Life is journey not a destinantion ...

Rantai Naga Siluman

INDEX PENDEKAR SLEBOR
Rahasia Sebelas Jari --oo0oo-- Kalung Setan



ANDIKA
Pendekar Slebor
Karya: Pijar El
EP: RANTAI NAGA SILUMAN

Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Cover oleh Henky
Editor: Puji S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit


«=# [ 1 ] #=»

Hamparan angin melingkar yang perdengarkan suara mengerikan itu menggebrak ke arah Pendekar Slebor. Kontan anak muda urakan dari Lembah Kutukan ini dongakkan kepala. Kejap kemudian dia sudah buat gerakan melompat ke kiri. Namun di luar dugaannya, angin melingkar yang dilepaskan pemuda berpakaian biru gelap itu sudah mengurungnya, perdengarkan suara kian mengerikan dan seperti hendak merejam jantung.
"Monyet pitak!" geram Pendekar Slebor dengan kepala tegak. Sambil miringkan tubuh, tangan kanannya yang telah dialiri tenaga 'Inti Petir' digerakkan ke depan.
Menyusul suara salakan petir yang terdengar, suara letupan keras pun mengudara.
Blaaaamm! Hamparan angin melingkar yang dilepaskan Manusia Sepuluh Siluman punah terhantam pukulan tenaga 'Inti Petir'! Sesaat sosok Pendekar Slebor surut dua tindak ke belakang, namun kejap itu pula dia telah kuasai keseimbangannya. Di luar dugaannya, angin melingkar yang telah ambyar tadi, mendadak kembali menyatu saat Manusia Sepuluh Siluman rangkapkan kedua tangan di depan dada dengan cara ditepuk. Tak mau mengalami nasib sial, pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini sudah lepaskan pukulan tenaga 'Inti Petir' tingkat kelima. Untuk kedua kalinya terdengar letupan yang sangat keras. Masing-masing orang surut tiga tindak ke belakang.
Manusia Sepuluh Siluman yang geram karena orang yang dicarinya justru berada di hadapannya, kertakkan rahang. Paras pemuda tampan berhati sombong dan kejam ini mengeras.
Seperti telah disinggung pada episode: "Rahasia Sebelas Jari", Pendekar Slebor yang baru saja lepas dari maut yang diturunkan Iblis Kelabang, menghentikan larinya di hadapan bukit kapur yang menjulang tinggi. Otaknya diputar untuk mencari ke mana lenyapnya Gadis Kayangan.
Baru saja dia hendak meneruskan langkah, mendadak muncul Manusia Sepuluh Siluman yang menanyakan tentang Kiai Alas Ireng dan dirinya sendiri. Pendekar Slebor yang sadar kalau Manusia Sepuluh Siluman adalah salah seorang yang tentunya ingin tahu tentang Rahasia Sebelas Jari, mencoba memuslihatinya. Dia memang berhasil melakukan hal itu. Namun kehadiran Setan Cambuk Api yang mendadak, membuat Manusia Sepuluh Siluman segera hentikan langkah. Dengan geram pemuda sombong murid Raja Siluman ini memandang ke arah Pendekar Slebor!
"Monyet buduk! Kenapa sih harus muncul nenek berpakaian batik kusam itu" Huh! Urusan makin jadi kapiran saja!" dengus Pendekar Slebor sambil melirik perempuan tua berpakaian batik kusam yang memandangnya tajam.
Di lain pihak, Manusia Sepuluh Siluman yang diperintahkan gurunya untuk mengetahui isi Rahasia Sebelas Jari dan sekaligus mendapatkan Rantai Naga Siluman, memandang tak berkedip. Paras pemuda ini memerah, tanda kemarahan makin melanda.
"Terkutuk! Bila saja perempuan tua yang di tangan kanannya tergenggam cambuk berlidah tiga itu tidak muncul, sudah tentu aku termakan oleh ucapan busuk pemuda berpakaian hijau pupus ini! Keparat! Orang yang berkepentingan telah ada di hadapanku, sudah tentu tak akan kulewatkan kesempatan!!" Habis membatin demikian, Manusia Sepuluh Siluman menyeringai lebar lalu berkata, "Kau sungguh pandai berdusta! Sayangnya, kedustaanmu tak berumur panjang! Sama dengan hidupmu sendiri yang akan mampus di bawah kakiku!" Kendati sadar kalau bahaya membentang di hadapannya, Pendekar Slebor cuma menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Kalau kau merasa seperti itu ya sudah! Aku sih tidak merasa apa-apa!" Mendengar ucapan yang bernada santai, kemarahan makin membludak di dada Manusia Sepuluh Siluman. Namun dia masih berusaha tindih kemarahan, karena dia ingin tahu lebih dahulu tentang Rahasia Sebelas Jari.
Sambil maju dua langkah ke muka, pemuda yang di pinggangnya melilit seutas tali ini berucap, "Nyawamu hanya tinggal beberapa kejap lagi! Katakan padaku, apa isi dari Rahasia Sebelas Jari"!" Mendengar ucapan si pemuda, Setan Cambuk Api yang sejak tadi berdiam diri dan coba mencari tahu ada urusan apa Pendekar Slebor dengan pemuda berjuluk Manusia Sepuluh Siluman ini, segera palingkan kepala dan agak menegak.
"Rahasia Sebelas Jari! Hem... seperti dugaanku, kalau berita itu tentunya telah menyebar. Bagus! Aku dapat petik keuntungan sekarang! Tak perlu aku turun tangan! Akan kubiarkan Manusia Sepuluh Siluman bertarung dengan Pendekar Slebor! Atau paling tidak, aku mengetahui pula tentang Rahasia Sebelas Jari! Sungguh sebuah keuntungan yang tak pernah kusangka." Memutuskan demikian, perempuan tua bersenjatakan cambuk berlidah tiga ini, surutkan langkah agak menjauh ke belakang. Dia berdiri tegak dengan pandangan tak berkedip ke depan.
Sementara itu, Pendekar Slebor mengeluh dalam hati.
"Benar-benar celaka! Urusan masih terus masalah Rahasia Sebelas Jari yang hingga sekarang masih membingungkanku.
Sebenarnya, tak ada waktu bagiku untuk meladeni kedua orang ini. Aku masih harus menemukan Gadis Kayangan. Tetapi sudah tentu tak akan mudah kulakukan. Hemm... kulihat Setan Cambuk Api menyeringai terus menerus. Kutu landak! Jelas kalau dia akan mendapatkan keuntungan dari urusanku dengan Manusia Sepuluh Siluman!" Begitu mendengar suara rahang dikertakkan, Andika menghentikan kata batinnya.
Sambil menindih rasa tidak tenang, dia berucap pada Manusia Sepuluh Siluman, "O... jadi cuma urusan Rahasia Sebelas Jari yang membuatmu jadi beringas seperti itu"! Apakah kau diperintahkan oleh Kiai Alas Ireng untuk mengetahui semua ini?"
"Tutup mulutmu! Manusia celaka itu akantiba gilirannya untuk mampus di tanganku!" sengat Manusia Sepuluh Siluman keras dengan wajah kaku.
Andika mengangkat kedua bahunya.
"Tak perlu gusar begitu, dong. Ingat lho, orang pemarah itu cepat tua!" Makin meradang kemarahan Manusia Sepuluh Siluman mendengar ucapan orang yang bernada santai.
"Jahanam! Katakan cepat!!"
"Beres! Aku akan mengatakannya!" kata Andika sambil tersenyum. Satu pikiran singgah di benaknya. Lalu dengan sikap santai dia buka mulut, "Aku tahu, isi Rahasia Sebelas Jari akan memudahkan orang untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman bila berhasil memecahkan rahasia itu.
Dan tentunya, kau juga menginginkan Rantai Naga Siluman bukan?"
"Jangan berbelit-belit!" makin tak sabar Manusia Sepuluh Siluman. Namun dia menahan keinginannya untuk menyerang. Karena bila pemuda itu tewas di tangannya, berarti akan lenyaplah harapannya untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman. Dan itu berarti, menyerahkan diri pada gurunya, si Raja Siluman!
"Aku cuma mencoba menyadarkanmu saja.
Soal Rahasia Sebelas Jari, kupikir bukanlah soal yang agak merumitkan bila kau mengetahuinya.
Tetapi... bukankah ada orang lain di sini" Nah! Bila kukatakan, berarti bukan hanya kau seorang yang tahu. Tetapi, ya... kau tahu sendiri deh apa yang kumaksudkan!" Seketika Manusia Sepuluh Siluman palingkan kepala pada Setan Cambuk Api yang kertakkan rahangnya begitu mendengar ucapan Pendekar Slebor. Wajah perempuan tua berpakaian batik kusam ini mengeras. Dia sadar kalau Pendekar Slebor mencoba memancing perhatian Manusia Sepuluh Siluman pada dirinya.
"Jahanam terkutuk! Pemuda dari Lembah Kutukan itu seperti menemukan cara yang tepat untuk hindari gempuran pemuda berjuluk Manusia Sepuluh Siluman! Hem... menilik dua kali benturan yang terjadi barusan, nampaknya pemuda itu mampu menandingi Pendekar Slebor! Kecerdikan Pendekar Slebor harus dibayar dengan kelicikan!" Di lain pihak, pemuda berikat kepala biru membatin dengan pandangan masih mengarah pada Setan Cambuk Api.
"Aku tak tahu apakah Pendekar Slebor mencoba memuslihatiku. Tetapi, apa yang dikatakannya memang benar. Bila demikian adanya, bisa jadi perempuan itu akan mendahuluiku untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman, setelah Pendekar Slebor memberi tahu tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari. Hemmm... aku tak tahu apakah aku yang bodoh atau Pendekar Slebor yang cerdik. Tapi...." Memutus kata batinnya sendiri, Manusia Sepuluh Siluman buka mulut pada Setan Cambuk Api, "Perempuan hina! Kendati kedatanganmu membuka kedua mataku siapa adanya orang yang kucari, tetapi kuharap kau menyingkir dari sini! Masih kuhargai nyawamu untuk tidak kucabut, karena kau telah menyadarkanku tentang Pendekar Slebor!" Mendengar ucapan orang, Setan Cambuk Api kertakkan rahangnya. Harga diri perempuan tua berpakaian batik kusam ini langsung terseret.
Keinginannya untuk dapat petik keuntungan dari pertarungan antara Pendekar Slebor dengan Manusia Sepuluh Siluman, langsung pupus. Dengan suara keras dia membentak, "Aku punya urusan dengan pemuda setan itu! Kendati aku tak ada urusan denganmu, tetapi justru kau yang lebih baik menyingkir!!" Selain memiliki ilmu tinggi, Manusia Sepuluh Siluman juga memiliki kesombongan yang tiada batas. Dia bukan hanya tersinggung mendengar ucapan orang. Tetapi, dia sudah langsung buka serangan ke arah Setan Cambuk Api.
"Akan kubuka kedua matamu untuk tahu siapa adanya orang!!" Wusss!! Angin melingkar yang keluar dari dorongan tangan kanannya menggebrak ke arah Setan Cambuk Api. Suara yang diperdengarkan gelombang angin melingkar itu sungguh mengerikan. Setan Cambuk Api sendiri sudah tentu tak mau tinggal diam.
Sambil kertakkan rahangnya, serta-merta digerakkan cambuk berlidah tiganya.
Cltaaarr!! Suara nyaring membedah udara, menyusul tiga gelombang angin menderu ganas.
Blaaammm!! Tiga gelombang angin yang keluar dari ujung cambuk berlidah tiga itu, menghantam hamparan angin melingkar yang dilepaskan Manusia Sepuluh Siluman.
Terdengar suara geraman Manusia Sepuluh Siluman, menyusul dia membuang tubuh ke samping kanan. Hal itu dilakukan karena satu gelombang angin yang keluar dari ujung cambuk berlidah tiga Setan Cambuk Api terus melabrak ke arahnya! Blaarrr!! Gelombang angin itu menghantam tanah di mana tadi Manusia Sepuluh Siluman berdiri.
Kontan tanah itu membuyar di udara. Beberapa batu kapur bergulingan.
"Jahanam keparat!" maki Manusia Sepuluh Siluman dingin. Kesombongannya benar-benar terusik.
Mendadak sontak dia palingkan kepala ke arah Pendekar Slebor.
"Setelah perempuan tua celaka itu kuurus, tinggal giliranmu! Melarikan diri dari hadapanku, tak akan dapat kau lakukan!!" Andika yang diam-diam takjub melihat serangan yang dilakukan masing-masing orang tadi, mengangkat kedua bahunya.
"Ya, terserah kau saja, ah! Pokoknya buktikan dulu deh! Tapi ngomong-ngomong...
jangan terlalu lama! Aku tidak punya waktu banyak nih!" Dari pandangannya yang mengarah pada Pendekar Slebor, Manusia Sepuluh Siluman alihkan pandangannya pada Setan Cambuk Api. Sesaat pemuda yang di pinggangnya melilit seutas tali ini terdiam. Sepasang matanya memandang tak berkedip. Kilatan nafsu membunuh berkobarkobar pada riakan mata hitamnya.
"Perempuan celaka! Kau telah bertindak tolol! Kuberi kesempatan hidup ternyata kau menolaknya! Berarti... kukirim nyawamu ke neraka sekarang!!" Habis ucapannya, sosoknya mencelat ke depan diiringi teriakan mengguntur. Tangan kanan kirinya digerakkan. Dua gelombang angin melingkar mendahului gerakan tubuhnya.
Wrrrr! Wrrrr!!! Di seberang, Setan Cambuk Api yang tadi gagalkan serangan Manusia Sepuluh Siluman pada dirinya, bahkan membuat pemuda sombong itu harus menghindar, sudah melesat ke depan diiringi teriakan keras.
"Kau yang akan menyesali tindakan bodohmu ini!!" Cltaaarr!! Cambuk berlidah tiganya langsung keluarkan suara yang mengerikan begitu digerakkan.
Menyusul keluar tiga lesatan angin laksana topan.
Blaaamm!! Manusia Sepuluh Siluman kertakkan rahangnya begitu angin melingkar yang dilepaskannya lagi-lagi terhantam buyar. Belum lagi dia lancarkan serangan balasan, Setan Cambuk Api sudah kembali gerakkan cambuk berlidah tiganya.
Cltaaarrr!! Kontan Manusia Sepuluh Siluman urungkan niat dan membuang tubuh ke samping kanan. Saat kembali berdiri tegak dan agak menjauh, dilihatnya tanah yang tadi dipijaknya telah bergaris tiga buah sedalam satu jengkal.
Makin meradang Manusia Sepuluh Siluman mendapati kalau lawan bukanlah orang yang dapat dipandang sebelah mata.
"Perempuan hina!!" Tak mau sahuti ucapan orang, Setan Cambuk Api sudah gerakkan lagi cambuk berlidah tiga dengan kerahkan setengah tenaga dalamnya.
Cltaaarrr!! Suara yang terdengar begitu mengerikan sekali, disusul dengan lesatan tiga angin laksana anak panah saat cambuk itu digerakkan.
Manusia Sepuluh Siluman coba memapaki dengan serangan balasannya. Dan dia harus benar-benar menjaga jarak, begitu melihat serangan Setan Cambuk Api agak berubah. Karena lidah cambuk di bagian tengah melesat lebih dulu siap hantam kepalanya.
Ketika pemuda sombong ini bergerak ke kiri, lidah cambuk bagian kiri sudah mencecar ke arahnya. Cltaaarr!!
"Laknat!" maki Manusia Sepuluh Siluman geram. Diam-diam dia menyadari, kalau dia telah terpancing ucapan Pendekar Slebor.
"Setan terkutuk! Mengapa aku tak berpikir panjang tadi" Sudah tentu Pendekar Slebor berusaha alihkan perhatianku dari apa yang kuinginkan! Keparat! Urusan telah kubuka dengan perempuan celaka itu! Tetapi biar bagaimanapun juga, perempuan celaka itu tak akan pernah kubiarkan hidup!" Sementara itu, Pendekar Slebor cuma memperhatikan saja.
"Gadis Kayangan belum kutemukan hingga sekarang. Masalah Rahasia Sebelas Jari pun belum berhasil kupecahkan. Hemm...
mumpung kedua manusia ini sedang serang satu sama lain, sebaiknya kupergunakan kesempatan untuk meninggalkan tempat ini. Tetapi, aku tak ingin salah seorang dari mereka celaka. Biar bagai-manapun juga, mereka hanya terpaku dengan nafsu serakah. Kupikir, nafsu itu dapat diubah bila salah seorang dari mereka mau melakukannya." Di lain pihak, kemarahan Manusia Sepuluh Siluman semakin menjadi-jadi. Mendadak saja dia menderu dengan keganasan yang luar biasa.
Serangan demi serangannya nampak kacau balau. Namun bila terkena, tak dapat dibilang lagi akibatnya. Kendati menghadapi serangan yang lebih ganas dari sebelumnya, Setan Cambuk Api masih dapat mengimbangi. Bahkan dia pun membalas tak kalah ganas. Hingga saat itu pula banyak ranggasan semak yang terpapas dan beterbangan, disusul muncratnya tanah ke udara. Bahkan gugusan batu kapur berjatuhan dari bukit kapur. Tidak hanya sampai di sana saja yang dilakukan Setan Cambuk Api. Karena diiringi teriakan penambah semangat, mendadak saja si nenek angkat tangan kanannya yang memegang cambuk. Kejap kemudian diputar-putarnya ke udara, hingga saat itu pula terdengar suara yang keras dan memekakkan telinga. Sementara gelombang angin yang keluar perdengarkan suara mengerikan. Bahkan Andika yang sejak tadi hanya memperhatikan, harus kerahkan tenaga dalam untuk hindari gempuran gelombang angin yang keluar dari cambuk berlidah tiga itu.
Namun yang dilakukan Manusia Sepuluh Siluman justru sangat mengejutkan, lain dari sebelumnya. Dia sama sekali tidak menghindari setiap serangan yang datang padanya. Bahkan berkali-kali tubuhnya terhantam. Memekik keras dan terhuyung, lalu melesat lagi dengan wajah kian meradang. Di tempatnya Pendekar Slebor mendengus.
"Busyet! Tuh orang kok bodoh benar ya" Sudah tahu tidak mampu mengimbangi Setan Cambuk Api, dia malah makin beringas. Bodohnya, dia seperti membiarkan dirinya dihantami terus menerus! Tapi, sungguh patut dipuji. Dia memiliki tubuh kedot, hingga terus menerus menyerang." Yang dilakukan Manusia Sepuluh Siluman memang mengundang tanya. Saat lancarkan serangan, pemuda sombong ini seakan baru pertama kali bertarung. Dia seolah hilang perhitungan dari setiap serangan yang dilakukannya. Bahkan serangannya pun tak tentu arahnya.
Bila Setan Cambuk Api berada di kanan, dia justru menyerang ke kiri. Sudah tentu itu berarti sasaran empuk dari cambuk berlidah tiga si nenek. Hingga satu saat, nampak Setan Cambuk Api mencelat ke depan. Cambuk berlidah tiganya digerakkan diiringi teriakan melecehkan, "Huh! Kau tak patut untuk turut memperebutkan Rantai Naga Siluman!" Di tempatnya, Andika yang telah lontarkan satu kecerdikan yang diperlihatkan, mengurungkan niat untuk segera meninggalkan tempat itu. Anak muda urakan ini tak mau kalau salah seorang dari keduanya terluka hebat.
Makanya, kendati tahu kalau Manusia Sepuluh Siluman tak akan berpikir dua kali untuk mencabut nyawanya, dia tetap memutuskan untuk menyelamatkan Manusia Sepuluh Siluman.
Namun sebelum dilakukan maksud, mendadak terdengar suara dingin, "Biarkan perempuan tua itu membuang tenaganya! Bila kau tetap tak mengatakan isi dari Rahasia Sebelas Jari, maka nyawamu akan kukirim ke neraka!!"

«=# [ 2 ] #=»

Pada saat yang bersamaan, di sebuah tempat yang agak terbuka dan cukup jauh dari tempat Pendekar Slebor berada, empat pasang mata sedang memandang pada orang berjubah hitam yang baru muncul. Pancaran mata masingmasing orang mengandung arti yang hanya mereka mengerti sendiri.
Sementara yang dipandang nampak tenang saja. Dia seorang lelaki selengah baya berjubah hitam. Parasnya tirus dihiasi kulit tipis. Sepasang matanya sipit, namun kilatan sinarnya begitu menusuk sekali. Seluruh rambut yang tumbuh di kepala dan wajahnya berwarna putih.
Orang yang lak lain Kiai Alas Ireng ini keluarkan suara, "Hmmm... nampaknya kehadiranku justru menghentikan keramaian yang telah terjadi. Aku tak tahu apakah harus meminta maaf, atau ikut dalam keramaian ini." Dua orang lelaki berambut dikepang dua dan memiliki paras sama satu sama lain saling pandang. Perasaan kedua orang berpakaian abuabu ini mendadak tidak tenang melihat kehadiran Kiai Alas Ireng.
Sementara itu, perempuan berpakaian dan berkerudung merah alihkan pandangannya pada lelaki berpakaian serba hitam yang tak jauh darinya. Sejenak dia tak berucap seperti memikirkan kata. Di kejap lain dia berkata pada lelaki berkuncir kuda itu.
"Sangga Rantek! Aku tak pernah suka dengan kehadiran orang yang mengganggu kesenanganku! Apakah kau punya pikiran yang sama"!" aju si perempuan sambil melirik pada Kiai Alas Ireng yang sedang lipat kedua tangan di depan dada. Orang berpakaian hitam yang di kedua pergelangan tangannya terdapat gelang-gelang duri ini, tak menjawab. Pandangannya tetap ditujukan pada lelaki berjubah hitam.
Diam-diam orang yang memang Sangga Rantek adanya ini membatin, "Tadi... salah seorang si Kembar Parang Maut mendesiskan nama siapa orang yang baru datang ini. Kiai Alas Ireng.
Hemm... rasa-rasanya, aku pernah mendengar nama manusia ini. Seorang tokoh yang kepandaiannya tak bisa dipandang sebelah mata. Aku belum dapat memutuskan tindakan apa yang kulakukan, kendati kehadirannya memang cukup mengejutkan." Berpikir demikian Sangga Rantek berkata.
"Iblis Rambut Emas! Sesungguhnya aku juga punya pikiran yang sama. Tapi, kita belum tahu apa maksud orang!"
"Jadi, apa yang harus kita lakukan?" tanya perempuan berpakaian dan berkerudung merah.
"Kita menunggu apa yang hendak dilakukannya!" Sudah tentu Kiai Alas Ireng langsung terbahak-bahak. Tawa yang diperdengarkannya begitu menyentak gendang telinga. Sementara keempat orang itu segera alirkan tenaga dalam masing-masing ke telinga, sosok gadis jelita berpakaian biru muda yang tergeletak di atas tanah berumput tersentak. Keluhannya terdengar. Gadis berkepang dua itu dalam keadaan tertotok. Dan sudah tentu dia tak dapat alirkan tenaga dalam pada gendang telinganya.
Seiring tawa Kiai Alas Ireng yang belum putus juga, si gadis yang tak lain Gadis Kayangan adanya, terbeliak-beliak dengan keluhan berulang kali. Tiga tarikan napas berikutnya, dia sudah jatuh pingsan karena tak kuasa menahan gelombang tawa yang menyakitkan itu.
Sebelum kehadiran Kiai Alas Ireng di tempat ini, si Kembar Parang Maut berhasil menculik Gadis Kayangan. Bermula masing-masing orang melihat dua sosok tubuh yang berkelebat. Agung Gaganda memutuskan untuk mengejar kedua orang itu. Dia berhasil meyakinkan diri kalau orang yang dikejar adalah orang yang memang mereka cari. Pertarungan antara Agung Gaganda dengan Pendekar Slebor pun terjadi, hingga munculnya Iblis Kelabang. Agung Gaganda yang tahu kesaktian Iblis Kelabang tak mau bertindak gegabah. Dia langsung meninggalkan tempat itu.
Pada saat yang hampir bersamaan adik kembarnya, Alung Gaganda, hendak mempermalukan Gadis Kayangan. Namun munculnya Agung Gaganda yang yakin kalau gadis itulah yang dilihatnya bersama dengan Pendekar Slebor, keinginan Alung Gaganda putus. Dengan maksud menjadikan Gadis Kayangan sebagai sandera, keduanya menjauh hingga bertemu dengan Sangga Rantek dan Iblis Rambut Emas.
Sangga Rantek dan Iblis Rambut Emas yang juga telah mendengar tentang Rahasia Sebelas Jari dan mengetahui siapa adanya si gadis, bermaksud untuk merebutnya dari tangan si Kembar Parang Maut. Dan tatkala pertarungan berjalan seru, muncullah Kiai Alas Ireng (Baca: "Rahasia Sebelas Jari").
Tawa Kiai Alas Ireng terputus. Menyusul seraya maju dua tindak ke muka, lelaki yang telah memerintahkan Iblis Kelabang untuk mencari tahu tentang Rahasia Sebelas Jari sekaligus membunuh Pendekar Slebor, berkata, "Ucapan yang kudengar sungguh sangat membuatku lebih bergairah. Tetapi, juga sangat mengejutkan. Tak ada yang kuinginkan selain, gadis itu!" Sangga Rantek yang juga menginginkan Gadis Kayangan berkata, suaranya masih dibuat wajar, "Rupanya, semua yang hadir di sini memang menginginkan gadis itu. Dan tentunya, ini berhubungan dengan Pendekar Slebor. Bila boleh tahu, ada urusan apa kau dengan Pendekar Slebor."
"Bicaramu seakan telah memperlihatkan apa yang kau inginkan. Tapi, aku pun tak mau menutup diri, karena kupikir kita semua tentunya telah mendengar berita tentang Rahasia Sebelas Jari, bukan" Dan tentunya ini berhubungan dengan Rantai Naga Siluman.
Bila memang masih mencoba untuk menutup diri, kupikir tak akan ada gunanya."
"Tepat dugaanku, kalau dia menginginkan Rantai Naga Siluman. Dan tentunya dia tahu tentang gadis ini yang ada hubungannya dengan Pendekar Slebor. Hemmm, sebaiknya kugali keuntungan di sini." Habis memikir demikian, Sangga Rantek berkata, "Kalau begitu, semua yang berada di sini memang memiliki tujuan yang sama! Dengan kata lain, berakhir untuk membunuh Pendekar Slebor! Bagaimana bila kutawarkan satu pertimbangan lain?" Kiai Alas Ireng menyeringai lebar.
"Apa yang hendak kau tawarkan?"
"Bagaimana bila kita bergabung untuk membunuh Pendekar Slebor?" Kembali terdengar tawa Kiai Alas Ireng yang sangat keras. Di sela-sela tawanya dia berucap, "Biasanya, orang yang mengajak bergabung tentunya mencoba mengeruk keuntungan pribadi! Bila kau mau mengatakan apa yang bisa kau dapatkan dari tawaranmu sendiri, mungkin aku bisa mempertimbangkannya." Memerah wajah Sangga Rantek mendengar ejekan orang. Sesaat lelaki berpakaian serba hitam ini terdiam. Sepasang pelipisnya nampak bergerak-gerak tanda dia tak mampu sembunyikan lagi amarahnya.
Sementara itu, Iblis Rambut Emas menggeram.
"Jahanam! Ucapannya bukan hanya menyentil Sangga Rantek, tetapi aku juga merasa dihujam sembilu! Cukup mengherankan sebenarnya, mengapa Sangga Rantek menawarkan hal seperti itu" Apakah dia telah mengetahui siapa adanya orang hingga nampak berlaku bodoh?" Tak sanggup menindih geramnya, Iblis Rambut Emas berkata dingin, "Keuntungan yang akan didapat tak perlu dipercakapkan di sini! Bila memang kau tak menyetujui tawaran itu, silakan menyingkir!" Kiai Alas Ireng menggeleng-gelengkan kepala.
"Perempuan berambut emas! Apakah kau juga akan mendapatkan keuntungan pribadi dari yang ditawarkan temanmu itu" Bila memang demikian adanya, mengapa harus menutup diri"!" Semakin geram Iblis Rambut Emas mendengar ucapan orang. Karena sudah tak kuasa menindih geramnya lagi, dia berucap, "Tak ada keuntungan yang dapat dipetik sebelum membunuhmu!!" Habis ucapannya, perempuan berkerudung merah yang sudah dilanda marah, siap menerjang ke depan. Tapi, Sangga Rantek menahan.
Serentak Iblis Rambut Emas beliakkan matanya pada Sangga Rantek.
"Jangan gegabah. Kau belum tahu siapa dia," bisik Sangga Rantek yang tak mau mencari masalah dengan teman seperjalanannya yang sesungguhnya pernah menginginkan nyawanya ini. Melihat apa yang dilakukan Sangga Rantek, Kiai Alas Ireng tertawa lebar.
"Mengapa harus kau tahan gerakan perempuan itu, hah"! Kupikir, tak ada salahnya bila dia hendak melemaskan otot!!" Sementara makin bergolak amarah yang ada di dada Iblis Rambut Emas, Sangga Rantek berkata, "Apa yang dikatakan temanku ini, bukanlah satu urusan yang menarik! Bila kau hendak laksanakan maksud, silakan bawa gadis itu!" Sambil tertawa Kiai Alas Ireng melangkah mendekati sosok Gadis Kayangan yang pingsan.
Dengan sekali hentakkan kaki kanannya, sosok Gadis Kayangan terlontar ke atas. Dengan sigap disambut dan dipanggulnya.
"Bagus bila kau mengerti gelagat! Dan sebelum aku berlalu, kuperingatkan pada kalian semua yang berada di sini! Jangan coba-coba ikut campur dalam urusan yang kulakukan! Terutama untuk mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari! Bila saja kulihat ada yang tidak mengindahkan ucapanku, jangan harapkan dia akan lolos dari maut yang akan kuturunkan!" Habis ucapannya, sambil tertawa-tawa, Kiai Alas Ireng melangkah ke arah timur. Sosok Gadis Kayangan tetap berada di pundaknya.
Sepeninggal Kiai Alas Ireng, Iblis Rambut Emas langsung buka mulut, "Sangga Rantek! Aku tak paham apa yang barusan kau lakukan"! Kau bukan hanya telah merendahkan harga dirimu sendiri, tetapi juga seperti telah menjilat telapak kaki orang itu!" Menggeram Sangga Rantek dengan pandangan melotot.
"Kau yang berlaku bodoh! Mungkin kau memang belum tahu siapa adanya orang! Tetapi perlu kukatakan, kalau kau hanya akan sanggup menandinginya tiga gebrakan!!"
"Setan! Jangan merendahkanku!" meradang Iblis Rambut Emas mendengar ucapan yang melecehkannya. Sangga Rantek mendengus.
"Seharusnya kau berterima kasih! Karena secara tidak langsung kau telah kutolong dari kematian!"
"Huh! Boleh kau berucap seperti itu! Tetapi suatu saat, kau akan melihat kalau lelaki keparat itu tak lebih dari cacing busuk belaka di tanganku!!" geram Iblis Rambut Emas.
Lalu terlihat mulutnya berkemak-kemik tapi tak ada suara yang keluar. Sangga Rantek tak peduli omongan Iblis Rambut Emas. Tatkala ditangkapnya dua sosok tubuh berkelebat menjauh, segera dipalingkan kepala. Rupanya, si Kembar Parang Maut yang sejak kehadiran Kiai Alas Ireng tak membuka mulut, memutuskan untuk berlalu dari sana. Kedua orang ini memang telah tahu kehebatan Kiai Alas Ireng. Karena lima tahun yang lalu, mereka dibuat porak poranda oleh lelaki berjubah hitam itu. Dan ketimbang mati konyol, mereka merasa lebih baik tak buka ucapan.
Sangga Rantek tak lakukan tindakan apaapa untuk menahan kepergian dua lelaki berpakaian abu-abu. Karena sebenarnya yang dituju hanyalah Gadis Kayangan. Tetapi sekarang Gadis Kayangan telah dibawa oleh Kiai Alas Ireng.
Sesungguhnya, Sangga Rantek juga tak dapat menahan diri melihat sikap dan tindakan melecehkan dari Kiai Alas Ireng. Namun dia masih berpikir jernih. Karena bila dia memutuskan untuk bertarung, tak mustahil nyawanya akan putus. Sangga Rantek lebih memikirkan jalan lain untuk keluar dari perangkap yang akan diturunkan Kiai Alas Ireng. Dan dia tak ingin membuang tenaga sia-sia. Kalaupun sebelumnya harus bentrok dengan si Kembar Parang Maut untuk memperebutkan Gadis Kayangan, karena dia yakin dapat mengalahkan mereka.
Tetapi menghadapi Kiai Alas Ireng yang pernah didengar kesaktiannya, sudah tentu dia akan berpikir dua kali. Kendati demikian, hatinya pun tak kalah gusarnya. Dia berjanji, dengan cara apa pun, kelak dia akan membalas sekaligus mengalahkan Kiai Alas Ireng.
Untuk saat ini lebih baik mengalah. Karena Pendekar Slebor-lah yang dituju, kendati bila dia berhasil menyandera Gadis Kayangan, maka seluruh yang diinginkannya akan dicapai dengan mudah. Tetapi bila dia bersikeras untuk menahan keinginan Kiai Alas Ireng semuanya akan berantakan.
Ancaman yang dikeluarkan Kiai Alas Ireng memang sempat bikin nyalinya ciut. Namun itu hanya sekejap. Karena dia akan tetap mencari Pendekar Slebor, selain membunuhnya juga untuk mengetahui tentang isi Rahasia Sebelas Jari. Rantai Naga Siluman, adalah yang menjadi tujuan terakhir. Selagi dia terdiam begitu, Iblis Rambut Emas yang masih tak menyukai tindakan Sangga Rantek berkata gusar, "Kenapa kau diam, hah"! Apakah setelah mendapat ancaman dari Kiai Alas Ireng lantas kau memutuskan semua maksud?" Sangga Rantek segera palingkan kepala.
"Jahanam sial! Perempuan ini benar-benar minta dihajar! Sungguh aku tak mengerti, mengapa aku bisa tetap bersama-sama dengan perempuan celaka ini! Semua bermula karena aku tertarik untuk bergabung dengannya, guna mendapatkan potongan pedang perak yang berada di tangan Pendekar Slebor. Huh! Sepeninggalku dari Pulau Hitam pun aku masih tetap bersama-sama perempuan kapiran ini!" katanya dalam hati lalu berucap "Jangan melecehkanku! Aku pun tak akan mundur menghadapi Kiai Alas Ireng! Menghadapi siapa pun juga yang menghalangi seluruh rencanaku!"
"Tetapi kau telah berlaku seperti kelinci terperangkap lima ekor serigala!" Iblis Rambut Emas memaki lagi. Perempuan berkerudung merah ini masih tidak puas melihat sikap Sangga Rantek. Sangga Rantek kertakkan rahangnya.
"Dengar aku sekarang! Yang diinginkannya hanyalah Gadis Kayangan! Bila kita menghalangi, maka kita bukan hanya akan mampus hari ini, tapi gagal mendapatkan apa yang kita inginkan! Kau pikir, aku akan mundur setelah ancaman Kiai Alas Ireng" Huh! Kau akan melihatnya kelak, kalau lelaki itu tak lain hanya seseorang yang menang lebih dulu dan kalah dengan siksaan yang cukup pedih!" Habis ucapannya, Sangga Rantek segera berkelebat ke arah yang dilalui Kiai Alas Ireng.
Dia masih geram akan sikap Iblis Rambut Emas.
Sementara itu, Iblis Rambut Emas masih tegak di tempatnya. Hati perempuan ini tidak terima mendengar ucapan Sangga Rantek. Karena dengan kata lain, Sangga Rantek telah mengecilkannya. Sepasang pelipisnya bergerak-gerak. Kedua rahangnya mengembung seolah menyimpan amarah yang dalam.
Sambil hembuskan napas dengan cara menyentak, dia mendesis, "Huh! Niatku tetap sama sejak semula! Selain membunuhmu, aku juga akan membunuh Pendekar Slebor! Tetapi, tenagamu masih dapat kupergunakan hingga sampai saat ini aku belum turunkan tangan! Dan satu saat, justru kau yang akan terkejut melihat apa yang akan kulakukan!" Dengan dada masih dikobar amarah, perempuan berkerudung merah ini segera hempos tubuh. Kejap itu pula dia telah melesat menyusul Sangga Rantek.

****



«=# [ 3 ] #=»

Di hadapan bukit kapur yang menebarkan bau menusuk hidung, Pendekar Slebor segera palingkan kepalanya ke kanan. Kejap itu pula nampak pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini surutkan langkah satu tindak ke belakang. Kepalanya menegak dengan sepasang mata membuka lebih lebar. Mulutnya menganga lebar.
(Awas tuh, Bor! Entar ada laler masuk lagi!).
Seolah ada kekuatan yang menariknya, kembali dipalingkan kepalanya ke depan. Dilihatnya bagaimana Setan Cambuk Api sedang mencecar hebat Manusia Sepuluh Siluman.
Laksana tak tertarik dengan pertarungan dahsyat itu, Andika kembali palingkan pandangannya ke kanan. Dia ucak-ucak kedua matanya seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Namun biarpun diucak seribu kali, pemandangan yang ada di hadapannya tetap tak berubah!
"Monyet pitak! Apa yang telah terjadi?" desisnya dengan kening kian dikernyitkan. Seperti orang linglung, dia kembali memperhatikan pertarungan Setan Cambuk Api yang makin ganas mencecar Manusia Sepuluh Siluman. Bahkan dari ujung lidah-lidah cambuknya, telah melesat bola-bola api sebesar kepalan tangan orang dewasa. Si perempuan nampak begitu bersemangat. Tawanya berulang kali terdengar.
Manusia Sepuluh Siluman nampak terkejut bukan alang kepalang. Dia masih berusaha untuk hindari sergapan bola-bola api lawan. Namun, dia nampaknya telah kehilangan banyak tenaga. Hingga lak mampu lagi untuk menghindar.
Kejap itu pula tubuhnya terkepung kobaran api dan terbakar hidup-hidup. Dari naungan api yang berkobar-kobar, terdengar jeritan yang sangat menyayat.
Terbahak-bahak Selan Cambuk Api melihat hasil perbuatannya. Perempuan tua ini seolah hendak perlihatkan keberhasilannya pada seluruh dunia.
"Itulah akibatnya bila berani menantang Setan Cambuk Api!" desisnya keras.
Namun lain halnya dengan Andika. Anak muda tampan itu masih terbengong-bengong dengan kedua mata melotot. Berulang kali pandangannya diarahkan pada sosok Setan Cambuk Api yang sedang tertawa, dan orang yang berdiri berjarak lima langkah di kanannya.
Makin dilakukan, semakin bingung anak muda ini.
Bagaimana tidak, karena dia melihat bagaimana Setan Cambuk Api sedang mencecar hebat Manusia Sepuluh Siluman yang akhirnya terbakar oleh bola-bola apinya.
Akan tetapi orang yang tadi menyapa dan berdiri berjarak lima langkah di samping kanannya, adalah sosok Manusia Sepuluh Siluman!
"Monyet pitak! Bagaimana ini bisa terjadi"! Bagaimana mungkin mendadak saja Manusia Sepuluh Siluman menjadi dua orang" Kutu landak! Jangan-jangan dia kembar" Yang menghadapi Setan Cambuk Api adalah saudara kembarnya, sementara di saat aku terpaku memperhatikan pertarungan itu, yang lainnya muncul! Busyet! Makin kapiran saja urusan!" maki anak muda urakan ini dengan hati diliputi tanya. Keningnya berkerut saat pandangi Manusia Sepuluh Siluman yang berdiri di samping kanannya.
Pemuda yang tadi menggeram dingin padanya, berkata lagi.
"Perempuan tua celaka itu telah mendapatkan apa yang diinginkannya! Biar dia terpaku pada rasa puas yang melandanya! Kini, katakan tentang isi Rahasia Sebelas Jari padaku!" Andika yang masih keheranan melihat kejadian di hadapannya, terdiam sesaat.
"Aneh! Ini benar-benar aneh! Kalau memang yang sudah menjadi mayat itu adalah saudara kembarnya, mengapa dia masih mengurusi soal Rahasia Sebelas Jari" Mengapa tak ada tanda-tanda kegusaran untuk membalas kematiannya" Aneh! Apa yang sebenarnya terjadi?" Karena Pendekar Slebor tak buka mulut, Manusia Sepuluh Siluman menggeram lagi.
"Waktumu tidak lama, Pendekar Slebor! Katakan cepat sebelum nyawamu kucabut!" Entah mengapa Andika merasa tidak enak sekarang. Dia berusaha untuk mencari jalan keluar dari dua sosok Manusia Sepuluh Siluman yang dilihatnya.
Lalu sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, dia berkata, "Heran! Kok tahu-tahu kau ada dua sih" Kau bersaudara kembar ya?" Bukan sahuti ucapan orang, Manusia Sepuluh Siluman kertakkan rahangnya. Tinju kanan kirinya mengeras.
"Sekali lagi kuminta, katakan tentang Rahasia Sebelas Jari!!" Andika masih memperhatikan sosok di hadapannya. Diam-diam diliriknya Setan Cambuk Api yang masih menyeringai puas. Dan yang mengherankan anak muda ini, karena Setan Cambuk Api seolah tak menyadari pemuda berpakaian biru gelap yang sedang merangsek dingin padanya.
"Kalau boleh dibilang menakjubkan, ini lebih dari sekadar menakjubkan. Nenek berpakaian batik kusam itu nampaknya telah puas dengan hasil yang dia capai. Entah apa yang ada dipikirannya. Tapi yang mengherankan, mengapa dia seolah tak me... oh!" Memutus kata batinnya sendiri, anak muda urakan ini terdiam dengan kening makin dikernyitkan. Wajahnya nampak begitu serius sekali.
Di seberang, Manusia Sepuluh Siluman menggeram dingin.
"Jahanam betul! Pemuda itu tetap tak mau mengatakan tentang isi Rahasia Sebelas Jari! Bila menuruti kata hatiku, sudah tak sabar rasanya ingin membunuhnya! Tapi, bila kulakukan serangan, Setan Cambuk Api tentunya sadar kalau yang diserangnya tadi bukanlah aku, melainkan pandangan sekilas dari ilmu Siluman yang kuperlihatkan. Keparat busuk! Aku tak mau menunggu terlalu lama. Bila Pendekar Slebor tak mau mengatakannya juga, terpaksa harus kuserang dia. Sementara Setan Cambuk Api akan kuurus dengan ilmu 'Pati Raga Ganyang Jiwa'." Memutuskan demikian, pemuda sombong ini maju dua tindak ke muka. Bersamaan dia melangkah, Andika mengangkat kepalanya. Anak muda urakan ini tak hiraukan tatapan dingin dari sepasang mata milik Manusia Sepuluh Siluman. Diam-diam dia berkata dalam hati, "Menilik sikap Setan Cambuk Api, dia bukan hanya tidak menyadari atau berpikir kalau orang yang diserangnya bukanlah Manusia Sepuluh Siluman. Bahkan dia juga tidak melihat sosoknya yang berhadapan denganku. Bila memang Manusia Sepuluh Siluman bersaudara kembar, rasanya tak mungkin dia masih melibatkan diri dalam urusan Rahasia Sebelas Jari. Tentunya dia akan meradang gusar untuk membalas kematian saudara kembarnya. Kalau begitu... berarti...." Andika memutus kala batinnya saat terdengar suara geraman di hadapannya. Sambil pandangi Manusia Sepuluh Siluman yang kian terbawa radang amarah, dia meneruskan kata batinnya, "Kesimpulanku jelas sekarang, kalau pemuda itu memiliki ilmu bangsa Siluman...." Manusia Sepuluh Siluman rupanya sudah tak dapat kuasai amarahnya.
Dia segera membentak gusar, "Waktu yang kutetapkan telah habis! Berarti kematian akan kau terima, Pendekar Slebor!!" Habis bentakannya, pemuda yang tak boleh sedikit pun tersinggung ini sudah mencelat ke depan disertai teriakan mengguntur.
Andika sendiri segera palangkan kedua tangannya di atas kepala.
Buk! Buk!! Benturan keras terjadi. Sosok anak muda urakan ini tergontai-gontai ke belakang. Di seberang, Manusia Sepuluh Siluman mundur dengan sepasang mata terbeliak.
"Gila! Aku seperti menghantam baja yang sangat kuat! Peduli setan! Lebih baik pemuda itu kubunuh, hingga semua urusan tuntas! Berarti, tak ada yang akan mengetahui apa isi dari Rahasia Sebelas Jari dan tak akan ada yang berhasil mendapatkan Rantai Naga Siluman!" Setelah kerahkan separo tenaga dalamnya, Manusia Sepuluh Siluman menggebrak lagi. Dua hamparan angin melingkar menyapu ke arah kaki Pendekar Slebor.
Sementara itu, Setan Cambuk Api yang langsung palingkan kepala tatkala Manusia Sepuluh Siluman lancarkan serangan pada Pendekar Slebor terkesiap. Tanpa sadar dia surut dua tindak ke belakang disertai pekikan kecil, "Oh!" Kejap itu pula sepasang matanya dipentangkan, diucak-ucak dan dibuka lebih lebar lagi. Dari rasa terkejutnya, lamat-lamat dia menggeram dingin.
"Jahanam keparat! Apa yang lelah kulakukan tadi"! Siapa orang yang kuserang"! Bagaimana mungkin pemuda sombong itu masih dalam keadaan segar bugar"! Terkutuk! Terkutuk! Padahal aku telah kehilangan separo tenaga dalamku! Jahanam! Lebih baik kuperhatikan dulu pertarungan keduanya sebelum kuurus masingmasing orang!!" Memutuskan demikian, perempuan tua berpakaian batik kusam ini agak mundur lima langkah ke belakang. Hatinya masih direjam tanya sekaligus kemarahan yang semakin naik.
Disadarinya betul kalau dia telah ditipu orang.
Dalam keadaan masih heran dan meradang itu, mendadak saja Setan Cambuk Api tersentak, tatkala merasakan satu gelombang angin menderu ke arahnya.
Segera dia buang tubuh untuk hindari terjangan maut. Namun gelombang angin melingkar telah menggebrak kembali. Kali ini sangat sempit waktu yang dimilikinya untuk hindari gebrakan gelombang angin melingkar itu.
Makanya dia segera gerakkan tangan kanannya yang memegang cambuk berlidah tiga.
Dalam keadaan murka, Setan Cambuk Api eelah keluarkan ilmu yang membuat lidah-lidah cambuknya lontarkan bola-bola api yang keluar suara mengerikan. Orang yang tadi lancarkan serangan bukannya menghindar, justru terus mencelat maju. Sekali lihat, Setan Cambuk Api dapat meyakini kalau orang itu seketika akan mampus terbakar. Namun....
Astaga! Sosok orang berpakaian biru gelap itu terus mencelat ke arahnya sementara bolabola api yang dilepaskannya nyeplos begitu saja!
"Gila! Apa yang terjadi"!" geramnya makin kebingungan. Karena, sosok orang yang menyerangnya tak lain adalah Manusia Sepuluh Siluman. Sementara orang yang saat ini membuat Pendekar Slebor kalang kabut, juga Manusia Sepuluh Siluman! Seperti yang telah direncanakannya, Manusia Sepuluh Siluman memang tak mau membuang waktu lagi. Kegeramannya makin menjadijadi, terutama terhadap Pendekar Slebor yang tetap tak mau membuka mulut. Dia telah pergunakan ilmu 'Pati Raga Ganyang Jiwa' yang membuat sosoknya dapat menjelma menjadi dua orang dan masing-masing memiliki kekuatan yang sama.
Lain halnya dengan ilmu yang pernah diperlihatkannya saat bertarung dengan Kiai Alas Ireng. Saat itu, Manusia Sepuluh Siluman telah pergunakan salah satu ilmu Siluman yang dimilikinya, 'Balik Mata Timbul Asap', ilmu yang juga membuat sosoknya menjadi dua, namun tak dapat lakukan serangan. Ilmu ini lebih banyak ditekankan untuk mengelabui pandangan lawan dan menguras tenaga lawan.
Di lain pihak Pendekar Slebor sendiri mencang-mencongkan mulutnya dengan kejengkelan yang kian menggunung. Di samping itu, pemuda yang di lehernya melilit kain bercorak catur ini juga masih mencemaskan keadaan Gadis Kayangan yang hingga sekarang belum diketahui, di mana murid mendiang Pemimpin Agung itu berada.
Karena rasa tak tenang itulah dia mencoba untuk meninggalkan pertarungan. Tetapi sudah tentu hal itu tidak mudah dilakukannya. Karena Manusia Sepuluh Siluman yang semakin meradang tak mau membuang kesempatan lagi.
Hatinya lelah geram. Pertama, dia hampir saja dikelabui orang yang dicarinya. Kedua, orang itu tak mau buka mulut untuk katakan tentang isi Rahasia Sebelas Jari.
Makanya, serangan demi serangan yang dilancarkannya bertambah ganas. Andika sendiri telah keluarkan ajian 'Guntur Selaksa' hingga tubuhnya saat ini dilingkupi pernik perak. Namun yang mengejutkannya, karena ajian 'Guntur Selaksa' yang dipergunakannya tak membawa hasil yang diharapkan. Bahkan dengan mudahnya berulang kali dapat dipatahkan Manusia Sepuluh Siluman yang kian ganas menyerang.
"Monyet pitak! Kura-kura burik! Bagaimana ini bisa terjadi?" desis Andika sambil pergunakan ilmu peringan tubuhnya untuk hindari sergapan serangan lawan.
"Tadi saat menghadapi Setan Cambuk Api dia seperti kehilangan bentuk serangannya, bahkan berkali-kali dapat dikalahkan.
Bahkan dia harus pergunakan ilmunya yang entah apa namanya untuk menghadapi Setan Cambuk Api. Tapi sekarang, kekuatannya seolah berlipat ganda. Busyet! Dia seperti memiliki satu kesenangan tersendiri mempermainkan lawanlawannya sebelum dia bunuh! Landak buduk! Dia seperti memiliki dua kepribadian!" Sementara Pendekar Slebor dibuat tunggang langgang dengan aliran darah yang bertambah kacau, Setan Cambuk Api harus berulangkali perdengarkan pekikannya. Karena sosok Manusia Sepuluh Siluman yang menghadapinya, lain dengan yang pertama tadi terjadi.
Manusia Sepuluh Siluman yang ini benarbenar memiliki keanehan yang luar biasa.
Setiap kali Setan Cambuk Api lancarkan serangan, sosok Manusia Sepuluh Siluman terus menggebrak ganas dan setiap kali itu pula serangan Setan Cambuk Api nyeplos bila mengenai sosoknya.
Keadaan ini bukan hanya membuat si nenek menjadi kaget, tapi juga kalang kabut.
Butiran keringat telah hiasi rangkaian kulit keriputnya. Wajahnya pucat dan sesekali terdengar pekikannya yang keras.
Bahkan satu ketika, kedua kakinya tersapu gelombang angin melingkar yang dilepaskan Manusia Sepuluh Siluman. Kontan tubuh si nenek terbanting keras. Belum lagi dia berdiri, bersamaan suara angin dan dengungan ribuan tawon murka dari sebelah kanan, serangan berikut yang dilancarkan orang yang telah menghantam jatuh dirinya, telah menggebrak kembali.
Laksana tanpa darah wajah Setan Cambuk Api. Kedua bola matanya membesar dipenuhi kilatan ketakutan.
Namun sebelum maut menerpanya, mendadak saja satu sosok tubuh berpakaian hijau pupus telah menyambarnya. Dengan pencalan kaki kanan sosok yang tak lain Pendekar Slebor adanya ini, sudah mencelat meninggalkan tempat itu. Manusia Sepuluh Siluman yang menyerang Pendekar Slebor menggeram gusar. Dia tak menyangka kalau pemuda itu lelah loloskan lilitan kain bercorak catur pada lehernya, yang langsung digerakkan dan serta-merta menderu gelombang angin dahsyat yang menyeret tanah dan ranggasan semak belukar! Di saat Manusia Sepuluh Siluman menghindar sambil perdengarkan geramannya, Pendekar Slebor yang melihat bahaya sedang mengancam Selan Cambuk Api, segera melompat untuk selamatkan si nenek yang sebenarnya menginginkan nyawanya Sementara itu, serangan yang dilancarkan oleh Manusia Sepuluh Siluman yang menyerang Setan Cambuk Api, menghantam tanah di mana tadi sosok si nenek ambruk. Kontan tanah itu muncrat ke udara dan membentuk lubang yang cukup besar. Sosok Manusia Sepuluh Siluman ini tak lakukan tindakan apa-apa. Malah sosoknya tegak dengan kepala terangkat.
Lain halnya dengan sosok Manusia Sepuluh Siluman yang menyerang Pendekar Slebor tadi. Parasnya jelas tak kuasa sembunyikan kemarahan yang makin membludak.
"Jahanam! Ke mana pun kau pergi, kau tak akan lepas dari tanganku, Pendekar Slebor!" Habis menggeram demikian, mendadak saja pemuda sombong ini mengarahkan pandangannya pada sosok Manusia Sepuluh Siluman yang masih tegak berdiri.
Dan mendadak saja keanehan terjadi, karena sosok Manusia Sepuluh Siluman yang dita- tapnya, lenyap tanpa bekas.
Setelah tarik napas pendek, Manusia Sepuluh Siluman keluarkan desisan, "Kau telah bertindak bodoh di hadapanku, Pendekar Slebor! Kau tetap akan kubunuh! Peduli setan kau akan mengatakan atau tidak tentang Rahasia Sebelas Jari!! Kau akan mampus di tanganku! Kau akan mampus, Pendekar Slebor!!" Masih meneriakkan keinginan untuk membunuh Pendekar Slebor, Manusia Sepuluh Siluman gerakkan bahu kanan kirinya. Mendadak sosoknya berkelebat, ke arah perginya Pendekar Slebor yang membawa sosok Setan Cambuk Api! Lima kejapan mata berikutnya, nampak satu sosok tubuh keluar dari balik batu kapur besar yang terdapat di bukit kapur. Orang yang baru keluar ini memiliki postur tubuh yang tinggi. Tak mengenakan pakaian hingga menampakkan tonjolan otot-ototnya. Paras wajahnya yang dihuni oleh anggota wajah serba besar ini nampak kaku.
Dari wujudnya yang menyeramkan itu, ada sesuatu yang sangat menarik perhatian.
Orang tinggi besar itu berkulit hijau dari atas hingga bawah! Untuk sesaat orang tinggi besar berkulit hijau ini tak buka mulut. Sorot matanya tetap kaku, sekaku parasnya. Kejap kemudian terlihat dia angguk-anggukkan kepala.
"Pendekar Slebor.... Berarti, pemuda yang kujumpai waktu itu adalah orang yang kucari. Tetapi, mengapa dia tak mau mengatakan yang sesungguhnya" Mengapa harus berdusta kepadaku?" Orang berkulit hijau ini sejenak terdiam.
Tak ada perubahan apa pun di wajahnya kendati saat itu dia seperti tengah mendapatkan apa yang dicarinya.
"Apakah Pendekar Slebor menganggapku sebagai salah seorang yang ingin tahu tentang Rahasia Sebelas Jari" Hemm, mungkin karena itulah dia berdusta padaku. Tapi itu bukan masalah yang besar bagiku. Biar bagaimanapun juga, aku harus menemuinya. Aku harus menceritakan tentang Rantai Naga Siluman. Dan nampaknya tak perlu kuceritakan padanya, kalau banyak orang-orang yang memburunya untuk mengetahui Rahasia Sebelas Jari yang jelas sasarannya adalah, Rantai Naga Siluman." Kembali orang tinggi besar berkulit hijau ini terdiam. Parasnya tetap kaku. Kejap berikutnya, tanpa buka mulut lagi, orang yang tak lain Kala Ijo ini sudah melangkah. Dan setiap kali dia melangkah, tanah seakan bergetar!

****



«=# [ 4 ] #=»

Bayangan yang berkelebat menembus malam yang datang itu sangat cepat sekali. Dan samar-samar terlihat kalau di pundak orang yang berkelebat itu nampak satu sosok tubuh yang terkulai, laksana orang tak berdaya.
Namun sebenarnya tidak. Karena sosok tubuh yang berada dalam bopongan orang yang berkelebat itu sebenarnya segar bugar, bahkan dapat menghajar orang yang membopongnya.
Namun orang yang membopongnya telah menotok urat kaku dan urat suaranya, hingga dia bukan hanya tak dapat gerakkan anggota tubuh, tetapi juga tak mampu keluarkan suara.
Kendati demikian, dia dapat memaki-maki dalam hati.
"Jahanam sial! Terkutuk! Tak akan pernah aku berterima kasih meskipun dia telah menyelamatkanku!" Orang yang berkelebat itu hentikan kelebatannya di sebuah persimpangan. Sejenak orang yang bukan lain Pendekar Slebor ini memandang ke sekelilingnya, seolah menentukan ke arah mana yang harus dituju.
"Kadal buntung! Urusan yang kuhadapi ini makin membentang saja! Rahasia Sebelas Jari belum berhasil kupecahkan, juga Gadis Kayangan belum dapat kuketemukan! Monyet pitak! Apa yang harus kulakukan sekarang?" Diarahkan pandangannya ke depan. Nampak kegelapan malam seakan sukar ditembus oleh pandangannya.
Anak muda urakan dari Lembah Kutukan ini membatin lagi, "Tak seharusnya kuselamatkan Setan Cambuk Api dari serangan ganas Manusia Sepuluh Siluman. Tetapi, aku tak ingin perempuan yang kutahu menginginkan nyawaku ini tewas di hadapanku. Dan mengenai Manusia Sepuluh Siluman sendiri, cukup merepotkan sekaligus mengejutkan. Ilmu yang diperlihatkannya benarbenar mengerikan. Aku yakin dia tak bersaudara kembar dan itu berarti, dia memiliki ilmu yang membuatnya dapat menjadi dua orang. Entah pengelabuan mata saja, atau memang ada, aku tidak dapat memastikan. Tetapi kulihat, dia memiliki dua kepribadian." Sejenak anak muda ini hentikan kata batinnya. Angin malam berhembus dingin, menggeraikan rambutnya yang gondrong. Beberapa helai daun kering beterbangan.
"Sebaiknya, kutinggalkan saja Setan Cambuk Api di sini. Aku harus tetap mencari Gadis Kayangan." Memutuskan demikian, Pendekar Slebor menurunkan sosok Setan Cambuk Api. Si nenek sesat ini pentangkan sepasang matanya lebih lebar. Kilatan amarah begitu penuh di matanya. Tetapi karena dia tak dapat gerakkan tubuh maupun keluarkan suara, yang bisa dilakukan hanya telentang dengan mata melotot.
Andika cuma nyengir saja melihatnya.
Sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal dia berkata, "Maaf nih. Nek! Terpaksa kau kutinggalkan di sini! Bukannya jahat, tapi kan lama kelamaan aku jadi kelelahan juga memikul tubuhmu yang berat! Heran! Kau ini kelihatan renta dan aku yakin kurus kering! Tapi kok, bobot tubuhmu berat amat ya" Kebanyakan dosa tuh!" Makin melotot Setan Cambuk Api mendengar kata-kata Pendekar Slebor. Mulutnya hanya dapat keluarkan suara 'ah' dan 'uh' saja.
Andika yakin kalau ucapan yang hendak dikeluarkan Setan Cambuk Api adalah ucapan kemarahan. Tetapi dasar urakan, anak muda ini justru dekatkan telinganya dengan tangan kanan mengembang di belakang telinganya.
"Apa" Kau bilang apa" Kerasan dikit, dong" O... kau mengatakan terima kasih! Tidak usah, ah! Tidak perlu berterima kasih" Apa" Kau sungguh-sungguh" Ya, sudah kalau begitu! Kuterima deh terima kasihmu! Tapi maaf nih ya, aku tak bisa lama-lama berada di sini! Yuk, cabut dulu!" Tanpa hiraukan perempuan tua berpakaian batik kusam yang masih keluarkan suara 'ah' dan 'uh', Pendekar Slebor sudah berlari meninggalkan tempat itu. Dia akan tetap mencari Gadis Kayangan, sembari memecahkan Rahasia Sebelas Jari. Sepeninggal Pendekar Slebor, Setan Cambuk Api yang masih belum dapat gerakkan tubuh maupun keluarkan ucapan, masih tergeletak di atas tanah berumput. Kegeraman perempuan tua ini semakin menjadi-jadi.
Tak ada sedikit pun rasa terima kasihnya pada Pendekar Slebor, kendati pemuda itu telah menyelamatkannya. Dia tetap akan membunuh pemuda urakan itu. Cepat atau lambat, dia tak peduli sama sekali.
"Terkutuk! Kau bukan hanya mempermalukanku dengan tindakanmu, Pendekar Slebor! Tetapi menghinaku habis-habisan! Tak akan pernah kubiarkan kau hidup lebih lama!!" geram perempuan sesat ini dalam hati.
Dia berusaha kerahkan tenaga dalamnya untuk lepaskan totokan yang dilakukan Pendekar Slebor. Namun tenaga dalamnya seolah mampet, kalaupun dia mampu kerahkan, hanya sedikit sekali yang keluar hingga dia tak mampu untuk membebaskan diri dari totokan yang dilakukan pemuda dari Lembah Kutukan itu.
"Keparat! Satu saat... satu saat kau akan mohon ampun di bawah kakiku, Pend... oh!!" makian dalam hati yang dilakukan Selan Cambuk Api terputus. Karena mendadak saja dia dapat gerakkan tubuhnya. Bahkan suara 'oh' tadi, lepas keluar dari mulutnya.
Terburu-buru perempuan bersenjatakan cambuk berlidah tiga ini bangkit.
"Setan alas! Rupanya Pendekar Slebor sengaja menotokku hanya untuk sementara! Sungguh satu totokan yang sangat hebat! Karena dapat diatur kapan terlepasnya! Jahanam terkutuk! Dia menghinaku! Dia menghinaku!!" Lalu disambungnya dengan teriakan bertalu-talu yang membedah alam, "Kau harus mampus di tanganku, Pendekar Slebor!! Kau harus mampus!!!" Kejap berikutnya, perempuan berpakaian batik kusam ini sudah berkelebat meninggalkan tempat itu dengan sejuta dendam pada Pendekar Slebor.

****

Dua hari berlalu sudah.
Ketika Pendekar Slebor tiba di tepi sebuah sungai, sinar matahari telah tampakkan biasbiasnya di ufuk timur. Suara riakan air sungai tak terlalu keras. Udara masih cukup dingin. Di depan sana, kabut masih menggumpal. Embun masih bergayut di daun-daun. Tempat di mana Pendekar Slebor berdiri sekarang, cukup banyak ditumbuhi ranggasan semak belukar.
Sejenak anak muda ini menatap aliran sungai yang jernih. Beberapa buah batu menyembul keluar.
"Air terus mengalir hingga tiba ke laut.
Bersatu dengan hunian seluruh air dari berbagai tempat. Nampaknya, kehidupan ini tak jauh berbeda dengan aliran air. Kehidupan terus melangkah dan melangkah, terus menjauh yang terkadang berada dalam kegembiraan namun tak urung berada dalam kesedihan. Dan kelak, bila kehidupan ini berakhir, maka orang akan berkumpul di satu tempat...," desisnya dengan tatapan tak berkedip pada aliran air sungai.
Namun begitu kepalanya kejatuhan sehelai daun, mendadak saja anak muda ini menepuk jidatnya.
"Busyet! Apa aku ini memiliki bakat jadi seorang penyair" Hebat juga tuh! Sayangnya, tak ada yang mendengar sih"!" desisnya sambil nyengir sendiri.
Kejap berikutnya, dia melangkah ke depan.
Lalu berjongkok di depan sungai itu. Dibasuh mukanya yang terasa agak lengket. Lalu diminumnya air sungai itu.
Sambil mendesah dia berdiri kembali.
"Sulit bagiku menentukan ke mana langkah yang harus kutempuh. Gadis Kayangan tetap menjadi tujuanku. Aku harus mengetahui keadaannya. Apakah saat ini dia dalam keadaan selamat atau justru sedang mengalami nasib sial" Kutu landak! Sebaiknya, kucoba untuk kembali memikirkan tentang Rahasia Sebelas Jari!" Setelah pandangi sekelilingnya, pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini segera melangkah ke bawah sebuah pohon.
Dia duduk bersandar sambil menikmati sinar lembut matahari yang baru beranjak naik.
Sejenak matanya memandang ke depan.
Melihat gugusan gunung yang permai. Masih nampak kabut putih menaunginya, hingga membuat gunung-gunung itu nampak semakin indah.
"Rahasia Sebelas Jari," desis Pendekar Slebor sambil hela napas.
"Sebuah rahasia yang menjelimet. Akan kucoba lagi untuk merangkaikannya. Eyang Mega Tantra hanya mengatakan ada sebelas jari di dalam jiwa, satu jari adalah titik kemuliaan. Bila kukaitkan dengan jari-jari tangan dan kaki, nampaknya sangat sulit. Hem... bagaimana bila kukaitkan kembali dengan manusia" Dan salah seorang manusia itu memiliki dua kepribadian. Yang satu buruk dan yang satu lagi pribadi mulia. Kalau demikian, kata sebelas jari itu cuma samaran belaka. Samaran dari jumlah sepuluh orang dan satu orang memiliki kepribadian rangkap." Anak muda urakan ini sejenak hentikan ucapan. Keningnya nampak berkerut tanda dia memikirkan lebih lanjut masalah Rahasia Sebelas Jari.
"Sebelum Gadis Kayangan berpisah denganku, secara bercanda dia mengatakan tentang sepuluh orang dan salah seorang memiliki dua kepribadian. Berarti secara tidak langsung, berjumlah sebelas orang. Dua kepribadian... oh!" Terkejut akan pikiran yang ada di benaknya, kepala pemuda tampan berambut gondrong ini menegak. Dia tidak lagi bersandar di batang pohon itu. Keningnya kembali nampak berkerut, hingga sepasang alisnya yang hitam legam dan menukik laksana kepakan sayap elang, makin menukik.
"Dua kepribadian" Bukankah secara tidak sengaja aku memiliki pikiran yang sama tatkala melihat pertarungan Manusia Sepuluh Siluman dengan Setan Cambuk Api. Kalau memang dugaanku ini benar, berarti Manusia Sepuluh Siluman adalah orang yang berkepentingan dalam urusan ini. Hemm... apakah dia mengetahuinya?" Sejenak kembali diputuskan ucapan, lalu kelihatan Pendekar Slebor menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau memang ini jawaban dari Rahasia Sebelas Jari, siapakah orang yang berjumlah sepuluh itu sebenarnya, orang yang tentunya berkeinginan keras untuk mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari sekaligus mendapatkan Rantai Naga Siluman" Sebaiknya kupikirkan dulu." Dengan dada dipenuhi semangat, Andika perlahan-lahan berkata, "Yang jelas terlihat dalam urusan ini, aku, Gadis Kayangan, Manusia Sepuluh Siluman, dan Setan Cambuk Api.
Lalu ada... Iblis Kelabang, yang menurutnya diperintah oleh Kiai Alas Ireng. Hemm... berarti ada enam orang sekarang. Lalu, orang yang bernama Agung Gaganda. Lantas... siapa lagi yang tiga orang" Kutu mati! Sudah buntu sampai di sini! Berarti... bukan itu rahasia dari sebelas jari. Karena seharusnya... hei! Bagaimana dengan Sangga Rantek dan Iblis Rambut Emas" Bukankah dia sebelumnya berada di Pulau Hitam" Bisa jadi dia ikut campur dalam urusan ini pula. Ya, bisa jadi. Berarti sudah sembilan orang. Lalu, siapa yang satunya lagi" Oh! Kala Ijo! Ya, orang yang sebelumnya hampir mencelakakan Gadis Kayangan. Berarti tepat sudah sepuluh orang. Dan Manusia Sepuluh Siluman merupakan kunci dari urusan ini! Luar biasa! Hebat juga nih otakku!!" Dengan wajah membiaskan kepuasan karena merasa berhasil memecahkan Rahasia Sebelas Jari, Pendekar Slebor tersenyum-senyum sendirian.
"Kalau begitu... aku harus mencari Manusia Sepuluh Siluman. Tapi apa iya dia termasuk orang yang dimaksud dengan kalimat satu jari adalah titik kemuliaan" Kok, orang kayak begitu mulia sih" Atau jangan-jangan... aku salah mengambil kesimpulan" Kerbau bunting! Nyasar lagi nih kesimpulanku akhirnya! Dan bagaimana bila ternyata semua orang yang terlihat dalam urusan ini bukan berjumlah sepuluh, melainkan sebelas" Kalau memang begitu, siapa yang dimaksudkan dalam kalimat satu jari adalah titik kemuliaan?" Kalau tadi Andika kelihatan bersemangat, kali ini dia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Monyet pitak! Berarti gagal nih menuju Manusia Sepuluh Siluman, yang sebelumnya kuduga adalah kunci dari urusan yang makin kapiran ini!" Lalu terlihat mulutnya mencang-mencong tapi tak ada suara yang keluar.
"Ketimbang kepalaku jadi pusing sementara aku belum tahu apa yang dialami Gadis Kayangan, lebih baik aku meneruskan saja untuk mencarinya. Huh! Sejak semula aku memang tak mau berjalan bersama dengannya, karena bisa bikin urusan! Tapi sekarang, setelah dia tidak bersamaku lagi, justru aku yang kebingungan untuk mengetahui keadaannya" Monyet pitak!!" Perlahan-lahan anak muda urakan ini bangkit dari duduknya. Menepuk-nepuk pantatnya yang sedikit berdebu.
Pandangannya diangkat ke depan. Matahari semakin panjang tebarkan sinarnya yang mulai terasa menyengat.
"Lebih baik, cabut dulu ah!" desisnya setelah puas memandang ke depan.
Memutuskan demikian, anak muda berambut gondrong acak-acakan ini segera melangkah ke samping kanan. Namun baru saja dia bergerak delapan langkah, mendadak saja dia hentikan langkah. Karena dirasakan tanah yang dipijaknya seperti bergetar.
Terlihat bagaimana burung-burung yang tadi bermain, kini beterbangan entah ke mana.
"Busyet! Apa ada gajah yang datang ke sini" Menilik getaran tanah yang kurasakan, nampaknya gajah itu tidak sedang mengamuk. Tapi, gajah apa yang iseng mendatangi tempat ini?" desis Andika sambil putar tubuh.
Sepasang telinga dan matanya dibuka lebar-lebar.
Debuk! Debuk! Suara langkah yang membuat tanah bergetar itu nampak semakin dekat.
"Busyet! Ini sih bukan gajah" Tentunya ada orang yang datang. Tapi siapa orang yang langkahnya sedemikian keras ini.
Apakah... kutu landak! Kala Ijo!" Bersamaan dia desiskan nama itu, mendadak saja ranggasan semak belukar di samping kirinya menguak. Lalu muncul satu sosok tubuh tinggi besar tanpa mengenakan pakaian. Orang yang baru muncul ini berkulit hijau!

****



«=# [ 5 ] #=»

"Busyet! Ini sih memang benar-benar bukan gajah" Tapi rajanya orang!" kata Andika dalam hati sambil pandangi orang yang baru muncul itu. Dan saat itu pula dia bersiaga untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan.
Orang yang baru muncul dari balik ranggasan semak belukar memang Kala Ijo adanya. Orang yang memiliki anggota tubuh serba besar ini terdiam. Sepasang matanya yang membulat besar, memandang tak berkedip ke arah Pendekar Slebor. Sosoknya tetap kaku dan tegang.
Untuk beberapa lama tak ada yang keluarkan suara. Masing-masing orang seolah menunggu yang lainnya bicara. Beberapa helai daun berguguran dihembus angin.
Suasana lengang itu dipecahkan oleh Kala Ijo yang bersuara besar, "Anak muda! Biasanya aku tak menyukai orang yang pernah mencoba berdusta atau memuslihatiku! Apalagi dilakukan secara sengaja! Tapi kali ini, kucoba untuk mengubah kebiasaanku sendiri!" Di tempatnya, wajah Andika sejenak berubah. Perasaannya mendadak jadi tidak enak.
"Wah! Dari ucapannya barusan, jelas kalau dia tahu siapa aku sebenarnya! Monyet buduk! Bisa kacau nih! Waktuku akan makin terbuang banyak bila harus meladeni raksasa hijau ini! Tetapi, apa yang bisa kulakukan lagi selain tetap berada di sini dan tentunya harus meladeninya lagi?" Habis membatin demikian, sambil garukgaruk kepalanya yang tidak gatal, pemuda yang di lehernya melilit kain bercorak catur ini nyengir.
Lalu berkata, "Kau ini ngomong apa sih" Kok, tidak tahu juntrungannya! Apa kau tidak bisa bicara yang lebih jelas sedikit?" Dengan wajah tetap kaku, Kala Ijo sejenak pandangi anak muda yang masih nyengir itu. Lalu dia buka mulut lagi, "Anak muda! Aku tahu siapa orang yang kucari, dan ternyata kau adanya! Jadi sekarang, jangan coba-coba memuslihatiku lagi!"
"Kampret! Benar-benar jadi berabe nih!" Andika merutuk dalam hati. Lalu berkata, "Iya deh, aku mengaku! Memang aku kok orang yang berjuluk Pendekar Slebor!" Menyusul dia mendengus, "Bah! Slebor! Kok enak saja orang menjulukiku slebor! Apa tidak ada kata yang bagusan lagi"!"
"Ya, engkaulah Pendekar Slebor!" sahut Kala Ijo puas, namun paras wajahnya tetap tidak berubah.
"Kalau kau sudah tahu aku orang yang kau cari, ya sudah! Permisi deh!" Lalu dengan enaknya, anak muda urakan ini berbalik dan melangkah. Namun mendadak saja dia membuang tubuh ke samping kanan disertai makian, "Gajah bau!!" Segera dia berbalik disertai rutukannya sewot, "Apa-apaan sih kau ini" Kalau mau menyerang bilang-bilang dong" Lagian, apa sih maumu" Kan kau sudah tahu aku orang yang kau cari! Kalau sudah tahu, ya sudah! Main serang saja! Dasar tidak tahu aturan!!" Kala Ijo yang tadi gerakkan tangan kanannya untuk menahan langkah Andika, tetap berdiri tegak. Parasnya tetap tak berubah. Sepasang matanya tetap tak berkedip. Wajahnya semakin nampak kaku.
"Keadaan sangat genting. Bulan purnama akan muncul dalam beberapa hari lagi! Bila belum menuntaskan urusan, maka Rantai Naga Siluman akan mencelat keluar dan membuat rimba persilatan akan kacau! Tak seorang pun yang dapat kendalikan Rantai Naga Siluman bila belum didapatkan sebelum pada waktunya, atau tepat pada waktunya!" Mendengar ucapan orang, Andika menindih rasa jengkelnya, Dia memandang tak berkedip pada raksasa hijau itu.
"Menilik ucapannya, nampaknya dia tahu tentang Rantai Naga Siluman. Tetapi waktu itu, dia berkehendak untuk mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari. Apa ini bukan hanya sekadar kata-kata dusta saja?" Sebelum Andika membuka mulut, Kala Ijo sudah berkata lagi, "Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiranmu! Tetapi, aku minta dengan sangat kau mau mengatakan tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari!"
"Nah! Mulai lagi tuh! Dasar otak udang!" Habis memaki dalam hati, Andika berkata, "Kalau aku tidak mau mengatakan Rahasia Sebelas Jari, apa yang akan kau lakukan" Berjoget ria di hadapanku?" Paras Kala Ijo semakin kaku. Lalu suaranya yang besar terdengar lagi, kali ini lebih dingin, "Biasanya, aku tak menyukai bila ada orang yang menantangku! Tetapi kali ini, aku akan bersabar."
"Busyet! Dua kali dia berkata seperti itu! Pertama akan marah bila tahu dia didustai orang.
Kedua, bila ada yang menantangnya! Tetapi sikap yang diperlihatkannya justru semakin membuatku penasaran!" Kemudian Andika berkata, "Iya, iya! Kau memang termasuk orang yang sabar! Tetapi, maaf ya, aku tak bisa mengatakan tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari!"
"Sekali lagi kukatakan, aku tak tahu apa yang kau pikirkan! Tetapi dari ucapanmu barusan, jelas kau coba untuk tutupi semua yang ada! Baiklah! Aku sendiri tidak terlalu merasa ingin tahu tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari yang dikatakan Eyang Mega Tantra kepadamu! Sekarang, akan kuceritakan tentang Rantai Naga Siluman! Karena, aku mencarimu, untuk menceritakan tentang rantai sakti itu!" Wajah Andika nampak berubah. Kepalanya sedikit ditegakkan. Corong matanya tak berkedip pada Kala Ijo. '"Kepalaku makin jadi puyeng memikirkan apa maunya orang ini! Dia bersikap benar-benar aneh! Kalau sebelumnya begitu ngotot untuk mencariku dan mengetahui tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari, kali ini dia nampak bersikap tenang! Lantas, apa maksudnya hendak mengatakan tentang Rantai Naga Siluman" Siapa dia sebenarnya?" Banyak pikiran yang melintas di benak anak muda ini. Namun karena ingin tahu kelanjutan dari sikap Kala Ijo, dia berkata, "Terus terang, aku tak paham maksudmu"
"Kau tak perlu memahaminya, kau hanya kuminta untuk mendengarkan ucapanku!" Dengan berlagak acuh, Andika berkata, "Silakan deh!" Kala Ijo sejenak palingkan pandangan pada sebelah kirinya. Menembus ke kejauhan. Sambil melangkah dua tindak ke depan lamat-lamat dia berkata, "Mungkin... kau akan merasa heran atau boleh dikatakan tidak percaya, kalau aku adalah turunan terakhir dari orang yang berhubungan dengan Rantai Naga Siluman. Seluruh keluarga yang kumiliki, semuanya bertubuh besar dan berkulit hijau." Kembali dia terdiam. Lalu berkata, "Rantai Naga Siluman adalah sebuah benda pusaka yang dimiliki oleh leluhurku yang mendapatkan sebutan, Raja Seluruh Kala. Sebelum rimba persilatan menjadi sedemikian rupa, leluhurku adalah orang yang ditakuti siapa pun juga. Karena selain memiliki kesaktian yang tinggi, dia juga memiliki sebuah senjata sakti yang dikenal dengan sebutan Rantai Naga Siluman. Tak ada yang berani mengusik keluargaku hingga turunannya yang terakhir. Namun sesuatu yang mengerikan justru terjadi dari dalam." Kala Ijo terdiam lagi. Sepasang matanya yang biasanya tak berkedip, kali ini mengerjapngerjap seperti ada pikiran yang mengganggunya. Setelah terdengar desahannya, dia berucap, "Seorang pamanku berniat untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman. Dan niatan itu baru terlaksana setelah matinya leluhurku. Dia mengatakan, kalau leluhurku memberikan hak waris Rantai Naga Siluman padanya. Kami semua tak ada yang berani membantah, karena wasiat yang diberikan leluhur sangat kami junjung tinggi meskipun sesungguhnya ada perasaan curiga akan wasiat yang diturunkan kepada pamanku itu. Selain dikenal sebagai orang yang berangasan, pamanku juga seorang yang sangat kejam. Dan di bawah perintahnya, keluarga besar Kala menjadi porak poranda.
Lantas terjadilah satu kudeta dari dalam sendiri. Beberapa orang pamanku yang lain bergabung untuk menghentikan kekejaman pamanku yang telah mendapatkan Rantai Naga Siluman itu. Namun tak ada yang berhasil melakukannya, bahkan beberapa orang mati karena kesaktian Rantai Naga Siluman.
Namun kejadian itu tidak membuat paman-pamanku yang lain menjadi jera. Mereka tetap menyusun rencana untuk mengalahkan pamanku yang kejam itu.
Hingga suatu ketika, tatkala diadakan pesta besar, salah seorang pamanku berhasil mencampuri racun pada arak pamanku yang kejam itu. Dia memang tak segera mati karena memiliki kesaktian tinggi. Namun karena dikeroyok akhirnya dia tewas. Dan yang sangat mengerikan, karena melempar Rantai Naga Siluman entah ke mana. Bahkan dia telah keluarkan satu ucapan rahasia yang berhubungan dengan Rahasia Sebelas Jari dan berkaitan dengan cara mendapatkan Rantai Naga Siluman..." Kala Ijo menarik napas panjang.
Andika yang kian tertarik mendengar penuturan Kala Ijo, ajukan tanya, "Dan kau tidak tahu tentang isi dari ucapan rahasia itu?"
"Aku adalah keturunan terakhir. Semua itu diceritakan oleh salah seorang pamanku yang akhirnya meninggal dunia karena sakit. Biar kuselesaikan dulu ceritaku. Selain mengucapkan kata rahasia itu, pamanku yang kejam mengatakan, bila tak ada yang berhasil mendapatkan Rantai Naga Siluman selama lima ratus tiga puluh dua purnama, maka senjata itu akan muncul ke dunia. Bukan hanya akan mengacaukan kehidupan keluarga kala, tetapi juga mengacaukan rimba persilatan."
"Busyet! Mengapa bisa begitu?" Kala Ijo arahkan pandangannya pada Andika. Setelah mendesah dia berucap, "Karena, Rantai Naga Siluman memiliki kesaktian sendiri.
Dia seolah dapat digerakkan oleh satu tenaga sakti untuk mengacaukan apa saja yang diinginkan, padahal tidak. Karena dia dapat bergerak sendiri."
"Wah! Mengerikan sekali!"
"Sangat mengerikan. Dan terhitung dari sekian purnama yang diucapkan oleh pamanku yang kejam itu sebelum ajalnya, purnama bulan ini adalah purnama yang kelima ratus tiga puluh dua. Berarti, bila tak ada yang berhasil mendapatkan, maka ucapan yang sekaligus kutukan itu akan terjadi." Andika menahan napas karena tegang.
Lamat-lamat dihembuskan napasnya.
"Benar-benar sesuatu yang baru kudengar, Dan begitu mengerikan. Tetapi, bagaimana ceritanya Eyang Mega Tantra bisa tahu semua ini" Bukankah ini rahasia keluarga Kala?" Seperti mengetahui apa yang ada dalam pikiran Andika, Kala Ijo berkata, "Dan satu hal lagi yang patut kau ketahui, sebelum ajalnya, pamanku yang kejam itu juga mengatakan, kalau seorang anak manusia akan mengetahui di mana Rantai Naga Siluman berada. Namun dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Kendati demikian, aku telah berusaha menemukan anak manusia itu yang kemudian kuketahui bernama Eyang Mega Tantra. Maksudku mencarinya, untuk mengetahui tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari. Paling tidak, aku dapat berusaha memecahkan sekaligus mendapatkan kembali Rantai Naga Siluman sebelum urusan menjadi membentang lebar." Di seberang nampak Andika menganggukanggukkan kepala.
"Mungkin ini mengapa Eyang Mega Tantra mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari. Dan setelah mendengar ceritanya, apakah aku lantas harus mengatakan tentang isi Rahasia Sebelas Jari" Karena bisa saja dia berdusta padaku dengan menceritakan sesuatu yang omong kosong belaka. Busyet! Jadi fusing nih!" Sesaat tak ada yang keluarkan suara. Kala Ijo nampak masih terbawa arus ingatannya sendiri. Sedangkan Andika berpikir lagi, "Tetapi tak ada salahnya bila kukatakan tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari. Biar bagaimanapun juga, purnama bulan ini sudah dekat sementara aku belum berhasil mendapatkan memecahkan Rahasia Sebelas Jari secara pasti. Tetapi, apa ini tidak akan mencelakakanku sendiri?" Sebelum Andika memutuskan mengatakan atau tidak isi dari Rahasia Sebelas Jari, Kala Ijo sudah berkata, "Anak muda... aku yakin kau meragukan ucapanku. Tetapi kali ini, perasaanku sudah lega karena telah mengatakan tentang rahasia yang bertahun-tahun kupendam ini. Dan sekarang, aku berharap pada dirimu, agar kau berhasil mendapatkan Rantai Naga Siluman sebelum purnama mendatang tiba." Andika segera mengangkat kepalanya.
"Wah! Jadi tidak enak nih!" desisnya dalam hati. Lalu katanya sambil nyengir, "Kala Ijo! Aku tidak tahu apakah aku dapat mempercayai ucapanmu atau tidak. Tetapi kendati demikian, aku akan menga...." Kala Ijo menggeleng-gelengkan kepalanya, yang seolah isyarat bagi Andika untuk menghentikan ucapannya.
"Tak perlu kau katakan padaku. Hanya kuminta, kau mau melakukan apa yang kuharapkan tadi." Tak tahu harus berbuat apa, Andika yang menjadi tidak enak, cuma terdiam.
Lamat-lamat terlihat Kala Ijo menghela napas panjang. Wajah kakunya nampak agak beru- bah. Lantas, tanpa berucap sepatah kata lagi, orang bertubuh tinggi besar berkulit hijau itu sudah melangkah meninggalkan Andika. Debuk! Debuk! Setiap kali kakinya terangkat dan memijak tanah lagi, terdengar suara yang keras dan tanah agak bergetar. Karena tak tahu harus berkata apa, Pendekar Slebor hanya termangu di tempatnya.
Sampai sosok Kala Ijo menghilang dia masih terdiam.
Setelah itu barulah dia mendesah, "Urusan memang makin membentang panjang. Rantai Naga Siluman, merupakan sebuah senjata sakti yang sangat mengerikan. Dia memiliki kekuatan sendiri tanpa harus digerakkan oleh siapa pun juga. Tetapi, apakah dapat kupercaya cerita Kala Ijo" Apakah tidak mungkin kalau dia coba mengelabuiku" Hanya saja, sikapnya tadi, tidak memaksaku untuk mengatakan tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari. Buju buneng! Makin jadi puyeng kepalaku!!" Sejenak anak muda ini geleng-gelengkan kepala. Dan sebelum dia lakukan tindakan apaapa, terdengar suara yang cukup keras, "Alung Gaganda! Bukankah terbukti ucapanku kalau pemuda setan itu selamat dari tangan Iblis Kelabang"!"
"Kau benar, Agung Gaganda! Kini tiba saatnya untuk mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari dan mengkerat tubuhnya hingga sekecilkecilnya sebelum banyak orang yang datang ke sini!" Serta-merta Andika palingkan kepala ke kanan. Kejap itu pula kakinya surut satu tindak ke belakang melihat dua bayangan abu-abu muncul di hadapannya. Yang sekarang berdiri dengan sepasang kaki agak dibuka dan tatapan mencorong ganas.
Di tempatnya, untuk sejenak Andika arahkan pandangan bergantian pada dua orang yang baru muncul itu.
"Busyet! Jadi dia kembar"! Tetapi, yang mana yang pernah bertarung denganku sebelumnya"!"

****



«=# [ 6 ] #=»

Pada saat yang bersamaan, satu sosok tubuh berpakaian semerah darah hentikan larinya di sebuah jalan setapak. Diedarkan pandangan ke seantero tempat. Yang nampak hanyalah jajaran pepohonan tinggi dan ranggasan semak belukar setinggi dada. Sejenak perempuan berambut putih yang dikelabang ini atur napasnya. Dadanya yang tipis rata nampak turun naik. Sebuah kalung kelabang bergerak mengikuti aturan napasnya.
"Terkutuk! Selain memiliki kesaktian yang patut dikagumi, Pendekar Slebor juga memiliki kecerdikan yang luar biasa! Bila saja dia tidak melarikan diri saat bentrok denganku, dapat kupastikan tugas yang diberikan Kiai Alas Ireng selesai kujalankan! Tetapi masih untung aku dapat mengetahui isi dari Rahasia Sebelas Jari!" Sejenak perempuan berambut putih dikelabang ini terdiam. Sepasang matanya memandang ke kejauhan.
"Waktu sepuluh hari yang kujanjikan pada Kiai Alas Ireng untuk mengetahui isi Rahasia Sebelas Jari dan membunuh Pendekar Slebor, tinggal tiga hari lagi. Aku harus secepatnya menuntaskan tugas yang diberikannya. Bila gagal, dapat kupastikan kalau dia akan marah besar. Sesungguhnya, aku dapat mengalahkannya.
Tetapi, dia masih menanam budi yang harus segera kucabut dengan jalankan seluruh perintahnya. Setelah itu aku dapat meninggalkannya tanpa silang sengketa." Perempuan yang bukan lain Iblis Kelabang adanya ini, tarik napas pendek. Perasaannya mendadak tidak tenang bila dia belum berhasil membunuh Pendekar Slebor. Padahal beberapa hari lalu, dia hampir berhasil membunuh Pendekar Slebor. Tetapi pemuda itu telah keburu meninggalkannya di saat pandangannya tertutup muncratan tanah (Silakan baca "Rahasia Sebelas Jari"). Dan setelah mencoba mencari ke mana perginya Pendekar Slebor, perempuan ini gagal menemukan di mana anak muda urakan itu berada.
Mendadak saja keterdiaman Iblis Kelabang diusik oleh satu gerakan. Pendengarannya yang tajam menangkap gerakan yang berkelebat ke arahnya. Seketika dia putar tubuh untuk lihat siapa adanya orang. Begitu orang yang berkelebat nampak sosoknya, paras Iblis Kelabang berubah tegang. Bahkan tanpa sadar dia surut satu tindak ke belakang.
"Celaka! Sebelum waktunya aku telah berjumpa dengan lelaki ini kembali! Tetapi, aku tak perlu panik. Bukankah waktu yang kujanjikan selama sepuluh hari" Lagi pula, aku sudah mengetahui tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari." Dengan tindih rasa tegangnya, Iblis Kelabang menunggu kehadiran orang yang telah dilihat kelebatannya.
Orang yang berkelebat itu segera hentikan langkah begitu melihat sosok perempuan berpakaian panjang semerah darah. Di tangan kanan orang berjubah hitam ini tergolek satu sosok tubuh berpakaian biru muda.
Orang yang tak lain Kiai Alas Ireng ini langsung buka mulut, "Kulihat dari kejauhan kau sejak tadi berada di sini! Apakah kau memang menunggu kedatanganku?" Iblis Kelabang untuk sesaat tenangkan dulu gemuruh hatinya. Setelah itu dia berucap, "Kalau boleh dikatakan menunggu, aku memang menunggu setelah melihat kelebatan tubuhmu, Kiai Alas Ireng."
"Apakah sikap menunggumu ini sehubungan dengan tugas yang kuberikan?"
"Bila memang boleh dikatakan demikian, memang ada hubungannya."
"Jangan berbelit-belit!!" hardik Kiai Alas Ireng. Kendati memiliki ilmu lebih tinggi dari Kiai Alas Ireng, Iblis Kelabang yang pernah diselamatkan lelaki berjubah hitam itu saat bertarung dengan Panembahan Agung, justru tundukkan kepalanya. Melihat sikap si perempuan, Kiai Alas Ireng mendengus. Dia telah dapat menebak apa yang tersirat di benak Iblis Kelabang.
Kemudian katanya geram, "Karena kau menjanjikan waktu sepuluh hari dan sekarang belum waktunya, maka kau kubebaskan dari kematian!!" Masih tundukkan kepala Iblis Kelabang berkata, "Salah satu tugas yang kau berikan telah kuketahui." Sepasang mata lelaki berjubah hitam yang sipit itu, nampak agak terbuka. Sejenak dia tak bersuara, hanya pandangi Iblis Kelabang saja.
"Katakan!" Masih tetap tundukkan kepala dan suara menghormat, perempuan yang selalu meninggikan balas budi dan tak peduli apakah dia harus membalasnya dengan cara melakukan kebaikan atau kejahatan ini berkata, "Rahasia Sebelas Jari telah kuketahui dari mulut Pendekar Slebor sendiri. Tetapi sayang, aku gagal membunuhnya!"
"Peduli setan! Katakan sekarang!"
"Rahasia Sebelas Jari yang kudengar dari Pendekar Slebor berisi: ada orang yang jari tangannya berjumlah sebelas, lalu jari kakinya berjumlah sebelas. Bila dijumlahkan menjadi dua puluh dua jari. Di antara jari-jari itu adalah dua yang palsu." Terdiam Kiai Alas Ireng mendengar ucapan Iblis Kelabang. Lalu katanya bersemangat, "Katakan sekali lagi." Tetap dengan kepala tertunduk, Iblis Kelabang mengulangi lagi apa yang barusan dikatakannya. Nampak kepala Kiai Alas Ireng mengangguk-angguk. Ada senyuman puas dibibirnya.
Namun hanya sesaat. Karena di saat lain senyuman itu putus. Kemudian dia berkata agak keras, "Aku ingin kau membunuh Pendekar Slebor!!" Kali ini perlahan-lahan Iblis Kelabang angkat kepalanya.
"Aku telah berhutang budi padamu, Kiai Alas Ireng. Apa pun yang kau perintahkan, akan kulaksanakan sepenuh hatiku!"
"Bagus! Sekarang menyingkir dari sini!"
"Aku hendak bertanya, siapakah gadis yang nampak dalam keadaan tertotok itu?" Kiai Alas Ireng mendengar pertanyaan orang. Namun dia membuka mulut juga, menceritakan siapa si gadis yang tak lain Gadis Kayangan adanya.
"Setahuku, gadis ini ada hubungannya dengan Pendekar Slebor! Sekarang kutambahkan tugasmu! Beritakan tentang Gadis Kayangan yang ada padaku ini, hingga Pendekar Slebor akan muncul untuk mencarinya!! Katakan pula, kalau dia harus menukarkan nyawanya dengan Rantai Naga Siluman! Kutunggu dia di Lembah Kalisura!!" Patuh Iblis Kelabang menganggukkan kepala. Dilihatnya bagaimana wajah lelaki bermata sipit itu demikian cerah. Sedikit banyaknya, Iblis Kelabang merasa telah membalas sebagian budi yang telah ditanamkan pada Kiai Alas Ireng.
Bila saja waktu itu Kiai Alas Ireng tidak muncul menyambar dan membawanya lari, mungkin dia telah tewas di tangan Panembahan Agung. Dan Iblis Kelabang tetap akan menuntaskan dendam lamanya pada Panembahan Agung. Dia juga telah mendengar tentang munculnya Dewa Lautan Timur yang mendendam pada Panembahan Agung. Didengarnya pula kalau Dewa Lautan Timur menderita kegagalan (Untuk mengetahui siapa Dewa Lautan Timur silakan baca episode: "Pedang Buntung" hingga "Tabir Pulau Hitam"). Namun hingga saat ini, Iblis Kelabang belum mau turuti dendamnya untuk membunuh Panembahan Agung. Bila dia sudah tuntaskan segala budi yang ditanam Kiai Alas Ireng, barulah dia akan turuti dendamnya.
Di seberang, Kiai Alas Ireng nampak tolehkan kepala pada Gadis Kayangan yang berada dalam tentengan tangan kanannya.
"Hem... setelah kudapatkan gadis ini, dia telah siuman dari pingsannya. Totokan yang dilakukan mungkin oleh si Kembar Parang Maut atau Sangga Rantek atau Iblis Rambut Emas, telah kubuka. Dan dia telah kutotok dengan totokanku sendiri. Gadis ini akan kujadikan sandera yang berarti. Dan nampaknya... aku akan mendapatkan satu permainan yang sangat menarik. Permainan yang tak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Biar bagaimanapun juga, akan kupecahkan Rahasia Sebelas Jari yang barusan diperdengarkan Iblis Kelabang. Rantai Naga Siluman harus kudapatkan! Aku telah merencanakan sesuatu yang akan menggemparkan rimba persilatan bila Rantai Naga Siluman berada di tanganku!" Habis membatin demikian, Kiai Alas Ireng angkat kepalanya. Menyipit dia memandang Iblis Kelabang.
"Apa lagi yang kau tunggu di sini, hah"! Apakah kau ingin kutempeleng"!" Mendengar ucapan yang dapat membangkitkan kemarahan orang secara seketika, Iblis Kelabang tetap bersikap hormat. Dia rangkapkan dulu kedua tangannya di depan dada, sebelum melangkah meninggalkan tempat itu.
Sepeninggal Iblis Kelabang, Kiai Alas Ireng mendengus geram.
"Sebentar lagi, semua yang kurencanakan akan tercapai! Beruntung aku punya kaki tangan seperti Iblis Kelabang!" Habis membatin demikian, tangan kirinya mencolek pipi Gadis Kayangan. Si pemilik pipi itu melotot gusar, namun tak dapat gerakkan tubuh maupun keluarkan suara.
Melihat sikap Gadis Kayangan, Kiai Alas Ireng tertawa lebar.
"Tak ada gunanya kau bersikap penuh amarah denganku, Anak Manis. Kau adalah jaminan yang diinginkan siapa pun untuk memancing Pendekar Slebor! Bila Pendekar Slebor masih ingin melihat kau hidup tanpa kurang suatu apa, dia harus berhasil mendapatkan Rantai Naga Siluman! Karena kau akan kutukarkan dengan Rantai Naga Siluman!!" Kembali terbuka mulut lelaki berjubah hitam ini perdengarkan tawa yang kencang.
Sekali dia hempos tubuh, sosoknya sudah melesat cepat.
Di dalam tentengan tangan kanannya, Gadis Kayangan yang dalam keadaan tertotok membatin resah. Dia sadar apa yang akan terjadi. Disesalinya mengapa dia harus merajuk di saat Pendekar Slebor menggodanya.
Tetapi tatkala ingatannya dibawa mengenang Pendekar Slebor, murid mendiang Pemimpin Agung ini sesaat merasa tenang. Dia seakan merasa Pendekar Slebor telah berada di sisinya, kembali melontarkan setiap gurauannya yang mau tak mau memancing senyuman atau tawa.
Sedikit banyaknya dia yakin Pendekar Slebor akan datang menolongnya.
Namun yang menjadi pertanyaannya, sanggupkah pemuda urakan yang diam-diam dicintainya itu menolongnya"

****



«=# [ 7 ] #=»

Kembali ke tempat di mana Pendekar Slebor berada, nampak anak muda urakan itu sedang garuk-garuk kepalanya sambil memandang dua orang lelaki berpakaian abu-abu panjang. Paras masing-masing orang tak berbeda satu sama lain. Di pinggang keduanya terdapat sebuah parang besar. Rambut mereka dikepang dua. Untuk sejenak tak ada yang perdengarkan suara. Dua orang yang baru muncul itu bukan lain adalah si Kembar Parang Maut. Agung Gaganda yang terdapat bekas luka pada lengan kanannya namun tertutup pakaian panjangnya, berdiri di sebelah kiri. Pandangannya menyiratkan kebencian yang luar biasa.
Sedangkan adik kembarnya si Alung Gaganda memandang dengan penuh kesiagaan. Dia memang belum pernah berjumpa dengan Pendekar Slebor. Lain halnya dengan Agung Gaganda yang pernah bertarung dengan Pendekar Slebor, harus lari sipat kucing tatkala muncul Iblis Kelabang.
Suasana sunyi itu dipecahkan oleh suara kertakkan rahang, menyusul suara Agung Gaganda, "Tak ada lagi yang mengganggu urusanku sekarang! Bila kau masih ingin selamat, katakan tentang isi Rahasia Sebelas Jari!" Andika yang sebenarnya bermaksud untuk melacak jejak Gadis Kayangan, terdiam. Sekejap dia hanya angkat sepasang alisnya saja. Kejap berikut nampak keningnya berkerut, tanda dia memikirkan sesuatu.
"Hem... tak kusangka kalau Agung Gaganda memiliki saudara kembar. Dengan begitu, jumlah orang yang terlihat dalam urusan ini adalah sebelas orang! Bukan sepuluh! Dan nampaknya dua kepribadian yang dimiliki oleh Manusia Sepuluh Siluman, bukanlah rahasia di balik sebelas jari. Semuanya sudah tepat. Sebelas jari. Sebelas orang. Satu jari adalah titik kemuliaan. Berarti, bukan Manusia Sepuluh Siluman yang jadi titik.
Mungkin di antara kesebelas orang itu memiliki jiwa mulia. Tetapi yang mana" Dan apakah...."
"Agung Gaganda! Apakah kau akan berdiam diri sementara dia tetap menutup mulut"!" sentak Alung Gaganda memecah kesunyian, sekaligus memutus kata batin Pendekar Slebor. Sepasang pelipis lelaki yang berwajah mirip dengan Agung Gaganda ini, bergerak-gerak sementara mulutnya sunggingkan seringaian melecehkan.
Mendengar ucapan adik kembarnya, Agung Gaganda maju dua tindak ke muka. Pandangannya lurus tak berkedip.
"Waktu yang kuberikan tak banyak! Cepat katakan tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari!!" Bukannya sahuti ucapan orang, anak muda urakan itu nyengir. Diam-diam dia teruskan jalan pikirannya, "Melihat kemunculan Agung Gaganda yang baru kuketahui bersaudara kembar ini, keyakinanku tentang rahasia sebelas jari sebelumnya, jadi agak goyah. Tak ada orang yang memiliki dua kepribadian kalau begitu. Akan kucoba sekarang untuk mengarahkan pikiran pada kesimpulan kedua. Sebelas jari itu berarti, sebelas orang. Dan salah seorang dari sebelas orang adalah yang dimaksud dengan titik kemuliaan.
Tetapi, siapa orang yang dituju pada kata titik kemuliaan" Apakah Kala Ijo, mengingat cerita tentang dirinya yang nampaknya berhubungan erat dengan Rantai Naga Siluman?" Di seberang, Agung Gaganda kertakkan rahangnya. Lelaki ini telah murka karena dua kali ucapannya tidak dianggap. Dia melirik pada Alung Gaganda. Lalu nampak kepalanya dianggukkan yang disambut dengan anggukan pula oleh Alung Gaganda.
Kejap itu pula, secara bersamaan masingmasing orang sudah mencelat ke depan.
Tidak tanggung lagi, parang besar yang merupakan senjata masing-masing orang, sudah dikiblatkan. Wuuttt! Wuuttt!, Kibasan kedua parang itu perdengarkan suara membeset yang menggidikkan.
Di tempatnya, pikiran Andika langsung terputus. Segera anak muda ini dongakkan kepala, menyusul dia membuang tubuh ke belakang.
"Wah! Bilang-bilang dong kalau mau menyerang!" makinya keras. Dalam hati dia merutuk, "Aku seakan berada dalam lingkaran orangorang terkutuk yang selalu meninggikan kejahatan yang mereka lakukan! Huh! Waktu yang kumiliki terasa kian sempit. Purnama sudah mendekat, sementara aku belum tahu keadaan Gadis Kayangan!!" Dua parang besar itu kembali digerakkan, bersamaan tangan kiri masing-masing pemilik parang dorong tangan ke depan.
Dua gelombang angin yang menderu secara bersamaan, lebih dulu menggebrak, menyeret tanah dan rerumputan. Membuat Andika berseru kaget dan terburu-buru liukkan tubuh.
Namun belum lagi dia hinggap di tanah dengan sempurna, bersamaan terdengar suara berdebur, dua parang besar itu telah siap bacok kepalanya!
"Monyet karbitan!" Bersamaan makian yang diperdengarkannya, Andika justru merangsek ke depan.
Tangan kanan kirinya dipalangkan ke atas. Karena tubuhnya telah merangsek maju, makanya yang ditahan bukanlah kedua parang itu. Melainkan pergelangan tangan kanan masing-masing penyerangnya.
Buk! Buk! Namun yang mengejutkan, justru Andika yang surut ke belakang dengan pergelangan tangan yang terasa disengat kalajengking. Belum lagi dia sadar sepenuhnya, si Kembar Parang Maut sudah menderu dengan cara melompat setengah lingkaran. Agung Gaganda masuk dari arah kanan seraya kibaskan parang besarnya, sementara adik kembarnya berkelebat dari arah kiri.
Jurus yang diperlihatkan si Kembar Parang Maut, memang jurus perpaduan. Bila hanya dilakukan oleh seorang saja di antara mereka, hasil- nya tak terlalu mengerikan. Namun karena memang jurus itu harus dilakukan oleh dua orang, akibatnya benar-benar mengerikan.
Dalam keadaan terkurung seperti itu, paras Andika berubah. Kejap itu pula dialirkan tenaga 'Inti Petir'.
Disusul dengan menyentakkan tangan kanan kirinya ke atas, dilakukan setelah maju dengan cepat sejauh tiga langkah.
Terdengar suara salakan petir secara bersamaan tatkala tangan kanan kirinya disentakkan. Melihat si pemuda lakukan satu serangan yang nampak berbahaya, si Kembar Parang Maut justru lipatgandakan tenaga dalamnya.
Akan tetapi mereka kecele, karena sentakan tangan kanan kiri Andika bukan dimaksudkan untuk memapaki, melainkan hanya memancing belaka.
Karena begitu tangan kanan kirinya diangkat, si Kembar Parang Maut hanya mengkonsentrasikan serangan pada kibasan parang masingmasing. Hingga bagian perutnya terbuka.
Dan itulah yang dilakukan oleh Andika.
Dengan gerakan yang luar biasa cepat, dia justru liukkan tubuh ke belakang lagi.
Wuutt! Wuuttt! Dua parang besar lawan hanya menerkam angin belaka. Bersamaan dengan itu, Andika sudah mendorong masuk jotosannya.
Menyusul suara salakan petir menggema....
Buk! Buk! Dua jotosannya telak menghantam perut dua lelaki berpakaian abu-abu panjang. Kontan masing-masing orang terjengkang ke belakang dengan teriakan cukup keras.
Agung Gaganda yang pernah bertarung dengan Pendekar Slebor dan tahu bagaimana kesaktian yang dimiliki anak muda itu, hanya meringis kecil saat berdiri tegak kembali. Karena, dia telah alirkan tenaga dalam pada perutnya di saat telah masuk ke kancah pertarungan. Namun parasnya meradang murka.
Sementara itu, Alung Gaganda yang sejak bertarung tadi menganggap ringan anak muda berpakaian hijau pupus itu, tidak menamengkan dirinya terlebih dulu. Maka akibatnya, dia langsung melengak. Disusul darah segar muncrat dari mulutnya. Melihat keadaan yang menimpa adik kembarnya, kemarahan Agung Gaganda makin meradang tinggi.
"Jahanam keparat! Seharusnya aku dan Alung Gaganda tak dapat dipecundangi dengan mudah seperti ini! Tapi, pemuda setan itu menyerang bukan hanya mengandalkan ilmu yang dimilikinya saja, tetapi juga kecerdikan yang tinggi! Dia bergerak seperti menanti sela yang dapat dipakai untuk lancarkan serangan! Terkutuk! Dia tetap bungkam! Dan itu berarti harus mampus!" Habis membatin demikian, setelah kertakkan rahangnya kuat-kuat, serta-merta dia sudah menderu maju kembali. Tangan kirinya digerakkan ke atas ke bawah menyusul disentakkan ke depan. Kesiuran angin angker lebih dulu menggebrak sebelum jotosannya itu mencari sasaran.
Andika yang merasa tak perlu meladeni si Kembar Parang Maut, membuang tubuh ke samping, disusul sentakkan tangan kanannya. Suara laksana salakan petir terdengar keras sebelum tangan kanannya berbenturan dengan tangan kiri Agung Gaganda. Dess! Kontan masing-masing orang surut tiga tindak ke belakang. Agung Gaganda yang sudah dilanda kemarahan tinggi, sudah mencelat lagi begitu tubuhnya berdiri tegak. Dia ulangi lagi serangan serupa. Namun kali ini parang besarnya sudah diayunkan. Kalaupun dia tak lakukan serangan sebelumnya dengan kibaskan parang besarnya lagi, ini dikarenakan dia harus alirkan tenaga dalam pada tangan kanannya. Wuussss!! Serta-merta menggebrak gelombang angin yang menyeret tanah dan rerumputan ke arah Pendekar Slebor.
Anak muda tampan urakan ini mendengus, begitu menyadari kalau Agung Gaganda benarbenar berjibaku. Dia coba untuk hindari gelombang angin ganas itu, namun dia pun harus menghadapi sabetan parang Agung Gaganda.
Tak ada jalan lain yang dapat dilakukan Andika selain merangsek maju. Dia lebih dulu sapukan kaki kanannya. Dengan cara seperti itu, secara tak langsung dia telah hindari gelombang angin yang dilepaskan Agung Gaganda. Dan sapuan kaki kanannya yang menyeret tanah, membuat Agung Gaganda mau tak mau melompat. Secara tidak langsung, dia terpaksa mengurungkan ayunan parang besarnya! Selagi lelaki itu melompat, Andika mencelat ke depan. Jotosan tangan kanannya dilepaskan.
Desss!! Untuk kedua kalinya Agung Gaganda terhantam telak jotosan yang mengandung tenaga 'Inti Petir'. Tapi kali ini, karena Andika sudah alirkan tenaga 'Inti Petir' tingkat ketujuh, mau tak mau Agung Gaganda terhuyung ke belakang. Dalam keadaan terhuyung nampak sepasang pipinya menggembung. Bersamaan dia tak mampu kuasai keseimbangan, dia muntah darah.
Alung Gaganda yang masih merasa kesakitan, cepat bergerak untuk menangkap sosok kakak kembarnya. Namun karena keadaannya sendiri belum pulih benar, mau tak mau dia pun terhuyung dan ambruk bersamaan.
Melihat hal itu, Andika yang tak lagi lancarkan serangan, cuma nyengir.
Selorohan urakannya kontan terdengar, "Wah! Pada main gendong-gendongan ya" Kalau diperkenankan sih, aku juga mau ikutan!!" Merasa terhina akan ucapan orang, Agung Gaganda tak lagi hiraukan keadaannya. Segera dia bangkit dengan kepala disentakkan keraskeras ke kanan kiri. Kejap itu pula dia sudah merangsek ganas. Teriakannya mengguntur. Alung Gaganda sendiri sudah bergerak pula menyusul.
Namun dua gebrakan yang dilakukan masing-masing orang, tak membawa hasil yang berarti bagi Pendekar Slebor. Karena Pendekar Slebor dengan mudah menghindarinya. Bila saja pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini ingin turunkan tangan telengas, maka dengan mudah akan dilakukannya.
Akan tetapi dia hanya menghindar saja tanpa membalas. Lama kelamaan, sikap yang diperlihatkannya ini justru diartikan lain oleh si Kembar Parang Maut. Mereka menganggap anak muda itu sengaja mempermainkan, dan itu berarti menghina! Makin ganas masing-masing orang lancarkan serangan. Parang di tangan keduanya seakan memiliki satu tenaga hingga berkiblat ke mana saja Andika berada. Berulang kali suara membeset udara terdengar cukup keras.
"Busyet! Benar-benar tak tahu diuntung!" Andika memaki sewot dalam hati. Tetapi anak muda ini tetap tak lancarkan serangan balasan.
Dia justru berusaha mencari sela untuk meninggalkan pertarungan.
Karena dia berkeyakinan, bila dia balas menyerang, maka urusan akan makin berkembang panjang. Namun berusaha untuk meninggalkan pertarungan, nampaknya bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan.
"Kambing gundul! Manusia-manusia ini benar-benar tidak tahu malu! Huh! Apa aku harus menurunkan tangan telengas"!" maki anak muda ini makin dongkol.
Dan sebelum dia dapat tentukan saat yang tepat untuk meninggalkan si Kembar Parang Maut, mendadak saja menggebrak dua gelombang angin yang perdengarkan suara bergemuruh.
Kontan Pendekar Slebor surutkan langkah ke belakang. Namun yang menjadi sasaran dua gelombang angin itu bukanlah dirinya. Melainkan si Kembar Parang Maut.
Dua lelaki berpakaian abu-abu panjang yang hanya menujukan serangan pada Pendekar Slebor, seolah tak menyadari sambaran dua gelombang angin tadi. Maka tanpa ampun lagi, masing-masing orang telak terhantam gelombang ganas itu.
"Aaaakhhh!!" Terdengar jeritan secara bersamaan menyusul masing-masing orang tergontai-gontai ke belakang. Parang besar yang mereka pegang, terlepas ke dalam sungai yang hasilkan suara berdebur cukup keras.
Dan tubuh yang tergontai-gontai itu akhirnya ambruk ke tanah dengan cara seperti terpelanting. Sesaat nampak masing-masing orang berkejut-kejut disertai keluhan kesakitan.
Tiga tarikan napas berikutnya, gerakan tubuh tanpa sadar yang menandakan kesakitan dari si Kembar Parang Maut terhenti. Kepala masing-masing orang tergolek. Darah mengalir dari mulut dan hidung. Namun, nyawa mereka telah minggat dari tubuh. Di lain pihak, Pendekar Slebor yang tadi surutkan langkah dan sesungguhnya tidak mau melihat kematian terjadi di hadapannya, terkejut bukan alang kepalang. Karena tak menyangka kalau ada satu serangan yang membokong si Kembar Parang Maut, dia gagal menyelamatkan kedua orang kembar itu.
Hanya sekali lihat saja, dia yakin si Kembar Parang Maut telah tewas.
Perasaannya mendadak menjadi geram.
Dengan sorot mata tajam, dia berpaling ke samping kanan, dari mana datangnya gelombang angin yang mengerikan tadi.
Namun yang mengejutkan, tak ada tandatanda akan munculnya orang. Serentak pandangannya diedarkan. Hatinya mendadak terasa tak enak.
"Aneh! Siapa orang yang telah lancarkan serangan ganas itu" Kalau memang orang ini termasuk salah seorang yang ingin tahu tentang Rahasia Sebelas Jari, tentunya serangan akan dilancarkan kepadaku. Tetapi, mengapa kedua orang itu yang jadi sasaran" Apakah...." Terputus kata-kata Pendekar Slebor, tatkala terdengar suara dari belakangnya, "Sudah kukatakan aku tak ingin melihatnya lagi! Tetapi melihatnya lagi, bertanda dia tak indahkan apa yang pernah kukatakan!" Serentak Pendekar Slebor putar tubuh. Dipikirnya akan ada yang muncul, namun tak seorang pun yang kelihatan.
"Kampret! Siapa orang itu"! Tapi, suaranya seperti pernah kudengar!" desisnya.
Baru habis desisannya, satu sosok tubuh berpakaian panjang berwarna semerah darah, perlahan-lahan muncul dari balik ranggasan semak belukar. Paras orang yang baru muncul ini nampak dingin sekali. Pancaran matanya menyiratkan kematian yang akan diterima Pendekar Slebor. Rambutnya yang dikelabang bergerak di saat dia maju tiga langkah ke muka.
"Sekarang... kematian ada di tanganmu, Pendekar Slebor!" desis orang ini yang tak lain Iblis Kelabang adanya.
Sejenak Pendekar Slebor seperti tersedak.
"Busyet! Dia lagi! Urusan akan makin jadi panjang!" desisnya.
Di saat Pendekar Slebor mendesis dengan hati tidak tenang, di saat Iblis Kelabang memandang penuh kemuakan, mendadak terdengar suara dari samping kiri, "Kau boleh bicara seperti itu! Tetapi, aku juga menginginkan nyawanya!!"

****



«=# [ 8 ] #=»

Bukan hanya Pendekar Slebor yang palingkan kepala, perempuan berambut dikelabang itu pun lakukan hal yang sama. Berjarak delapan langkah dari keduanya, telah berdiri satu sosok tubuh dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Kepala orang yang tadi bicara ini agak terangkat, sepasang matanya tajam menusuk pada Pendekar Slebor. Sementara itu, Pendekar Slebor sendiri merutuk dalam hati, "Kampret bau! Kenapa dia lagi yang muncul" Busyet! Jadi kering nih tenggorokanku!" Orang yang baru datang perdengarkan dengusan.
"Kau ini, kau tak akan dapat lolos dari tanganku, Pendekar Slebor!" desisnya dingin. Lalu pandangannya dialihkan pada Iblis Kelabang.
"Perempuan berpakaian merah! Lebih baik menyingkir! Biarkan aku teruskan urusan dengan pemuda celaka itu!!" Mendengar ucapan yang bernada melecehkannya, sudah tentu Iblis Kelabang yang berniat membunuh Pendekar Slebor menjadi murka. Kontan dia putar tubuh.
Sejenak perempuan ini pandangi pemuda berpakaian biru gelap, yang saat ini sedang menyeringai.
"Jahanam! Gayanya membuat tanganku gatal untuk mengepruk kepalanya!" makinya dalam hati. Lalu berkata, "Orang muda! Aku juga punya urusan yang sama dengan pemuda setan itu! Bagaimana bila kau yang kuminta harus menyingkir"!" Pemuda yang di keningnya melingkar ikat kepala berwarna sama dengan pakaiannya, mendengus. Lamat-lamat tangannya yang dilipat di dada tadi diturunkan, kali ini berada di pinggangnya, yang melilit sebuah tali sebesar ibu jari.
"Dengarkan ucapanku! Jangan membuang nyawa sia-sia di hadapanku!!" Makin mengkelap Iblis Kelabang melihat sikap si pemuda.
"Katakan, siapa kau adanya"!"
"Panggil aku dengan julukan Manusia Sepuluh Siluman!!"
"Heem... julukannya cukup mengkederkan orang. Tapi sikapnya, membuatku tak tahan lagi untuk merobek mulutnya! Hanya sekarang, akan kubiarkan dia bertarung dengan Pendekar Slebor! Paling tidak, aku tak akan banyak membuang tenaga!" Memutuskan demikian, Iblis Kelabang palingkan kepalanya pada Pendekar Slebor.
"Urusan yang terjadi di antara kita, boleh ditunda sekarang! Tetapi nampaknya, pemuda yang mengaku berjuluk Manusia Sepuluh Siluman ini, akan membuat hidupmu akan berakhir sampai di sini!!" Sementara Pendekar Slebor mendengus, Manusia Sepuluh Siluman perlihatkan senyuman.
Secara tidak langsung, dia menganggap kalau perempuan berpakaian semerah darah itu jeri terhadapnya.
Lalu didengarnya lagi ucapan si perempuan pada Pendekar Slebor, "Kau mampus di tangannya, akan membuatku senang! Bila pun kau tidak mampus, kau harus tetap berhadapan denganku! Tetapi yang perlu kusampaikan, kau harus mempertahankan selembar nyawa busukmu darinya!!" Andika yang sebenarnya sudah jengkel, cuma menyahut ringan, "Heran deh! Kok kau begitu mengkhawatirkanku!" Sepasang mata Iblis Kelabang menyipit.
"Karena bila kau mampus, kau tak akan dapat menyelamatkan nyawa Gadis Kayangan!" Sampai surut satu tindak ke belakang Andika mendengar ucapan Iblis Kelabang.
Sesaat dia seperti kehilangan akal. Bahkan mulutnya terkatup rapat.
Melihat kalau pemuda urakan itu sedang cemas, Iblis Kelabang berkata lagi, "Nyawa Gadis Kayangan hanya dapat ditukar dengan Rantai Naga Siluman! Bila kau gagal mendapatkannya, maka gadis itu akan tewas secara mengerikan!!" Kendati saat ini Andika sedang terkejut, cemas sekaligus marah, namun dia masih dapat kendalikan diri untuk tidak perlihatkan sikap yang sesungguhnya.
Sambil nyengir dia berkata, "Kalau aku sudah mendapatkan Rantai Naga Siluman, di mana akan kutukarkan dengan Gadis Kayangan"!"
"Lembah Kalisura!" sahut Iblis Kelabang tegas. Lalu terlihat dia menyeringai.
Sambil gelengkan kepalanya dia berkata, "Tetapi aku tidak yakin kau dapat melakukannya, karena... nyawamu berada di ujung tanduk sekarang!"
"Maksudmu... aku akan kalah dengan Manusia Sepuluh Siluman" Wah! Lihat dulu dong!" Di lain pihak, Manusia Sepuluh Siluman yang tadi sudah bangga karena merasa yakin kalau perempuan berpakaian semerah darah itu ngeri terhadapnya, menggeram mendengar ucapan Pendekar Slebor.
Serentak dia angkat bicara, "Perempuan berambut kelabang! Apakah kau belum juga menyingkir dari hadapanku, karena kau ingin mampus"!" Serta-merta Iblis Kelabang palingkan kepalanya. Tatapannya begitu dingin sekali.
Sesaat dia tak keluarkan suara.
"Jahanam sial! Ucapannya benar-benar membuat darahku mendidih! Tetapi, tugas yang diberikan Kiai Alas Ireng, secara tidak langsung telah ditanggulangi oleh pemuda keparat ini! Huh! Entah mengapa aku justru berharap dia yang mampus di tangan Pendekar Slebor!!" Habis membatin begitu, suaranya terdengar geram, "Lakukan apa yang kau inginkan!!" Seraya maju dua tindak ke muka, Manusia Sepuluh Siluman membentak, "Menyingkir!!" Iblis Kelabang makin dongakkan kepala.
Matanya pancarkan sinar berkilat-kilat tanda dia hampir tak kuasa menahan amarahnya lagi. Namun karena merasa tak perlu membunuh Pendekar Slebor untuk saat ini, kejap berikutnya Iblis Kelabang sudah berkelebat. Dia berkeyakinan kuat, kalau Pendekar Slebor akan mempertahankan selembar nyawanya. Apalagi saat ini, pemuda itu harus menyelamatkan Gadis Kayangan.
Dua pemuda yang berusia tak jauh berbeda itu, saat ini saling pandang dengan geram. Matahari semakin meninggi. Hawa kian bertambah panas. Dan di hati Manusia Sepuluh Siluman, gejolak hawa panas bertanda amarah makin tinggi, sudah tak kuasa dibendung lagi.
Kali ini dia seperti tak hiraukan apa tujuannya semula yang diinginkan dari Pendekar Slebor. Dia lebih ingin melihat Pendekar Slebor tewas di tangannya. Kesombongan yang dimilikinya makin kuat melingkar di hatinya.
"Pendekar Slebor! Kita teruskan pertarungan kita yang tertunda!!" Anak muda urakan dari Lembah Kutukan itu cuma nyengir saja, padahal diam-diam dia membatin gelisah, "Celaka! Keadaan Gadis Kayangan saat ini sungguh membahayakan! Monyet buduk! Bila langkahku selalu tertahan seperti ini, apakah aku bisa mendapatkan Rantai Naga Siluman"!" Makin geram Manusia Sepuluh Siluman karena ucapannya tak mendapatkan sahutan.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, pemuda sombong ini telah mencelat ke depan.
Angin melingkar mendahului celatan tubuhnya.
Di tempatnya, Andika mendengus. Anak muda ini pun tak mau membuang waktu. Langsung dia menderu maju. Suara salakan petir terdengar keras.
Blaaarrr!! Angin melingkar yang dilepaskan Manusia Sepuluh Siluman pecah berantakan. Menyusul....
Buk! Buk! Dua lengan yang telah dialiri tenaga dalam bertemu. Seketika masing-masing orang surut tiga tindak ke belakang. Namun yang mengejutkan, karena mendadak saja Manusia Sepuluh Siluman telah tepukkan kedua tangannya di atas kepala! Gdreengg!! Suara keras seketika terdengar. Andika sendiri sampai alirkan tenaga dalamnya ke telinga. Saat itu pula kedua matanya seperti melompat keluar. Karena mendadak saja dia melihat sosok Manusia Sepuluh Siluman menjelma menjadi tiga orang! Masing-masing orang bersedekap dengan kedua kaki agak dibuka!
"Kutu monyet! Ketika dia menyerang Setan Cambuk Api, dia telah membuat dirinya menjadi dua orang! Tetapi sekarang, dia menjelma menjadi tiga! Jelas dia tidak memiliki saudara kembar, seperti halnya si Kembar Parang Maut yang telah tewas! Ini memang sebuah ilmu!!" Salah seorang dari Manusia Sepuluh Siluman yang berdiri di tengah, perlihatkan seringaian.
"Kali ini, jangan harap kau dapat meloloskan diri!" Di seberang, Andika sedang memikirkan jalan keluar dari sosok Manusia Sepuluh Siluman yang menjelma menjadi tiga orang.
"Salah satu dari wujud itu, tentunya sosok Manusia Sepuluh Siluman yang asli! Tetapi, yang manakah" Apakah yang barusan berucap"! Bila memang...." Belum habis kata-kata Pendekar Slebor, mendadak sosok Manusia Sepuluh Siluman yang berada di sebelah kanan mendesis dingin, "Kau tak akan mampu untuk mengalahkan Manusia Sepuluh Siluman!" Kontan pupus dugaannya. Bahkan yang berada di sebelah kiri sudah buka mulut, "Jalan keluar sangat sempit sekarang! Tak ada lagi kesempatan di depan mata!" Baru menutup mulut sosok Manusia Sepuluh Siluman yang berada di sebelah kiri ini, sosok Manusia Sepuluh Siluman yang berada di tengah dan di sebelah kanan sudah menggempur ke arah Andika! Angin melingkar yang keluarkan suara menggidikkan menggebrak.
Andika sadar kalau dia harus mengalahkan sosok Manusia Sepuluh Siluman yang asli. Namun ketiga sosok Manusia Sepuluh Siluman ini benar-benar tak dapat dibedakan sama sekali! Hingga mau tak mau dia pun harus berusaha untuk menghadapinya. Masing-masing sosok Manusia Sepuluh Siluman yang telah menggempur, benar-benar ganas dan mengerikan. Hanya dalam beberapa kejap saja, tempat itu sudah menjadi porak poranda. Letupan demi letupan terdengar keras. Andika sendiri nampak agak kalang kabut. Setiap kali dia lepaskan serangan balasan, setiap kali pula serangan itu punah. Belum lagi salah seorang dari sosok Manusia Sepuluh Siluman merangsek maju secara bergantian!
"Kutu landak! Aku bukan hanya bisa mampus nih! Tetapi mampus dengan tubuh tercacak!!" maki Pendekar Slebor.
Parasnya berubah pucat. Mendadak saja dia putar tubuh ke belakang. Saat hinggap kembali di atas tanah, nampak seluruh tubuhnya diliputi pernik perak. Rupanya anak muda tampan ini telah keluarkan ajian 'Guntur Selaksa'.
Di seberang, tiga sosok Manusia Sepuluh Siluman tak pedulikan perubahan itu. Mereka terus merangsek masuk. Andika sendiri sudah berkelebat ke depan.
Suara gelegar guntur terdengar sangat keras.
Blaaarrr!! Tiga gelombang angin melingkar yang dilepaskan tiga sosok Manusia Sepuluh Siluman langsung punah. Berhasil memutuskan serangan lawan, Andika terus merangsek masuk.
Bersamaan suara gelegar guntur terdengar lagi, jotosan tangan kanannya mendarat telak pada sosok Manusia Sepuluh Siluman yang menyerang dari sebelah kanan. Sosok orang ini tergontai-gontai ke belakang.
Nampak wajahnya meringis seperti menahan sakit.
Namun... astaga! Sosok Manusia Sepuluh Siluman yang menyerang dari sebelah kanan ini telah berdiri tegak dan lancarkan serangan kembali tanpa kurang suatu apa.
"Kampret!" maki Andika dalam hati. Wajahnya semakin tegang. Dia terus berusaha mengatasi serangan demi serangan yang datang. Namun karena ketiga sosok Manusia Sepuluh Siluman memiliki kekuatan yang sama, akhirnya mau tak mau dia harus surutkan langkah.
Bahkan sosok Manusia Sepuluh Siluman yang menyerang dari sebelah kiri, telah sapukan kaki kanannya. Des! Tepat mengenai tulang kering Andika. Anak muda ini mengaduh pelan dan berdiri agak sempoyongan. Bersamaan dengan itu, dua sosok Manusia Sepuluh Siluman lainnya, telah menderu diiringi teriakan mengguntur.
Seketika menegak kepala anak muda ini sementara tubuhnya masih tergontai-gontai. Sadar kalau maut akan menjemputnya, segera diloloskan lilitan kain bercorak catur dari lehernya.
Langsung dikibaskan.
Wrrrrr!! Satu gelombang angin raksasa yang perdengarkan suara mendengung laksana ribuan tawon murka, menderu ganas. Menyeret tanah dan ranggasan semak belukar.
Dua sosok Manusia Sepuluh Siluman yang sedang lancarkan serangan, melengak kaget. Mereka berusaha untuk hindari labrakan gelombang angin mengerikan itu. Namun karena datangnya lebih cepat, maka tubuh dua sosok Manusia Sepuluh Siluman terlempar ke belakang.
Bersamaan dengan itu, sosok Manusia Sepuluh Siluman yang tadi berhasil membuat Andika tergontai-gontai sudah lancarkan serangan pula.
Andika yang memang tak mau bertindak ayal, segera alirkan ajian 'Guntur Selaksa' pada kain bercorak catur yang dipegangnya. Seketika terdengar suara gelegar guntur yang mengerikan! Disusul dengan gelombang angin raksasa.
Kontan sosok Manusia Sepuluh Siluman terhempas ke belakang begitu terhantam.
Seperti yang dialami dua sosok Manusia Sepuluh Siluman yang telah terbanting ambruk, sosok Manusia Sepuluh Siluman yang ini pun ambruk pula. Di tempatnya, Andika yang agak terengahengah mencoba mengatur napas. Dengan punggung tangan kiri, dihapusnya keringat yang mengalir.
Kejap kemudian, dia tolehkan kepala karena terdengar suara tepukan orang. Hanya sekali, namun begitu keras.
Rupanya, sosok Manusia Sepuluh Siluman yang berada di samping kanan, telah tepukkan tangannya. Bersamaan dengan itu, dua sosok Manusia Sepuluh Siluman lainnya telah menjadi asap!
"Heemm... berarti yang berada di sebelah kananlah sosoknya yang asli," desis Andika dengan masih agak terengah.
Di seberang, Manusia Sepuluh Siluman telah berdiri. Nampak dia harus kuasai keseimbangannya sebelum berdiri tegak. Pancaran matanya tajam menyorot.
"Jahanam sial! Kain bercorak catur itu jelas bukan kain sembarangan! Tentunya sebuah kain sakti! Secara tidak langsung, dia telah punahkan ilmu Siluman 'Rubah Jasad Enam Mata' ini, karena mengenai bahuku sebelah kanan, di mana kelemahan dari ilmu ini! Keparat!! Aku tetap tak akan mundur!!" Habis membatin geram seperti itu, pemuda sombong ini sudah buka mulut, "Jangan berbangga dulu kau berhasil memunahkan ilmuku yang satu ini! Kau...."
"Siapa yang bangga" Aku saja heran! Kok kau bisa kukalahkan ya?" sambar Andika memutus kata-kata Manusia Sepuluh Siluman. Di depan, pemuda berikat kepala biru gelap ini menggeram. Mendadak dia rentangkan tangan kanan kirinya ke samping. Menyusul diusap seluruh tubuhnya.
"Busyet! Jenis ilmu Siluman apa lagi yang akan diperlihatkannya kali ini" Waktuku benarbenar akan terbuang banyak! Padahal... nanti malam adalah saat purnama yang ditunggu! Tetapi sampai saat ini, aku belum berhasil mendapatkan Rantai Naga Siluman! Ada dua urusan yang mengerikan! Pertama, Rantai Naga Siluman yang dikatakan Kala Ijo, akan mengamuk bila tak berhasil didapatkan pada saat purnama bulan ini! Kedua, nyawa Gadis Kayangan pun berada di ujung tanduk! Kura-kura bau! Apa yang harus kulakukan sekarang"!" Sementara Andika membatin demikian, Manusia Sepuluh Siluman nampak masih terus mengusapi seluruh tubuhnya dengan kedua telapak tangannya.
Lamat-lamat terlihat kedua tangannya mulai ditumbuhi bulu-bulu lebat.
"Oh!" desis Andika terkejut.
"Aku harus mendahului menyerang sebelum dia berhasil mengeluarkan ilmu Silumannya yang satu ini!!" Memutuskan demikian, Andika sudah menggebrak maju. Kain bercorak caturnya dikibaskan dengan segera.
Di seberang, Manusia Sepuluh Siluman yang masih mengusapi seluruh tubuhnya melengak. Mau tak mau dia hentikan gerakan tangannya yang mengusapi tubuhnya. Segera dipalangkan kedua tangannya yang telah dipenuhi bulubulu tebal.
Namun sambaran gelombang angin yang berasal dari kain bercorak catur, telah mendorongnya. Terlempar lima langkah pemuda berpakaian biru gelap ini.
Manusia Sepuluh Siluman yang semula berusaha untuk keluarkan ilmu Siluman 'Jasad Harimau', untuk kedua kalinya terbanting kembali di atas tanah. Namun kesombongan telah melingkupi dirinya kuat-kuat. Dengan menahan rasa sakit, diloloskan tali yang melingkari pinggangnya. Setelah ditiup segera dilemparkan ke arah Pendekar Slebor! Tali yang hanya sebesar ibu jari itu mendadak berubah menjadi ular cobra yang mendesis mengerikan. Andika yang merasa kalau kain bercorak catur yang dimilikinya mampu menanggulangi ilmu Siluman yang dimiliki Manusia Sepuluh Siluman, langsung menggerakkannya lagi.
Ular cobra jelmaan dari tali itu kontan terlempar ke belakang dan menghantam sebuah po- hon yang langsung tumbang karena terseret gelombang angin dari kain bercorak catur. Saat ular cobra itu jatuh, seketika berubah ke wujud asalnya menjadi seutas tali! Melihat berulangkali ilmu Siluman yang dikeluarkannya dapat dipatahkan, paras Manusia Sepuluh Siluman benar-benar pias. Kesombongan yang dimilikinya telah luntur. Susah payah dia berusaha bangkit.
"Tak guna bila kuteruskan maksud Sekarang! Lebih baik menyingkir!" desisnya dalam hati. Lalu dengan suara geram dia berkata, "Pendekar Slebor! Saat ini aku mengaku kalah! Tetapi lain kali... kita akan berjumpa lagi!!" Di tempatnya, Andika cuma mengangkat sepasang alis hitamnya saja.
"Terserah deh!" Lalu dilihatnya Manusia Sepuluh Siluman mendengus. Setelah itu, sosoknya berbalik dan berkelebat meninggalkan tempat itu.
Sepeninggalnya, Pendekar Slebor menarik napas lega.
"Urusan seperti baru dimulai. Sulit bagiku untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman sebagai penukar nyawa Gadis Kayangan! Tetapi biar bagaimanapun juga, aku akan tetap ke Lembah Kalisura! Barangkali aku masih bisa menyelamatkan Gadis Kayangan!" Diaturnya napas perlahan-lahan sembari melilitkan kembali kain bercorak catur pada lehernya.
"Rahasia Sebelas Jari hingga saat ini belum kudapatkan jawaban yang tepat. Bila memang sebelas jari itu berarti sebelas orang dan titik kemuliaan itu dimiliki oleh salah seorang dari sebelas orang, siapakah orang itu" Wah! Bikin pusing kepalaku saja!!" Mendadak anak muda urakan ini tertawa.
"Jangan-jangan, aku nih yang dimaksud sebagai orang mulia! Hahaha... busyet! Tidak tahu malu betul!" Lalu perlahan-lahan kepalanya dipalingkan ke arah perginya Iblis Kelabang tadi.
Setelah tarik napas, segera dihempos tubuhnya. Hanya dua kejapan mata saja, sosoknya sudah lenyap dari pandangan.

****

Dan tanpa sepengetahuan siapa pun, mendadak saja tanah yang berada di tengahtengah Pulau Hitam meledak. Ledakannya begitu dahsyat. Pasir-pasir hitam menyembur ke udara. Pulau Hitam yang selalu gelap itu seolah bertambah gelap tatkala pasir-pasir hitam itu masih beterbangan.
Samar-samar mulai terlihat pendaran sinar bening di antara pasir-pasir hitam yang mengudara. Tatkala pasir-pasir hitam itu mulai luruh, sinar bening itu semakin terang.
Lalu terlihat sebuah rantai yang pancarkan sinar bening. Kekuatan sinar bening itu seakan menerangi sebagian Pulau Hitam yang selalu diliputi kegelapan.
Mendadak saja rantai itu berputar sangat kuat, sehingga saat itu pula Pulau Hitam seraya dilanda gempa sangat dahsyat. Angin yang ditimbulkan oleh rantai yang tak lain Rantai Naga Siluman, serasa memporak-porandakan Pulau Hitam. Menderu-deru angker dengan suara ribut.
Samar-samar nampak dua patahan pedang yang sebelumnya tertimbun pasir-pasir hitam itu.
Menyusul dua patahan pedang buntung mencelat entah ke mana. Keanehan yang terjadi bukan hanya mencekam, tetapi mengerikan! Dan... astaga! Seperti ada satu kekuatan yang menyentaknya, Rantai Naga Siluman mendadak saja mencelat. Wuuunggg!! Suaranya sangat angker. Dan nampak akhirnya Rantai Naga Siluman hilang dari pandangan. Meninggalkan Pulau Hitam yang porak poranda! Kelebatan Rantai Naga Siluman yang bersinar terang benderang itu, memancing perhatian dua sosok tubuh yang berada di sebuah hutan.
Seketika masing-masing orang angkat kepala.

****



«=# [ 9 ] #=»

"Gila! Benda apa yang berkelebat cepat dan berbentuk rantai itu?" desis orang yang mengenakan pakaian dan berkerudung merah.
"Rantai katamu?" desis orang yang mengenakan pakaian hitam. Menyusul dia berseru keras, "Iblis Rambut Emas! Rantai katamu" Gila! Tak salah lagi! Benda itu tentunya Rantai Naga Siluman!!" Orang yang bicara tadi yang tak lain Iblis Rambut Emas adanya sejenak pandangi orang yang bicara kedua yang sudah bisa dipastikan Sangga Rantek adanya.
"Dicari sulit ditemukan! Saat kehilangan jejak justru muncul! Kita susul!" Habis kata-katanya, perempuan berambut emas yang ditutupi kerudung merah ini sudah berkelebat. Menyusul Sangga Rantek menghempos tubuh.
Pancaran sinar bening di udara tertangkap oleh pandangan masing-masing orang. Dan ini membuat keduanya semakin bersemangat dan kerahkan ilmu peringan tubuh masing-masing.
Melewati hutan yang panjang itu, keduanya hentikan gerakan. Karena berjarak sepuluh langkah, nampak rantai yang pancarkan sinar bening itu berhenti, mengapung di udara.
"Iblis Rambut Emas! Jelas itu adalah Rantai Naga Siluman! Kita coba untuk mengambilnya!" Habis kata-katanya, Sangga Rantek sudah menyergap. Iblis Rambut Emas yang sejak semula memang mempunyai niat busuk, mendadak mendorong tangan kanannya ke arah Sangga Rantek! Seketika menghampar satu gelombang angin kuat. Mendengar gebrakan angin dari belakang, Sangga Rantek segera balikkan tubuh. Wajahnya melengak dan....
Desss!! Kontan tubuhnya terhuyung ke belakang disertai pekikan tertahan. Saat ambruk di atas tanah, lemah Sangga Rantek menuding pada Iblis Rambut Emas yang sedang tersenyum.
"Kau...."
"Keputusan telah kubuat! Kau tak kuperlukan lagi, Sangga Rantek! Tak mungkin ada dua orang yang memiliki Rantai Naga Siluman! Maka kuputuskan, akulah pemiliknya!!"
"Jahanam!" maki Sangga Rantek sambil berusaha berdiri.
Namun Iblis Rambut Emas telah dorong kedua tangannya lagi. Sebisanya Sangga Rantek menghindar. Akan tetapi, karena tubuhnya telah terkena hantaman sebelumnya, dia tak mampu untuk hindari dua gelombang angin tadi.
Maka tanpa ampun lagi, tubuhnya telak terhantam dan terlempar ke belakang. Lontaran deras tubuhnya baru terhenti setelah menabrak sebatang pohon. Terdengar suara 'krak' yang cukup keras. Disusul terpelantingnya sosok Sangga Rantek ke depan.
Orang ini berusaha untuk angkat kepalanya. Dari hidung dan mulutnya telah mengalir darah segar. Namun dia tak kuasa lagi untuk hidup lebih lama.
"Jahanam terkutuk... kau akan... mampus secara mengerikan...." Hanya itu yang bisa dikatakannya sebelum mampu untuk selama-lamanya.
Iblis Rambut Emas cuma pentangkan seringaian.
"Akulah yang berhak memiliki Rantai Naga Siluman!!" desisnya puas.
Lalu perlahan-lahan dia mendekati Rantai Naga Siluman yang masih mengapung di udara.
Kepuasan nampak membayang di wajahnya. Namun mendadak saja kepuasan itu putus, diganti keterkejutan yang sangat nyata! Karena, mendadak saja sinar bening yang terpancar dari Rantai Naga Siluman sudah melingkarinya. Dirasakan hawa yang sangat panas menerpa. Menggeliat seraya berusaha lepaskan diri, Iblis Rambut Emas berusaha kerahkan tenaga dalamnya. Namun lingkupan sinar bening itu bertambah kuat.
Dan semakin lama bertambah panas.
Melolong setinggi langit Iblis Rambut Emas yang gagal mengerahkan tenaga dalamnya! Tiga kejapan mata kemudian, perlahanlahan, lilitan sinar bening yang mendadak menjadi sangat panas itu mengendor dan menghilang.
Brukkk! Kontan ambruk sosok Iblis Rambut Emas.
Pakaian dan kerudung yang dikenakannya telah hangus. Begitu pula dengan sekujur tubuhnya.
Bahkan, wajahnya pun tak bisa dikenali lagi.
Kejap itu pula, Rantai Naga Siluman berkelebat kembali.

****

Pendekar Slebor terus berkelebat sedemikian cepat. Dia memang belum tahu di mana Lembah Kalisura berada. Namun dia terus berlari mengejar waktu. Bayangan sosok Gadis Kayangan makin membias di benaknya, dan ini membuatnya begitu resah.
Di sebuah tempat, dia sempat bertanya di mana Lembah Kalisura berada. Setelah mendapat petunjuk yang berarti, kembali anak muda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini berkelebat. Hatinya semakin dipilin rasa gelisah.
"Tak akan pernah kumaafkan diriku bila Gadis Kayangan celaka!" desisnya. Keringat Sudah membasahi sekujur tubuhnya.
Tetapi dia tak bermaksud untuk berhenti sekali pun.
Tatkala malam memasuki persada, hati anak muda ini semakin gelisah.
"Purnama telah tiba kendati masih belum terang bersinar! Mungkin, inilah akhir dari perjalananku. Tak bisa kutentukan yang mana lebih dulu harus kutuntaskan, karena urusan terjadi secara bersamaan" Monyet buduk!" Terus anak muda ini berkelebat dengan hati bertambah tak menentu. Napasnya mulai terpu- tus-putus. Dadanya yang dibuncah kegelisahan seperti hendak meledak! Lima belas tarikan napas berikutnya, dia hentikan larinya. Pandangannya tak berkedip ke depan. Dilihatnya sebuah lembah yang menghampar luas di hadapannya.
"Inikah Lembah Kalisura?" desisnya.
Lagi-lagi tak hiraukan keadaan dirinya yang mulai kelelahan, Andika berkelebat mendekati lembah yang terpentang di hadapannya. Dari atas, dapat dilihatnya kalau lembah itu tak ubahnya sebuah danau luas yang kering. Dan dilihatnya dua sosok tubuh telah berdiri di tengah-tengah lembah. Andika memicingkan matanya. Sesaat nampak dia melengak tatkala pandangannya menangkap satu sosok tubuh yang tergolek di antara kedua orang itu.
"Melihat sosoknya, jelas yang seorang adalah Iblis Kelabang! Tetapi, siapa orang yang mengenakan jubah hitam itu" Jangan-jangan... dialah orang yang telah memerintahkan Iblis Kelabang untuk membunuhku" Kiai Alas Ireng!" Untuk beberapa saat anak muda ini tak keluarkan suara. Perlahan-lahan diatur napasnya. Setelah dirasakan tidak lagi memburu seperti tadi, segera dia berlari menuruni lembah! Kedua orang yang diduga Pendekar Slebor memang benar. Mereka tak lain Iblis Kelabang dan Kiai Alas Ireng. Sementara sosok tubuh yang tergeletak bukan lain Gadis Kayangan adanya! Dua pasang mata milik manusia-manusia sesat itu segera menangkap kelebatan sosok tubuh yang semakin lama semakin mendekat.
Iblis Kelabang segera kertakkan rahangnya, "Heemm... rupanya dia berhasil lolos dari sergapan Manusia Sepuluh Siluman! Entah dia berhasil mengalahkannya, atau memang berhasil meloloskan diri!" Sementara itu, Pendekar Slebor yang berlari menuruni lembah telah hentikan larinya dan berdiri sejarak delapan langkah dari hadapan masing-masing orang.
Sepasang mata Gadis Kayangan yang dalam keadaan tertotok, membiaskan kegembiraan. Kiai Alas Ireng maju satu tindak ke muka.
"Selamat datang, Pendekar Slebor!" Pendekar Slebor mengangkat tangan kanannya dengan sikap santai. Padahal diamdiam dia tengah memikirkan bagaimana caranya menyelamatkan Gadis Kayangan. Karena, Rantai Naga Siluman yang dikehendaki orang-orang itu belum ada di tangannya! Dia berkata pada Iblis Kelabang, "Perempuan berpakaian semerah darah! Apakah lelaki itu yang kau maksudkan sebagai Kiai Alas Ireng"!"
"Yang sopan kalau bicara!!" hardik Iblis Kelabang dingin.
Pendekar Slebor cuma mengangkat kedua bahunya. Kiai Alas Ireng berkata dingin, "Kau lihat sosok gadis itu, bukan"! Kau bisa mendapatkannya bila kau menyerahkan Rantai Naga Siluman!"
"Inilah yang membingungkanku! Hingga saat ini aku belum berhasil mendapatkan Rantai Naga Siluman! Dan purnama telah datang! Berarti...."
"Jawab pertanyaan orang!!" hardik Iblis Kelabang memutus kata batin Pendekar Slebor. Segera Andika mengangkat kepalanya dan berkata, "Kalau soal Rantai Naga Siluman sih gampang! Tetapi bukankah sudah jadi peraturan, satu ditukar satu"!"
"Perlihatkan rantai itu kepadaku!!" bentak Kiai Alas Ireng.
"Wah! Kau pikir aku ini berotak bodoh" Sudah tentu Rantai Naga Siluman kusembunyikan di satu tempat!"
"Jangan dusta!" bergetar tubuh Kiai Alas Ireng.
"Kalau tidak percaya ya sudah! Kau tidak akan mendapatkan Rantai Naga Siluman bila kau bersikeras dengan ucapan bodohmu itu!!"
"Jangan berlaku bodoh!" menghardik Iblis Kelabang. Dia tak pernah suka kalau Kiai Alas Ireng dipermainkan seperti itu. Perempuan yang telah masuk pada lingkaran hutang budi dan rela melakukan apa saja demi membalas hutang budi itu, sudah maju dua langkah ke muka.
Nampak dia sudah siap untuk lancarkan serangan. Tapi ditahan oleh Kiai Alas Ireng.
Lelaki bermata sipit ini sejenak pandangi Pendekar Slebor yang sedang memikirkan cara terbaik untuk menyelamatkan Gadis Kayangan.
Lamat-lamat terdengar suara Kiai Alas Ireng, "Aku tahu apa yang sedang kau permainkan! Malam ini adalah malam purnama yang telah ditentukan! Bila tak ada orang yang berhasil mendapatkan Rantai Naga Siluman, maka benda itu akan mengamuk! Tetapi sukar ditentukan, apakah di saat purnama datang, atau sudah setengah perjalanan waktu yang lebih tepat untuk munculnya Rantai Naga Siluman! Bila memang kau telah memiliki benda itu, kita tunggu sampai purnama tepat berada di atas kepala kita!"
"Monyet pitak! Lelaki berjubah hitam ini lebih cerdik dari Iblis Kelabang! Secara tidak langsung, dia mendesakku untuk menunjukkan Rantai Naga Siluman! Aku juga tidak tahu kapan tepatnya Rantai Naga Siluman akan muncul, yang pasti purnama malam ini! Huh! Siapa sih orang yang dimaksud dengan titik kemuliaan?" Tak mendengar sahutan orang, Kiai Alas Ireng yang memang bermaksud menekan Pendekar Slebor terbahak-bahak.
"Kau tak berkata, berarti.... Rantai Naga Siluman belum kau dapatkan!! Itu artinya...." Kaki kanan Kiai Alas Ireng terangkat, tepat pada kepala Gadis Kayangan yang segera pejamkan mata, "Dia akan mampus!!"
"Tunggu!" tahan Andika separuh gelisah.
"Kau menang! Rantai Naga Siluman berada di balik pohon dari mana aku datang tadi!!"
"Ambil dan berikan padaku, maka gadis ini akan selamat!!"
"Landak busuk! Apa yang harus kulakukan sekarang"! Rantai Naga Siluman belum kudapatkan! Dan jelas lelaki berjubah hitam itu tak akan pernah berpikir dua kali untuk membunuh Gadis Kayangan! Apakah...." Mendadak saja terdengar suara mendengung yang sangat keras dari arah timur.
Serentak orang-orang yang berada di Lembah Kalisura palingkan kepala.
Lamat-lamat mereka melihat sinar bening yang mengembang, seolah terangi Lembah Kalisura. Menyusul nampak sebuah benda di hamparan sinar bening itu.
"Gila! Benda apa itu"!" desis Iblis Kelabang tak berkedip. Kiai Alas Ireng sendiri berkata, "Apakah ada orang yang datang ke sini dan perlihatkan ilmunya kepada kita"!" Lain dari sikap Iblis Kelabang dan Kiai Alas Ireng yang kebingungan, Pendekar Slebor justru melengak.
"Rantai Naga Siluman," desisnya dalam hati. Anak muda ini sebelumnya memang telah melihat benda sakti itu di Pulau Hitam (Baca : "Tabir Pulau Hitam").
Benda yang berbentuk rantai yang perlihatkan sinar bening itu terus menderu dan akhirnya melayang-layang di atas kepala masingmasing orang.
Suara yang diperdengarkan sungguh memekakkan telinga. Dan sinar bening yang terang itu telah terangi Lembah Kalisura.
Tak ada yang keluarkan suara sama sekali.
Masing-masing orang begitu takjub melihat kehadiran benda aneh itu.
Menyusul terdengar suara Kiai Alas Ireng, "Gila! Apakah benda itu yang disebut Rantai Naga Siluman"!" Iblis Kelabang sejenak pandangi Kiai Alas Ireng, lalu pandangi lagi pada Rantai Naga Siluman yang kali ini telah bergerak membentuk lingkaran kecil dan gerakannya berada di atas kepala Pendekar Slebor! Pendekar Slebor sendiri mendadak menjadi ngeri.
"Busyet! Mungkin waktu yang telah ditentukan telah tiba! Rantai Naga Siluman telah keluar dengan sendirinya! Dan nampaknya... akulah korban pertama dari kesaktian Rantai Naga Siluman! Atau, sudah ada orang yang mendahuluiku"!" Berpikir demikian, berhati-hati Pendekar Slebor surutkan langkah tiga tindak ke belakang.
Namun rantai yang perlihatkan sinar bening terang benderang itu seakan mengikutinya. Tetap berputar di atas kepala.
"Kutu kupret!" maki Andika dengan perasaan tak menentu. Diam-diam dia kerahkan tenaga 'Inti Petir' tingkat pamungkas, bersiap bila sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Dan apa yang ditunggunya memang terjadi. Karena mendadak saja Rantai Naga Siluman melayang turun ke arahnya. Wunggg!! Kontan Andika dorongkan kedua tangannya di atas kepala. Terdengar dua kali salakan petir yang keras. Namun yang mengejutkan, karena rantai itu seakan tak terpengaruh dengan sentakan kuat kedua tangan Andika. Padahal, tiga buah pohon bukan hanya akan langsung tumbang, tetapi juga menjadi serpihan bila terkena tenaga 'Inti Petir' tingkat pamungkas! Bukan main gelagapannya anak muda ini, apalagi Rantai Naga Siluman mulai masuk pada kedua tangannya yang terangkat tadi. Terburuburu Andika hendak loloskan kedua tangannya. Namun tatkala dirasakan dia tak mengalami apaapa, diurungkan niatnya.
Dan anehnya, rantai yang tadi masuk ke kedua tangannya, mendadak melompat dan melingkar pada lehernya!
"Oh! Apa yang terjadi"! Mengapa jadi begini"!" desis Andika bingung. Dia sama sekali tak merasakan apa-apa. Bahkan seharusnya dia silau karena sinar bening itu tepat menerpa sepasang matanya. Namun, pandangannya tetap tak mengalami perubahan.
Lamat-lamat Andika mulai menyadari, kalau dia sama sekali tidak terganggu. Diamdiam dia berpikir, "Sungguh sesuatu yang di luar dugaanku! Begitu mengejutkan! Mengapa tahu-tahu Rantai Naga Siluman muncul dan berada padaku" Apakah... busyet! Apakah sesungguhnya dugaanku tentang Rahasia Sebelas Jari adalah tepat"! Kalau memang begitu, berarti, akulah orang yang dimaksud dalam kata titik kemuliaan. Tetapi apa iya"!" Sementara Andika masih menduga-duga apa yang terjadi, di seberang Kiai Alas Ireng berpandangan dengan Iblis Kelabang. Sebelumnya, kedua orang ini juga menduga kalau Rantai Naga Siluman telah muncul dengan sendirinya dan akan perlihatkan kesaktiannya pada siapa saja, karena tak seorang pun yang berhasil memecahkan tentang Rahasia Sebelas Jari.
Diam-diam pula, kedua orang itu sebenarnya sudah bersiap untuk mengambil langkah seribu. Namun begitu dilihatnya kalau Rantai Naga Siluman menyantel di leher Pendekar Slebor, segera mereka urungkan niat.
"Jahanam! Berarti apa yang dikatakan pemuda ini tadi benar! Kalau Rantai Naga Siluman berada di balik pohon yang dikatakannya! Tetapi, mengapa tadi dia kelihatan seperti kebingungan?" mendesis Iblis Kelabang-Sementara itu, Kiai Alas Ireng segera mendekati sosok Gadis Kayangan yang tergeletak. Pandangannya lurus pada Andika.
"Rantai Naga Siluman berada di depan mata! Benda itu harus kudapatkan. Dan gadis ini adalah kunci dari semua keinginan yang telah kususun!!" Habis membatin demikian, lelaki berwajah tirus yang dihiasi kulit tipis ini berkata sambil menyeringai, "Kau telah bicara benar rupanya! Dan ini adalah kesempatan baik untuk mengadakan satu pertukaran! Apakah kau sudah siap, Pendekar Slebor?" Pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan yang masih kebingungan dengan hadirnya Rantai Naga Siluman yang ternyata berpihak padanya, cuma mengangkat kepalanya saja.
"Aku tak tahu mengapa jadi begini?" desisnya. Memang, sesungguhnya rahasia dari Rahasia Sebelas Jari adalah seperti yang diduga Andika.
Anak muda itu telah berhasil memecahkan tentang Rahasia Sebelas Jari. Namun dia belum berhasil menentukan siapakah orang yang dimaksudkan dalam kata titik kemuliaan. Dan secara main-main, Andika telah menentukan dirinya sendirilah yang dimaksudkan sebagai titik kemuliaan. Karena memang dialah orang yang memiliki hati lebih mulia dari sebelas orang yang terlibat urusan Rantai Naga Siluman.
Secara tidak langsung Andika telah berhasil memecahkan tentang Rahasia Sebelas Jari! Itulah sebabnya, Rantai Naga Siluman muncul dan berpihak padanya.
Terdengar suara Kiai Alas Ireng memecah kesunyian, "Serahkan Rantai Naga Siluman, maka gadis ini akan tetap hidup!!" Andika mendesah pendek.
"Mungkin ini memang kesempatan...."
"Kuhitung sampai tiga! Satu... Dua... ti...."
"Tunggu!" seru Andika yang membuat kaki kanan Kiai Alas Ireng yang siap menginjak hancur kepala Gadis Kayangan terhenti.
Seketika Kiai Alas Ireng mengangkat kepalanya. Dengan senyuman mengejek dia berkata, "Bagus bila kau mengerti gelagat! Serahkan padaku benda itu!!" Andika menarik napas dan menghembuskannya perlahan-lahan.
"Bila kuserahkan Rantai Naga Siluman ini, tentunya urusan akan jadi kapiran! Tetapi bila tak kuserahkan, dapat kupastikan Kiai Alas Ireng tak mau lagi menunda keinginannya untuk membunuh Gadis Kayangan!" Sejenak anak muda ini putuskan kata batinnya sendiri. Lalu sambungnya, "Terpaksa ini harus kulakukan...."

****



«=# [ 10 ] #=»

Memutuskan demikian, setelah menghela napas pendek, Andika loloskan Rantai Naga Siluman yang menyantel di lehernya.
Diam-diam dia terkejut tatkala merasakan seperti layaknya memegang kapas belaka. Karena, benda yang masih pancarkan sinar bening itu seperti tak memiliki bobot! Di seberang, melihat tanda-tanda kalau anak muda di hadapannya akan serahkan rantai sakti yang diinginkannya, diam-diam Kiai Alas Ireng tersenyum.
"Hemm... setelah kudapatkan Rantai Naga Siluman, gadis ini tetap akan kubunuh! Juga pemuda setan itu!" Andika sendiri sejenak memandang dulu pada Gadis Kayangan, yang nampak berusaha memberi isyarat dengan matanya agar Andika jangan melakukannya. Namun Andika yang tak ingin kejadian buruk dialami gadis itu, mendadak berkata, "Bebaskan dia!" Kiai Alas Ireng tertawa.
"Itu berarti kau membuatku untuk segera memutuskan niat! Baik! Kubunuh gadis ini sekarang juga!!"
"Tunggu!" seru Andika untuk kedua kalinya. Lalu dilemparkannya Rantai Naga Siluman, "Terimalah!" Wuuungg! Begitu dilempar, benda sakti yang terus pancarkan sinar bening meluncur ke arah Kiai Alas Ireng. Kiai Alas Ireng bermaksud untuk segera menangkapnya.
Namun mendadak saja satu gelombang angin yang perdengarkan suara dengungan laksana ribuan tawon murka sudah menggebrak keras.
Kontan lelaki berjubah hitam ini angkat kepala.
Sejurus kemudian dia palangkan sepasang tangannya di depan dada disertai tahanan tenaga dalam. Namun gelombang angin besar yang keluar dari kain bercorak catur yang tadi dikibaskan Andika, terus melabrak lelaki berjubah hitam itu.
Serta-merta sosoknya terlempar ke belakang. Setelah tergontai-gontai beberapa saat, lelaki berwajah tirus ini berdiri tegak dengan kertakkan rahang. Dadanya dirasa nyeri. Di lain pihak, Iblis Kelabang yang juga terkejut melihat apa yang dilakukan Andika sudah melompat ke depan diiringi makian keras, "Terkutuk!!" Andika sesaat melengak dan langsung surutkan langkah. Kejap berikutnya dia siap gerakkan kembali kain pusaka warisan Ki Saptacakra, sang Pendekar Lembah Kutukan.
Namun yang mengejutkan, sebelum Andika lakukan maksud, mendadak saja Rantai Naga Siluman yang tadi dilemparkannya kearah Kiai Alas Ireng berbalik pulang ke arahnya. Secara tiba-tiba pula, hawa yang panas luar biasa menguar!
"Gila! Rantai itu mendadak menyerangku"!" desis Andika kaget dan berusaha untuk menangkapnya.
Lagi-lagi sesuatu yang mengejutkan terjadi.
Karena hawa panas yang dirasakannya hanya sekejap. Namun apa yang dialami Iblis Kelabang benar-benar mengejutkan.
Perempuan berambut dikelabang ini sama sekali tidak menyangka kalau secara tiba-tiba, Rantai Naga Siluman yang berbalik dan seperti hendak menyerang Pendekar Slebor, justru mengarah padanya!
"Celaka!" desisnya terkejut. Terburu-buru dia lompat ke belakang. Namun hawa panas yang berpendar dahsyat itu, telah menghanguskan pakaian yang dikenakannya. Dan sekarang perempuan ini hanya kenakan pakaian dalam saja.
Keadaan yang membuat paras Iblis Kelabang harus berubah memerah, ternyata tidak hanya terjadi sampai di sana saja. Karena mendadak sinar bening yang terpancar dari Rantai Naga Siluman, telah melingkupinya, melilitnya hingga dia melolong keras. Hawa panas yang tak terkira membakarnya hingga rambut perempuan ini seketika rontok! Andika yang tak menyangka keadaan itu, bermaksud untuk menolong Iblis Kelabang. Namun dia harus urungkan niat karena hawa panas itu dirasakannya kembali.
Hal ini membuatnya harus surutkan langkah kembali. Dipandanginya bagaimana Iblis Kelabang terus berteriak setinggi langit menahan rasa sakit yang tak terkira.
Hanya beberapa kejap saja nampak tubuhnya mulai menghitam. Tatkala perlahan-lahan lilitan sinar bening yang keluar dari Rantai Naga Siluman menghilang, sosok perempuan ini ambruk! Dan langsung menjadi mayat! Dari tubuhnya yang hangus itu, keluar asap yang berbau tidak sedap.
Di seberang, Kiai Alas Ireng yang juga tak menyangka akan hal itu, menjadi ciut. Tetapi hanya sesaat. Karena begitu dilihatnya sosok Gadis Kayangan yang masih tergeletak di atas tanah, dia cepat menyergap ke depan.
Tidak tanggung lagi, kaki kanannya langsung diangkat dan siap diinjakkan pada kepala si gadis!
"Heiii!!" Andika terkesiap melihat apa yang akan dilakukan Kiai Alas Ireng.
Kendati sadar waktu yang dimiliki tak memungkinkan untuk menyelamatkan Gadis Kayangan, namun dia berusaha untuk melakukannya! Tetapi sudah tentu gerakan menginjak yang dilakukan Kiai Alas Ireng lebih cepat dari gerakannya! Namun sebelum maut menimpa Gadis Kayangan, mendadak saja satu sinar bening telah menderu angker.
Wuuunggg!! Gelombang angin menderu dipadu dengan sinar bening yang meluncur.
Sambaran gelombang angin dan sinar bening yang keluar dari Rantai Naga Siluman itu, membuat sosok Andika terpental. Sementara gelombang angin dan sinar bening itu terus menderu, menghajar kaki kanan Kiai Alas Ireng! Kontan terdengar lolongan yang sangat keras, sementara kaki kanan Kiai Alas Ireng hancur berantakan! Muncratan darah yang keluar mengenai paras Gadis Kayangan yang melengak kaget. Tetapi karena saat ini dia tak bisa keluarkan suara dan gerakkan tubuh, maka yang bisa dilakukan hanyalah memejamkan sepasang matanya saja! Sementara itu, sosok Kiai Alas Ireng terhuyung, lalu terpelanting. Dia kelojotan disertai lolongan keras. Kaki kanannya sebatas lutut telah hilang! Andika lagi-lagi terkejut melihat apa yang terjadi. Dia tak ingin nasib naas yang menimpa Iblis Kelabang menimpa pula lelaki berjubah hitam itu.
Tanpa sadar anak muda ini berseru, "Tahan!" Sungguh aneh, karena Rantai Naga Siluman yang kembali keluarkan gelombang angin dan lilitan sinar bening, mendadak terhenti. Gelombang angin dan sinar bening itu lenyap sama sekali. Namun Rantai Naga Siluman yang kini mengapung itu tetap pancarkan sinar bening.
Ketegangan yang sesaat tadi sempat membuat panik Andika, perlahan-lahan mereda.
"Cerita Kala Ijo memang benar. Rantai Naga Siluman seolah digerakkan oleh orang yang memilikinya. Padahal benda sakti itu bergerak sendiri. Tetapi tadi, saat aku secara tak sengaja berseru, benda itu seolah memiliki naluri hidup sendiri. Berarti... mungkin memang akulah orang yang berhak memilikinya. Tetapi tidak, benda itu harus kuserahkan pada Kala Ijo." Setelah membatin demikian, anak muda urakan ini segera mendekati Gadis Kayangan. Diperiksanya sesaat tubuh gadis itu sebelum dibuka totokan yang dilakukan Kiai Alas Ireng padanya.
Setelah mengejut sesaat, Gadis Kayangan yang telah terbebas dari totokan Kiai Alas Ireng, justru merangkul Andika.
Gadis perkasa ini bukan hanya membuat Andika gelagapan, tetapi juga kebingungan. Apalagi melihat gadis itu menangis.
Tetapi Andika mendiamkannya saja.
Justru Gadis Kayangan yang akhirnya menjadi malu sendiri. Buru-buru dia melepaskan rangkulannya dengan wajah tertunduk, memerah.
Andika cuma nyengir saja. Lalu bergerak cepat menuju sosok Kiai Alas Ireng yang masih kelojotan. Segera ditotoknya tubuh lelaki berjubah hitam itu hingga tak bergerak. Dengan gerakan sangat cepat, dia menotok urat-urat pada paha lelaki itu hingga lama kelamaan darah yang keluar dari kakinya yang telah kutung, terhenti.
Sesaat dipandanginya lelaki itu yang karena tak kuasa menahan rasa sakit akhirnya jatuh pingsan. Dihela napas perlahan.
"Aku tidak tahu, apakah urusan Rantai Naga Siluman sudah berakhir di sini atau tidak. Tetapi, aku akan tetap menyerahkan benda itu pada Kala Ijo, karena dialah orang yang berhak." Setelah membuka totokannya pada Kiai Alas Ireng yang masih pingsan, anak muda urakan ini perlahan-lahan mendekati Rantai Naga Siluman yang masih mengapung. Tanpa ada masalah, diambilnya benda itu lalu dikalungkan.
Setelah itu, dengan pergunakan sebatang ranting, Andika menguburkan mayat Iblis Kelabang. Lalu didekatinya Gadis Kayangan.
"Aku tidak tahu apakah yang kulakukan ini benar atau tidak. Tetapi, lebih baik kau ikut denganku untuk mencari Kala Ijo, untuk menyerahkan Rantai Naga Siluman ini padanya." Gadis Kayangan yang baru terbebas dari malapetaka beruntun yang mengerikan, hanya menganggukkan kepala. Lalu perlahan-lahan berdiri.
Setelah pandangi wajah pemuda di hadapannya, dia pun segera mengikuti langkah pemuda tampan dari Lembah Kutukan itu....

SELESAI
PENDEKAR SLEBOR

Segera menyusul:
KALUNG SETAN


INDEX PENDEKAR SLEBOR
Rahasia Sebelas Jari --oo0oo-- Kalung Setan


Berita Top News - ANTARA News

Suara.com - Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini

Copyright@tanztj.2010. Powered by Blogger.

Followers