alasanalasan yang dirasakannya tepat, agar Rawangi mau mempercayai ceritanya.
"Kau kenal dengan Manusia Jenggot Merah?" tanya Rawangi.
"Nama itu baru kudengar sekarang."
"Andika.... Aku akan menunjukkan, di mana Bunga Neraka berada." Andika segera mengangkat kepalanya. Terperangah. Dicobanya untuk meneliti, apakah Rawangi hanya mempermainkannya, atau tengah men-jebaknya.
"Aku tidak mengerti maksudmu, Rawangi" Lagi pula, aku tidak berniat mencarinya.
Aku hanya ingin tahu, apakah Bunga Neraka memang benar-benar ada." Rawangi mengangguk.
"Aku tidak main-main," tandas gadis itu sungguh-sungguh.
"Bahkan, aku akan menunjukkan bagaimana caranya kau mendapatkan Bunga Neraka." Andika masih berlagak tak acuh.
"Kalau kau ingin memberitahu, mengapa harus aku?"
"Karena, aku menginginkan imbalan darimu...."
"Maksudmu?"
"Bila aku menunjukkan tempat Bunga Neraka dan cara mengambilnya, aku menghendaki kau melakukan sesuatu untukku."
"Apa itu?"
"Nikahi aku."
"Apa?" Andika terbelalak.
"Menikahimu" Rawangi menatap sengit.
"Ya!"
"Mengapa aku harus menikahimu?"
"Jawab saja, ya atau tidak. Bila mengiyakan, maka kau akan mendapatkan Bunga Neraka itu. Bila tidak...," Rawangi menghentikan kata-katanya.
"Bila tidak?" sambung Andika.
"Kau akan mendapatkan hukuman luar biasa sakitnya. Dan yang terpenting lagi, kau tak akan mampu keluar dari Gerbang Neraka ini." Andika tersenyum mendengarnya.
"Apakah ini ancaman, Rawangi?"
"Tergantung kau mengartikannya." Andika memikir-mikir beberapa saat. Rupanya, apa yang didengarnya memang benar.
Rawangi memang menghendaki dirinya untuk dijadikan suami. Ini memang kesempatan terbaik untuk mendapatkan Bunga Neraka. Tetapi, bagaimana bila terjebak" Otak Pendekar Slebor yang cerdik terus berpikir merangkaikan beberapa jalinan yang bisa diuraikan nanti.
"Sebenarnya, aku mempunyai kekasih. Banyak, lagi. Tetapi, kalau menikah denganmu, apa susahnya?" kata Andika, sambil mengedip-ngedipkan matanya. Rawangi hanya tersenyum, namun sukar ditebak hatinya. Dan diam-diam, Andika melengak dalam hati.
Karena pintu yang tadi dipukulnya dengan ajian 'Guntur Selaksa', telah utuh kembali!

***

_=0 { 9 } 0=_

Persiapan pernikahan Rawangi dengan Andika segera dilangsungkan. Seluruh penghuni Gerbang Neraka yang terdiri dari para wanita bekerja giat penuh semangat. Bangunan besar tempat Andika tinggal sekarang telah dibuat begitu indah. Batu-batu pualam diukir membentuk lambang kobaran api yang nampak sangat panas. Di kamarnya, Andika menjadi gelisah sendiri.
Sudah dua hari pemuda ini berada di kamar yang indah dengan hidangan beraneka rasa. Dia masih memikirkan soal pintu yang berantakan itu. Apakah Rawangi telah membetulkannya" Kalau memang iya, berarti gadis itu mengetahui apa yang dilakukannya. Tetapi mengapa waktu itu Rawangi diam saja" Ataukah ini memang jelas-jelas satu jebakan" Andika tak bisa menemukan jawabannya. Yang pasti, dia memang harus berhati-hati.
Karena mau tak mau mulai disadari sebelah kakinya telah dicelupkan ke suasana yang tidak enak. Dan mau tak mau pula, harus meneruskan apa yang direncanakannya.
Diam-diam Pendekar Slebor pun memikirkan soal Manusia Jenggot Merah. Kalau memang lelaki itu di suruh pula oleh Penjaga Gerbang Neraka untuk mengawasinya, mengapa dengan mudahnya bisa ter-tangkap.
Paling tidak, Penjaga Gerbang Neraka akan memberi petunjuk yang lebih pasti.
Kalau memang bukan seperti yang diperkirakannya, siapakah lelaki jelek itu" Lalu, soal Basofrat. Siapakah dia" Dan Andika bisa mengetahui meskipun sedikit soal Basofrat ketika Martisi dan Kirmasi datang untuk melayaninya seperti yang diperintahkan Rawangi.
Dengan cara memutar percakapan, akhirnya Andika tiba pada sasaran.
"Basofrat?" Martisi mengangkat wajahnya dengan tatapan pias dan heran. Tangannya yang sejak tadi menguruti kedua kaki Andika berhenti. Begitu pula Kirmasi yang memijiti kedua tangan Andika.
"Ya, Basofrat. Siapakah sebenarnya dia, Martisi" Tuan Putri Rawangi mengajakku bermain teka-teki.
Bila aku berhasil mengetahui siapa gerangan Basofrat tanpa diberitahu olehnya, maka pernikahan akan dipercepat. Padahal, aku sudah tidak sabar menunggunya, lho," pancing Andika, mengatur siasat.
Martisi sejenak terdiam. Kelihatan ragu-ragu.
Andika tersenyum.
"Ayolah.... Katakan padaku, siapakah Basotrat itu."
"Tetapi, Paduka...."
"Aku tahu, kau pasti dilarang juga oleh Tuan Putri Rawangi, kan" Tetapi, aku ini calon suaminya. Dan aku ingin mengetahui, siapakah Basofrat itu. Apakah dia sainganku, atau bukan...?" Setelah menarik napas panjang. Martisi pun memulai.
"Menurut yang hamba dengar, ratusan tahun yang lalu hidup seorang laki-laki bernama Basofrat di Gerbang Neraka ini. Dulu tempat ini banyak sekali laki-laki, Paduka. Tidak seperti sekarang yang sepi sekali."
"Lalu, apa yang terjadi?"
"Basofrat menemukan Bunga Neraka bersama beberapa orang lain. Termasuk, eyang buyut Tuan Putri Rawangi. Kemudian, terjadilah keributan besar.
Saat itu, Basofrat menghendaki untuk menghancurkan Bunga Neraka. Karena di sari bunga itu terdapat kekuatan sangat dahsyat yang bisa membuat keadaan di Gerbang Neraka bisa kacau. Namun, eyang buyut Tuan Putri Rawangi menghendaki lain...," tutur Martisi. Andika manggut-manggut seperti burung pelatuk.
Sampai Martisi melanjutkan ceritanya.
"Eyang buyut Tuan Putri Rawangi berkeinginan untuk mendapatkan Bunga Neraka sebagai penambah kekuatan dan kekuasaannya. Basofrat yang merasa telah menemukannya, sudah tentu menolak. Dia pun mem-pertahankannya. Hingga, terjadilah pertarungan hebat," jelas Martisi.
"Konon, akhirnya Basofrat memenangkan pertarungan dan berhasil membunuh eyang buyut Tuan Putri Rawangi. Bahkan, berhasil melarikan diri dari Gerbang Neraka dan sekarang entah berada di mana."
"Siapakah kalau begitu yang pantas untuk meng-hisap sari Bunga Neraka?" sela Andika.
"Soal itu, hamba tidak tahu, Paduka."
"Apakah ada kabar tentang Basofrat sekarang ini?" Tidak. Tuan Putri Rawangi berniat untuk mencari dan membunuhnya bila muncul.
Namun hingga hari ini, sosok Basofrat tak pernah diketahui. Tetapi yang pasti, Tuan Putri Rawangi tetap akan melaksanakan ancamannya...."
"Budak-budak keparat...!" Tiba-tiba terdengar suara menggelegar penuh kemarahan. Bahkan....
Srrrttt! "Aaakh...!" Dua buah sinar bagai kobaran api tiba-tiba menyambar leher Martisi dan Kirmasi. Seketika kepala dua gadis ini menggelinding. Mati! Andika segera bangkit kaget. Tampak Rawangi sedang memandang dengan sinar mata dingin.
"Kenapa kau membunuh mereka, Rawangi?" sentak Andika dengan kemarahan menggelegak.
"Mereka tak pantas hidup, karena hanya mem-bongkar seluruh rahasia yang kupendam."
"Tetapi, aku ini calon suamimu. Mengapa aku tak diperbolehkan tahu, hah"!" Andika merasakan kalau kepalanya sudah berasap. Lama kelamaan dia memang tak tahan melihat sikap Rawangi.
"Andika! Mulai saat ini, kau tak kuperkenankan membicarakan soal Basofrat!"
"Persetan dengan semua itu!" Rawangi mendelik.
"Apa katamu?"
"Persetan dengan semua itu!" seru Andika. Bahkan lebih tandas dari yang pertama.
Wajah Rawangi memerah. Tiba-tiba saja mulutnya mendesis. Seketika sesuatu yang aneh dirasakan Andika. Karena, tubuhnya mendadak saja bergetar hebat.
"Gila! Ilmu apa yang diperlihatkannya kepadaku ini?" maki Pendekar Slebor sambil mengalirkan tenaga dalamnya.
Dan semakin Andika mengalirkan tenaga dalam, getaran yang dirasakan semakin keras. Rasa panas pun mulai dirasakan.
"Benar-benar sinting wanita ini! Bisa mampus aku!"
"Berjanjilah, Andika.... Kau tak perlu lagi banyak bertanya soal Basofrat keparat itu!" ancam Rawangi.
Untuk saat ini, Andika merasa lebih baik menurut saja. Memang masih banyak keanehan yang belum bisa dipecahkan di Gerbang Neraka ini. Rasanya memang sangat menyulitkan.
Keadaan semacam ini justru membuatnya terkadang tak mampu mengendalikan amarah.
Dan yang ada di hati Andika sekarang, bukan hanya penasaran tentang Bunga Neraka. Bahkan teka-teki yang ada di Gerbang Neraka ini. Sesuatu yang memang sangat sulit diterima akal.
Rawangi mendesis kembali. Maka getaran hebat mengandung hawa panas yang menerpa Andika sesaat menghilang.
"Kalau kau selalu begini terus, aku tak akan sudi menjadi suamimu!" ancam Andika mangkel.

***

Manusia Jenggot Merah tersadar dari pingsannya.
Tubuhnya terasa kosong tak bertenaga. Ketika penglihatannya membaik kembali, sekelilingnya tampak begitu pekat. Dan hawa panas terus menggetarkan hingga ke relung hatinya yang terdalam.
Menyakitkan dan menyiksanya.
"Bangsat! Siapa gadis cantik sialan itu?" maki lelaki ini. Seketika Manusia Jenggot Merah mengerahkan tenaga untuk meloloskan diri dari empat ikatan yang dirasakannya. Keringat mulai bercucuran di wajahnya ketika seluruh tenaganya dikerahkan. Namun ikatan di kedua tangan dan kakinya masih tetap kokoh.
"Bangsat! Siapa pun gadis itu, aku tak peduli!" Tiba-tiba Manusia Jenggot Merah mengerahkan ajian 'Tutup Sukma'nya yang dahsyat.
Hingga... Blammm...! Terdengar suara bagaikan dentuman keras. Batubatu pualam yang menjadi tembok di ruangan langsung berguguran. Kini Manusia Jenggot Merah leluasa mengusap-usap kedua tangannya yang telah terbebas.
"Hhh! Akan kuhancurkan gadis keparat itu!" Bergegas, Manusia Jenggot Merah melangkah.
Namun mendadak saja dirasakannya satu goresan di tangan. Begitu perih. Dan ketika dipegang, tangannya basah. Bukan oleh air, melainkan darahnya sendiri.
Murkalah Manusia Jenggot Merah.
"Siapa pun kalian adanya, harus tunduk kepadaku!" bentak lelaki ini. Kembali manusia ini mengumbar ajian Tutup Sukma'nya yang dahsyat.
Seketika, tempat itu bergetar disertai ledakan berkali-kali.
Rawangi yang masih berada di tempat Andika segera menoleh. Wajahnya begitu sengit.
"Manusia Jenggot Merah!" Seketika tubuh gadis ini berkelebat cepat meninggalkan kamar. Andika sendiri segera menyusul dengan kecepatan tak kalah hebatnya.
Pendekar Slebor memang tak tahu apa yang harus dilakukannya. Apalagi keadaan memang belum mengizinkan. Bahkan tentang Manusia Jenggot Merah saja belum diketahui, secara pasti.
Baru saja Andika sampai, tampak tubuh Rawangi terpental deras ke belakang.
Seketika Andika dengan sigap menangkap tubuh ramping itu. Ketika dipegang hawa panas luar biasa langsung menyengatnya.
Sementara satu sosok tubuh dengan kegeraman memuncak telah berdiri di hadapan Andika.
"Gadis siluman! Katakan, di mana Bunga Neraka itu berada!" bentak Manusia Jenggot Merah. Rawangi mengusap darah yang keluar dari mulutnya. Dia terkejut sekali. Sungguh tak disangka kalau satu serangan aneh menghantamnya. Andika dalam jarak yang cukup dekat seperti ini, bisa melihat jelas sosok Manusia Jenggot Merah.
Seingatnya, dia memang belum pernah berjumpa manusia satu ini. Dan yang agak mengherankan, mengapa Rawangi bisa terkena hanya sekali pukul" Rawangi melepaskan diri dari dekapan Andika.
"Manusia busuk! Tempatmu bukan di sini! Tetapi, siapa pun yang memasuki Gerbang Neraka, maka akan mati!" Manusia Jenggot Merah tertawa keras.
"Gadis siluman! Siluman atau bukan, kau harus melayaniku terlebih dahulu!"
"Apakah kau dikirim oleh Basofrat, Keparat?" bentak Rawangi lagi.
"Basofrat" Persetan dengan nama itu! Katakan, di mana Bunga Neraka" Kalau tidak, akan kuhancurkan seluruh isi bangunan ini!" ancam Manusia Jenggot Merah.
Andika yang sejak tadi sudah berusaha bersabar, tak mampu lagi menahan sabarnya.
Jelas sudah, Manusia Jenggot Merah bukanlah orang suruhan Penjaga Gerbang Neraka. Pendekar Slebor melangkah dua tindak.
"Manusia Jenggot Merah! Tak ada gunanya berusaha mendapatkan Bunga Neraka.
Karena, yang kau dapat nanti hanya bunga duka cita.... Bunga Kematian..., he he he...!" Manusia Jenggot Merah mendengus. Kedua tangannya terkepal.
"Hhh! Rupanya kaulah yang dikirim Penjaga Gerbang Neraka! Masih bodoh dan muda! Sebutkan namamu!"
"Hhh.... Rupanya kau mengintili aku ke sini. Sudah pikun dan bau tanah...," balas Andika.
"Asal kau tahu, namaku Andika...!"
"Andika?" Manusia Jenggot Merah mengusap-usap jenggotnya.
"Hhh! Rasanya aku pernah mendengar nama jelekmu itu!"
"Manusia Jenggot Merah..." Rasanya aku belum pernah mendengar julukanmu, kecuali Manusia Jenggot Kambing...!" Andika terus memanasi.
"Hmm.... Aku tahu sekarang, apakah kau yang dijuluki Pendekar Slebor?"
"Kalau memang iya, kenapa?" tukas Andika.
"Bangsat! Namamu memang sudah sampai di telingaku! Kalaupun kita bertemu di sini, bagus! Sebelum gadis itu kubunuh, kau dulu yang akan mampus, Sleborrr...!"
"Buktikan, Kambing!" Saat itu juga ManUsia Jenggot Merah melabrak maju. Dia sudah menggedor dengan kekuatan tinggi dan kecepatan luar biasa. Tenaga sakti terangkum di tangannya.
Andika yang menyadari hal itu, segera mengerahkan tenaga 'inti petir' tingkat ke tujuh. Maka pertarungan pun berlangsung sengit.

***

Pertarungan Manusia Jenggot Merah dan Andika benar-benar kedot. Serang menyerang terjadi begitu cepat. Terkadang yang terlihat hanya kelebatan tubuh mereka. Dan sesekali terdengar suara berdentum keras.
Suara-suara yang keras memancing keingintahuan anak buah Rawangi. Mereka terperangah melihat pertarungan aneh dan mengerikan. Namun mereka segera berdiri di sisi Rawangi, siap melindungi sang jujungan bila terjadi apaapa. Tetapi, Rawangi justru menyuruh mereka untuk keluar dari sana. Meskipun tak mengerti mengapa diperintahkan seperti itu, mereka pun keluar. Namun tetap berjaga-jaga bila memang diperintahkan.
Andika berkali-kali mendengus karena hampir saja kepalanya copot dari leher ketika angin bak puting beliung menyambar dan kembali lagi ke arahnya dengan cepat. Belum lagi cahaya yang berpendar-pendar, membuat penglihatannya terhalang beberapa kali.
"Busyet! Jurus apa itu?" maki Pendekar Slebor sambil bersalto ke belakang terus menerus. Wajah Andika menjadi tegang menyadari betapa hebatnya serangan Manusia Jenggot Merah. Maka seketika langsung dipergunakannya ajian 'Guntur Selaksa'. Namun itu pun tak banyak gunanya. Bahkan lagi-lagi dia yang terpontang-panting.
Rawangi yang melihat hal itu menggeram jengkel.
Biar bagaimanapun juga, Andika tidak dikehendaki mati saat ini. Terus terang, dia memerlukan Andika untuk dijadikan suaminya. Dengan begitu, Bunga Neraka bisa dikuasai dengan segera.
Maka Rawangi pun menyerbu Manusia Jenggot Merah. Sementara lelaki itu langsung menyambar dengan ajian 'Tutup Sukma'.
"Katakan! Di mana Bunga Neraka itu berada?" dengus Manusia Jenggot Merah sambil terus melancarkan serangan.
Sejenak dia gelagapan ketika menerima serangan Rawangi. Bahkan dalam hatinya mendengus, karena gerakan gadis itu membuat jantungnya mau copot! Bukannya menjawab, Rawangi terus menderu.
Gadis ini mencecar dengan serangan bahaya. Berkali-kali terdengar ledakan dahsyat. Dalam dua jurus berikutnya, Manusia Jenggot Merah benar-benar terdesak. Dan mendadak saja, lelaki ini mengeluarkan gerengan setinggi langit. Tubuhnya langsung mencelat bagaikan menempel pada langit-langit.
Duarrr! Tiba-tiba terdengar suara ledakan. Entah apa yang terjadi. Tapi tahu-tahu tubuh Manusia Jenggot Merah telah berada dalam keseimbangannya kembali, dan langsung meluruk pada Rawangi. Si gadis sejenak terperangah. Akibatnya.... Des! Tubuh Rawangi terlontar keras hingga menabrak dinding pualam. Tak ada luka berarti, meskipun dinding itu jebol terhantam tubuhnya. Dan dikawal gerengan keras disertai kemarahan tinggi, Rawangi menderu kembali.
"Kau telah mencorengkan noda di Istana Gerbang Neraka, Manusia Laknat! Dan kau akan terkubur di sini!" sentak gadis itu.
Sementara dalam hati, Rawangi masih terheran-heran bagaimana Manusia Jenggot Merah bisa meloloskan diri dari 'Ikatan Sutera Neraka'.
Si lelaki berjenggot merah berdiri lagi dengan tatapan nyalang. Dan mendadak seketika terlihat asap berwarna hitam keluar dari sana. Lalu....
Blammm...! Serangan aneh mengandung kekuatan maha dahsyat itu berbenturan lagi dengan serangan Rawangi. Kali ini, tempat itu bagaikan dilanda gempa.
Tubuh Manusia Jenggot Merah terpental keras.
Sementara Rawangi berdiri dengan tubuh bergetar.
"Tak kusangka! Ternyata gadis ini berilmu begitu tinggi. Menghadapi Pendekar Slebor saja, aku sudah harus tunggang langgang.
Tetapi biar bagaimanapun juga, aku harus mendapatkan Bunga Neraka!" tandas Manusia Jenggot Merah.
Manusia Jenggot Merah berdiri lagi. Sempoyongan, sebelum mendapat keseimbangannya kembali. Dan kini kedua tangannya terlihat memancarkan sinar berwarna biru.
"Hhh! Mampuslah kau, Rawangi!" Andika yang menyadari kalau itu adalah jurus sangat berbahaya, segera mendorong tubuh Rawangi yang masih berdiri dengan tubuh bergetar. Dan Pendekar Slebor sendiri berdiri berhadapan dengan Manusia Jenggot Merah.
"Pendekar Slebor! Seharusnya kita bahu membahu untuk menghancurkan Istana Gerbang Neraka ini, dan merebut Bunga Neraka! Rupanya, kau sudah diperbudak gadis jelita itu!" dengus Manusia Jenggot Merah.
"Apa tidak salah" Kaulah yang sudah diperbudak nafsu iblismu, Manusia Jenggot Merah! Sayang, aku tak mungkin bisa bekerja sama denganmu. Tapi sebaiknya, katakan bagaimana kau bisa masuk ke Gerbang Neraka ini"!" tukas Pendekar Slebor sambil memikirkan bagaimana cara untuk menjatuhkan Manusia Jenggot Merah.
"Sudah tentu dengan cara sama seperti yang kau lakukan, Pendekar Slebor!" Andika terperangah. Kalau begitu, apakah Manusia Jenggot Merah memanfaatkan keadaan saat dirinya dikirim melalui alam pikiran oleh Penjaga Gerbang Neraka" Keparat! Bagaimana keadaan Penjaga Gerbang Neraka saat ini"
"Dasar culas! Kau mengambil kesempatan di dalam kesempitan rupanya, ya?"
"Kelicikan bukan hanya ada di alam kita saja, Andika! Di alam aneh yang panas ini pun telah terkuak pula. Kalau kau masih menghalangiku untuk membunuh gadis itu, maka tak ada jalan lain selain melihat mayatmu terkapar!" Andika mencibir.
"Omonganmu boleh juga!" Tubuh Manusia Jenggot Merah bergetar karena menahan marah. Lalu, tubuhnya pun melesat dengan kedua tangan merah.
"Heaaa...!" Dibarengi teriakan keras Andika yang memang sudah memperhitungkan segera melesat pula. Dua sosok tubuh melesat saling berlawanan dengan kecepatan tinggi. Dua tenaga aneh dan sakti telah terangkum di tangan. Rawangi diam-diam menahan napas. Dia cukup terkejut melihat jurus-jurus aneh dan hebat yang dimiliki orang-orang yang berlainan alam dengannya.

***

_=0 { 10 } 0=_

Bummm...! Dua kekuatan dahsyat pun bertemu. Terdengar suara ledakan begitu keras.
Tempat ini benar-benar bergoyang. Tubuh Pendekar Slebor terpental deras ke belakang, menghantam dinding pualam. Dari mulut dan hidungnya mengeluarkan darah. Tulang di seluruh tubuhnya bagaikan patah. Sementara Manusia Jenggot Merah hanya bergulingan sesaat sebelum berdiri kembali. Lelaki tua ini benar-benar kaget menyadari kehebatan Pendekar Slebor yang mampu menahan ajian 'Penebus Sukma'. Nyatanya, nama besar Pendekar Slebor yang selama ini didengarnya memang bukan omong kosong belaka.
Sedangkan Andika segera bangkit terhuyung.
Kalau saja tak menggunakan ajian 'Singkir Geni' sudah tentu tubuhnya akan hancur lumat.
Ajian 'Singkir Geni' dipelajari Andika dari Eyang Sasongko Murti, seorang murid yang membelot dari gurunya dari bangsa siluman. Jadi, jurus ajian 'Singkir Geni' memang jurus bangsa siluman (Silakan baca serial Pendekar Slebor: "Siluman Hutan Waringin").
Memang, menurut Andika sangat sulit menghajar Manusia Jenggot Merah bila tidak mempergunakan ajian bangsa siluman.
Rawangi sendiri diam-diam kembali menahan napas. Sungguh suatu bentrokan yang sangat dahsyat tadi. Namun dalam hatinya, melihat kesungguhan bertarung Andika sudah tentu kalau si pemuda memang tidak mengenal Manusia Jenggot Merah.
Kesempatan itu pun dipergunakan Rawangi untuk melesat maju, menyerang Manusia Jenggot Merah yang masih setengah terhuyung.
"Kau harus mati dan menjadi penghuni 'Neraka Lembah Abadi'!" bentak Rawangi.
Namun.... Plashhh...! Mendadak saja tubuh Manusia Jenggot Merah telah lenyap dari pandangan, bagaikan hilang ditelan perut bumi. Rawangi sampai celingukan sejenak.
Namun tiba-tiba saja Rawangi berjumpalitan sambil mendorong tubuh Andika.
Seketika tubuh Pendekar Slebor terguling dengan kening berkerut. Dan....
Duaaarrr...! Satu pukulan keras mengenai dinding batu pualam hingga hancur. Menyusul, suara tawa keras.
"Kalian saat ini masih kuampuni! Hhh! Aku akan mencari Bunga Neraka dulu. Dan kau, Pendekar Slebor! Kuucapkan selamat menikah!" Lalu tawa yang menggema keras itu semakin lama semakin menghilang. Andika menekan rasa sakit di dadanya. Dia mengerti sekarang, mengapa Rawangi mendorongnya. Rupanya, apa yang dialami Pendekar Slebor di Gerbang Neraka ini memang benarbenar aneh. Banyak sekali masalah yang belum terpecahkan.
Termasuk, masalah Rawangi dan seisi Gerbang Neraka ini. Juga, bagaimana cara mendapatkan Bunga Neraka.
Dan sekarang, masalah lain sudah timbul dari Manusia Jenggot Merah yang bisa membokong dengan mudahnya. Gila! Ilmu manusia satu itu memang sangat tinggi. Andika yakin, kalau tidak ada Rawangi, bisa-bisa sudah jadi mayat terpendam di Istana Gerbang Neraka.
"Rawangi.... Kita harus cepat mendapatkan Bunga Neraka, sebelum didahului Manusia Jenggot Merah!" pinta Andika setelah memikirkan bagaimana caranya menjatuhkan Manusia Jenggot Merah. Terutama, hatinya sangat khawatir bila Bunga Neraka berhasil didapatkan manusia telengas itu.
Rawangi menoleh sengit.
"Jangan memanfaatkan kesempatan, Andika!" Busyet! Dia masih bersikap bermusuhan dengan Andika! "Bukan begitu maksudku! Tetapi, bila saja kita terlambat mendapatkan Bunga Neraka, keadaan akan menjadi kacau balau!" kilah Andika, tegas.
"Bila kau memang ingin cepat mendapatkan Bunga Neraka kita harus menikah segera!" sentak Rawangi, mangkel.

***

Andika terdiam dengan kepala pusing tujuh keliling. Keadaan semacam ini memang tak pernah disadari sebelumnya. Menurut dugaannya, Bunga Neraka akan mudah didapatkannya. Tetapi sekarang" Justru dia menjadi terikat! "Kalau kau tak mau mengatakan bagaimana cara mengambil Bunga Neraka, aku tak akan pernah mau menikah denganmu!" ancam Andika.
"Kau mengancamku?"
"Tergantung kau mengartikannya," balas Andika seperti yang pernah dikatakan Rawangi tempo hari "Aku mengartikannya kau mengancamku, Andika."
"Itulah keadaan yang sesungguhnya," desis Andika sambil melangkah setengah terhuyung ke kamarnya.
Kini Pendekar Slebor harus memainkan peranan-nya. Kalau waktu itu Rawangi yang mengancamnya untuk segera menikahinya, sekarang dia yang harus memanfaatkan kesempatan. Jelas, tujuannya untuk mengambil Bunga Neraka.
Andika pun ingin tahu, ada rencana apa di balik semua ini sebenarnya" Mengapa Rawangi menghendaki menjadi suaminya" Pasti ada sesuatu yang dicari gadis itu.
Dan soal Bunga Neraka, Andika merasakan lama kelamaan kepalanya menjadi pusing tak karuan. Pusing yang benar-benar membuatnya jengkel.
Ketika sampai di kamarnya Andika bergidik.
"Hiii! Kalau aku menikah dengannya, bisa gawat! Umurku dua puluh satu tahun. Sedangkan dia" Tujuh puluh tujuh tahun! Ampun....
Memang dia cantik dan...., montok. Tetapi tujuh puluh tujuh tahun" Wah! Masa aku nikah sama nenek-nenek?" Lalu Andika membuka pakaiannya. Diperiksanya luka yang dideritanya akibat serangan Manusia Jenggot Merah. Segera diambilnya sikap bersemadi.
Selain untuk menyembuhkan luka yang dideritanya, juga berusaha mengosongkan diri agar tidak terlalu tegang.

***

Di tempat semula, Rawangi masih berdiri. Kakinya menghentak-hentak jengkel.
Rupanya, pemuda berjuluk Pendekar Slebor bukanlah orang yang memiliki otak kosong. Begitu cerdik dengan ilmu tinggi.
Di satu segi, Rawangi memang tak ingin kehilangan kesempatan untuk mendapatkan Bunga Neraka. Bila menikah dengan Andika, maka seluruhnya akan menjadi miliknya.
Kekuatan maha dahsyat juga akan dimilikinya! Belum lagi tuntas masalah Basofrat yang melingkar-lingkar di benaknya, kini Manusia Jenggot Merah yang melakukan sepak terjang mengerikan.
Hhh! Siapakah yang mengirim mereka sebenarnya" Lalu tadi, wanita ini mendengar nama Penjaga Gerbang Neraka" Siapa pula manusia keparat itu" Apakah dia Basofrat" Rawangi mendengus jengkel. Apalagi mengingat Andika sudah mengeluarkan pernyataannya yang mematikan. Bila ingin menikahinya, maka Rawangi harus rnemberitahukan bagaimana cara mengambil Bunga Neraka. Selama belum menikah dengan pemuda dari alam yang berlainan dengannya, Rawangi memang tidak akan pernah bisa mengambil Bunga Neraka. Meskipun dia tahu bagaimana cara mengambilnya. Inilah yang memusingkan.
Bila hal itu diberitahukan, apakah pemuda itu bisa memenuhi janjinya" Ataukah, akan mengambilnya sendiri dan memanfaatkannya" Rawangi benar-benar pusing tujuh keliling. Tak tahu, keputusan apa yang harus diambil sekarang ini.
Karena, keadaan memang benar-benar tak mampu dikendalikan lagi! Apalagi ketika tiga orang anak buahnya datang dengan tergopoh-gopoh.
"Ada apa?" tegurnya, jengkel.
"Maafkan kami,Tuan Putri.... Kami melihat seorang lelaki tua telah datang ke Gerbang Neraka. Dan sekarang, sedang menghancurkan dinding penghalang." Rawangi menghentakkan kakinya.
"Siapa pula manusia itu?" tanyanya, makin jengkel.
"Mengapa begitu mudahnya orang-orang di alam yang berlainan masuk ke Gerbang Neraka"!" Seketika, gadis penguasa Istana Gerbang Neraka berlari menuju ruang kaca. Dia ingin melihat orang yang dikatakan anak buahnya melalui bola kaca. Kini terlihat orang itu mengenakan pakaian berwarna putih dengan sorban berwarna hitam di kepala. Di tangannya terdapat sebuah tongkat berwarna putih pula. Anehnya, meskipun mengenakan sorban di kepalanya, rambutnya yang berwarna keemasan menjurai teratur. Dan orang itu sedang menggeleng-gelengkan kepala setelah menghancurkan dinding gaib yang pecah berantakan, tetapi tak pernah terlihat wujudnya. Rawangi menggeram murka.
"Siapa lagi manusia keparat itu! Hhh! Aku yakin sekarang, Basofrat yang telah melakukan semua ini! Dia sengaja menunjukkan jalan, sekaligus mengirimkan orang-orang ini masuk ke Gerbang Neraka untuk mengambil Bunga Neraka. Ini memang tak bisa dibiarkan! Manusia-manusia itu memang harus mampus! Juga, Pendekar Slebor yang telah menjengkelkan aku sekarang! Baik! Aku akan mengatakan padanya, bagaimana cara mengambil Bunga Neraka agar mau menikahiku.
Setelah itu, nyawanya akan kucabut!" Lelaki yang dilihat Rawangi yang sedang melangkah kembali tanpa keringat setetes pun tak lain dari Penghulu Segala Ilmu.
Bagaimana caranya dia bisa masuk ke Gerbang Neraka"

***

Setelah bertanya apakah tak ada jalan lain untuk masuk ke Gerbang Neraka, Penjaga Gerbang Neraka menceritakan satu jalan lain yang sangat aneh. Bila saja ada orang yang mampu melepaskan sukmanya dari raga, maka akan mampu menembus pintu masuk Gerbang Neraka.
Penghulu Segala Ilmu termangu ketika mendengar jawaban itu.
"Karena penasaran ingin tahu apa yang terjadi di Gerbang Neraka, maka aku akan segera berangkat sekarang juga. Lagi pula, aku membutuhkan Pendekar Slebor.
Kecerdikan otaknya kubutuhkan dalam memecahkan persoalan." Penjaga Gerbang Neraka mengangkat bahunya terperangah.
"Kau" Menuju Gerbang Neraka?" Penghulu Segala Ilmu tersenyum.
"Kebetulan, aku mampu melakukan apa yang kau katakan tadi, Penjaga Gerbang Neraka. Tetapi kuminta, kau harus menjaga jasadku agar tak diganggu orang-orang busuk."
"Tetapi...."
"Inilah jalan yang terbaik bagi kita untuk menyusul Pendekar Slebor. Aku juga tidak ingin dia mampus di sana, sebelum membantuku," jelas Penghulu Segala Ilmu, memotong. Tahu-tahu lelaki bersorban itu duduk dengan sikap bersemadi. Sementara Penjaga Gerbang Neraka hanya memperhatikannya dengan tegang.
"Aku sudah siap, Penjaga Gerbang Neraka." Penjaga Gerbang Neraka menoleh dan kembali terbelalak. Tampak Penghulu Segala Ilmu telah berdiri di samping kanannya. Sementara, matanya tetap melihat sosok Penghulu Segala Ilmu sedang duduk bersemadi.
Sadarlah Prana Bantoro sekarang kalau Penghulu Segala Ilmu membuktikan apa yang dikatakannya. Setelah membicarakan beberapa soal, segera dikirim-nya Penghulu Segala Ilmu ke Gerbang Neraka. Dan tak lupa, diberitahukannya, bagaimana cara keluar dari Gerbang Neraka.
Dan yang dilihat Rawangi sekarang ini melalui bola kacanya adalah roh Penghulu Segala Ilmu. Sementara jasadnya tetap berada dalam sikap bersemadi di alam Sana, dijagai Penjaga Gerbang Neraka.

***

_=0 { 11 } 0=_

Andika tersenyum dalam hati ketika Rawangi mengatakan setuju atas permintaannya.
"Aha!" Pemuda pewaris ilmu Lembah Kutukan itu melompat bangkit. Dirangkulnya Rawangi yang seketika memerah wajahnya.
"Memang begitu kalau hendak menjadi istri yang baik. Permintaan suaminya segera dituruti." Rawangi hanya mengangguk saja. Bagi Andika, hal ini memang lebih menguntungkan lagi. Karena, dikhawatirkan Manusia Jenggot Merah akan segera menemukan Bunga Neraka.
"Ikuti aku, Andika," ujar Rawangi pelan.
"Tetapi kuminta kau tetap memenuhi janjimu." Andika nyengir.
"Bereslah soal itu! Nikah apa susahnya, sih?"
"Kita ke sana," tunjuk Rawangi sambil mendahului.
Pendekar Slebor hanya mengiyakan, dan mengikuti langkah Rawangi. Meskipun demikian, sikapnya tetap waspada.
Pendekar Slebor dibawa ke sebuah tempat yang benar-benar menakjubkan.
Sekelilingnya bagaikan tanah lapang belaka. Hanya bedanya, dikungkung bangunan yang cukup besar. Di tengah-tengah ruangan itu, Rawangi berdiri.
"Pegang tanganku." Sambil mesem-mesem Andika memegang tangan itu. Uhh.... Halusnya! Lalu, dilihatnya Rawangi menggedukkan kakinya lima kali ke tanah yang dipijaknya.
Seketika itu juga bagaikan ada tenaga sentakan sangat kuat, tubuh keduanya tertarik ke bawah.
"Wooo!" seru Andjka, lebih erat lagi memegang lengan Rawangi. Rambutnya yang gondrong diper-mainkan tarikan angin yang sangat kuat ke bawah.
"Jangan kau lepaskan tanganku, Andika! Karena, sebentar lagi kita akan memasuki sebuah pusaran angin maha dahsyat!" Hati Andika jadi kebat-kebit mendengarnya. Edan! Rupanya tak semudah yang diperkirakan sebelumnya.
Tangannya pun lebih erat menggenggam tangan Rawangi.
Seperti yang dikatakan gadis itu, tiba-tiba saja muncul angin melingkar yang besar sekali. Andika merasakan wajahnya bagaikan ditampar tangan-tangan kasar dan kuat sekali. Tangannya semakin erat menggenggam. Dia berseru-seru keras ketika tubuhnya hampir-hampir terlempar.
Hanya yang mengherankan, Rawangi tetap bersikap biasa saja. Begitu tenang! Bahkan tubuhnya seakan tak terkena pengaruh pusaran angin yang maha dahsyat.
Cukup lama juga Andika merasa terombangombang di dalam pusaran angin hebat itu. Hingga akhirnya, tubuhnya terasa terlempar lebih dalam lagi.
Sekelilingnya terasa gelap gulita, ketika kedua kakinya merasa memijak landasan.
"Tetap jangan kau lepaskan tanganmu. Ikuti aku," perintah Rawangi mendesir dalam kegelapan.
Gadis itu melangkah perlahan-lahan. Andika berusaha memicingkan matanya, melihat apa yang ada disekelilingnya. Namun tak tampak olehnya sesuatu apa pun.
Hingga setelah melangkah dalam kegelapan, dari kejauhan Andika melihat cahaya terang yang semakin lama semakin terang. Juga, dirasakannya hawa panas, yang menyengat hingga seluruh kulitnya.
Rawangi berhenti melangkah. Tahu-tahu diusapnya kening Andika dengan lembut.
Belum sempat si pemuda menyadari apa yang dilakukan Rawangi, dirasakannya hawa panas menyengat itu lenyap seketika. Dan yang ada di hadapannya adalah lautan api yang luas membentang! "Di sinilah Bunga Neraka berada, Andika...," tunjuk Rawangi.
Andika memandang takjub sekelilingnya. Semakin banyak rahasia di Gerbang Neraka dan seisinya ini, semakin memusingkan kepalanya.
"Seperti yang kulihat dalam bola kaca itu," desisnya dalam hati.
"Tetapi, bagaimana caranya melewati lautan api ini?"
"Andika.... Aku sudah memberitahu di mana letak Bunga Neraka."
"Kau belum memberitahu, bagaimana cara mengambilnya," sambar Andika, ketika melihat sebuah bunga yang besar di tengah-tengah lautan api itu.
"Nikahi aku. Maka kau segera mendapatkan jawabannya."
"Bukankah aku sudah berjanji soal itu" Nah! Beritahu aku, bagaimana caranya mengambil Bunga Neraka." Rawangi menatapnya. Lekat. Diam-diam dia merasakan sesuatu yang semakin asing di dadanya. Kalau sebelumnya ingin Andika menikahinya hanya untuk mendapatkan Bunga Neraka, tetapi sekarang sesuatu yang yang ganjil semakin meresap hingga ke relung hatinya yang entah di sisi sebelah mana.
"Kita kembali, Andika," ajak Rawangi, mengherankan. Andika tahu akan kekerasan hati Rawangi.
"Beritahu aku bagaimana cara mengambil Bunga Neraka itu, Rawangi," ujar Pendekar Slebor, setengah memaksa.
Kekerasan hati gadis itu pun melemah. Biar bagaimanapun, juga perasaan aneh di hatinya semakin membesar.
"Lautan api ini akan membakar siapa saja yang menginginkan Bunga Neraka. Tetapi bila tahu bagaimana caranya mengambil bunga itu, maka lautan api ini tak akan terasa panas. Andika....
Benarkah kau akan menikahiku setelah ini?" tanya Rawangi, setengah memaksa pula.
"Kita lihat saja nanti."
"Baiklah. Pertama..., kau injaklah api yang berada paling ujung. Ingat, tahan napasmu. Setelah itu, pergunakan ilmu meringankan tubuh untuk melangkah. Dan setiap kali melangkah, kau harus bernapas.
Tetapi bila berhenti, harus menahan napas."
"Semudah itukah?" tanya Andika, cerah.
Rawangi menggeleng, membuat Andika kusut kembali.
"Tidak. Untuk memetik Bunga Neraka, kau harus mempergunakan gigimu. Bila sebelum berhasil memetik Bunga Neraka, dan terkena salah satu bagian kulit tubuhmu, misalnya bibirmu, maka tanpa ampun lagi justru kau yang akan tersedot bunga itu," papar Rawangi.
"Berbahaya."
"Masih ada lagi bahaya yang akan mengancammu.
Bila kau berhasil memetik bunga itu, harus segera meninggalkan tempat ini.
Karena, lautan api yang akan segera menggulung tubuhmu dan membakar hangus!" Andika menggeleng-geleng.
"Luar biasa!"
"Itulah Bunga Neraka. Sekarang kita kembali, Andika. Nikahi aku segera."
"Tetapi...." Rawangi menatap dingin.
"Kau sudah berjanji padaku, Andika. Ingat! Kau hanya meminta, bagaimana caranya memetik Bunga Neraka. Bukannya akan memetik. Ingat itu!" Andika menggaruk-garuk kepalanya. Mati kutu dia "Bisa berabe!" desisnya. Pendekar Slebor memikirkan bagaimana caranya melepaskan diri dari Rawangi "Baiklah.... Kita akan segera melangsungkan pernikahan." Andika melihat bibir Rawangi tersenyum. Seperti anak kecil yang diberi gulagula, desis Pendekar Slebor dalam hati.

***

Tetapi, benarkah keadaan saat ini aman" Ternyata tidak. Manusia Jenggot Merah yang telah lenyap dari pandangan, rupanya berhasil masuk pula ke dalam tempat rahasia Bunga Neraka berada.
Dengan wujud tak terlihat, lelaki licik itu berhasil mengikuti Rawangi dan Andika menuju tempat ini.
Dan setelah keduanya kembali lagi ke Istana Gerbang Neraka, Manusia Jenggot Merah masih berada di sana.
Sosok lelaki itu kini telah muncul dan terbahak-bahak keras. Dengan menggunakan seluruh ajiannya, panasnya lautan api itu berhasil dilumpuhkan.
"Kini tiba saatnya bagiku untuk memiliki Bunga Neraka. Tak seorang pun yang bisa menghalangiku lagi!" Dan seperti yang dikatakan Rawangi tadi, Manusia Jenggot Merah menginjak ujung lautan api sambil menahan napas. Hanya beberapa langkah saja, dia kini sudah tiba di dekat Bunga Neraka.
Pandangannya semakin liar dan berbinar-binar melihat Bunga Neraka. Lalu perlahan-lahan dipetik-nya bunga itu dengan gigi sambil siap melompat bila telah berhasil mendapatkannya.
Tas! Bunga Neraka pun patah. Seketika, lautan api bergulung deras ke arah Manusia Jenggot Merah. Namun secepat kilat lelaki ini melompat ke tempat semula.
Sesaat mengejutkannya! Lautan api itu justru terus mengejar Manusia Jenggot Merah.
"Bangsat!" maki lelaki licik ini kalang-kabut sambil bersalto kembali. Bunga Neraka sekarang berada di tangannya. Dan dia berusaha meloloskan diri.
Lautan api yang mengeluarkan suara bagai air bah tumpah, terus mengejar cepat.
Manusia Jenggot Merah memaki-maki sendiri ketika tak berhasil menemukan jalan keluar dari tempat itu. Ujung bajunya yang telah compang-camping akibat benturan tenaga sakti dengan Pendekar Slebor, terbakar habis. Begitu pula ujung celananya! "Keparat! Bagaimana aku harus keluar dari lingkungan api sialan ini!" Manusia Jenggot Merah terus berusaha mencari jalan keluar dari sana. Sementara lautan api itu semakin memburu, membentuk bagaikan gelombang lautan yang sangat keras. Di Istana Gerbang Neraka, Rawangi yang sudah duduk bersanding dengan Andika tersentak. Dia berdiri dengan wajah tegang.
"Bunga Neraka!" desisnya, seraya berkelebat.
Kening Andika sejenak berkerut, tetapi segera menyusul Rawangi. Biar bagaimanapun juga, pernikahan itu bisa dibatalkan.
Sedangkan saat ini anak buah Rawangi yang hendak menjadi saksi atas pernikahan menjadi ribut. Serentak beberapa orang mengikuti ke mana arah Rawangi pergi. Dan sebagian yang lain masih berada di sana dengan bersiaga.

***

_=0 { 12 } 0=_

Seperti yang dilakukannya tadi, Rawangi menggedukkan kakinya ke tanah. Lalu, tubuhnya tersedot ke bawah. Bersamaan dengan itu, Andika bagaikan seorang penerjun menyambar tangan Rawangi.
"Kau tidak usah ikut!" sentak Rawangi.
"Aku ingin tahu apa yang terjadi di sana!" Andika bersikeras.
"Ada yang mengambil Bunga Neraka! Hhh! Rupanya Basofrat sudah berada di sini!" Lagi-lagi Basofrat! Rutuk Andika dalam hati.
Siapakah dia" Dan hal ini semakin membuatnya penasaran.
Ketika mereka tiba di sana, lautan api semakin membentang membentuk gelombang kuat. Andika melihat sosok Manusia Jenggot Merah sedang pontang-panting menghindari serbuan lautan api. Dan di tangannya, terdapat Bunga Neraka.
"Manusia hina itu lagi!" teriak Rawangi, keras.
Tubuhnya pun menderu ke arah Manusia Jenggot Merah.
Desss! Tendangan kuat menimpa dada Manusia Jenggot Merah. Sementara Andika dengan tangkas menendang manusia licik itu yang sedang meluncur di atas api yang menderu pula ke arahnya.
Desss...! Tubuh Manusia Jenggot Merah tak ubahnya bola.
Begitu terpental, segera disambar lagi oleh Rawangi.
"Katupkan kedua kakimu menjadi satu, Andika! Tahan napasmu sekuat mungkin!" perintah Rawangi terus menghajar Manusia Jenggot Merah. Andika mengikuti apa yang dikatakan Rawangi.
Dan benar saja, karena lautan api itu seolah hanya melingkari saja tanpa membakar tubuhnya.
"Busyet! Berapa lama aku harus menahan napas begini?" rutuk Andika.
Manusia Jenggot Merah mendengar pula apa yang dikatakan Rawangi pada Andika.
Tetapi, gadis itu tak memberinya kesempatan untuk melakukannya.
Rawangi terus menyerang. Dan manusia satu ini tak bisa menghindari lagi serangannya. Kalaupun ingin membalas, sebelum dilakukan sambaran api sudah menderu ke arahnya.
Manusia Jenggot Merah kalang kabut, karena harus menghindari dua serangan maut sekaligus. Bukan serangan dari Rawangi yang membuatnya jeri, karena masih mampu menahan setiap serangan.
Tetapi, sambaran lautan api yang membentuk gelombang dan semburan tinggi itu yang mem-bingungkannya! Sementara itu, wajah Andika sudah memerah karena terlalu lama menahan napasnya.
Matanya sudah mendelik, karena merasa tak akan mampu menahan lebih lama lagi.
Keadaannya sudah payah sekarang. Bisa mampus tubuhnya dimakan api yang berkobarkobar. Namun tiba-tiba....
Desss...! Pendekar Slebor merasakan satu tenaga keras menghantamnya, hingga terlontar ke atas. Wusss! Tubuh si anak muda ini bagaikan luncuran anak panah. Dan dia terlontar kembali ke tempat masuknya tadi.
Andika mendesah.
"Gila! Aku harus kembali ke sana! Meskipun aku tak tahu apakah Rawangi berpihak kepadaku atau justru memusuhiku, aku harus tetap membantunya!" tandas si anak muda sambil menarik napas dalam-dalam.
Dengan mengempos tubuhnya, Andika berusaha masuk kembali ke dalam. Tampak, bagaimana Rawangi berusaha keras mendesak Manusia Jenggot Merah. Sementara lautan api berkobar sangat panas luar biasa. Inikah neraka yang sesungguhnya" Andika melenting pula untuk mendesak Manusia Jenggot Merah yang semakin kewalahan.
"Minggir kau, Andika! Manusia itu bagianku!" bentak Rawangi.
Andika jelas sekali melihat Rawangi akan segera menyudahi Manusia Jenggot Merah.
Karena selain harus menghindari kobaran api yang besar, manusia licik itu pontang-panting menerima serbuan-serbuan dahsyat Rawangi.
"Andika! Sambar Bunga Neraka!" perintah Rawangi sambil mengirimkan satu tendangan keras ke tubuh Manusia Jenggot Merah.
Diegkh...! Tulang iga Manusia Jenggot Merah patah. Dan tubuhnya meluncur ke belakang.
Sementara Andika dengan cepat menyambar Bunga Neraka.
"Tinggalkan tempat ini! Cepaaat...!!" teriak Rawangi lagi, setelah memastikan Andika berhasil menyambar bunga itu.
Andika melirik sekilas pada Rawangi. Gadis itu tengah menendang Manusia Jenggot Merah yang sudah tak mampu melawan.
Desss...! "Aaa...!" Tubuh lelaki itu meluncur deras ke lautan api, tertelan dan terbakar. Jeritannya begitu keras, merobek udara! Rawangi yang melihat keadaan sudah sangat berbahaya, mengempos tubuhnya.
Plasss...! Tepat ketika Rawangi menghilang, lautan api menelan seluruh tempat Bunga Neraka berada.

***

"Rawangi!" panggil Andika begitu gadis itu muncul.
Wajahnya nampak begitu lelah, tetapi tetap tersenyum.
"Kita harus segera melangsungkan pernikahan, Andika," todong gadis itu.
Sesaat Andika terdiam. Hatinya memang gembira melihat Rawangi muncul kembali.
Namun, permintaan itu" Sebelum Andika sempat berpikir dan menjawab....
"Pernikahanmu dengan pemuda itu bukanlah jalan keluar yang baik, untuk memiliki Bunga Neraka, Rawangi." Terdengar suara bernada teguran. Rawangi menoleh.
"Basofrat!" seru gadis itu.
Andika terperangah, mengikuti pandangan Rawangi ke satu tempat. Namun, dia tak melihat siapa-siapa di sana, kecuali mereka berdua dan beberapa orang anak buah Rawangi.
"Pengkhianat! Karena ulahmu tempat ini menjadi berantakan!" Andika melihat Rawangi membentak sambil menuding. Entah tertuju pada siapa.
"Tidak, Rawangi. Itu adalah hukum yang berlaku di alam kita. Untuk memulihkan kesenjangan yang terjadi di sini, aku memang harus memberitahukan seseorang di alam sana, untuk mendapatkan Bunga Neraka. Dan yang terpilih, adalah pemuda gagah di sebelahmu, Rawangi." Orang yang dimaksud justru sedang menggaruk-garuk kepalanya bingung. Memang, saat ini Andika tak bisa menembus satu ilmu aneh yang terdapat di alam Gerbang Neraka. Beberapa anak buah Rawangi sendiri tak bisa melihat Basofrat saat ini.
Terkecuali, Rawangi sendiri.
"Persetan dengan semua ucapanmu! Pengkhianat harus mampus!" dengus Rawangi.
"Tahan, Rawangi.... Bukankah lebih baik kita buang saja Bunga Neraka?" Coba kau pikirkan.... Aku sendiri tak menghendaki Bunga Neraka. Meskipun kau menghendakinya, tapi harus menikah dulu dengan pemuda itu. Inilah yang sulit, Rawangi. Apakah, kau lupa, kalau bangsa kita menikah dengan bangsa dari alam berlainan, maka dalam beberapa purnama saja kita akan mati" Rawangi.... Menikah dengan pemuda itu hanyalah bunuh diri. Kau masih muda. Kau sangat dihargai penduduk di Gerbang Neraka ini. Kau bisa menjadi pimpinan mereka, Rawangi. Di samping itu, keadaan semacam ini telah lama kita rindukan, bukan" Kita kembali berdampingan dengan damai, tanpa dapat pengkhianatan di antara kita," bujuk suara yang masih kasat mata.
"Kau sudah berkhianat!"
"Tidak! Apa yang kulakukan ini adalah satu kebenaran. Kita memang harus berkorban, untuk mencari damai. Apalagi, hukum di alam kita sangat keras.
Berlainan dengan hukum di alam lainnya. Kau seharusnya mengerti, Rawangi. Ingat! Bunga Neraka biarlah menjadi satu kenangan.
Bahkan, kalau tidak mau membuangnya, kau bisa menanamnya. Meskipun, khasiatnya akan hilang bila tidak di tempat Lautan Api Neraka. Namun, namanya tetap harum.
Dan, satu lagi! Bunga Neraka menjadi lambang abadi dari kerukunan bangsa di alam Gerbang Neraka." Dari rasa marahnya, terlihat Rawangi terdiam.
Nampaknya kata-kata orang Basofrat benar-benar dipikirkan. Perlahan-lahan wajahnya tak setegang tadi.
"Haya! Bagus itu! Jadi kita tidak perlu kawin!" sorak Andika, dalam hati.
Pendekar Slebor lantas menatap ke sekeliling.
Karena dia tak tahu, di mana sosok Basofrat berada.
"Baiklah, Basofrat! Yang kau katakan itu, aku setuju," kata Rawangi pelan, namun pasti.
"Itulah yang kutunggu. Rawangi, aku merestui semua sepak terjangmu sekarang ini.
Dan yang aku yakini, semua tindakanmu akan membangun alam Gerbang Neraka dan mensejahterakan rakyatmu." Terdengar suara yang sangat keras. Andika sampai mendengus mendengarnya.
Setelah itu tak ada suara lagi. Rawangi mendesah pendek. Dia tahu, Basofrat sudah pergi. Makanya kemudian kepalanya menoleh pada Andika.
"Kau sudah mendengar semuanya, bukan?" Andika mengangguk.
"Bunga Neraka akan kuserahkan kepadamu," cetus Andika. Rawangi menerimanya.
"Kita tak perlu lagi melangsungkan pernikahan, Andika."
"Yah..., sayang sekali, ya?" kata Andika berlagak.
Padahal dalam hati bersyukur.
"Eh! Kenapa sih, Basofrat tak mau menampilkan sosok tubuhnya" Padahal aku penasaran, lho" Jangan-jangan dia khawatir kalah ganteng denganku?" Rawangi tak menjawab. Tiba-tiba, satu sosok tubuh muncul di hadapan mereka.
"Penghulu Segala ilmu!" seru Andika langsung mengenali.
Yang datang itu tak lain dari roh Penghulu Segala Ilmu."Wah, aku terlambat, ya" Tetapi, baguslah. Jadi, tidak ikut pusing. Andika! Apakah kau akan tetap tinggal di sini?" kata Penghulu Segala Ilmu.
"Oh, sudah tentu tidak!"
"Kalau begitu, cepat pegang tanganku! Ada sesuatu yang hendak kukatakan padamu," ujar lelaki bersorban itu.
Andika nyengir.
"Kau ingin bilang aku ini tampan, ya?"
"Anak monyet! Ayo, cepat!"
"Sebentar!" Andika mendekati Rawangi. Diraihnya tangan gadis itu dan digenggamnya.
"Maaf, aku harus meninggalkan tempat ini.
Barangkali suatu saat kita akan berjumpa," ucap Pendekar Slebor.
Rawangi tersenyum.
"Andika.... Dengan kehadiranmu di sini, aku akhirnya sadar apa yang telah tersimpan di dadaku ini ternyata sebuah dendam," desah gadis itu, bergetar.
"Sudahlah.... Semuanya sudah berlalu."
"Andika.... Bila kau membutuhkan bantuanku, aku akan selalu datang. Bertepuklah sebanyak tiga kali sambil menyebutkan namaku. Maka, aku akan hadir di dekatmu."
"Terima kasih."
"Hei, Slebor! Ayo, cepat!" dengus Penghulu Segal Ilmu.
Andika mendengus.
"Iya, iya! Selamat tinggal, Rawangi!" Penghulu Segala Ilmu sudah menyambar tangan Pendekar Slebor. Lalu....
Plasss! Tubuh mereka lenyap begitu saja. Tinggallah Rawangi yang tertunduk dengan Bunga Neraka di tangan, dan akan ditanamnya di belakang istana.

SELESAI

Segera terbit: ISTANA DURJANA


INDEX PENDEKAR SLEBOR
Jodoh Sang Pendekar --oo0oo-- Istana Durjana


Copyright@tanztj.2010. Powered by Blogger.