Life is journey not a destinantion ...

Rahasia Sebelas Jari

INDEX PENDEKAR SLEBOR
Tabir Pulau Hitam --oo0oo-- Rantai Naga Siluman



ANDIKA
Pendekar Slebor
Karya: Pijar El
EP: RAHASIA SEBELAS JARI

Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Cover oleh Henky
Editor: Puji S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit


«««« [ 1 ] »»»»

Malam telah turun ketika satu bayangan hitam bergerak di sebuah hutan lebat laksana dikejar setan. Dan tahu-tahu bayangan hitam itu lenyap dari pandangan, tertelan jajaran pepohonan yang tumbuh di hutan itu. Setelah beberapa saat, nampak kembali kelebatan orang ini. Malah lebih cepat dari semula, seolah dia khawatir akan tertinggal sekejap juga dari apa yang diinginkannya. Di sebuah padang rumput yang luas, di sebelah tenggara hutan yang dilewati orang itu, dia hentikan larinya. Tak ada napas terengah yang keluar, bahkan tak sebutir keringat pun yang mengalir. Untuk beberapa saat, orang yang habis berlari edarkan pandangannya berkeliling menembus kegelapan. Sejauh mata memandang, yang nampak hanya kegelapan semata.
"Hmmm... belum ada tanda-tanda perawan peot itu hadir di sini. Dia terlambat, atau aku yang terlampau cepat" Tetapi ini tepat tengah malam. Tak mungkin aku terlambat. Janganjangan... dia hanya menganggap isyaratku sebagai angin lalu. Atau, justru aku yang salah memberitahunya, sehingga dia tidak tiba di tempat ini?" desisnya sambil usap-usap jenggotnya yang memutih.
Kembali orang yang ternyata seorang lelaki berusia sekitar tujuh puluh tahun ini, terdiam.
Sepasang matanya yang agak menyipit, makin dalam menyipit. Wajahnya yang turus dan dihiasi kulit tipis, nampak bergerak-gerak.
Sementara itu, di angkasa awan hitam seakan tak bergeming dihembus angin. Menyatukan eratan untuk menghalangi sinar rembulan yang malam ini seolah lenyap.
Orang ini kembali keluarkan .suara, "Akan kutunggu dia beberapa lama lagi. Bila tidak muncul juga, terpaksa aku harus bergerak sendiri.
Rahasia Sebelas Jari harus kupecahkan. Rantai Naga Siluman harus kudapatkan." Lamat-lamat lelaki berjubah hitam ini arahkan pandangan pada julangan bukit di sebelah kanannya. Tersaput kegelapan dan tak ubahnya raksasa yang mendekam.
Lalu kedua tangannya disedekapkan di depan dada. Dia berusaha berdiri lebih tegak, dengan buka kedua matanya agak melebar. Tapi, karena sepasang mata kelabunya agak menyipit, saat dibuka lebih lebar nampak keningnya jadi berkerut ke atas.
Waktu berlalu dalam keheningan. Angin malam makin menusuk hingga ke tulang sumsum. Di kejauhan lolongan anjing malam terdengar, panjang dan mengiriskan.
Tepat tatkala rintikan air tertumpah dari langit, orang yang bersedekap ini menarik napas pendek.
"Keparat terkutuk! Ini sudah lewat tengah malam, belum ada tanda-tanda perawan keparat itu akan dalang! Jahanam! Berarti, dia sudah tak menghargai aku lagi rupanya! Jahanam sial! Untuk apa aku buang waktu di sini" Aku harus memecahkan Rahasia Sebelas Jari!!" Orang ini kembali hentikan ucapannya.
Pandangannya diedarkan ke bagian kanan dan kirinya.
"Terkutuk! Lebih baik aku berlalu dari sini!!" Baru saja habis kata-kara orang yang mulai geram ini, mendadak terdengar suara angin berkesiur kencang di belakangnya. Segera dia balikkan tubuh dan siap hantamkan tangan kanannya yang diangkat.
Akan tetapi, saat itu pula diturunkan tangan kanannya begitu melihat bayangan orang yang telah berdiri berjarak tiga tombak dari tempatnya.
Menyusul dia mendengus gusar.
Tetapi belum dia membuka mulut, orang yang baru datang itu sudah buka suara, "Kiai Alas Ireng! Maafkan alas keterlambaranku!!" Orang berjubah hitam ini mendengus.
Langsung bersuara jengkel, "Perawan tua bau tanah yang berjuluk Iblis Kelabang! Kupikir kau sudah tak hargai lagi diriku! Hampir kuputuskan untuk menjadikanmu seteru dalam hidupku!!" Orang yang baru datang dan ternyata seorang perempuan yang usianya tak jauh beda dengan lelaki berjubah hitam yang bernama Kiai Alas Ireng, menggelengkan kepala.
"Tak mungkin aku kesampingkan apa yang kau inginkan! Boleh dikatakan, apa yang kau perintahkan selalu kuturuti! Tetapi tentunya, aku juga ingin tahu mengapa kau menyuruhku untuk bertemu di sini!!" Kiai Alas Ireng maju lima langkah ke depan. Dia pandangi dulu perempuan berpakaian panjang berwarna semerah darah itu sebelum buka mulut, "Gampang sekali apa yang kuinginkan! Aku menginginkan kau membunuh Pendekar Slebor." Iblis Kelabang anggukkan kepala sambil kembangkan senyum.
"Membunuh siapa pun, akan kulakukan untukmu! Tetapi, aku ingin tahu mengapa kau memerintahkanku untuk membunuh pemuda dari Lembah Kutukan itu?" Mendengar pertanyaan si perempuan, Kiai Alas Ireng mendengus. Sepasang matanya menyipit saat berkata-kala, "Apakah dengan kata lain, kau mencoba tidak memenuhi apa yang kuperin-tahkan, hah"!" Senyum di bibir Iblis Kelabang makin mengembang.
"Sudah kukatakan, aku tak mungkin menolak perintahmu, Kiai Alas Ireng!" Sepasang mata Kiai Alas Ireng melebar. Begitu dilihatnya si perempuan menganggukkan kepalanya dengan pasti, lamat-lamat dia pun tersenyum lebar.
"Kupercayai apa yang kau katakan! Iblis Kelabang, tidakkah kau mendengar tentang rahasia Pulau Hitam yang telah terpecahkan?" Iblis Kelabang anggukkan kepala.
"Hingga saat ini, telingaku belum tuli sama sekali. Sudah tentu aku mendengarnya. Bahkan kuketahui, kalau Pendekar Sleborlah yang telah memecahkan rahasia Pulau Hitam, yang salah satunya adalah hadirnya Eyang Mega Tantra kembali."
"Hanya itu yang kau dengar?" suara Kiai Alas Ireng terdengar gusar dan mengejek.
"Sudah tentu tidak! Aku mendengar pula kabar tentang Rantai Naga Siluman!"
"Rantai itulah yang kuinginkan!!" Perempuan yang berambut putih dan dikelabang ini terdiam. Keningnya nampak berkerut.
Di saat dia mengangguk-anggukkan kepalanya, nampak kalung kelabang merah bergerak-gerak di atas dadanya yang rata.
"Aku mengerti. Tetapi, mengapa justru Pendekar Slebor yang harus dibunuh" Apa yang kudengar, tak memberitakan tentang Pendekar Slebor yang telah mendapatkan Rantai Naga Siluman," ucap Iblis Kelabang.
"Kau benar!" sahut Kiai Alas Ireng.
"Berita yang sampai di telinga pun mengabarkan demikian! Tetapi, dialah satu-satunya orang yang diberitahukan oleh Eyang Mega Tantra tentang Rahasia Sebelas Jari! Barang siapa yang dapat memecahkan rahasia itu, maka dialah orang yang berhak mendapatkan Rantai Naga Siluman. Karena, rahasia untuk mendapatkan rantai itu, harus memecahkan Rahasia Sebelas Jari."
"Lantas, mengapa aku harus membunuh Pendekar Slebor" Bukankah dia orang yang paling...."
"Bodoh!!" putus Kiai Alas Ireng mengguntur.
"Sudah tentu bila kau berhasil mendapatkan tentang Rahasia Sebelas Jari, baru kau membunuhnya! Selama berdiam di Lembah Kelabang, apakah kau sudah menjadi bodoh"!" Bukannya gusar mendengar bentakan sekaligus ejekan orang, Iblis Kelabang justru rangkapkan kedua tangannya di depan dada. Kepalanya agak ditundukkan.
"Maafkan aku."
"Kau kuberi waktu sebelum purnama datang! Bila kau gagal menjalankan tugas yang kuberikan, kau tak akan pernah lagi tiba di Lembah Kelabang!!"
"Akan kujalankan semua yang kau perintahkan! Karena, inilah saatnya membalas budi! Bila saja kau tak menolong nyawaku dari kematian yang akan diturunkan oleh Panembahan Agung, sudah tentu aku tak akan pernah melihat rupa dunia seperti saat ini!"
"Aku tak bicara seal budi!! Yang kuinginkan, kau jalankan perintahku, tanpa banyak bertanya lagi!!"
"Akan kulakukan sebaik-baiknya!"
"Bagus! Tinggalkan tempat ini sekarang juga!!" Perempuan berpakaian merah darah ini rangkapkan kembali kedua tangannya di depan dada.
"Akan kukabarkan padamu, sepuluh hari mendatang!" Habis kata-katanya, laksana ditarik setan, perempuan ini telah berbalik dan berkelebat ke belakang. Gerakannya begitu cepat. Namun, masih terlihat oleh mata Kiai Alas Ireng kendati perempuan itu sudah berlari berjarak dua puluh tombak dari tempatnya berdiri.
Sepeninggal Iblis Kelabang, Kiai Alas Ireng kembangkan senyum puas. Kedua tangannya disedekapkan kembali di depan dada.
"Kau tak akan berani melecehkan setiap perintahku, Perawan Tua! Biarpun kau mengatakan kau hendak membalas budi, aku lebih percaya karena kau takut terhadapku! Kelemahan seluruh ilmu yang kau miliki sudah kuketahui!" Untuk beberapa lama orang berjubah hitam ini terdiam.
"Sebaiknya, aku juga mulai melacak di mana Pendekar Slebor berada." Baru habis kata-katanya, mendadak Kiai Alas Ireng palingkan kepalanya ke kanan. Mata kelabunya berkilat-kilat tajam.
"Aku mendengar suara orang berkelebat.
Jahanam sial! Apakah Iblis Kelabang kembali lagi" Atau orang lain yang baru datang" Bisa jadi orang keparat itu sudah berada di sini sejak tadi.
Sungguh hebat bila dia bisa hadir tanpa sepengetahuanku. Huh!! Ternyata tempat ini tidak aman! Sebaiknya, kutunggu apa yang akan dilakukan orang itu sebelum aku meninggalkan tempat ini!!" Namun tanpa dia tunggu, orang yang tadi didengar kelebatannya tahu-tahu telah berdiri berjarak dua tombak di hadapannya. Orang ini tegak dengan kedua kaki dibuka agak lebar.
Serta-merta Kiai Alas Ireng membentak, "Orang tak diundang! Sebelum kutanyakan apa keperluanmu di sini, sebaiknya katakan siapa kau adanya!!" Orang yang berdiri di seberang balas memandang. Sepasang matanya tak berkedip. Terlihat pula kalau dia agak berhati-hati. Lalu sambil angkat kepalanya, dia berkata, "Kau boleh me-manggilku dengan sebutan Manusia Sepuluh Siluman!" Terdengar dengusan melecehkan dari Kiai Alas Ireng. Nampak dia sama sekali tak merasa keder dengan kehadiran orang berjuluk Manusia Sepuluh Siluman.
Sebelum dia buka mulut, orang yang mengaku berjuluk Manusia Sepuluh Siluman yang berdiri diselimuti kegelapan sudah buka mulut, "Jangan suka meremehkan orang bila belum lahu siapa adanya orang! Pertanyaanmu telah kujawab, sekarang katakan, apa yang kau ketahui tentang Rahasia Sebelas Jari!!" Kiai Alas Ireng perdengarkan geraman sengit. Sepasang bola matanya mendelik memandang liar ke arah Manusia Sepuluh Siluman.
"Setan alas! Baru kali ini kudengar julukan Manusia Sepuluh Siluman! Tetapi kehadirannya sudah jelas! Bila dia bertanya tentang Rahasia Sebelas Jari, artinya dia juga menghendaki Rantai Naga Siluman!" Habis membatin begitu, Kiai Alas Ireng buka mulut, "Pertanyaanmu sungguh membuatku terkejut! Tak kupungkiri soal itu! Tetapi, aku ingin bertanya lebih dulu! Kau sendiri, apa yang kau ketahui tentang Rahasia Sebelas Jari?"
"Jangan membadut di hadapanku!!" mengguntur suara Manusia Sepuluh Siluman. Orangnya sudah maju tiga tindak ke muka.
Dari jarak yang semakin dekat, Kiai Alas Ireng dapat melihat siapa adanya Manusia Sepuluh Siluman. Orang itu ternyata seorang pemuda tampan berambut gondrong dan di keningnya melingkar sebuah ikat kepala berwarna biru. Pakaian yang dikenakannya biru gelap dengan celana pangsi hitam. Di pinggang si pemuda yang kurang lebih berusia sekitar delapan belas tahun, melilit sebuah tali sebesar ibu jari.
Menyadari siapa adanya orang yang membentak, Kiai Alas Ireng bertambah murka. Seumur hidupnya, baru kali ini dia dibentak orang.
Dan yang lebih membuatnya marah, karena orang yang membentak masih sedemikian muda.
"Bocah yang baru lepas dari susuan! Ucapanmu sangat terasa hingga menembus ke langit tujuh! Apakah kau sudah siap untuk memusnahkan semua impian-impian dari jalan hidupmu yang masih panjang, untuk mampus di tanganku?" Pemuda berhidung mancung itu, pentangkan senyum mengejek. Dengan gerakan lambat namun menampakkan isi dari ilmu yang dimilikinya, si pemuda melipat kedua tangannya di depan dada.
"Aku tahu siapa kau ini! Kiai Alas Ireng! Orang yang menguasai daerah timur! Dan telah memerintahkan perempuan bodoh berjuluk Iblis Kelabang untuk membunuh Pendekar Slebor! Kuhendaki pula nyawa pemuda itu! Tapi, sebelum kudapatkan Rantai Naga Siluman, aku ingin tahu lebih dulu darimu tentang Rahasia Sebelas Jari!!" Makin murka kemarahan Kiai Alas Ireng mendengar ejekan Manusia Sepuluh Siluman.
Tanpa buang waktu lagi, dia segera angkat tangan kanannya. Wuuuttt!! Satu gelombang angin yang menderu dahsyat, menggebrak ke arah Manusia Sepuluh Siluman. Bersamaan Kiai Alas Ireng lancarkan serangan, Manusia Sepuluh Siluman pun buat gerakan memutar dengan tangan kanannya.
Wuusss!! Satu gelombang angin melingkar segera menderu. Pusaran lingkaran angin itu terus bergerak cepat, bukan hanya menahan sambaran angin yang dilepaskan Kiai Alas Ireng, tetapi juga menenggelamkan sekaligus memutus dalam lingkaran anginnya.
Blaaammm!! Terdengar suara letupan keras di saat Manusia Sepuluh Siluman mengangkat tangan kanan dengan cara membuka ke atas.
Di seberang, kendati tak kurang suatu apa, wajah Kiai Alas Ireng berubah. Apa yang diperlihatkan si pemuda telah membuka kedua matanya untuk mengetahui siapa adanya orang.
Liar matanya memandang ke arah Manusia Sepuluh Siluman yang sedang tersenyum dan tangan kanannya telah kembali dilipat di depan dada. Dengan suara mengandung kemarahan, Kiai Alas Ireng keluarkan bentakan, "Pemuda keparat! Rupanya kau memang tak sayang pada nyawamu!" Tertawa keras Manusia Sepuluh Siluman hingga tubuhnya agak bergetar.
"Ucapanmu sungguh sangat enak sekali didengar! Jangan-jangan, kau yang masih sayang pada nyawa busukmu! Kalau begitu, cepat kau katakan, apa yang dimaksud dengan Rahasia Sebelas Jari"!" Seakan dipendam oleh kekuatan dahsyat sisa-sisa ketenangan Kiai Alas Ireng. Kemarahannya kontan membludak naik ke ubun-ubun. Kedua tangannya mengepal kuat.
Beberapa saat masing-masing orang tak ada yang buka suara, sebelum terdengar letupan dahsyat berkali-kali. Bersamaan dengan itu, tanah di hadapan hingga tempatnya berdiri Manusia Sepuluh Siluman, membuyar ke udara.
Memekik tertahan Manusia Sepuluh Siluman melihat apa yang terjadi. Sambil membuang tubuh ke udara dia membatin, "Gila! Satu pame-ran tenaga dalam yang tak dapat dipandang ringan! Tentunya itu telah dilancarkan oleh lelaki ja-hanam ini melalui kepalan kedua tangannya! Hmmm, aku jadi ingin bermain-main dulu dengannya sebelum dia kubunuh!" Masih berada di udara, Manusia Sepuluh Siluman mengibaskan tangan kanannya.
Wrrr! Wrrr! Wrrrr!! Tiga angin kecil laksana anak panah melecut ke arah Kiai Alas Ireng, yang hanya tersenyum melihatnya.
"Kepandaian tak seberapa sudah berani jual lagak!" tawanya sambil mendorong tangan kanannya ke depan.
Namun sebelum dia lakukan, mendadak saja tiga larik angin kecil laksana anak panah itu, telah keluarkan letupan keras. Menyusul letupan lain yang berkali-kali mengarah dan terus melesat ke arah Kiai Alas Ireng.
Kalau tadi si pemuda yang memekik tertahan, sekarang ganti orang berjubah hitam ini yang mendongak kaget disertai pekikan. Dengan kedua mata terbeliak lebar, dia cepat membuang tubuh ke samping kanan.
Bertepatan Manusia Sepuluh Siluman hinggap kembali di atas tanah, Kiai Alas Ireng pun hinggap pula di atas tanah.
Sebelum dia buka mulut, si pemuda sudah menepuk tangannya berulang-ulang disertai suara, "Hebat! Pertunjukan yang sangat menggemaskan sekali! Bila kau melamar menjadi anggota sandiwara keliling, kupikir kau akan langsung di-terima tanpa diuji lebih dulu!!" Memerah wajah Kiai Alas Ireng mendengar ejekan yang sangat menyakitkan. Lebih menyakitkan lagi, saat disadarinya kembali, kalau orang yang keluarkan ejekan hanyalah pemuda yang masih bau kencur!

«««« [ 2 ] »»»»

Kita tinggalkan dulu Kiai Alas Ireng yang bertambah murka mendengar ejekan Manusia Sepuluh Siluman. Pada saat yang bersamaan, satu sosok tubuh bangkit dari rebahannya di bawah pohon yang dinaungi kegelapan. Orang ini perhatikan dulu seorang gadis jelita berkepang dua yang tidur tak jauh darinya sebelum berdiri.
Kejap berikutnya, diedarkan pandangannya ke sekeliling hutan kecil itu. Jajaran pepohonan tinggi hampir-hampir menghalangi pandangannya menembusi kegelapan malam.
Untuk sejenak sosok yang ternyata seorang pemuda ini lak lakukan tindakan apa-apa. Dia seperti menunggu. Sepasang telinganya dipasang baik-baik.
"Tak ada tanda-tanda yang mencurigakan.
Hutan ini aman," desisnya sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Rambut gondrongnya yang acak-acakan, makin bertambah tak karuan.
Kembali diliriknya gadis berpakaian biru muda yang tertidur dengan tubuh meringkuk.
Ada rasa kasihan yang singgah di hati si pemuda yang melihat kalau gadis itu kedinginan.
Hati-hati dia beringsut mendekatinya. Sejenak dipandanginya wajah jelita yang menyamping itu.
"Cantik. Dan sungguh sangat disayangkan karena dia harus terlibat urusan yang pelik ini.
Sebenarnya, aku tak ingin mengajaknya serta.
Urusan Rahasia Sebelas Jari masih membingungkanku," desis si pemuda. Tahu-tahu dia mendengus.
"Monyet pitak! Sudah lima hari aku berusaha memecahkan persoalan Rahasia Sebelas Jari, tapi sampai saat ini belum juga berhasil kulakukan! Kura-kura bau! Kenapa sih aku harus terlibat urusan macam beginian?" Si pemuda yang nampak sedang kesal ini, menggaruk-garuk kembali kepalanya yang tidak gatal. Dan siapa lagi pemuda yang suka memakimaki uring-uringan itu kalau bukan si Urakan dari lembah Kutukan" Anak muda tampan yang memiliki sepasang alis hitam legam menukik laksana kepakan sayap elang ini memang baru saja keluar dari Pulau Hitam. Setelah berhasil mengetahui rahasia apa yang ada di Pulau Hitam, Pendekar Slebor mendapatkan satu teka-teki dari Eyang Mega Tantra. Selain rahasia di Pulau Hitam adalah Eyang Mega Tantra sendiri, ternyata di sana ada sebuah benda sakti yang bernama Rantai Naga Siluman. Saat itu Andika bertanya pada Eyang Mega Tantra, mengapa tak segera mengambil benda sakti itu" Namun jawaban Eyang Mega Tantra bukan hanya mengejutkan, tetapi juga bikin pusing kepalanya. Dia harus berhasil memecahkan Rahasia Sebelas Jari untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman. Karena bila rahasia itu tak terpecahkan, maka sulitlah Rantai Naga Siluman didapatkan.
Dan yang membuat Andika makin uring-uringan, karena Eyang Mega Tantra mengatakan bila Rahasia Sebelas Jari tidak terpecahkan dan berarti Rantai Naga Siluman tak didapatkan dalam waktu satu purnama, maka rimba persilatan akan kacau-balau (Untuk lebih jelasnya, silakan baca episode : "Rahasia Pulau Hitam") Dan sekarang, anak muda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini sedang berusaha keras untuk memecahkan Rahasia Sebelas Jari.
Akan tetapi sampai bonyok pikirannya, dia belum juga berhasil mendapatkan kejelasan.
Keadaan ini bukan hanya membuatnya menjadi gemas. Tetapi juga jengkel.
"Sambel terasi! Daripada mikirin terus, mendingan makan nasi uduk!" desisnya asal-asal.
Kembali diperhatikan wajah jelita yang tertidur nyenyak. Dada si gadis yang agak membusung mengkal itu naik turun di saat napasnya mengalun. Andika mendengus pelan menyingkirkan pikiran kotor yang sempat singgah. Lalu hati-hati dilepaskannya lilitan kain bercorak catur pada lehernya. Hati-hati pula dia menyelimuti sosok si gadis yang tak lain Gadis Kayangan adanya.
Memang, setelah Eyang Mega Tantra memberikan Rahasia Sebelas Jari pada Pendekar Slebor, gadis itu menuntut Andika untuk menceritakannya. Tetapi Andika hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja, karena dia memang tidak tahu secara pasti. Gadis Kayangan melirik Panembahan Agung yang saat itu juga berada di Pulau Hitam, seolah meminta izin untuk mengikuti Pendekar Slebor. Setelah Panembahan Agung mengangguk, gadis itu pun segera mengikuti Andika.
Sementara itu, niat baik Andika untuk melindungi si gadis dari udara yang dingin, justru membuat si gadis terbangun.
Tersentak kaget murid mendiang Pemimpin Agung ini bangkit.
Tangan kanannya nampak terangkat naik tanda siap lepaskan pukulan. Tetapi begitu dilihatnya Pendekar Slebor di hadapannya, Gadis Kayangan mendengus.
"Andika! Apa-apaan sih kau ini" Kau sengaja mengganggu tidurku, ya?" Dibentak seperti itu, pemuda berpakaian hijau pupus ini cuma nyengir.
Lalu katanya, "Maksudku baik. Ingin menyelimutimu. Tapi, karena kau sudah terbangun, ya tidak usah. Mendingan buatku saja." Dasar konyol, anak muda ini menarik kembali kain bercorak caturnya. Lalu menyelimuti tubuhnya. Konyolnya lagi, dia berjongkok seper-ti orang yang kebelet buang hajat dan tubuhnya sengaja digetar-getarkan seolah kedinginan.
Gadis Kayangan yang tadi gusar, justru tertawa melihat sikapnya.
"Mengapa kau terbangun?" tanyanya kemudian. Andika menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku belum tidur."
"Belum tidur" Busyet! Apa kau kebanyakan ngopi sore tadi di dusun yang kita lalui?" Andika cuma nyengir. Sambil menggerakgerakkan tubuhnya, dipandangi wajah jelita Gadis Kayangan. Lalu katanya, "Kau tak pantas meledek orang!" Gadis Kayangan mendengus. Menekuk lu-lut. Sunyi meraja sesaat. Yang terdengar hanya suara hewan-hewan malam.
"Andika...," desis Gadis Kayangan memecah kesunyian.
"Kenapa?" Gadis jelita berkepang dua ini melirik.
"Apakah kau belum mau menceritakan tentang Rahasia Sebelas Jari yang diceritakan Eyang Mega Tantra padamu?"
"Aku bukan tak mau menceritakan, tetapi aku sendiri masih bingung."
"Bila kau bingung, kau kan bisa membagi persoalan itu denganku. Barangkali saja, dengan dua pikiran yang saling bantu, kita akan menemukan apa yang ada di dalam Rahasia Sebelas Jari yang diberikan Eyang Mega Tantra." Andika mengangguk-anggukkan kepalanya, menyetujui kata-kata Gadis Kayangan. Melihat si pemuda mengangguk-angguk, Gadis Kayangan makin bersemangat.
Sambil menggeser duduknya mendekati Andika dia berkata.
"Kalau begitu, cepat kau ceritakan padaku."
"Tidak."
"Tidak?" Gadis Kayangan melotot.
"Tadi kau mengangguk! Sekarang kau mengatakan tidak! Apakah...."
"Rahasia itu bukan hanya rumit. Tetapi juga sulit dimengerti."
"Katakan, katakan padaku." Andika memandangi si gadis yang sedang bersemangat. Yang dipandangi balas memandang dengan kedua mata melebar. Rasa kantuknya telah lenyap. Bahkan saking bersemangatnya, tak terdengar desahan napas si gadis. Mendadak Andika tertawa sambil mendorong kening si gadis dengan gemas.
"Lagakmu, ah!"
"Ayo, dong... ceritakan padaku."
"Baik, akan kuceritakan padamu...," kata Andika kemudian. Dia terdiam sejenak sebelum berkata, "Yang diberitahukan Eyang Mega Tantra padaku, berupa kalimat pendek.
Bahkan boleh dikatakan, tak jelas sama sekali. Tetapi aku yakin, ada makna yang tersembunyi di dalamnya."
"Iya, apa?" tuntut si gadis.
"Dia hanya mengatakan ada sebelas jari di dalam jiwa, satu jari adalah titik kemuliaan.
" Kening Gadis Kayangan berkerut.
"Hanta itu?"
"Ya, hanya itu! Tapi sih, kalau mau kau tambahi, ya terserah!" Gadis jelita berkepang dua ini mendengus.
"Lalu, apa yang dapat kau pikirkan tentang Rahasia Sebelas Jari?" Andika mengangkat kedua bahunya. Iseng dia mencabut sebatang rumput dan menghisaphisapnya.
"Terus terang, aku belum mengetahuinya.
Tetapi bila Rahasia Sebelas Jari dapat terpecahkan, berarti Rantai Naga Siluman yang waktu itu kita lihat muncul dari dalam tanah dan lenyap kembali ke dalam tanah, akan berhasil didapatkan."
"Bagaimana bila tidak?"
"Berarti urusan rimba persilatan yang tengah genting ini akan semakin genting."
"Lalu apa yang akan kau lakukan untuk memecahkan Rahasia Sebelas Jari?" kejar Gadis Kayangan yang bernama asli Winarsih ini penasaran. Andika menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu. Ada sebelas jari di dalam jiwa. Sebelas jari. Hmmm... manusia memiliki dua puluh jari. Sepuluh jari tangan dan sepuluh jari kaki. Tetapi, ini sebelas jari. Yang satu lagi, jari yang mana ya" Janganjangan...." Anak muda urakan ini menghentikan ucapannya.
Gadis Kayangan yang sudah mengetahui kecerdikan Pendekar Slebor, berkata tegang, "Jangan-jangan apa?" Andika meliriknya dengan kening dikerutkan. Melihat sikap anak muda itu semakin terpancing rasa penasaran di hati Gadis Kayangan. Dia jadi makin tegang sekarang.
"Andika katakan padaku, apa yang kau pikirkan?" Bukannya segera sahuti pertanyaan si gadis, anak muda itu justru menganggukanggukkan kepalanya.
"Jangan-jangan... Orang itu cacat...." Mendengus Gadis Kayangan mendengar jawaban Andika.
"Enaknya ngomong!"
"Lho, habisnya ada sebelas jari" Kita kan belum tahu, apa jari kaki atau jari tangan. Tapi, masing-masing berjumlah sepuluh buah. Ya... kalau ada yang berjumlah sebelas jari, berarti cacat."
"Brengsek, ah!" omel Gadis Kayangan sambil berdiri. Sejenak dipandanginya sekeliling tempat itu. Perutnya terasa lapar. Gadis Kayangan bermaksud untuk mencari makanan. Diliriknya Andika yang justru memandangnya dengan kening berkerut.
"Dasar Brengsek!" dengusnya dalam hati.
"Kok, dia tidak merasa bersalah ya?" Lalu katanya, "Aku akan cari makanan!" Tanpa menunggu sahutan Pendekar Slebor, murid mendiang Pemimpin Agung itu sudah berkelebat meninggalkannya.
Tinggal Pendekar Slebor yang mendadak mendengus, lalu terdengar omelannya panjang pendek, "Kok dia kelihatannya sewot sih" Apa aku salah" Kan betul kalau kubilang cacat" Dasar urakan!!" (Ampun! Sebutan itu lebih pantas untuk si gadis atau dirinya sendiri") Malam semakin membentang. Udara terus berhembus dingin. Beberapa dedaunan berguguran, sebuah menerpa wajahnya.
Sambil membuang rumput yang dihisaphisapnya tadi, Andika berusaha memikirkan tentang Rahasia Sebelas Jari.
"Adanya di dalam jiwa," desisnya dengan kening berkerut.
"Di dalam jiwa.
Bukankah itu berarti perasaan" Tetapi, apa iya perasaan" Satu jari adalah titik kemuliaan.
Busyet! Kalau memang ini menyangkut perasaan, bagaimana hubungannya dengan Rantai Naga Siluman" Menurut Eyang Mega Tantra, bila aku berhasil memecahkan Rahasia Sebelas Jari, maka aku akan mengetahui caranya untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman. Monyet gundul! Kok justru semakin pusing saja kepalaku!!" Kembali dicobanya untuk memikirkan lebih lanjut.
"Rahasia Sebelas Jari. Aku yakin, teka-teki ini berada pada kata sebelas jari. Tetapi, apa maksudnya" Mengapa harus dikatakan sebelas jari?" Menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal anak muda ini. Lalu perlahanlahan Andika berdiri. Dipentangkan kedua tangannya sambil menghela napas.
"Huh! Pusing kepalaku!" Diarahkan pandangannya ke arah perginya Gadis Kayangan tadi. Dan dia mendesis lagi, "Mencari makanan malam begini, sudah tentu yang didapat hanyalah ayam, burung atau kelinci hutan. Biar cepat, lebih baik aku membuat api unggun saja." Memutuskan demikian, Andika segera mengumpulkan beberapa batang ranting. Namun sebelum dia membuat api, mendadak didengarnya teriakan keras, "Andikaaaa!!" Teriakan keras itu dibaluri dengan ketakutan yang tinggi.
Tanpa hiraukan lagi niatnya semula, Andika segera berkelebat ke arah suara tadi, yang dikenalnya sebagai suara Gadis Kayangan. Cukup lama dia harus mencari di mana asal suara itu berada, sebelum akhirnya dia menemukannya. Dan anak muda ini sampai surut satu tindak ke belakang melihat pemandangan di hadapannya. Di hadapannya, seorang lelaki tinggi besar tengah menenteng sosok Gadis Kayangan di pinggangnya. Dari sikap yang diperlihatkan oleh Gadis Kayangan, Andika langsung mengetahui kalau gadis itu dalam keadaan tertotok.
Tetapi suaranya cukup keras terdengar, "Andika! Tolong aku!!"

«««« [ 3 ] »»»»

Sementara itu, di padang rumput yang luas, Kiai Alas Ireng tak kuasa untuk menindih amarahnya lebih lama. Kegusaran lelaki tua berjubah hitam ini pada pemuda yang berjuluk Manusia Sepuluh Siluman semakin menjadi-jadi.
Kejap berikutnya dia sudah melesat ke depan seraya dorong tangan kanan kirinya.
Kalau tadi hanya mencelat gelombang angin belaka, kali ini disusul dengan bongkahan awan-awan hitam. Suara yang keluar sangat angker, seperti puluhan pedang membeset udara.
Tanah dan rerumputan terseret.
Di seberang, Manusia Sepuluh Siluman sesaat melengak melihat kedahsyatan serangan orang berjubah hitam.
Kali ini dia segera tekuk kedua tangannya seolah membentuk halangan. Napasnya ditahan sesaat. Mendadak diangkat kedua tangan yang tertekuk itu ke atas, hingga kedua sikunya terangkat naik. Serta-merta menggebah gelombang angin yang tak kalah mengerikannya.
Wrrrr! Wrrrr!! Tak disangsikan lagi akibat yang terjadi begitu kedua gempuran bertemu.
Blaaamm! Blaaammm! Diiringi suara yang berdebur dahsyat, padang rumput yang diselimuti kegelapan seolah bergetar, disusul ambyarnya awan-awan hitam yang keluar dari dorongan kedua tangan Kiai Alas Ireng. Tanah di mana bertemunya dua tenaga jarak jauh yang dahsyat itu, muncrat ke udara yang seketika pandangan terbungkus oleh gumpalan tanah. Cukup lama tanah-tanah itu masih beterbangan sebelum akhirnya sirap kembali ke atas tanah. Begitu pemandangan dapat ditembusi pandangan mata, terlihat lubang yang cukup lebar. Sementara itu, Kiai Alas Ireng nampak telah surut tiga tindak ke belakang. Bukan hanya kedua tangannya saja yang bergetar, sekujur tubuhnya pun bergetar hebat. Bahkan tanpa disadarinya, gigi-giginya saling bertemu hingga timbulkan suara bergemeletuk.
Menyusul dia keluarkan napas dengan cara dihentakkan. Bersamaan dengan itu, darah keluar dari kedua lubang hidungnya. Rasa nyeri dirasakan pada kedua tangannya. Di seberang, Manusia Sepuluh Siluman nampak tengah rangkapkan kedua tangannya di depan dada. Rupanya, pemuda ini hampir-hampir tak kuasa menahan gempuran lawan, hingga dia sampai jatuh berlutut. Sekujur tubuhnya juga bergetar hebat. Dari sela-sela bibirnya meleleh darah kental.
Kiai Alas Ireng yang geram karena serangannya berhasil dikandaskan lawan, kali ini pentangkan seringaian lebar setelah dia berhasil pu-lihkan kembali keadaannya dan melihat apa yang dialami Manusia Sepuluh Siluman. Matanya yang menyipit berkilat-kilat tatkala dia menemukan sa-tu pikiran yang menurutnya sangat menarik.
"Bila menuruti kata hatiku, ingin rasanya kubunuh pemuda celaka ini! Tetapi, aku dapat mempergunakan tenaganya. Dia memiliki kesaktian yang hanya dua tingkat berada di bawahku.
Cukup dapat kuandalkan." Habis membatin begitu, dia berkata sambil lipat kedua tangannya di depan dada.
"Orang muda! Dari kesaktian yang kau miliki, tentunya kau adalah murid orang yang tak bisa dipandang sebelah mata! Tapi, menilik julukanmu yang baru kudengar, aku yakin kalau kau adalah orang yang baru saja turun gunung dan tentunya mengemban satu tugas! Katakan padaku, siapa orang yang telah memerintahkan-mu untuk mencari tahu tentang Rahasia Sebelas Jari"!" Masih coba alirkan tenaga dalamnya ke seluruh tubuhnya, Manusia Sepuluh Siluman mendongak. Bibirnya membentuk ejekan. Sepasang matanya mencorong tajam.
"Menghadapiku kau belum tentu dapat melakukannya!! Pantang bagiku untuk menyebutkan nama Guru!!" Kiai Alas Ireng yang memikirkan kalau dia dapat memperalat pemuda itu, hanya tersenyum mendengar ejekan orang.
"Menilik jawabanmu, nampaknya kau tak mengelak saat kukatakan kau adalah pemuda yang baru saja selesai berguru! Dan tentunya, gu-rumu yang telah memerintahkan kau untuk mencari keterangan tentang Rahasia Sebelas Jari! Aku adalah orang baik-baik! Seluruh rimba persilatan mengenaiku sebagai orang paling baik!" Habis kata-katanya, Kiai Alas Ireng tertawa keras. Seolah tengah menyaksikan satu kelucuan yang mengundang tawa.
Masih tertawa dia melanjutkan katakatanya, "Malam ini, untuk mencabut nyawamu adalah sangat mudah! Dan kau tak akan bisa tu-tupi keadaanmu yang tentunya sudah terluka dalam, bukan" Tetapi, aku tidak akan mencabut nyawa busukmu bila kau mau menjadi pesu ruhku yang paling setia!!" Menggigil tubuh Manusia Sepuluh Siluman mendengar kata-kata orang. Namun dia sendiri saat ini tak berani untuk lancarkan serangan.
Jangankan lakukan itu, berdiri pun dia masih belum yakin sepenuhnya untuk dapat tegak.
Sesungguhnya, Manusia Sepuluh Siluman memang baru saja turun gunung. Dia telah berguru pada seseorang yang berjuluk Raja Siluman yang berdiam di Gunung Siluman. Raja Silumanlah yang memerintahkannya untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman, dan untuk mendapatkan rantai pusaka itu, dia mengharuskan muridnya untuk mencari tahu tentang Rahasia Sebelas Jari yang merupakan kunci untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman.
Sudah seminggu lamanya Manusia Sepuluh Siluman yang memiliki nama asli Jayeng Gangga ini, mencoba mencari tahu tentang Rahasia Sebelas Jari. Dan selama tujuh hari itu dia belum mendapatkan apa yang diinginkannya. Hingga tanpa disadarinya, dia telah tiba di padang rumput yang sekarang dipijaknya. Semula dari kejauhan dia hanya melihat orang berjubah hitam tanpa mengetahui siapa adanya orang itu.
Karena selama tujuh hari belum mendapatkan keterangan tentang Rahasia Sebelas Jari, Manusia Sepuluh Siluman bermaksud untuk menanyakan soal itu pada orang berjubah hitam.
Namun sudah tentu dia tak akan bertindak ceroboh, mengingat apa yang akan ditanyakannya tentunya sudah menyebar luas, seperti yang dikatakan gurunya si Raja Siluman. Manusia Sepuluh Siluman mencoba mencari cara yang terbaik untuk dapat mencari tahu apa yang diinginkannya.
Belum lagi ditemukan cara yang tepat, dilihatnya satu sosok tubuh datang dari kejauhan.
Segera saja dia berkelebat mendekat dengan pergunakan ilmu peringan tubuhnya.
Percakapan yang kemudian didengarnya antara kedua orang itu, menambah semangatnya untuk mendapatkan keterangan tentang Rahasia Sebelas Jari. Dari sebulan keduanya, dia tahu kalau orang berjubah hitam berjuluk Kiai Alas Ireng sementara perempuan berambut kelabang berjuluk Iblis Kelabang. Sebelum meninggalkan Gunung Siluman, si pemuda telah mengetahui beberapa nama dan julukan orang-orang yang menguasai bagian rimba persilatan. Salah satu yang diketahui dari gurunya, adalah Kiai Alas Ireng.
Dipikirkan lagi bagaimana caranya untuk mengorek keterangan tentang Rahasia Sebelas Jari. Dan karena sesungguhnya pemuda ini memang bersifat tinggi hati dan suka mengecilkan orang lain, dia akhirnya memutuskan untuk langsung menanyakan soal itu pada Kiai Alas Ireng sepeninggal Iblis Kelabang.
Karena memandang rendah siapa adanya orang, Manusia Sepuluh Siluman kena batunya.
Padahal, dia masih dapat menandingi Kiai Alas Ireng bila saja dia tidak gegabah di saat menghalangi sekaligus lancarkan serangan orang berjubah hitam. Dan sekarang, orang berjubah hitam itu makin mengecilkannya dengan mengatakan tak akan membunuhnya bila dia mau menjadi pengikutnya. Kesombongan itulah yang membuat Manusia Sepuluh Siluman perlahan-lahan berdiri. Tangan kanannya masih memegang dadanya, sementara tangan kiri mengusap darah yang kini keluar dari hidungnya.
Pandangannya melotot gusar tak berkedip.
"Jahanam berjubah hitam! Kau terlalu memandang rendah orang! Kita bertarung lagi sekarang! Persetan kau mau mengatakan tentang Rahasia Sebelas Jari atau tidak! Karena, malam ini nyawamu adalah milikku!!" Laksana dibetot setan urat suara Kiai Alas Ireng, hingga mendadak saja tawanya terputus.
Sepasang mata sipitnya membesar, hingga kelopaknya seperti terbuka.
Tak ubahnya air bah yang melanda sebuah dusun, Kiai Alas Ireng menerjang ke depan. Lesatan tubuhnya menimbulkan suara angin menggempur. Tangan kanan kirinya diangkat terlebih dahulu sebelum disentakkan ke arah Manusia Sepuluh Siluman.
Dilihatnya bagaimana wajah Manusia Sepuluh Siluman tersentak kencang ke belakang.
Dia nampak berusaha untuk hindari gumpalan awan-awan hitam yang menggebrak itu. Namun nampaknya dia tak akan mampu melakukannya.
Desss!! Tanpa ampun sosok si pemuda terlempar deras ke belakang dan terbanting keras di atas tanah. Bersamaan tubuhnya terbanting, terdengar suara keluhannya. Di lain saat, teriakan laksana diserbu puluhan harimau menggema di tengah malam buta bersamaan tubuhnya menggeliat liar dan terbanting-banting di atas tanah hingga tanah muncrat berulang kali.
Di tempatnya, Kiai Alas Ireng menunggu.
Pandangannya yang menyipit berkilat-kilat penuh kepuasan. Bibirnya sunggingkan senyuman begitu mendengar teriakan kematian Manusia Sepuluh Siluman. Tiga tarikan napas kemudian, teriakan itu mulai mereda dan akhirnya hilang sama sekali.
Kiai Alas Ireng menyeringai.
"Itulah akibatnya bila berani menolak permintaanku!!" desisnya seraya melompat untuk meyakini kalau Manusia Sepuluh Siluman telah mampus. Berjarak tiga langkah, dilihatnya bagaimana wajah Manusia Sepuluh Siluman membiru. Dari mulut dan hidungnya alirkan darah kental. Tetapi orang berjubah hitam ini belum puas bila belum melihat dari dekat. Dengan langkah agak bergegas dia mendekati sosok tubuh yang tak bergerak itu.
Senyumannya mengembang.
"Sayang kau harus mampus sekarang! Padahal, aku masih mau menerimamu sebagai pengikutku bila kau mau sedikit menahan kesombongan! Tetapi, manusia sombong seperti kau yang berani menantangku, lebih baik mampus!" Dengan kepuasan yang makin nampak pada wajah tirusnya, orang berjubah hitam ini mengedarkan pandangannya.
"Malam akan segera beranjak menuju pagi, waktuku cukup banyak terbuang untuk meladeni pemuda sombong ini. Entah di mana saat ini Iblis Kelabang. Sebaiknya, aku segera meneruskan untuk mencari Pendekar Slebor!" Memutuskan demikian, orang berjubah hitam ini segera berkelebat meninggalkan tempat itu ke arah timur.
Dan dia tidak tahu, lima tarikan napas sepeninggalnya, sosok Manusia Sepuluh Siluman yang telah menjadi mayat, mendadak saja lenyap.
Sebagai gantinya, yang nampak hanya kepulan asap putih belaka.
Menyusul terdengar suara orang terbatuk menahan sakit. Suara batuk itu ternyata berasal dari Manusia Sepuluh Siluman yang tengah berlutut! Astaga! Apa yang sebenarnya terjadi" Manusia Sepuluh Siluman sadar, kalau dia tak akan mampu menghadapi Kiai Alas Ireng dalam keadaan terluka dalam seperti itu. Kendati demikian, dia tak menyesali sikap sombongnya.
Malah sambil tertawa-tawa, dia coba memancing kemarahan Kiai Alas Ireng.
Di saat lelaki berjubah hitam itu lancarkan serangan dan jelas akan mengirimnya ke akhirat, Manusia Sepuluh Siluman telah keluarkan ajaran dari gurunya si Raja Siluman. Dengan pergunakan ilmu 'Balik Mata Timbul Asap', dia dapat mengubah pandangan Kiai Alas Ireng, pada dirinya. Yang diserang oleh Kiai Alas Ireng adalah jelmaan sosok Manusia Sepuluh Siluman yang terbuat asap belaka, sementara wujudnya yang asli berada tak jauh dari sana.
Ilmu 'Balik Mata Timbul Asap' adalah salah satu ilmu siluman yang menyebabkan pemuda itu dijuluki Manusia Sepuluh Siluman. Julukan itu diberikan oleh gurunya sendiri.
Sekarang, sambil perlahan-lahan bangkit, Manusia Sepuluh Siluman memandang ke arah perginya Kiai Alas Ireng. Wajah tampannya berubah laksana setan. Kemarahan telah menghantuinya. Dan dia telah tanamkan niat, untuk membalas semua perbuatan Kiai Alas Ireng.
"Tak akan kubiarkan dia hidup lebih lama! Tak akan kubiarkan dia jadi lawanku untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman! Manusia itu harus mampus sebelum kudapatkan Rantai Naga Siluman!!" desisnya penuh kemurkaan.
Diedarkan pandangan ke sekelilingnya yang gelap. Tahu-tahu terlihat kepalanya mengangguk-angguk.
"Tadi kutangkap pembicaraan, kalau orang yang mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari adalah Pendekar Slebor! Huh! Seperti apa orang itu" Apakah dia sebangsa manusia yang membuat keder orang, atau hanya cecunguk kesiangan belaka"! Tetapi, dialah orang yang harus kutuju! Sekaligus... membunuh Kiai Alas Ireng!!" Kejap berikutnya, dengan tubuh agak limbung dan tangan masih memegangi dada, pemuda ini meninggalkan tempat itu dengan langkah terhuyung. Namun dendam begitu berkobar di dadanya.

«««« [ 4 ] »»»»

Di tempatnya, Pendekar Slebor memandang tak berkedip pada lelaki tinggi besar itu. Dia harus mendongak saat memandang, karena sosoknya hanya sebahu orang itu.
Gadis Kayangan yang nampak tak berontak dalam tentengan orang itu berseru keras, "Andika! Jangan jadi patung begitu! Kau harus menolongku!!" Seolah baru sadar dari keterkejutannya, Andika nyengir. Sementara itu, di kejauhan mulai nampak bias-bias matahari tanda pagi kembali datang.
"Busyet! Katanya kau mau mencari makanan" Kok tidak tahunya bermain ayun-ayunan begitu?" ucapan urakannya langsung terdengar, padahal diam-diam Andika sedang memikirkan siapa gerangan lelaki tinggi besar itu.
Gadis Kayangan melotot gusar.
Orang tinggi besar yang ternyata berkulit hijau itu menggeram keras. Suaranya laksana auman harimau.
"Anak muda! Gadis ini akan kuberikan padamu tanpa kurang suatu apa, asal kau dapat memenuhi syarat yang kuberikan!!" Andika mengangkat kedua bahunya.
"Wah! Soal gadis itu mau kau apakan, ya terserah deh! Itu urusanmu dan keluargamu! Cuma... aku mau tahu nih, kau ini siapa sih"!" Kontan Gadis Kayangan melotot gusar mendengar ucapan Pendekar Slebor. Dia sendiri sebelumnya sedang asyik memburu seekor kelinci yang tertangkap oleh pandangannya. Dan hampir saja dia berhasil menjebak sekaligus menangkap kelinci itu, mendadak pendengarannya menangkap getaran yang sangat kuat pada tanah.
Sedikit terkejut gadis jelita berkepang dua ini palingkan kepala. Sampai surut satu tindak Gadis Kayangan, begitu melihat satu sosok tinggi besar berkulit hijau tanpa pakaian, telah berdiri di hadapannya.
Untuk sesaat dia tak lakukan tindakan apa-apa kecuali pandangannya yang dibuka besar-besar, memandang dada orang itu yang demikian bidang. Tonjolan ototnya begitu kentara. Dan belum lagi dia berbuat apaapa, mendadak saja tangan kanan besar itu telah bergerak untuk menangkapnya. Gerakan tangan besar itu, menimbulkan kesiur angin yang keras.
Sudah tentu Gadis Kayangan tak menginginkan dirinya disambar oleh orang tinggi besar yang baru pertama kali dilihatnya. Dengan pergunakan kelincahannya, dia berkelit. Namun baru saja dia berhasil hindari sambaran tangan kanan orang berkulit hijau itu, tangan kiri orang itu sudah menyambar kembali.
Memekik kaget Gadis Kayangan sambil lepaskan pukulan tangan kanan untuk memapaki sambaran tangan kiri lawan.
Bukkk!! Benturan terjadi dan nampak sosok Gadis Kayangan tergontai-gontai ke belakang. Tangan kanannya dirasa nyeri bukan main. Sementara itu, orang tinggi besar berkulit hijau keluarkan gerengan yang sangat keras.
Wajahnya sangat kaku. Mendadak dia maju tiga langkah ke depan.
Saat kedua kakinya menginjak tanah saat me langkah, terdengar suara debukan yang keras.
Tangan kanan kirinya kembali bergerak berusaha menyambar Gadis Kayangan.
Semula Gadis Kayangan sudah memutuskan untuk segera meninggalkan orang ini.
Akan tetapi, dua sambaran tangan orang itu membuatnya harus bersiaga. Gadis Kayangan tak sempat keluarkan ilmu yang dimilikinya, karena tangan kiri orang itu sudah menyambar tangan kanannya dan menyentak.
Laksana ditarik setan, tubuh Gadis Kayangan yang mungil sudah tertarik ke arahnya. Sebelum murid mendiang Pemimpin Agung ini berbuat sesuatu, tangan kanan orang tinggi besar berkulit hijau telah menotoknya.
Dalam keadaan tak berdaya seperti itu namun mulut yang masih dapat berbunyi, dia berteriak keras dengan harapan Andika dapat mendengarnya. Tetapi pemuda yang diharapkannya membantu, justru bersikap seenak jidat saja.
Sementara itu, orang tinggi besar tanpa baju itu menggereng keras.
"Aku Kala Ijo!" serunya menyahuti pertanyaan Andika tadi.
"Busyet! Itu nama atau julukan" Tetapi yang pasti, dia memang sangat cocok menggunakan sebutan itu," desis Andika sambil garuk-garuk kepalanya. Sepasang matanya tak berkedip ke depan. Dia tak akan berdiam diri bila terjadi sesuatu pada Gadis Kayangan.
Kalaupun tadi dia berkata demikian, karena hendak mencari tahu siapa adanya orang tinggi besar itu.
Kemudian dia berkata, "Kala Ijo! Nama itu pantas kau sandang! Sekarang, cepatan sedikit, apa yang akan kau jadikan syarat buatku mendapatkan gadis bengal itu kembali"!" Sepasang mata besar Kala Ijo makin membesar. Seluruh tubuhnya nampak dilapisi kulit yang sangat tebal dan berwarna hijau. Wajahnya kaku dan tegang. Seluruh yang ada di wajahnya itu besar.
"Aku mencari Pendekar Slebor! Kau katakan di mana dia berada, maka akan kuberikan gadis ini padamu!!" Seperti disentak setan kepala Andika melengak ke belakang. Di lain saat dia sudah bersikap normal kembali. Kendati demikian hatinya mendadak terasa tidak enak.
Jelas kalau Kala Ijo sedang mencarinya.
Hanya saja, dia tidak tahu seperti apakah rupa orang yang dicarinya.
"Bila kau mencari Pendekar Slebor, kebetulan sekali kemarin sore aku berjumpa dengannya!" Habis Andika berkata demikian, Kala Ijo melepaskan tentengan tangannya pada tubuh Gadis Kayangan. Kontan si gadis ambruk. Dia nampak hendak memaki-maki, tetapi begitu dilihatnya tatapan Andika serius ke arahnya, si gadis cuma dapat menelan kejengkelannya.
"Bagus bila kau mengetahuinya! Ke mana Pendekar Slebor pergi"!"
"Wah! Kalau soal itu sih aku tidak tahu! Tetapi, dia menuju ke arah timur! Ngomongngomong... ada apa sih kau mencari Pendekar Slebor"!"
"Anak muda keparat! Berani lancang di hadapan Kala Ijo, berarti kematian yang akan kau terima!!" geram Kala Ijo dengan suara menggelegar. Kendati kaget mendengar suaranya, Andika cuma mengangkat kedua bahunya saja.
"Aku kan cuma bertanya, kalau kau tidak mau menjawab, ya tidak apa-apa." Kala Ijo nampak terdiam. Wajah kakunya nampak semakin kaku. Lalu dengan tangan kanan tertuding ke arah Andika dia berkata, "Aku menginginkan Rahasia Sebelas Jari!!"
"Kutu landak! Rupanya Rahasia Sebelas Jari sudah menyebar! Kalau begini caranya, sudah tentu bukan hanya dia seorang yang hendak mencari tahu sekaligus memecahkan Rahasia Sebelas Jari! Tetapi tentunya, mereka harus mengetahui dulu, apa isi rahasia itu!" batin Andika sambil memandang orang di hadapannya. Gadis Kayangan sendiri terkejut mendengar ucapan orang tinggi besar berkulit hijau.
"Celaka! Nampaknya rahasia yang diberikan Eyang Mega Tantra pada Pendekar Slebor telah meluas...." Sementara itu Kala Ijo berkata lagi, "Cepat kalian menyingkir dari sini! Bila dalam tiga kejapan mata masih berada di sini, maka nyawa kalian berdua akan kucabut!!" Andika yang merasa telah cukup untuk mengetahui apa tujuan Kala Ijo mencari dirinya, buru-buru rangkapkan kedua tangannya di depan dada. Masih rangkapkan kedua tangannya, dia membungkuk berulang kali.
"Pergiii!!" menggelegar suara Kala Ijo.
"Busyet! Galak amat sih" Awas ya, lain kali kutusuk perutmu biar jadi orang kerdil!" gerutu anak muda urakan ini sambil melangkah mendekati Gadis Kayangan.
Begitu dilihatnya Gadis Kayangan hendak membuka mulut, dia berkata, "Jangan bicara du-lu. Kita menyingkir dari sini."
"Aku ditotok," bisik Gadis Kayangan.
"Aku tahu. Akan kucari totokan itu dan kubebaskan kau," sahut Andika balas berbisik.
Lalu dengan gerakan yang sangat cepat, Andika mengangkat tubuh Gadis Kayangan dan membopongnya. Sebelum dia meninggalkan tempat itu, dia berkata pada Kala Ijo "Oya! Kalau kau sudah bertemu dengan Pendekar Slebor, baiknya kau katakan padaku, ya" Kalau kau tidak bertemu denganku, kirim surat saja!!" Masih menyimpan bergumpal pertanyaan di dalam dadanya, Pendekar Slebor segera berkelebat cepat dari sana.
Sementara itu, Kala Ijo yang memang berhati kaku, sungguh tak mengerti apa yang dimaksudkan anak muda tadi. Dia hanya keluarkan dengusan sebagai sahutan ucapan Andika.
Lalu dia arahkan pandangannya ke depan.
Sepasang mata besarnya bergerak-gerak tidak sabar.
"Aku harus berjumpa dengan Pendekar Slebor. Dialah orang yang kudengar mendapatkan amanat untuk memecahkan Rahasia Sebelas Jari yang diberikan Eyang Mega Tantra. Harus kuceritakan tentang Rantai Naga Siluman. Dan pemuda itu harus tahu, kalau bahaya sedang mengintainya," desisnya dengan wajah tetap kaku.
Orang tinggi besar berkulit hijau ini terdiam. Kedua bahunya nampak bergerak-gerak.
Dua kejapan berikutnya, orang tinggi besar berkulit hijau ini segera memutar arah. Lalu segera meninggalkan tempat itu. Setiap kali dia melangkah, terdengar suara berdebuk-debuk yang sangat keras.

****

"Andika, mengapa kau tak mengatakan kalau engkaulah Pendekar Slebor?" tanya Gadis Kayangan setelah totokannya dibebaskan dan se-potong paha ayam panggang masuk ke perutnya.
Andika yang lagi berusaha untuk mendapatkan sisa-sisa daging ayam panggang yang sedang dimakannya, menyahut, "Aku belum mengetahui siapa adanya Kala Ijo. Bisa jadi, selain untuk mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari, dia juga bermaksud akan membunuhku setelah itu."
"Lawan saja!" Andika langsung palingkan kepala. Matanya melotot.
"Enak saja ngomong! Apa kau tidak lihat badannya dua kali besar badak"!" Tertawa nyaring Gadis Kayangan mendengar selorohan anak muda urakan itu. Hatinya yang selama ini memendam rasa cinta pada Andika, semakin membesar. Dan bunga-bunga cintanya terus bermekaran.
"Lantas, apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanyanya kemudian.
Andika melempar tulang-tulang ayam yang dipegangnya. Entah di mana jatuhnya tulangtulang ayam itu, karena lesatannya laksana anak panah.
"Aku tidak tahu."
"Lho, mengapa kau tidak tahu?"
"Kok aku tidak tahu malah heran" Hei, aku ini bukan orang yang serba tahu!"
"Ya... kupikir kau sangat cerdik, tidak tahunya... kau malah kebingungan sekarang."
"Aku bukan hanya bingung, tapi super bingung! Rahasia Sebelas Jari bukan masalah enteng. Dan sialnya, waktu yang kupunyai hanya sampai purnama bulan ini. Kau ini bukannya membantu, malah tertawa-tawa!"
"Apa yang harus kubantu" Memijitmu?"
"Kalau kau mau, ya silakan saja!"
"Huh! Tak sudi aku memilih orang yang penuh kudis begitu!"
"Hei!" Andika melotot.
"Bicara sembarangan! Apakah kau tidak tahu kalau aku ini orang yang paling baik di antara sepuluh orang?"
"Kalau kau yang paling baik, berarti yang sembilan orang lagi berhati jahat dong?"
"Nah! Kau telah mengambil penilaian yang sangat bagus! Sembilan orang itu memang berhati jahat! Tetapi ya... tidak semuanya, kan?" Gadis Kayangan yang menganggap ucapan Andika hanya ngawur saja, tertawa lagi.
"Kenapa kau tidak mengatakan kau mempunyai dua kepribadian" Yang satu jelek dan yang satu bagus?"
"Kalau begitu, ada sebelas orang dong?" balas Andika sambil nyengir.
"Kau bilang ada beratus-ratus aku juga tidak peduli! Eh, aku mau mandi dulu ah!"
"Jangan jauh-jauh, nanti kau...," mendadak anak muda urakan ini memutus katakatanya sendiri. Keningnya seketika nampak berkerut dan jelas kalau dia tengah memikirkan sesuatu. Gadis Kayangan tak pedulikan sikap Andika yang bengong kayak macan ompong itu. Sambil tertawa-tawa, dia segera meninggalkan tempat itu untuk mencari sungai atau mata air. Sepeninggal Gadis Kayangan, kening Andika semakin berkerut saja. Dia tak berkata apaapa ataupun lakukan tindakan apa-apa. Cukup lama dia berdiam diri seperti itu sebelum kemudian terlihat kepalanya mengangguk-angguk. Mulutnya nampak mulai berkomat-ka-mit, tetapi tak ada suara yang terdengar. Sampai kemudian dia menarik napas pendek.
"Barangkali memang itu...," katanya pelan, seperti khawatir didengar orang.
" Ada sebelas jari di dalam jiwa satu jari adalah titik kemuliaan.
Apakah bukan itu maksudnya. Sebelas jari itu ada di dalam jiwa, satu jari adalah titik kemuliaan. Tadi secara bergurau, kukatakan pada Gadis Kayangan, kalau aku adalah orang yang paling baik dari sepuluh orang. Berarti, ada sembilan orang di luar diriku. Dan berjumpa sepuluh denganku. Tetapi, Gadis Kayangan mengatakan, bagaimana kalau aku memiliki dua kepribadian" Secara tak langsung akan berjumlah sebelas orang. O... tidak, tidak... bukan sebelas orang. Tetapi sebelas jiwa. Ya, ya...
satu jari adalah titik kemuliaan. Apakah yang dimaksud dari Rahasia Sebelas Jari, adalah orang yang berjumlah sepuluh, kemudian salah seorang memiliki dua kepribadian?" Anak muda ini kembali terdiam. Diperas otaknya untuk memikirkan kemungkinan dari jawaban Rahasia Sebelas Jari.
Lalu terlihat kepalanya digeleng-gelengkan.
"Ah, terlalu cepat aku mengambil kesimpulan seperti itu. Barangkali memang bukan itu jawaban dari Rahasia Sebelas Jari. Kalau memang bukan, apa lagi" Kutu loncat! Otakku jadi kayak otak kerbau sekarang!! Dasar monyet pitak!!" Kalau tadi dia kelihatan berpikir keras, kali ini kelihatan dia cengar-cengir tak karuan. Mulutnya berucap panjang pendek tak jelas.
"Dasar urakan! Masa cuma ngomong begitu saja, merupakan jawaban"! Huh!! Mendingan aku mencari Gadis Kayangan saja! Siapa tahu dia sudah menemukan sungai dan aku bisa...," mendadak anak muda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini berdiri.
"Pokoknya asyiiikkkk!!" Lalu dengan pikiran yang dia ketahui sendiri, dia sudah berlari ke arah perginya Gadis Kayangan.

«««« [ 5 ] »»»»

Jalan setapak itu lengang. Di sana-sini ranggasan semak belukar setinggi dada seolah menjadi pagar di kanan kiri jalan setapak itu. Angin berhembus sejuk. Matahari telah turun dari titik tengahnya sejak dua penanakan nasi tadi.
Hingga jalan setapak itu tak diganasi teriknya sinar matahari.
Mendadak saja kelengangan terhapusi oleh gemuruh angin yang sangat keras. Menyusul munculnya dua sosok tubuh berpakaian abu-abu gelap panjang. Dua orang yang ternyata laki-laki setengah baya ini, berwajah mirip satu sama lain.
Rambut masing-masing orang dikepang dua. Di pinggang keduanya terselip sebatang parang besar. Orang yang berada di sebelah kiri mendesis, "Alung Gaganda! Apakah aku tadi tidak salah melihat, kalau kulihat kelebatan hijau dan biru muda melalui jalan setapak ini?" Orang yang di sebelah kanan dan berwajah mirip dengan orang yang ajukan tanya tadi, menganggukkan kepala. Sambil pandangi kejauhan melalui jalan setapak itu dia menganggukanggukkan kepala.
"Kau tidak salah! Aku pun melihatnya!"
"Apakah kau ingat tentang ciri orang yang kita cari?"
"Ya! Dia mengenakan pakaian hijau muda dan di lehernya melilit kain bercorak catur."
"Bagaimana dengan bayangan hijau tadi" Adakah kau juga melihat sehelai kain yang melilit pada lehernya?" Alung Gaganda menganggukkan kepalanya.
"Kau benar, Agung! Jelas kalau salah seorang dari dua bayangan tadi adalah orang yang kita cari!" Kejap berikutnya tak ada yang keluarkan suara. Kedua orang berwajah mirip satu sama lain ini, dikenal dengan julukan si Kembar Parang Maut. Sungguh sulit membedakan yang mana Alung Gaganda dan yang mana Agung Gaganda.
Namun sebenarnya ada cara yang dapat membedakan masing-masing orang.
Di lengan kanan Agung Gaganda yang tertutup tangan panjang pakaiannya, terdapat bekas luka. Itu disebabkan ketika dia masih kecil, ter-sangkut akar pohon tatkala berenang di sebuah sungai. Akan tetapi, karena pakaiannya berlengan panjang, sudah tentu sulit untuk melihat tanda bekas luka itu.
Agung Gaganda berkata, "Biar kita tidak terlalu banyak buang waktu, kita berpencar untuk mencari pemuda itu! Dialah satu-satunya orang yang mengetahui tentang isi Rahasia Sebelas Jari! Berita tentang Pulau Hitam telah menyebar luas! Aku yakin akan banyak orang-orang yang memburu pemuda dari Lembah Kutukan itu. Dan sudah tentu kita tak boleh terlambat untuk mengetahui sekaligus memecahkan Rahasia Sebelas Jari. Rantai Naga Siluman harus kita miliki!" Setelah melihat kepala adik kembarnya mengangguk, Agung Gaganda segera berkelebat mengikuti jalan setapak yang telah dilalui bayangan hijau dan biru muda yang dilihatnya. Alung Gaganda sendiri mengambil jalan agak serong ke kanan, sebelum meluruskan langkah sejajar dengan arah yang ditempuh oleh Agung Gaganda. Berjarak tiga puluh tombak dari masingmasing orang yang berkelebat, bayangan hijau dan biru muda yang berkelebat sebelumnya dan tak lain Pendekar Slebor serta Gadis Kayangan, menghentikan lari mereka masing-masing.
Kedua remaja itu tak ada yang buka suara.
Mereka edarkan pandangan ke sekeliling yang ditumbuhi pepohonan tinggi.
Dua kejapan mata kemudian, terdengar suara Gadis Kayangan, "Andika! Mau apa kita terus menerus berlari seperti ini" Bukankah lebih baik memecahkan tentang Rahasia Sebelas Jari?" Yang ditanya palingkan kepala, lalu nyengir sambil garuk-garuk kepalanya.
Diam-diam dia membatin, "Gadis ini memang memiliki ilmu yang cukup tinggi. Sebagai pewaris ilmu Pemimpin Agung, dia memang boleh dikatakan tak dapat dipandang sebelah mata. Tetapi aku yakin, dia belum sepenuhnya mewarisi ilmu Pemimpin Agung. Dan nampaknya, dia masih terus terpaku dengan Rahasia Sebelas Jari.
Memang sungguh repot bila berjalan dengan seorang gadis seperti ini. Tetapi, sudah tentu aku tak dapat meninggalkannya, karena aku telah men-cium keadaan yang semakin lama bertambah parah." Sementara itu Gadis Kayangan mendengus, "Ditanya bukannya menjawab, malah nyengir!" ' "Busyet! Kok kau senang banget membentak ya" Iya, iya, kukatakan mengapa kita harus berlari?"
"Apa"!" sentak Gadis Kayangan.
"Karena kita tidak sedang merangkak! Hahaha...!"
"Brengsek!" Andika tertawa melihat bibir si gadis cemberut. Sesungguhnya, dengan kehadiran Kala Ijo, Andika merasa pasti kalau akan banyak lagi orang-orang rimba persilatan yang muncul. Dan semua ini tentunya berkaitan dengan Rahasia Sebelas Jari yang sudah tentu berhubungan dengan cara mendapatkan Rantai Naga Siluman.
Itulah sebabnya, Andika tak mau berdiam menetap disatu tempat untuk memikirkan tentang Rahasia Sebelas Jari. Karena dia merasa pasti, kalau nyawanya tengah menjadi intaian orang-orang serakah.
"Huh! Dasar urakan! Brengsek! Ngomong seenak jidat saja!" dengus Gadis Kayangan sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Ya... kalau aku urakan, brengsek, suka ngomong seenak jidat, kenapa kau mau berjalan bersamaku" Hayo, kenapa"!" sahut Andika sambil memajukan kepala dan memonyongkan mulutnya. Sebenarnya, Andika cuma bermaksud menggoda saja, tetapi wajah Gadis Kayangan memerah. Untuk sesaat dia hanya melotot dan makin lama nampak dia agak gelagapan. Kejap berikutnya, buru-buru dia palingkan kepala ke tempat lain. E dasar urakan, Andika justru terus menggodanya, "Hayo, malu ya" Malu" Tidak usah malu deh. Kalau kamu memang...."
"Memang apa, hah"!" Gadis Kayangan melotot. Kedua tangannya berkacak di pinggang.
"Memang... malu... hahaha...."
"Brengsek!" cemberut Gadis Kayangan dengan wajah makin memerah. Dan tak tahan digoda terus menerus, dia memutuskan untuk meninggalkan Andika dulu.
"Hoooiii! Mau ke mana luh" Ada orang yang lagi malu! Ada orang yang malu-maluin!" teriak anak muda itu makin konyol sambil pandangi terus punggung Gadis Kayangan yang berkelebat.
Hati Gadis Kayangan menggeram gemas dan malu mendengar teriakan Andika. Tetapi setelah meyakini kalau di sekitar sana cuma ada dia dan Andika, dia pun terus meninggalkan tempat itu.
"Brengsek!" desisnya.
Sepeninggal Gadis Kayangan, Andika tertawa sendirian. Merasa lucu dengan gurauannya sendiri. Lalu diperhatikan sekelilingnya.
"Kupikir, ini saat yang tepat untuk memikirkan tentang Rahasia Sebelas Jari, mumpung Gadis Kayangan sedang tak ada di sini. Kalau ada dia, urusanku jadi terganggu terus." Lalu dia berjalan mendekati sebuah pohon besar. Belum lagi dia duduk di bawah pohon itu, mendadak saja kepalanya dipalingkan ke kanan.
Karena saat itu pendengarannya menangkap satu gerakan orang.
"Busyet! Apakah Gadis Kayangan sudah kembali lagi" Tetapi, tadi dia bergerak ke arah kanan" Lalu suara itu berasal dari arah kiri" Apa dia sengaja memutar" Atau...
ada orang lain yang telah tiba di tempat ini?" desisnya dengan kedua mata dibuka lebih lebar.

****

Andika menunggu tanpa keluarkan suara.
Dua kejapan berikutnya, apa yang ditunggunya telah nampak di hadapannya. Yang datang ternyata seorang lelaki setengah baya berpakaian panjang warna abu-abu yang telah berdiri berjarak sepuluh langkah dari hadapannya. Rambut orang itu dikepang dua. Dia adalah Agung Gaganda, salah seorang dari si Kembar Parang Maut. Untuk sesaat masing-masing orang tak ada yang buka suara. Pandangan keduanya memperhatikan dengan seksama satu sama lain. Senja semakin menurun. Di kejauhan nampak langit dihiasi bias-bias merah yang indah.
Agung Gaganda maju dua tindak ke muka.
"Anak muda! Kau tak perlu mungkir bila kukatakan, kau adalah Pendekar Slebor!" Sesaat Andika tak sahuti ucapan orang.
Kejap berikutnya, masih pandangi orang di hadapannya, Andika menyahut, "Lho" Kok aku ditu-duh mungkir" Perlunya apa" Kalau kau memang yakin aku adalah Pendekar Slebor, kan tidak perlu bertanya lagi! Ayo, bilang deh! Ada apa ini" Apakah kau ingin meyakinkan betapa tampannya parasku" Atau... kau tidak percaya kalau wajahmu tak seberapa dibandingkan dengan wajahku?" Memerah wajah Agung Gaganda mendengar selorohan orang. Tangan kanannya menuding.
Lengan panjangnya agak tersingkap, dan Andika dapat melihat bekas luka pada lengan kanan orang.
"Beri tahu aku tentang isi Rahasia Sebelas Jari, maka kau akan dapat melihat matahari besok pagi"!"
"Hmmm... dugaanku tepat, kalau bukan hanya Kala Ijo yang ingin tahu tentang Rahasia Sebelas Jari. Manusia ini pun telah kemukakan pula apa keinginannya. Tentunya, masih ada orang yang menginginkan tentang hal itu." Habis membatin demikian, Pendekar Slebor berkata sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, "Kalau aku besok pagi masih tidur dan terus menerus memejamkan mata hingga malam tiba, ya jelas aku tidak akan bisa melihat matahari lagi. Tetapi kalau kubuka kedua mata-ku, kan masih dapat melihat" Iya, nggak" Iya, nggak?" Si Kembar Parang Maut adalah orangorang yang tak bisa diajak bergurau. Mereka sela-lu menekankan pada prinsip, siapa pun orangnya yang menolak apa yang mereka inginkan, maka lebih baik mati.
Perasaan amarah pun sudah memenuhi rongga dada Agung Gaganda.
Suaranya keras saat berseru, "Jangan coba memuslihatiku dengan ucapanmu itu! Aku tahu, kau sedang memikirkan cara untuk melarikan diri"!" Kontan tertawa keras anak muda dari Lembah Kutukan ini. Masih tertawa dia berucap, "Ya, ya... kau benar! Aku memang sangat ketakutan dan sedang berusaha melarikan diri! Ih! Kau tahu saja deh! Bagaimana kalau kau diam saja sementara aku meninggalkan tempat ini"!"
"Keparaaaaattt!!" geram Agung Gaganda.
Kejap itu pula dia sudah mencelat ke depan. Tangan kanan kirinya digerakkan ke atas ke bawah menyusul disentakkan ke depan. Kesiuran angin angker lebih dulu menggebrak sebelum kedua jotosannya itu mencari sasaran.
Dari gebrakan yang dilakukan oleh lawan, Andika tahu kalau lawan telah kerahkan separo tenaga dalamnya. Dia pun tak ingin membuang waktu pula. Apalagi begitu teringat, kalau waktunya hanya sampai purnama bulan ini untuk dapat memecahkan Rahasia Sebelas Jari.
Setelah berhasil hindari gebrakan angin yang keluar mendahului jotosan Agung Gaganda, dengan kerahkan tenaga "Inti Petir' tingkat ke-sembilan, dia menggebrak pula.
Suara laksana salakan petir terdengar keras sebelum kedua tangannya berbenturan dengan tangan kanan kiri Agung Gaganda. Dess! Dess!! Benturan keras terjadi dan masing-masing orang surut tiga tindak ke belakang. Wajah Agung Gaganda terkesiap kaget. Tanpa sadar dia cukup lama menatapi kedua lengannya yang terasa ngilu dan perlahan-lahan terlihat membiru.
Di seberang Pendekar Slebor sendiri terkejut merasakan kedua tangannya seperti patah.
Buru-buru dialiri tenaga dalamnya untuk mengusir rasa ngilu yang mendera.
"Kutu loncat! Tenaga dalamnya begitu tinggi! Busyet! Siapa dia sebenarnya" Berita tentang Rahasia Sebelas Jari yang kudapatkan dari Eyang Mega Tantra rupanya memang sudah menyebar! Celaka sembilan setengah! Sudah tentu bukan hanya dia seorang dan Kala Ijo yang menginginkan semua ini! Kalau begini...." Memutus kata batinnya sendiri, terlihat sepasang mata anak muda urakan ini terbeliak.
"Celaka! Apa yang dialami oleh Gadis Kayangan sekarang" Menilik keadaan, nampaknya orang-orang akan terus memburuku. Bisa jadi sebagian orang yang ingin tahu tentang Rahasia Sebelas Jari, ada yang mengetahui kalau Gadis Kayangan bersama-samaku. Berarti... monyet pitak! Nyawa nya pun akan menjadi taruhan dalam hal ini!!" Berjarak delapan langkah, Agung Gaganda telah mengangkat kepala. Sepasang matanya membesar gusar memperhatikan pemuda berpakaian hijau pupus itu.
"Tenaganya sungguh hebat! Wajar kalau dia adalah pengemban amanat dari Eyang Mega Tantra. Tetapi, dia telah menolak untuk mengatakan tentang Rahasia Sebelas Jari! Hatiku sudah cukup puas bila dia mampus dan Rahasia Sebelas Jari terkubur selama-lamanya, hingga tak seorang pun yang mendapatkan Rantai Naga Siluman!" Memutuskan demikian, Agung Gaganda buka mulut lagi, "Pendekar Slebor! Keputusan ada di tanganmu! Kau tetap bungkam untuk mengatakan tentang Rahasia Sebelas Jari dan itu berarti...."
"Apa sekarang kau akan mengatakan aku tidak akan dapat melihat rembulan nanti malam?" putus Pendekar Slebor, lalu meleletkan li-dahnya.
Sikapnya makin memancing kemarahan Agung Gaganda.
"Kau telah lancang bersikap di hadapan Agung Gaganda! Mampuslah!!" Menyusul dia menyentakkan kedua tangannya ke depan.
Wuassss!! Serta-merta menggebrak gelombang angin yang menyeret tanah dan rerumputan ke arah Pendekar Slebor.
Yang diserang sadar kalau lawan memang tak mau bertindak setengah-setengah. Karena kejap berikutnya, orang itu sudah melesat ke depan.
Parang besar yang ada di pinggangnya telah dicabut dan siap memecah rengkah kepala Andika.
Wuuutttt!! Segera saja Pendekar Slebor melompat ke samping kiri hindari gempuran angin lawan. Bersamaan dengan itu, dia miringkan tubuh.
Wuuut!! Ayunan parang besar yang siap merengkah pecah kepalanya luput. Desingan angin yang ditimbulkan ayunan parang besar itu, membuat telinga kanannya terasa tidak enak.
Gebrakan parang yang dilakukan salah seorang dari si Kembar Parang Maut ini, adalah serangan yang dilakukan secara beruntun dan belum akan berhenti bila belum mengenai sasarannya. Luput mencacak kepala Pendekar Slebor, mendadak Agung Gaganda memiringkan parangnya dan disabetkan ke arah pinggang Pendekar Slebor.
"Monyet pitak!" maki pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini sambil bergulingan.
Dengan menumpu pada akar pohon, tubuhnya langsung mencelat lagi ke arah lelaki berambut dikepang dua itu. Tangan kanannya yang telah dialirkan tenaga 'Inti Petir' tingkat kelima di-jotoskan.
Suara laksana salakan petir terdengar keras. Sesaat nampak Agung Gaganda terkejut.
Tetapi di lain kejap, dia sudah dorong tangan kirinya. Menderu hamparan angin yang perdengarkan suara angker, disusul dengan ayunan parang yang mengarah pada leher Pendekar Slebor.
Wuuutttt!! "Orang utan gundul!!" maki Andika sambil membuang tubuh kembali ke samping kanan. Pohon besar yang tumbuh di belakangnya berderak akibat sambaran gelombang angin yang keluar dari tangan kiri Agung Gaganda. Kejap berikutnya terdengar suara bergemuruh keras saat pohon itu tumbang. Ranggasan semak belukar langsung tercabut paksa begitu terhantam tumbangnya pohon besar itu.
Belum habis suara gemuruh itu terdengar, bertepatan Andika berdiri tegak kembali di atas tanah dan sebelum Agung Gaganda lancarkan serangan berikut, mendadak terdengar suara orang bertepuk tangan.
"Pertunjukkan yang sangat menarik! Kalau tidak salah lihat, bukankah yang menyerang Pendekar Slebor adalah salah seorang dari pembegalpembegal busuk dari utara"!" Segera masing-masing orang palingkan kepala ke kanan. Dan masing-masing melihat satu sosok tubuh berpakaian panjang berwarna semerah darah. Sosok seorang perempuan setengah baya berwajah kejam. Rambut putih perempuan ini dikelabang! Cukup lama tak ada yang buka suara, sebelum terdengar desisan Agung Gaganda mengenali siapa adanya orang, "Iblis Kelabang!"

«««« [ 6 ] »»»»

Perempuan berpakaian semerah darah dengan rambut dikelabang itu, memang tak lain Iblis Kelabang, yang telah diperintahkan Kiai Alas Ireng untuk mencari tahu tentang Rahasia Sebelas Jari dan sekaligus membunuh Pendekar Slebor. Sepasang mata perempuan ini memandang tajam pada Agung Gaganda. Lalu pandangannya diarahkan pada Pendekar Slebor.
Pemuda yang dipandang merasa bergidik melihat tatapan yang begitu tajam.
"Busyet! Belum lagi tuntas urusan ini, telah muncul lagi perempuan yang disebut lelaki berpakaian abu-abu itu dengan sebulan Iblis Kelabang! Menilik gelagatnya, nampak pula kalau dia menghendaki Rahasia Sebelas Jari. Monyet buduk! Aku sendiri belum dapat memecahkan rahasia itu! Bisa kuperkirakan apa yang sebenarnya orang-orang ini inginkan. Sudah tentu Rantai Na-ga Siluman yang berada di Pulau Hitam. Kadal buntung! Mengapa Gadis Kayangan belum muncul juga" Dalam keadaan seperti ini, kuharap dia tidak dahulu muncul di hadapanku."
"Pendekar Slebor! Rupanya masuk ke mulut ular kau harus pindah ke mulut harimau! Tetapi bila ular itu mencoba mematuk korban yang hendak dimakan si harimau, sudah tentu harimau tak akan tinggal diam!!" suara si perempuan nyaring terdengar, tanpa melirik pada Agung Gaganda yang seketika parasnya berubah.
"Jahanam sial! Sudah tentu yang dimaksudnya adalah aku! Mengapa tahu-tahu perempuan iblis ini bisa muncul di sini?" geram Agung Gaganda. Terlihat dia surutkan langkah satu tindak. Wajahnya nampak agak tegang sekarang. Perasaannya laksana diliputi kobaran api dalam sekam. Tak ada yang keluarkan suara sama sekali.
Senja semakin melaju menuju malam.
Iblis Kelabang buka suara, pandangannya tetap diarahkan pada Pendekar Slebor, "Aku akan bersabar menunggu untuk melihat ular itu pergi dengan sendirinya! Bila tidak, akan kucabik-cabik hingga dia kehabisan darah!" Wajah Agung Gaganda makin diliputi rona merah. Sesungguhnya dia jeri menghadapi Iblis Kelabang yang dikenal dengan kekejian dan kesaktiannya. Berita terakhir yang dia dengar, setelah dikalahkan oleh Panembahan Agung, Iblis Kelabang menghilang entah ke mana. Berita lain yang didengarnya, kalau dia telah diselamatkan oleh Kiai Alas Ireng, yang kala itu langsung menyambar dan meninggalkan Panembahan Agung.
Agung Gaganda sangat tahu sekali, kalau kesaktian yang dimiliki Iblis Kelabang lebih tinggi dari Kiai Alas Ireng. Namun perempuan itu selalu menjunjung tinggi balas budi dan pengabdian.
Kendati dia dapat dengan mudah membunuh Kiai Alas Ireng, namun Iblis Kelabang tak mau melakukannya. Bahkan dia telah serahkan nyawanya bulat-bulat untuk kepentingan Kiai Ahus Ireng.
Dari sikapnya yang sedemikian angker tanpa memandang sebelah mata padanya, Agung Gaganda tahu kalau Iblis Kelabang juga menghendaki untuk mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari. Kendati hatinya tidak terima bila Iblis Kelabang yang berhasil mengetahui Rahasia Sebelas Jari dari Pendekar Slebor, namun dia tak mau banyak tingkah di hadapan perempuan kejam itu.
"Keparat sial! Tak seharusnya dia hadir sekarang! Tapi kalau aku tetap berada di sini, sudah tentu dia tak akan memberi kesempatanku hidup lebih lama! Keparat! Ke mana perginya Alung Gaganda" Mengapa dia belum muncul juga" Hem... terpaksa aku harus turuti perintah perempuan celaka itu! Tetapi aku bersumpah, dialah orang yang akan kuburu kemudian karena aku yakin, Pendekar Slebor tak akan dapat berbuat banyak menghadapinya." Memutuskan demikian, Agung Gaganda memandang dulu pada Iblis Kelabang. Pandangannya dipenuhi dengan kilatan amarah dan dendam. Namun dia tidak mau bertindak konyol.
Bersama-sama dengan Alung Gaganda, belum tentu dia dapat mengalahkan Iblis Kelabang. Jalan satu-satunya, memang harus menyingkir lebih dulu dan memikirkan cara paling licik untuk menghadapi perempuan berambut kelabang itu kelak. Kejap berikutnya, dia sudah putar tubuh dan langsung berkelebat tanpa memandang sedikit pun pada Pendekar Slebor.
Pendekar Slebor yang melihat punggung Agung Gaganda lenyap dari pandangan mendengus dalam hati, "Kutu monyet! Benar-benar lepas dari mulut ular aku masuk ke mulut harimau nih! Kadal buntung! Bagaimana aku dapat berpikir tenang untuk memecahkan Rahasia Sebelas Jari kalau dikejar terus menerus seperti ini?" Lalu dipandanginya wajah perempuan berpakaian merah yang sejak tadi tak berkedip memandangnya. Lamat-lamat Andika merasakan satu pengaruh kuat yang terpancar melalui tatapan itu. Buru-buru dia arahkan pandangan ke samping kanan. Melihat gerakan kepalanya, Iblis Kelabang menggeram. Suaranya nyaring saat berucap, "Kau tentunya telah mendengar siapa aku adanya! Kau tentunya telah menebak pula apa yang kuinginkan! Jadi, tak perlu putar bicara lagi!!" Mendengar ucapan orang, Andika menarik napas pendek.
"Tepat dugaanku. Berita tentang Rahasia Sebelas Jari rupanya memang telah menyebar.
Ah, jarum jatuh di rimba persilatan ini, gaungnya pasti akan tersebar ke segenap penjuru. Menilik sikap Agung Gaganda yang menjadi begitu ketakutan, jelas kalau si nenek memiliki kesaktian tinggi. Aku harus berhati-hati menghadapinya." Sambil garuk-garuk kepala dan mencoba menenangkan gemuruh di hatinya, Pendekar Slebor berkata, "Kau mengatakan yang sama sekali tidak kumengerti! Bagaimana aku dapat memenuhi permintaanmu itu"!" Mendengar sahutan Pendekar Slebor, wajah Iblis Kelabang berubah. Dia segera melompat dan tegak lima langkah di hadapan Pendekar Slebor yang masih berdiri tegak.
Lalu membentak keras, "Aku datang untuk mencari tahu tentang isi Rahasia Sebelas Jari! Apakah kau hendak bersilat lidah lagi di hadapanku"!" Andika justru kerutkan keningnya.
"Rahasia Sebelas Jari" Apa sih maksudmu" Jari tangan atau kakimu yang berjumlah sebelas?" Tanpa hiraukan selorohan orang, Iblis Kelabang berkata makin dingin, "Kalau kau tidak mau katakan, berarti kau inginkan ini!!" Habis berkata begitu, Iblis Kelabang melesat ke depan. Kedua tangannya serta-merta berkelebat lakukan pukulan ke arah Pendekar Slebor. Pendekar Slebor sendiri tidak tinggal diam.
Dia cepat pula angkat kedua tangannya dipalangkan di atas kepala menghadang pukulan.
Bukkk! Bukkk! Begitu pukulannya ditahan oleh Pendekar Slebor, Iblis Kelabang mendadak saja meliuk.
Masing-masing jari telunjuk dan tengahnya terentang sementara jari-jari lainnya tertekuk. Sepintas kedua jari-jari itu membentuk sungut! Menyusul disodoknya ke depan.
Andika sendiri terkejut tatkala merasakan empat buah gelombang angin tajam yang keluar dari kedua jari telunjuk dan jari tengah si perempuan, menderu cepat ke arahnya.
Cepat dia buang tubuh hindar sergapan angin yang mengerikan itu. Menyusul dia menerjang ke depan. Suara salakan petir terdengar mendahului. Buuk! Bukk! Untuk kedua kalinya benturan terjadi. Iblis Kelabang hanya sempat bergoyang-goyang. Di lain pihak, sosok Pendekar Slebor langsung surut lima langkah ke belakang. Paras wajahnya seketika berubah pucat. Kedua tangannya yang baru saja bentrok dengan kedua tangan Iblis Kelabang bergetar keras. Dan bila saja dia tak cepat kuasai keseimbangan, niscaya lututnya akan tertekuk dan sosoknya roboh.
Melihat apa yang baru saja terjadi, Iblis Kelabang yang merasa harus cepat melaksanakan perintah Kiai Alas Ireng, tak mau menunggu lama. Sebelum Andika kuasai diri sepenuhnya, dia sudah menerjang dengan sapukan kaki kiri dan kanan. Sementara secara bersamaan tangan kanan dan kirinya yang jari telunjuk dan tengahnya terentang, bergerak menusuk! Pendekar Slebor melengak. Cepat sekali dia segera angkat kedua kakinya untuk menghindari sapuan kaki kanan dan kiri Iblis Kelabang. Bersamaan dengan itu, kedua telapak tangannya dibuka menghadang di depan mata.
Tuk! Tuk! Tuk! Tuk! Empat gelombang angin kecil yang tadi mengarah pada matanya, tertahan oleh kedua telapak tangannya. Namun saat itu pula terdengar jeritannya kaget.
"Monyet pitak! Kedua telapak tanganku seperti terbakar!!" dengusnya sambil mengibas-ngibaskan kedua tangannya. Sertamerta dialirkan tenaga 'Inti Petir'.
Akan tetapi, sebelum penuh dilakukannya, Iblis Kelabang yang memang selalu tak mau bertindak setengah, apalagi saat ini dia sedang mengemban tugas dari Kiai Alas Ireng, sudah menggebrak maju. Kedua jari telunjuk dan tengah tangan kanan kirinya yang terentang dan seperti membentuk sungut, sudah disodokkan kembali.
"Celaka!" desis Andika tatkala merasakan gelombang angin kecil yang tadi sempat dirasakan akibatnya pada kedua telapak tangannya menderu, segera membuang tubuh.
Craaat!!! Keempat gelombang angin kecil itu telah menerpa sebuah pohon, yang mendadak terdengar letupan kecil empat kali berturut-turut. Menyusul terlihat kobaran api dari empat buah lubang pada tubuh pohon itu.
Andika yang tadi bergulingan dan kini telah tegak berdiri, harus lebih waspada sekarang.
Kendati nyawanya saat ini terancam namun pemuda urakan ini justru berseru konyol, "Busyet! Jangan serius begitu, ah! Kalau kena, aku bisa celaka!!" Di seberang, Iblis Kelabang memantek wajah dingin tanpa senyum maupun seringaian.
"Lakukan cepat yang kukatakan, jangan sampai kau hanya membuang nyawa percuma!!"
"Perempuan ini memang memiliki ilmu yang tinggi, patut kalau Agung Gaganda melarikan diri. Tetapi, tak akan mungkin kukatakan apa isi dari Rahasia Sebelas Jari. Karena...." Memutus kata hatinya sendiri, Andika memandang ke depan, tak berkedip.
Yang dipandang mendengus.
"Jangan cobacoba memuslihatiku!!" Tanpa hiraukan ancaman orang. Andika mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Iya deh, aku beri tahu! Tetapi sebelum kukatakan, ada yang kutanyakan dulu padamu!"
"Kau telah berkehendak memenuhi keinginan! Aku pun tak merasa rugi memenuhi keinginanmu!"
"Apakah kau menghendaki Rahasia Sebelas Jari hanya untukmu, atau ada orang yang telah memerintahkanmu?"
"Mengapa kau bertanya demikian"!" bentak Iblis Kelabang dengan mata menyipit.
"Soalnya kan kau tahu sendiri, aku yang mengetahui tentang isi Rahasia Sebelas Jari saja sudah dirubung manusia seperti kau! Nah! Apa kau punya kekuatan untuk menahan hadangan orang yang menginginkan niat serupa?" Iblis Kelabang rapatkan mulutnya. Pandangannya terpantek pada sepasang mata Pendekar Slebor.
"Ucapannya cukup masuk akal. Tetapi, siapa pun orangnya yang berani menghalangiku, berarti dia harus mampus. Aku harus melaksanakan perintah Kiai Alas Ireng. Heem... apakah akan kukatakan siapa orang yang sebenarnya menginginkan Rahasia Sebelas Jari" Kulihat anak muda ini cukup cerdik. Bisa jadi dia sedang mencoba memuslihatiku. Akan tetapi... setelah kudengar tentang Rahasia Sebelas Jari, aku akan segera membunuhnya. Berarti, tak ada pengaruhnya bila kukatakan tentang siapa orang yang memerintahku." Setelah cukup lama berpikir, Iblis Kelabang buka mulut, "Kau terlalu cerdik sebenarnya! Tetapi, hutang budi ada balasnya! Kiai Alas Ireng yang menghendaki semua ini." Mendengar jawaban perempuan berpakaian panjang berwarna semerah darah, Andika terdiam. Keningnya agak dikerutkan saat dia berkata dalam hati, "Kiai Alas Ireng. Hmmm... berarti sudah empat orang yang kuketahui menghendaki Rahasia Sebelas Jari. Kala Ijo. Agung Gaganda.
Kiai Alas Ireng dan perempuan itu sendiri. Tetapi naluriku mengatakan masih ada orang yang akan turut andil dalam urusan ini. Oh! Ke mana perginya Gadis Kayangan" Apakah dia benar-benar ngambek karena kugoda terus" Ah, aku harus bisa menyingkir dari hadapan perempuan celaka ini. Aku tak ingin Gadis Kayangan mendapat cclaka. Sebaiknya...."
"Tanya sudah dijawab! Katakan tentang Rahasia Sebelas Jari!!" sengat Iblis Kelabang memutus kata hati Andika.
Andika mendongak, menunggu sesaat sebelum bicara, "Sebenarnya... aku sendiri tidak ta-hu bagaimana cara memecahkan Rahasia Sebelas Jari. Tetapi kupikir, tak ada salahnya bila kita membagi perhatian. Dengar baikbaik, aku tak akan mengulanginya lagi."
"Katakan!!"
"Isi dari Rahasia Sebelas Jari: ada orang yang jari tangannya berjumlah sebelas, lalu jari kakinya berjumlah sebelas. Bila dijumlah-kan menjadi dua puluh dua jari. Di antara jari-jari itu adalah dua yang palsu.
Nah! Isi dari Rahasia Sebelas Jari telah kukatakan, apakah sekarang tidak sebaiknya kita berpisah saja"!" Iblis Kelabang terdiam dengan kening dikernyitkan. Dia nampak berusaha untuk merekam sekaligus memecahkan Rahasia Sebelas Jari, yang barusan dikatakan Andika.
"Aku tak dapat menunggu terlalu lama! Bila kau mau berpikir ya silakan!" seru Andika yang sekarang memikirkan keselamatan Gadis Kayangan.
"Tunggu!" seru Iblis Kelabang begitu Andika memutar tubuh. Anak muda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan itu membalikkan tubuh kembali. Lalu berseru jenuh, "Apa lagi sih" Kau tidak percaya kalau sesungguhnya yang kukatakan tadi adalah isi dari Rahasia Sebelas Jari" Kalau kau tidak percaya ya sudah! Toh bukan urusanku!!"
"Percaya atau tidak itu bukanlah urusanmu dan urusanku! Semuanya akan kusampaikan pada Kiai Alas Ireng!" sahut Iblis Kelabang ga-rang. Pancaran matanya berkilatkilat berbahaya.
"Terus apa lagi?"
"Masih ada satu yang kuminta!"
"Busyet! Kalau sudah kupenuhi, kau pasti akan meminta yang lain lagi! Rupanya kau orang yang...."
"Cukup hanya sekali apa yang kuminta darimu! Karena, berat atau tidak, kau tak akan dapat lagi memenuhi apa yang kuminta! Karena, aku juga tidak akan meminta apa-apa lagi setelah ini!"
"Kalau begitu, cepat deh bilang! Biar urusan jadi lekas selesai!" Iblis Kelabang tak membuka mulut. Pancaran matanya makin dingin.
Kejap kemudian, terdengar suaranya menggelegar, "Aku menginginkan nyawamu!" Serta-merta tubuhnya melesat ke arah Pendekar Slebor.


«««« [ 7 ] »»»»

Pada saat kehadiran Agung Gaganda di hadapan Pendekar Slebor, Gadis Kayangan sedang duduk merajuk di bawah pohon yang cukup jauh dari sana. Wajah jelita gadis ini begitu jengkel karena digoda pemuda itu terus menerus. Sejak tadi tak ada suaranya keluar kecuali mulutnya yang mencang-mencong.
Lalu sambil melempar sebatang ranting kecil dia mendengus, "Uh! Kenapa aku bisa jatuh cinta pada pemuda urakan itu" Apa sebenarnya dia tahu kalau aku sudah jatuh cinta padanya, makanya dia menggoda terus" Oh! Apakah kalau begini dia akan merendahkanku?" Perasaan gadis jelita berkepang dua ini sekarang tak menentu. Dia malu bila Pendekar Slebor mengetahui kalau dia mencintainya. Memang sungguh tak pantas bila seorang gadis lebih dulu mengutarakan cintanya. Akan tetapi, bukankah dengan gelagat atau perbuatan yang dilakukannya boleh-boleh saja" Cuma, tadi Andika terus menggodanya! Perlahan-lahan Gadis Kayangan menarik napas, lalu menghembuskannya perlahan-lahan.
Sehelai daun jatuh di hadapannya. Diambilnya daun itu, diperhatikannya dengan seksama tanpa tahu maksudnya.
Mendadak saja si gadis palingkan kepala ke kanan, tatkala mendengar suara orang berkelebat. Belum lagi dia dapat menangkap jelas gerakan itu, tahu-tahu satu sosok tubuh berpakaian panjang abu-abu telah berdiri berjarak lima langkah di hadapannya.
Mendongak Gadis Kayangan disusul dengan berdiri tegak. Karena saat ini hatinya sedang jengkel akan sikap Pendekar Slebor, seperti dapatkan tempat pelampiasan, dia langsung keluarkan bentakan "Orang jelek berambut dikepang! Ada perlu apa kau muncul di hadapanku, hah"!" Orang yang muncul itu salah seorang dari si Kembar Parang Maut dan bukan lain Alung Gaganda adanya. Lelaki yang di pinggangnya terdapat parang besar ini, sama sekali tak menyangka kalau tujuannya semula untuk mencari Pendekar Slebor, melenceng pada gadis jelita ini.
Alung Gaganda memiliki watak yang berlainan dengan Agung Gaganda dalam soal nafsu.
Dia selalu menyempatkan diri untuk mengumbar nafsu pada tempat-tempat yang dilaluinya. Bila kebetulan dia tiba di sebuah dusun, maka yang dicari pertama kali adalah tempat pelacuran. Kalaupun dia tidak menemukannya, tak segansegan Alung Gaganda untuk menculik anak perawan orang. Dan sudah tiga hari ini dia tidak mengumbar nafsu birahinya. Sudah barang tentu melihat seorang gadis jelita terbengong sendirian di situ, dia seperti melihat intan berlian yang tak akan dilepaskannya.
Segera saja dipentangkan senyuman menyeringai "Gadis manis... tak perlu begitu gusar. Aku adalah orang baik-baik. Namaku Alung Gaganda. Siapakah namamu?" Gadis Kayangan pandangi orang di hadapannya sebelum buka mulut, "Menyingkir dari si-ni!!" Semakin lebar pentangan seringaian Alung Gaganda.
"Peduli setan dengan Pendekar Slebor! Lagi pula, belum tentu pemuda itu yang tadi samasama kulihat bersama Agung Gaganda. Kalaupun memang dia adanya, biarlah Agung Gaganda yang sibuk mencarinya. Kelinci ini terlalu menggiurkan, sayang bila dilewatkan...." Habis membatin demikian, Alung Gaganda maju satu langkah ke muka.
Gadis Kayangan kontan melompat ke samping kanan. Menjaga jarak. Pandangannya tak berkedip. Serta-merta Alung Gaganda arahkan pandangannya mengikuti di mana gadis itu berdiri sekarang.
"Mengapa kau nampak begitu ketakutan, Anak Manis" Sudah kukatakan tadi, aku adalah orang baik-baik," katanya dengan pancaran birahi yang tak dapat disembunyikan pada sepasang matanya.
"Menyingkir dari sini!!" geram Gadis Kayangan. Seringaian lelaki berpakaian abu-abu panjang itu semakin lebar. Bahkan dia maju mendekat. Gadis Kayangan menggeram gusar. Kali ini dia tahu gelagat. Kalau orang bermaksud tidak baik padanya. Pelampiasan kesalnya pada Pendekar Slebor seolah mendapatkan tempat.
Dengan maksud untuk memberi pelajaran orang itu, Gadis Kayangan sudah lepaskan jotosannya. Namun dengan enaknya jotosan itu dihindari Alung Gaganda dengan hanya memiringkan tubuh. Bahkan tangan kanannya dengan cepat bergerak, bermaksud untuk menangkap tangan Gadis Kayangan. Namun yang dihadapinya adalah murid mendiang Pemimpin Agung, yang bukan hanya dapat hindari sambaran tangan kanannya, bahkan juga meliukkan tubuh, lalu sapukan kaki kiri.
Tak menyangka kalau gerakan si gadis begitu cepat, kaki kanan Alung Gaganda tersampok.
Dess! Kontan tubuhnya terjengkang.
"Itu akibatnya bila berani lancang di hadapanku!" dengus Gadis Kayangan sambil lipat kedua tangannya di depan dada.
Kepalanya agak didongakkan. Kalau tadi Alung Gaganda memang memandang ringan, kali ini dia meradang. Sertamerta dia berdiri tegak. Sepasang matanya menusuk tajam.
"Jahanam! Sejak tadi sudah kuduga kalau dia bukan gadis sembarangan! Tetapi perbuatannya barusan, justru membuatku bukan hanya ingin menikmati tubuhnya, bahkan mencabikcabiknya setelah puas!!" Habis membatin demikian, tanpa banyak bicara lagi, salah seorang dari si Kembar Parang Maut ini sudah mendorong tangan kanannya ke depan. Satu hamparan angin deras menyerbu, menyeret tanah dan ranggasan semak belukar saat menderu ke arah Gadis Kayangan yang terkesiap kaget. Cepat dia buang tubuh ke samping kanan.
Sambaran gelombang angin itu luput dari sasaran. Namun, Alung Gaganda yang tak mau banyak membuang waktu, sudah lepaskan serangan susulan. Wrrrr!! Gadis Kayangan membuat satu lompatan kembali, menyusul dia menyerbu ke depan dengan sapukan kaki kanannya. Begitu sosok Alung Gaganda melompat hindari sapuan kaki kanannya, dengan tubuh diputar setengah lingkaran, kaki kirinya sudah melesat.
Bed! Alung Gaganda yang masih berada di udara, palangkan kedua tangannya di depan dada dan segera didorong.
Buk! Tendangan kaki kiri Gadis Kayangan bukan hanya dapat dihalau, tetapi sosoknya pun terlontar ke belakang terkena tenaga dorongan lawan. Belum lagi Gadis Kayangan dapat kuasai keseimbangannya secara penuh, mendadak saja gelombang angin lainnya melabrak diiringi seruan, "Lebih baik kau menurut apa yang kuinginkan! Padahal toh ini juga untuk kenikmatanmu sendiri!!" Mendengus muak Gadis Kayangan sambil membuang tubuh ke samping kiri. Namun belum lagi dia menginjak tanah, gelombang angin lainnya sudah menderu.
"Celaka!!" Terkesiap Gadis Kayangan dan berusaha untuk hindari gebrakan gelombang angin lawan.
Namun kedudukannya sangat sulit untuk dilakukan. Berarti tak ada jalan lain kecuali memapaki.
Segera saja dia lepaskan jurus 'Matahari Tebar Sinar', yang serta-merta udara di sekitar sana berubah menjadi panas. Namun gelombang angin panas yang keluar dari jurus 'Matahari Tebar Sinar' dapat dipatahkan lawan dengan mudah. Malah sosok Alung Gaganda sudah menerjang ke depan. Tersentak si gadis dan segera membuang tubuh ke samping kiri dan saat masih bergulingan, Alung Gaganda sudah mencelat ke depan.
Kaki kanannya yang telah dialiri tenaga dalam penuh siap dihajarkan pada kepala Gadis Kayangan, sementara tangan kirinya sudah didorong lebih dulu. Kontan dada Gadis Kayangan telak terhantam. Tubuhnya langsung tergontai-gontai ke belakang. Tetapi karena dia memiliki ketahanan tubuh yang cukup tinggi, tulang dadanya tidak patah kecuali rasa nyeri yang cukup menyengat.
Akan tetapi nasibnya memang sungguh sial. Sebelumnya dia masih beruntung lepas dari tangan Kala Ijo dengan kehadiran Pendekar Slebor. Tetapi saat ini, Pendekar Slebor juga sedang disibukkan oleh serangan Agung Gaganda bahkan bertepatan dengan munculnya Iblis Kelabang.
Alung Gaganda yang sudah jengkel karena sikap si gadis, sudah melesat ke depan. Tangan kanannya dua kali lancarkan totokan.
Tuk! Tuk! Kalau tadi tubuh Gadis Kayangan hanya tergontai-gontai, kali ini ambruk setelah terhuyung lebih dulu. Dan saat itu pula dirasakan sekujur tubuhnya sulit untuk digerakkan.
Sepasang matanya terbeliak karena tahutahu orang berkepang dua itu sudah berdiri di hadapannya, dengan kedua kaki agak dibuka.
Seringaian segera terlihat di bibir Alung Gaganda. Lelaki yang selalu haus birahi ini menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tubuh yang telentang tak berdaya.
"Bila sejak tadi kau menurut, kau tak akan merasakan sakit apa-apa! Toh pada akhirnya kau tetap akan menjadi...."
"Tutup mulutmu, Keparat! Kita bertarung sampai mampus!!" geram Gadis Kayangan sengit.
Kontan tertawa lebar Alung Gaganda. Masih tertawa pandangannya menyusuri tubuh montok milik Gadis Kayangan.
Si gadis sendiri sadar kalau bahaya yang memalukan akan dialaminya. Dia teringat akan perbuatan terkutuk dari Dewa Lautan Timur yang hampir saja pernah mempermalukannya. Namun dia tertolong oleh perbuatan Nyi Genggong, yang ternyata bukan bermaksud menolongnya, melainkan menginginkan potongan pedang yang berisikan titik gambar menuju ke Pulau Hitam (Untuk mengetahui hal ini, silakan baca episode: "Dewa Lautan Timur").
"Celaka! Kenapa aku harus menghindar dari Andika?" desisnya dengan hati berdebar tak menentu. Rasa tegang membalurinya hingga tanpa sadar dia menggigil.
"Seharusnya kubiarkan saja Andika menggodaku" Oh! Apakah dia akan muncul di sini, seperti ketika aku dihadang oleh Kala Ijo" Kalaupun aku berteriak, rasanya tak akan mungkin terdengar, karena jaraknya terlalu jauh. Brengsek! Jangan-jangan dia lagi tidur sekarang?" Terdengar suara Alung Gaganda yang penuh birahi.
"Manis... bersiaplah untuk menikmati apa yang akan kuberikan...."
"Oh! Jangan! Jangan!" seru Gadis Kayangan. Wajahnya memucat. Kedua matanya terbeliak lebar. Hatinya laksana diguncang prahara mengerikan. Apalagi ketika orang berpakaian abu-abu panjang itu mulai membuka pakaiannya sendiri.
Tanpa melepaskan pakaiannya yang sudah terbuka, perlahan-lahan Alung Gaganda merebahkan tubuhnya di atas tubuh Gadis Kayangan yang menjerit-jerit kalap dengan mata terbeliak ketakutan. Jeritan itu justru membuat birahi Alung Gaganda semakin naik. Dengan beringas tangan kanannya menyambar pakaian yang dikenakan Gadis Kayangan.
Breeekk! Seketika nampak lembah buah dada si gadis yang putih mulus itu. Semakin ngeri hati Gadis Kayangan, semakin lebar seringaian Alung Gaganda. Dengan makin bernafsu dia merobek kembali sisa pakaian yang dikenakan si gadis.
Kalau tadi yang nampak hanyalah lembah bagian atas buah dadanya, kali ini seluruh benda kenyal itu nampak di mata Alung Gaganda. Begitu putih, montok dan menantang.
"Menyenangkan! Sangat menyenangkan!" desis Alung Gaganda dan tangan kanannya perlahan-lahan terangkat, lalu menurun untuk menjamah buah dada itu.
"Alung Gaganda! Tahan!" seruan keras itu terdengar saat tangan Alung Gaganda tinggal beberapa senti lagi dari benda yang menggiurkan itu. Seketika kepala lelaki ini berpaling.
Gadis Kayangan yang tadi memejamkan matanya, buru-buru membukanya kembali. Dia berharap orang yang datang akan menolongnya.
Namun begitu dilihatnya kalau orang yang datang memiliki paras yang sama dengan orang yang hendak mempermalukannya, hatinya semakin teriris ketakutan.
Biarpun Alung Gaganda memiliki birahi yang tinggi, namun dia belum pernah melakukannya di hadapan kakak kembarnya. Orang yang datang itu tak lain Agung Gaganda.
Perlahan-lahan dengan menindih jengkelnya, Alung Gaganda bangkit dari atas tubuh Gadis Kayangan, yang masih telentang dengan buah dada yang terpampang lebar.
Agung Gaganda langsung keluarkan dengusan, menyadari kalau adik kembarnya tidak sampai di tempatnya karena sedang berusaha menggeluti seorang gadis.
Diperhatikannya sejenak gadis yang tak berdaya dan sedang menindih rasa malunya. Perlahan-lahan kening Agung Gaganda nampak berkerut. Lalu katanya tanpa palingkan kepala dari sosok Gadis Kayangan, "Alung Gaganda! Apakah kau tidak mengetahui siapa gadis itu adanya?" Kendati jengkel karena keinginannya untuk menggeluti gadis itu gagal, Alung Gaganda menggelengkan kepala.
"Alung... bayangan hijau dan biru muda yang sebelumnya kita lihat, memang Pendekar Slebor. Tetapi... apakah kau tidak menduga kalau gadis ini adalah orang yang sebelumnya kita lihat berkelebat bersama Pendekar Slebor?" Mendengar ucapan kakak kembarnya, seketika Alung Gaganda arahkan pandangan pada si gadis. Yang dilihat bukanlah wajah atau bagian tubuh lain dari Gadis Kayangan, melainkan buah dada yang menantang itu.
Tetapi kepalanya mengangguk-angguk.
"Kalau memang dia orangnya apakah...."
"Aku telah bertarung dengan Pendekar Slebor," putus Agung Gaganda sambil menatap adik kembarnya.
"Tetapi saat itu muncul Iblis Kelabang. Kau tahu bukan, biarpun kita menghadapi Iblis Kelabang secara bersamaan, belum tentu kita dapat mengatasinya. Sebaiknya, kita sandera gadis ini."
"Untuk apa" Bukankah dengan kata lain, kau akan mengatakan Pendekar Slebor akan tewas di tangan perempuan celaka itu?" dengus Alung Gaganda begitu mendengar kehadiran Iblis Kelabang. Dan dia sungguh tak menyangka kalau perempuan berambut kelabang yang mereka takuti akan muncul.
Langsung terbayang di benak Alung Gaganda, bagaimana kakak kembarnya tentunya segera memutuskan untuk meninggalkan Pendekar Slebor ketimbang mati konyol di tangan Iblis Kelabang.
"Kau benar. Aku juga menduga seperti itu. Tetapi, entah mengapa, aku yakin kalau anak muda keparat itu akan dapat meloloskan diri dari tangan Iblis Kelabang.
Berarti... urungkan niatmu untuk mempermalukan gadis ini! Aku punya pikiran yang menarik! Barangkali saja dia akan membawa keberuntungan bagi kita! Bawa dia!!" Habis kata-katanya, Agung Gaganda sudah berkelebat meninggalkan tempat itu.
Alung Gaganda pandangi dulu punggung kakak kembarnya hingga lenyap dari pandangan.
Lalu diperhatikannya Gadis Kayangan yang semakin tegang.
"Kalau begitu, Andika tidak sedang tidur sekarang. Dan kedua orang yang ternyata saudara kembar itu, rupanya sudah melihat aku dan Andika. Sekarang ini, Andika sedang menghadapi orang yang berjuluk Iblis Kelabang. Oh! Jelas ke-datangan orang-orang ini berhubung-an dengan Rahasia Sebelas Jari. Seperti yang hendak dilakukan Kala Ijo. Apakah ini salah satu maksud dari Andika, mengapa dia...." Kata hati Gadis Kayangan terputus. Karena tubuhnya mendadak terasa diangkat, lalu diletakkan di punggung kanan.
Dalam keadaan tertotok seperti itu, dia tak bisa lakukan apa-apa kecuali berteriak minta diturunkan. Akan tetapi, Alung Gaganda yang telah mengangkatnya sudah tentu tak akan mau memenuhi permintaannya.
Bahkan dibiarkan saja pakaian bagian dada si gadis terbuka, hingga buah dadanya menyentuh lembut punggungnya.
"Untuk .sementara, kau akan aman, Manis.
Tetapi percayalah, cepat atau lambat, kita akan arungi keindahan sorga dunia bersama-sama...." Habis berkata demikian, Alung Gaganda segera berkelebat ke arah perginya Agung Gaganda. Di punggungnya, dalam keadaan tidak berdaya, Gadis Kayangan hanya bisa mendesah pendek. Disadarinya betul kalau dia telah masuk ke sarang harimau!

«««« [ 8 ] »»»»

"Kampret buduk!" maki Pendekar Slebor begitu merasakan sengatan angin yang melesat dari kedua jari telunjuk dan jari tengah perempuan berpakaian panjang semerah darah.
Cepat dia melompat hindari sergapan ganas lawan. Iblis Kelabang yang merasa telah mendapatkan apa yang diinginkannya dan sekarang menginginkan nyawa Pendekar Slebor, cepat sapukan kaki kirinya setengah lingkaran.
Brrrr! Tanah seketika terseret dan membubung ke udara. Menyusul dia menyergap dengan luruskan tangan kanannya.
"Monyet pitak!!" maki Pendekar Slebor yang tadi berhasil hindari sapuan kaki kiri lawan dengan cara melompat dan harus segera miringkan tubuh untuk hindari sergapan sengatan angin yang mengarah pada wajahnya.
Belum lagi dia dapat kuasai keseimbangannya, mendadak...
Beeett!! Rambut putih si perempuan yang dikelabang, menyentak perdengarkan suara membeset.
Memekik kaget anak muda urakan ini sambil tarik kepalanya ke belakang. Namun susulan serangan berikutnya, membuatnya harus kerahkan ilmu peringan tubuhnya untuk menghindar ke sana kemari.
"Kunyuk buduk! Bagaimana caranya aku untuk lepaskan serangan, kalau diburu terus menerus seperti ini"!" makinya panjang pendek.
Akibat serangan demi serangan yang dilancarkan Iblis Kelabang dan luput dari sasaran yang dituju, membuat suasana di tempat itu menjadi gaduh berkepanjangan. Ranggasan semak dan tanah muncrat berulang-ulang. Dan berulang kali pula nampak dahan-dahan pohon patah berserakan.
"Kalau begini terus, aku bisa mampus nih!" maki anak muda ini seraya mencari sela untuk membalas. Apalagi tatkala ingatannya singgah pada Gadis Kayangan yang sampai sekarang belum diketahui bagaimana nasibnya. Hatinya makin direjam rasa bingung.
Di lain pihak, Iblis Kelabang semakin murka karena tak satu pun serangannya yang mengenai sasaran. Rambutnya yang dikelabang bergerak cepat, menimbulkan suara besetan yang keras. Belum lagi sapuan kaki kanan kirinya yang cepat. Ditambah dengan sengatan-sengatan angin yang meluncur dari kedua jari telunjuk dan tengahnya. Ditambah kecepatannya untuk mengirim nyawa Pendekar Slebor ke akhirat.
"Keparat busuk! Dia mempermainkanku karena sejak tadi hanya menghindar saja!" makinya semakin ganas.
Bila saja Iblis Kelabang tahu kalau sebenarnya Pendekar Slebor sedang kerepotan, mungkin dia tak segeram sekarang. Anak muda itu bukannya bermaksud mempermainkan si perempuan, tetapi dia sendiri belum mendapatkan sela guna lancarkan serangan balasannya.
Hingga mendadak saja terdengar suara gemuruh angin dahsyat disertai dengungan laksana ribuan tawon murka.
Wrrrrr!! Ranggasan semak berjarak lima langkah tercabut dan terlontar deras ke belakang. Bersamaan dengan itu, Iblis Kelabang memekik kaget.
Cepat dia melompat ke samping kiri, guna hindari sambaran angin yang keluar dari kain bercorak catur yang dilepaskan Pendekar Slebor.
Tindakan yang dilakukannya cukup berhasil, karena dia dapat membuat jarak serangan Iblis Kelabang jadi agak menjauh.
Sesaat tak ada yang lakukan tindakan apaapa. Napas Pendekar Slebor terdengar sangat cepat. Sementara di seberang, pancaran mata perempuan berambut kelabang itu tajam menusuk.
"Monyet pitak!" maki Pendekar Slebor tiba-tiba.
"Rupanya kau orang yang tak menepati janji ya" Kan tadi sudah kukatakan tentang isi Rahasia Sebelas Jari! Seharusnya kau tak perlu bertindak begini dong" Kan...."
"Aku menginginkan nyawamu!" pendek desisan Iblis Kelabang memutus kata-kata Andika.
Bersamaan dengan itu, dia sudah mencelat kembali ke depan dengan ganas.
Andika yang telah menjaga jarak, cepat lilitkan lagi kain bercorak catur ke lehernya. Kejap berikutnya dia sudah mencelat ke muka dengan tumpuan kaki kanan.
Kedua tangannya yang telah dialirkan te naga 'Inti Petir' bergerak.
Salakan petir terdengar keras.
Bukk! Buukkk!! Benturan yang terjadi itu cukup keras. Andika sendiri langsung terhuyung ke belakang sementara Iblis Kelabang tergontai-gontai ke belakang. Menyusul dia berteriak keras seraya gerakkan kepalanya, hingga rambutnya yang dikelabang bergerak cepat.
Wuuut! Wuuuttt!! Mendadak saja gelombang angin melingkar menderu, menerjang apa saja sebelum akhirnya melabrak ke arah Pendekar Slebor.
Sadar kalau lawan telah perlihatkan jurus lainnya, anak muda urakan ini tak mau bertindak ayal lagi. Dia mencelat ke depan seraya keluarkan ajian 'Guntur Selaksa'. Saat itu pula nampak pernik-pernik keperakan meliputi seluruh tubuhnya.
Suara salakan guntur yang sangat keras menggelegar. Pyaaaarrr!! Gelombang angin melingkar yang keluar dari rambut Iblis Kelabang, kontan punah. Menyusul sosok Pendekar Slebor yang menerjang ke depan. Kalau sebelumnya Iblis Kelabang berada di atas angin, kali ini wajah perempuan itu terkesiap. Sadar atau tidak, dia memekik kaget seraya buang tubuh ke samping. Ajian 'Guntur Selaksa' yang dilepaskan Pendekar Slebor menghantam sebatang pohon yang langsung tumbang dan perdengarkan suara menggemuruh begitu menimpa bumi. Namun anak muda ini memang tak mau membuang waktu. Dia segera mengejar sosok Iblis Kelabang yang wajahnya sekarang memucat.
Namun perempuan berpakaian panjang semerah darah itu, bukanlah orang kemarin sore.
Dia segera kerahkan tenaga dalamnya dan dengan gerakan meluruk memutar, dia menerjang ke arah Pendekar Slebor.
Blaaamm! Suara yang keras terdengar sekali. Namun akibatnya sungguh mengerikan. Tanah di mana bertemunya dua pukulan itu kontan muncrat ke udara dan seketika halangi pandangan. Saat tanah itu kembali luruh ke tempatnya, terlihat wajah Iblis Kelabang meregang keras.
"Jahanam terkutuk! Ke mana perginya pemuda setan itu"!" makinya sambil melompat ke depan. Diedarkan pandangan ke sekelilingnya. Tak ada tanda-tanda pemuda berpakaian hijau pupus di sekitar sana.
Sadar kalau Pendekar Slebor telah meninggalkan tempat itu, kemarahan Iblis Kelabang semakin menjadi-jadi.
"Keparat!! Pemuda itu rupanya tak memiliki nyali! Percuma bila kutemui Kiai Alas Ireng sekarang untuk mengabarkan tentang isi Rahasia Sebelas Jari! Nyawa pemuda itu belum kulepas dari jasadnya! Bisa kupastikan kalau Kiai Alas Ireng akan murka terhadapku! Jahanam terkutuk! Sebaiknya, kuburu pemuda celaka itu! Toh aku berjanji sepuluh hari untuk menemui Kiai Alas Ireng!!" Untuk sesaat perempuan berambut kelabang ini terdiam dengan wajah tegang. Kemarahan nampak membiasi wajahnya. Hatinya serasa dipermainkan oleh Pendekar Slebor.
"Kau harus mampus, Pemuda Setan!" Habis menggeram begitu, Iblis Kelabang bergerak dan mengira-ngira ke mana perginya Pendekar Slebor.

****

Matahari baru saja tampakkan biasnya di ufuk timur. Satu sosok tubuh berpakaian batik kusam hentikan larinya di sebuah persimpangan yang ditumbuhi ranggasan semak belukar setinggi dada. Sepasang matanya diedarkan ke sekeliling. Paras orang berpakaian balik kusam yang ternyata seorang perempuan ini, berbentuk bulat telur dan dihiasi rangkaian kulit keriput. Rambutnya panjang tak beraturan. Di tangannya terdapat cambuk berlidah tiga.
Kejap berikutnya, terdengar perempuan ini mendengus. Lalu keluarkan desisan dingin, "Setan alas! Aku gagal menemukan di mana Pulau Hitam berada! Tetapi, kudengar kabar kalau rahasia Pulau Hitam telah terpecahkan! Entah di mana saat ini Dewa Lautan Timur berada! Pemuda setan berjuluk Pendekar Slebor pun aku tidak tahu di mana dia berada!" Kembali perempuan yang nampaknya sedang geram ini, terdiam. Sepasang matanya memandang ke julangan bukit di hadapannya. Terlihat kepalanya mengangguk-angguk, seperti memikirkan sesuatu.
"Rimba persilatan adalah tempat persembunyian berita yang rapat, tetapi juga tempat ter-bukanya semua berita ke segenap penjuru. Telah kutangkap kabar tentang munculnya Eyang Mega Tantra di Pulau Hitam. Tentang Rantai Naga Siluman yang hanya dapat diambil bila ada yang berhasil memecahkan Rahasia Sebelas Jari! Huh! Lagi-lagi pemuda setan itu yang mengetahui isi dari Rahasia Sebelas Jari! Kusirap kabar kalau dia telah mengetahuinya dari Eyang Mega Tantra!" Perempuan berpakaian batik kusam yang tak lain Setan Cambuk Api adanya ini, membuang ludah dengan sikap muak.
Seperti pernah diceritakan dalam episode "Rahasia Pulau Hitam", Setan Cambuk Api yang diperintahkan oleh Dewa Lautan Timur untuk membunuh Pendekar Slebor, gagal menjejakkan kaki ke Pulau Hitam. Namun nenek sesat ini berusaha keras untuk menemukannya. Tetapi akhirnya dia menyerah karena gagal mendapatkannya. Kendati demikian, dia terus hendak mencari Pendekar Slebor, di samping juga mencari Dewa Lautan Timur. Setelah lima hari melakukannya, dia menangkap kabar tentang Rahasia Sebelas Jari dan Rantai Naga Siluman.
Kalau semula niatnya untuk membunuh Pendekar Slebor semata-mata karena perintah dari Dewa Lautan Timur, namun kali ini, Setan Cambuk Api berkehendak lain. Dia menginginkan nyawa pemuda itu untuk dirinya sendiri. Yang terpenting lagi, dia menginginkan Rantai Naga Siluman yang hanya dapat diambil bila berhasil memecahkan Rahasia Sebelas Jari. Dan itu berarti, mengarah pada Pendekar Slebor! Dengan kata lain, selain menuntaskan keinginannya untuk membunuh Pendekar Slebor, Selan Cambuk Api akan mendapatkan keuntungan lain untuk mengetahui Rahasia Sebelas Jari, dan mendapatkan Rantai Naga Siluman.
Setan Cambuk Api menggeram lagi.
"Ke mana pun pemuda setan itu pergi, aku akan selalu memburunya! Tak akan pernah kulepaskan nyawanya, meskipun dia bersembunyi di lubang semut sekalipun!!" desisnya dengan kilatan mata berapi-api.
Dendam telah membaluri sekujur tubuhnya. Kemarahan tak bisa dihindari lagi.
Sesaat perempuan bersenjatakan cambuk berlidah tiga ini terdiam. Dada tipisnya membusung dengan kemarahan yang tak akan dapat ditahankan.
"Angin bertiup ke timur. Biasanya arah angin dapat kujadikan sebagai patokan. Sebaiknya, aku segera menuju ke timur. Mudah-mudahan tujuanku akan terlaksana." Memutuskan demikian, perempuan tua berpakaian batik kusam ini segera berkelebat meninggalkan tempat itu.
Kesunyian pun merejam dalam.
Beberapa helai daun berjatuhan.


«««« [ 9 ] »»»»

Dua sosok tubuh berpakaian abu-abu panjang itu berkelebat menembus sebuah hutan.
Hingga siang meranggas dunia, dua sosok tubuh yang lak lain si Kembar Parang Maut baru hentikan lari masing-masing orang di sebuah tempat.
Di kejauhan nampak pematang sawah dan ladang singkong yang diteriki panas matahari dan sebagian melenggak-lenggok terkena hembusan angin.
Sosok Gadis Kayangan masih berada dalam bopongan Alung Gaganda. Tubuh murid mendiang Pemimpin Agung telah dipenuhi keringat.
Dadanya yang masih terbuka terasa sakit menekan pada punggung Alung Gaganda, sementara yang tertekan justru tak sabar untuk mendapatkan apa yang dimiliki si gadis.
Namun Alung Gaganda cuma dapat menyimpan keinginannya. Biar bagaimanapun juga, dia masih menghargai kakak kembarnya hingga belum mau melakukan apa yang diniatkannya.
"Turunkan dia!" perintah Agung Gaganda tanpa palingkan kepala.
Sebelum Alung Gaganda melakukan perintahnya yang dengan kata lain akan melihat dada menantang milik Gadis Kayangan. Agung Gaganda sudah buka suara, tetap tanpa palingkan kepala, "Rapikan pakaiannya!" Mendengus dalam hati Alung Gaganda sambil coba pandangi wajah yang tak berbeda dengan wajahnya. Tetapi Agung Gaganda yang sedang menatap kejauhan, sementara dia berada di belakangnya, membuat Alung Gaganda tak dapat jelas menatap wajah kakak kembarnya.
Dengan menindih rasa jengkel, Alung Gaganda merapikan pakaian Gadis Kayangan. Dia sengaja berlama-lama dan menyentuh dada kenyal itu berulangkali.
Kendati geram melihat sikap Alung Gaganda, Gadis Kayangan merasa keadaannya lebih baik. Pakaiannya memang tidak utuh lagi, tetapi paling tidak, dadanya tidak terpampang lebar seperti tadi. Alung Gaganda berkata setelah sosok Gadis Kayangan direbahkannya di atas tanah berumput.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Agung Gaganda tak segera menjawab. Pandangannya tetap ditujukan ke kejauhan.
"Firasatku mengatakan, kalau pertarungan Pendekar Slebor dengan Iblis Kelabang telah selesai. Entah mengapa aku berkeyakinan kalau Pendekar Slebor berhasil meloloskan diri."
"Lantas kita menunggunya di sini" Di tempat yang terbuka?" usik Alung Gaganda.
"Ya! Karena kita memiliki gadis itu! Aku yakin, kalau dialah orang yang sebelumnya kita lihat bersama-sama dengan Pendekar Slebor. Sebaiknya...." Terputus kata-kata Agung Gaganda, sementara sepasang matanya agak dipicingkan ke depan. Alung Gaganda melihat pula pada sesuatu yang membuat kakak kembarnya memutus katakatanya sendiri.
Berjarak dua puluh tombak di muka, dua sosok merah dan hitam nampak sedang hentikan kelebatan masing-masing. Mereka juga mengarahkan pandangan pada si Kembar Parang Maut.
Terlihat kalau mereka berpandangan sejenak, mungkin berkata-kata.
Kejap berikutnya, dua orang itu sudah berlari ke arah si Kembar Parang Maut.
Agung Gaganda mendesis, "Yang lelaki berpakaian hitam pekat sementara yang perempuan berpakaian merah. Iblis Kelabang juga mengenakan pakaian berwarna yang sama. Tetapi tidak memakai kerudung seperti perempuan itu.
Hem... Alung! Nampaknya kita mendapat kawan! Belum tahu kawan yang bermaksud baik atau memiliki niat busuk!!" Mendengar ucapan kakak kembarnya, Alung Gaganda segera melangkah ke kanan dari Agung Gaganda berjarak lima langkah. Mereka menunggu dengan hati agak berdebar.
Dua bayangan merah dan hitam itu terus mendekat. Tiga tarikan napas berikutnya, masing-masing orang telah berdiri sejarak tujuh langkah dari tempat berdiri si Kembar Parang Maut.
Orang berpakaian hitam yang berdiri di sebelah kiri memandang masing-masing orang dengan tatapan dingin. Sepasang matanya bergelambir dengan dihiasi hidung bengkok. Rambutnya dikucir kuda. Di pergelangan tangan kanan kiri lelaki berusia sekitar lima puluh tahun itu terdapat gelang-gelang penuh duri.
Sementara perempuan berpakaian merah yang di kepalanya mengenakan kerudung merah, hanya pentangkan seringaian. Saat angin berhembus dan sedikit mengangkat kerudungnya, nampak rambutnya berwarna keemasan.
Dan begitu melihat sosok Gadis Kayangan yang tergeletak di atas rumput, sepasang mata perempuan ini terbuka lebih lebar.
Menyusul terdengar suaranya, "Sangga Rantek! Apakah tidak salah penglihatanku" Bukankah dia Gadis Kayangan" Gadis celaka yang membuat kita mati kutu memburunya?" Lelaki berpakaian serba hitam pekat yang tak lain Sangga Rantek adanya, menganggukanggukkan kepalanya.
"Dan sudah tentu bila gadis itu berada dalam kekuasaan manusia-manusia monyet ini, ada hubungannya dengan Pendekar Slebor! Iblis Rambut Emas! Apakah kita akan menyia-nyiakan waktu yang telah lama terbuang" Rahasia Pulau Hitam telah terbuka! Rahasia Sebelas Jari yang kita dengar sudah berkumandang, begitu pula dengan Rantai Naga Siluman! Jelas kalau ini adalah keberuntungan yang tak dapat kita lepaskan!" Kedua orang pendatang itu memang Sangga Rantek dan Iblis Rambut Emas. Setelah memutuskan untuk meninggalkan Pulau Hitam, karena merasa ngeri melihat pertarungan Panembahan Agung dan Dewa Lautan Timur, kedua orang sesat ini menunggu di sebelah barat Pulau Hitam.
Mereka berharap dapat melihat Pendekar Slebor keluar dari Pulau Hitam. Tetapi setelah tunggu punya tunggu, pemuda dari Lembah Kutukan itu tak tampakkan batang hidungnya. Mereka masih mencoba menunggu.
Setelah dua hari berdiam diri, akhirnya mereka mengambil kesimpulan kalau Pendekar Slebor tak mengambil jalan yang telah dilalui menuju ke Pulau Hitam, itu pun bila Pendekar Slebor masih selamat.
Dengan hati kesal karena tak mengetahui tentang rahasia Pulau Hitam, masing-masing orang meninggalkan tempat itu. Hingga kemudian mereka mendengar tentang Rahasia Sebelas Jari dan Rantai Naga Siluman.
Jelas kalau Pendekar Slebor masih hidup.
Karena kabar yang mereka dengar, pemuda itulah yang diberitahu oleh Eyang Mega Tantra tentang Rahasia Sebelas Jari.
Dan sekarang, tanpa mereka sangka, mereka bertemu dengan dua orang berpakaian abuabu dan berwajah mirip satu sama lain. Tetapi yang menggembirakan, karena mereka melihat sosok Gadis Kayangan yang mereka ketahui erat hubungannya dengan Pendekar Slebor.
Sementara itu, si Kembar Parang Maut, saling melirik begitu mendengar ucapan orang.
Secara tidak langsung, mereka sadar kalau kedua orang ini punya keinginan yang sama.
Agung Gaganda mencoba untuk menindih rasa jengkelnya saat berkata, "Kawan, mengapa kalian berhenti di sini dan seolah menghadang langkah kami" Apakah ada satu urusan yang harus diselesaikan!" Iblis Rambut Emas yang sebelumnya punya niat busuk pada Sangga Rantek tentang potongan pedang perak (Baca: "Pedang Buntung" hingga "Tabir Pulau Hitam"), sudah buka mulut, "Jangan sembarangan berucap dan jangan berla-ku bodoh! Pertama, kami bukan kawanmu! Kedua, kau tentunya tahu apa yang kami hendaki sekarang!!" Memerah wajah Agung Gaganda mendengar ucapan sengit perempuan berkerudung merah. Tetapi dia berusaha untuk bersikap tenang.
"Apa yang kau katakan betul! Lantas, apa yang hendak kalian lakukan sekarang?"
"Segera menyingkir dari sini, sebelum kalian menyesal!!"
"Menyingkir dari sini sangat mudah dilakukan! Alung Gaganda, bawa kembali sosok gadis itu!"
"Tunggu!" dengus Iblis Rambut Emas merasa dirinya dipandang remeh oleh orang.
"Kalian boleh berlalu dengan selamat, tetapi biarkan gadis itu di sini!"
"Gadis itu tak ada hubungannya dengan kalian, berarti kalian tak berhak melarang kami untuk membawa gadis itu! Bawa dia!!" Alung Gaganda segera mendekati dan siap membopong Gadis Kayangan yang sebenarnya makin kecut melihat kehadiran dua orang yang dikenalnya. Sebelum Alung Gaganda lakukan maksud, Iblis Rambut Emas sudah menerjang dengan penuh kegeraman. Agung Gaganda sadar apa yang diinginkan orang. Dia segera bergerak menghadang dan lontarkan satu tendangan memutar.
Wuuuttt!! Satu kesiur angin terdengar begitu kaki kanannya mengarah pada dada Iblis Rambut Emas. Sambil keluarkan dengusan geram, perempuan berkerudung merah ini sentakkan tangan kanannya. Bukkk! Begitu benturan terjadi, tubuhnya dihempos ke atas, melewati sosok Agung Gaganda. Terus meluruk ke arah Alung Gaganda.
Yang akan diserang segera putar tubuh dan lepaskan jotosan dari bawah ke atas.
Masih meluruk, Iblis Rambut Emas mengubah serangannya. Dengan gerakan yang sangat cepat, kali ini kedua kakinya yang mengarah pada Alung Gaganda.
Buk! Bukk!! Sosok Iblis Rambut Emas terpelanting ke depan kembali dan hinggap dengan ringannya di atas tanah berumput. Sementara Alung Gaganda agak tergontai ke belakang.
"Jahanam keparat!" meradang Alung Gaganda dengan kemarahan tinggi. Dia sudah menerjang ke arah Iblis Rambut Emas yang sudah tentu tak mau tinggal diam.
Wusssss!! Serangkum kabut putih berhawa dingin mencelat ke arah Alung Gaganda seraya perdengarkan suara bergemuruh.
Alung Gaganda yang tadi sudah mencelat lancarkan serangan, harus surut dua tindak melihat serangan ganas itu. Segera saja dia mengangkat kedua tangannya yang telah dialiri tenaga dalam. Blaaammm! Blaammm!! Kabut putih berhawa dingin itu langsung buyar ke udara. Kendati berhasil punahkan serangan lawan, sosok Alung Gaganda terhuyung satu tombak ke belakang. Meskipun demikian, dia segera angkat tangannya dan....
Wusss! Iblis Rambut Emas cuma perdengarkan dengusan pendek. Menyusul dia segera lancarkan serangan pula. Gerakan yang diperlihatkannya kali ini sangat lamban sekali, berbeda dengan ge-brakannya pertama.
Melihat kalau serangan lawan berubah, Alung Gaganda justru tersenyum. Dia menyangka kalau benturan pertama tadi telah mengakibatkan gerakan Iblis Rambut Emas menjadi lambat. Dengan bernafsu dia semakin menambah tenaga dalamnya. Namun, orang ini tidak tahu, kalau di balik serangan lambat itu tersimpan satu kekuatan dahsyat. Begitulah yang dilakukan oleh Iblis Rambut Emas berikutnya.
Wuuuss! Wusss!! Dua bongkah kabut putih yang diiringi hawa dingin menggigit, menghampar dengan kekuatan maha besar. Alung Gaganda yang tak menyangka akan perubahan serangan si perempuan begitu cepat, terkesiap kaget dengan wajah yang seketika memucat.
Tanpa sadar dia memekik tertahan karena pada jarak dua tombak dia sudah merasakan hawa dingin yang membuat urat-uratnya menjadi kaku. Gugup dia coba untuk hindari gebrakan dua kabut dingin itu. Kendati berhasil dilakukannya, namun tak urung tangan kirinya terserempet pula. Kontan dia mengaduh sambil tekap tangan kiri dengan tangan kanannya. Iblis Rambut Emas memang orang yang kejam, dia langsung menerjang kembali. Agung Gaganda yang melihat nasib naas dialami oleh adik kembarnya segera mendorong kedua tangannya.
Wuusss! Wusss!! Dua hamparan gelombang angin keras menderu. Blaaamm!! Begitu menghantam dua kabut dingin yang dilepaskan Iblis Rambut Emas, terdengar letupan yang sangat keras. Tempat itu bagai dilanda badai hebat bersamaan dengan muncratnya dua bongkah kabut putih tadi. Tanah di tempat bertemunya benturan itu membubung setinggi satu tombak! Karena tak menyangka kalau serangannya diputuskan orang, Iblis Rambut Emas justru tersentak ke belakang dan keseimbangannya lenyap sesaat. Agung Gaganda tak mau membuang waktu. Dia langsung menerjang dengan teriakan mengguntur. Tetapi satu hamparan angin menghalangi gerakannya.
"Mengapa harus repot-repot turun tangan" Bukankah masih ada aku yang akan mengirim nyawamu ke neraka!!" terdengar seruan Sangga Rantek, kejap berikutnya, orangnya sudah lancarkan serangan.

****

Segera putar tubuh Agung Gaganda sambil kibaskan tangan kirinya.
Blaaammm!! Letupan keras terjadi dan masing-masing orang surut tiga langkah ke belakang.
"Jahanam keparat!!" maki Agung Gaganda geram. Sepasang matanya berkilat-kilat dipenuhi api kemarahan. Di seberang, Sangga Rantek cuma tersenyum dingin.
"Mengapa harus menyibukkan diri dengan pertarungan lain" Seperti ucapanku tadi, nyawamu akan kukirim ke neraka!!" Habis kata-katanya, orang berpakaian serba hitam ini sudah menerjang ke depan seraya mendorong kedua tangannya. Menggebah gelombang angin yang luar biasa dahsyatnya, menyeret tanah dan ranggasan semak belukar saat menderu ke arah Agung Gaganda.
Kendati sempat terkesiap, sambil palangkan kedua tangannya di depan dada, Agung Gaganda mencelat pula ke depan. Bersamaan dengan dia dorong kedua tangannya.
Blaaam! Blaaamm!! Dua letupan keras terdengar sambung menyambung. Namun masing-masing orang rupanya tak mau buang waktu. Setelah terhuyung ke belakang, keduanya kembali menerjang dengan kekuatan penuh. Dua pertarungan dahsyat itu tak ubahnya laksana puluhan gajah liar yang tengah mengamuk di sebuah desa. Gadis Kayangan yang masih tergeletak dalam keadaan tertotok, menjadi ngeri sendiri.
Pertarungan kedua orang itu memang agak menjauh dari tempatnya, namun setiap letupan yang terjadi membuat tubuhnya terlontar-lontar dan ini terasa sakit. Karena tanpa pengerahan tenaga dalam, begitu terlontar dan jatuh kembali ke tanah, tubuhnya terasa dibanting.
"Ah, mengapa aku harus mengalami kejadian seperti ini" Tetapi ini karena kesalahanku sendiri. Tak seharusnya aku meninggalkan Andika. Apakah dia berhasil melepaskan diri dari Iblis Kelabang?" Sambil menahan ngeri di hatinya, diperhatikan bagaimana dahsyatnya dua pertarungan yang terjadi. Belum lagi tatkala kedua orang kembar itu telah loloskan parang masing-masing. Setiap kali parang dikibaskan, kesiuran angin berulang-ulang terdengar mengerikan. Dengan parang di tangan, keduanya dapat menjaga jarak dari serangan yang dilakukan lawan.
Iblis Rambut Emas yang tadi gusar karena dibokong oleh Agung Gaganda, tak peduli. Sasarannya adalah Alung Gaganda. Dengan terus lontarkan kabut-kabut putihnya, dia mencecar Alung Gaganda. Serangan beruntun yang dilakukannya memang membawa hasil, kendati sebelumnya dengan parang besarnya Alung Gaganda dapat mematahkan setiap serangannya.
Namun gebrakan cepat yang dilakukan Iblis Rambut Emas, membuatnya jadi kalang kabut.
Apalagi begitu tendangan kaki kiri si perempuan menghantam telak tangan kanannya hingga pa rang besarnya terlepas.
Dia seperti anak ayam kehilangan induk.
Lepas kontrol dan konsentrasinya.
Sementara itu, melihat keadaan adik kembarnya yang sukar bebaskan diri dari serangan maut Iblis Rambut Emas, Agung Gaganda menjadi kebingungan. Dia tak ingin adik kembarnya mengalami nasib naas. Namun untuk membantu pun tak akan mungkin dilakukannya.
Di lain pihak, Sangga Rantek menyeringai lebar melihat sikap yang diperlihatkan Agung Gaganda. Dia terus lancarkan serangannya hingga bukan hanya Alung Gaganda yang sekarang harus menghadapi maut.
Dirinya pun telah masuk ke lingkaran kematian yang diperlihatkan Sangga Rantek! Namun sebelum kematian merenggut kehidupan si Kembar Parang Maut, mendadak saja satu gelombang angin menderu sangat keras. Suara yang terdengar begitu mengerikan.
Mengarah pada Sangga Rantek dan Iblis Rambut Emas! Kontan masing-masing orang urungkan niat dan membuang tubuh ke samping kanan.
Blaar! Blaaarrr!! Dua bagian tanah serta-merta terbongkar terhantam gelombang angin keras tadi.
Bukan hanya keduanya yang palingkan kepala dari mana datangnya dua gelombang angin yang menghalangi serangannya. Si Kembar Parang Maut sendiri segera putar tubuh.
Lima pasang mata termasuk milik Gadis Kayangan melihat satu sosok tubuh berpakaian dan berjubah hitam telah berdiri dengan kedua kaki dibuka. Wajah orang yang baru datang ini tirus dan dihiasi kulit tipis.
Janggut putihnya bergerak ditiup angin. Sepasang matanya yang sipit menyiratkan kematian.
Kalau Iblis Rambut Emas dan Sangga Rantek menggeram gusar, lain halnya dengan si Kembar Parang Maut. Tanpa sadar masingmasing orang langsung surutkan langkah.
Perlahan namun jelas, terdengar ucapannya, "Kiai Alas Ireng...!"

«««« [ 10 ] »»»»

Bersamaan si Kembar Parang Maut mendapati kehadiran Iblis Rambut Emas dan Sangga Rantek, Pendekar Slebor yang sengaja meninggalkan pertarungannya dengan Iblis Kelabang hentikan larinya di tempat yang agak lapang. Anak muda tampan ini mengusap keringat yang membasahi wajahnya dengan telapak tangan kanannya. Matanya diedarkan.
"Kutu busuk! Ke mana aku harus mencari Gadis Kayangan" Kalau ngambek ya ngambek, jangan ngilang begini?" dengusnya jengkel. Namun begitu disadarinya kemungkinan kalau saat ini Gadis Kayangan berada dalam lingkaran maut, hati si Urakan ini jadi tidak tenang.
Digaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Apakah saat ini dia baik-baik saja?" desisnya sambil tarik napas pendek.
Matanya memandang ke kejauhan. Julangan sebuah bukit kapur seperti bercahaya tertimpa sinar matahari.
Semakin dicoba untuk memikirkan keadaan Gadis Kayangan, perasaannya justru makin tidak tenang. Perasaannya kali ini dilingkupi de-baran tak menentu.
"Monyet pitak! Tak pernah kumaafkan diriku bila terjadi apa-apa dengannya." Dibawa langkahnya lima langkah ke depan.
Tak ada siapa pun di sana kecuali dirinya. Beberapa ekor burung beterbangan menjauh dan hinggap di ranggasan semak yang berayun-ayun.
"Rahasia Sebelas Jari.... Rahasia yang bukan hanya membingungkan, tetapi memancing pertikaian berkepanjangan. Tentunya ini berhubungan dengan Rantai Naga Siluman. Kupikir masalah Pulau Hitam telah selesai, tetapi justru makin berkembang lebar." Andika mengingat-ingat akan sabuk yang sebesar lengan orang dewasa yang melingkar dan keluar dari dalam tanah begitu dua patahan pedang perak dipertemukan dengan cara menyentak oleh Eyang Mega Tantra. Sebuah sabuk yang pancarkan sinar bening. Dari tempatnya yang tersembunyi, cara keluar yang aneh dan cara mendapatkannya yang membingungkan, sudah tentu rantai itu bukanlah rantai sembarangan.
Tetapi yang masih membingungkan, apa sebenarnya kunci dari Rahasia Sebelas Jari.
Anak muda urakan ini menarik napas pendek.
" Ada sebelas jari di dalam jiwa, satu jari adalah titik kemuliaan.
Sebuah rangkaian kata yang sebenarnya tak begitu sulit untuk diingat, tetapi memecahkan kata itu sangat sukar dilakukan. Aku tetap berkeyakinan, kuncinya terletak pada kata sebelas jari. Hmmm... sebelas jari. Satu jari adalah kemuliaan. Tentunya ini berhubungan dengan perasaan seperti yang pernah kupikir-kan. Perasaan hanya dimiliki oleh manusia. Kata-kata Gadis Kayangan waktu lalu, mengatakan bagaimana dengan orang yang memiliki dua kepribadian" Hmmm... kucoba untuk merangkaikannya." Untuk sejenak anak muda ini terdiam. Keningnya perlahan-lahan nampak berkerut. Lalu terlihat dia menggeleng-geleng resah, tanda belum dapat juga untuk mengetahui titik terang dari Rahasia Sebelas Jari.
"Kalau kucoba untuk rangkaikan pikiranku waktu lalu, apakah ini sebuah jalan keluar" Sebelas jari kuartikan sebelas orang. Tangan dan kaki masing-masing memiliki sepuluh buah jari. Bila dikaitkan dengan manusia, berarti ada sepuluh orang jika kuhubungkan dengan sepuluh buah jari. Lalu, satu jari ini" Hemm... bisa jadi ini hanya pemuslihatan kata-kata sebelas jari saja.
Berarti, memang ada sepuluh orang dan satu orang memiliki dua kepribadian. Tetapi sampai saat ini, dari orang-orang yang kutemui, rata-rata menginginkan untuk mengetahui isi dari Rahasia Sebelas Jari yang tentunya untuk dipecahkan artinya. Busyet! Kepalaku jadi tujuh keliling!!" Anak muda ini mengucak-ngucak rambutnya dengan gemas.
"Kalau memang demikian, siapa orangnya yang memiliki dua kepribadian" Dan apa hubungannya orang itu dengan Rantai Naga Siluman" Kalau memang benar ada, berarti orang itulah satu-satunya yang berhak mendapatkan Rantai Naga Siluman. Atau, bisa jadi dugaanku salah?" Dilempar pandangannya kembali ke kejauhan. Ditarik napas pendek. Seraya menghembuskannya dia mendesis, "Ketimbang aku semakin bingung, lebih baik kuteruskan langkah mencari Gadis Kayangan. Naluriku kuat mengatakan, kalau dia dalam bahaya." Memutuskan demikian, pemuda tampan pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini segera berlari. Cukup lama dia berlari sebelum hentikan larinya tak jauh dari bukit kapur itu. Pandangannya diarahkan pada julangan bukit kapur yang nampak menyala terkena sinar matahari. Aroma kapur-kapurnya sungguh tak sedap pada penciuman.
"Hmmm... aku masih tahu arah mana yang harus kutempuh untuk menemukan Gadis Kayangan. Tetapi biar bagaimana pun juga, kupikir nyawanya lebih penting ketimbang dari Rahasia Sebelas Jari. Atau... aku salah menduga?" Anak muda ini terdiam dengan kebingungan yang makin kuat. Nyawa Gadis Kayangan harus diselamatkannya. Paling tidak, gadis itu tak kurang suatu apa. Namun tatkala dia teringat akan kata-kata Eyang Mega Tantra di Pulau Hitam, bila dalam satu purnama dia belum berhasil memecahkan Rahasia Sebelas Jari dan itu berarti gagal untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman, maka rimba persilatan akan menjadi kacau balau, hatinya menjadi tidak enak. Bukankah itu berarti, akan membawa korban yang tidak sedikit" Andika memang belum dapat memastikan secara utuh, mengapa bila gagal mendapatkan Rantai Naga Siluman, berarti akan mengacaukan rimba persilatan" Atau, masih adakah rahasia di balik Rantai Naga Siluman itu sendiri"
"Monyet pitak! Bisa jadi Rantai Naga Siluman dijaga oleh pemiliknya" Tetapi siapa" Bila memang tidak ada, kekacauan apa yang akan ditimbulkannya, seperti yang dikuatirkan oleh Eyang Mega Tantra?" Digaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dengan gemas.
"Semakin lama aku...."
"Tak perlu berpusing diri! Lebih baik jawab pertanyaan sebelum urusan jadi kapiran!" terdengar satu suara bernada tegas dari belakangnya.
Serta-merta Andika palingkan kepalanya ke belakang. Dilihatnya satu sosok tubuh telah berdiri tegak dengan kedua kaki agak dibuka sejarak empat langkah.
Bukan melihat wajah tampan orang yang baru muncul yang membuat Andika harus kerutkan kening. Melainkan baru disadarinya kalau dia tidak mendengar kehadiran orang.
Orang yang usianya hanya terpaut satu tahun dari Andika ini tersenyum. Andika dapat merasakan kalau senyuman itu penuh ejekan dan melecehkan. Pemuda berparas tampan dengan rambut gondrong dan di keningnya melingkar sebuah ikat kepala berwarna biru, menggeleng-gelengkan kepalanya. Pakaian yang dikenakannya biru gelap dengan celana pangsi hitam. Di pinggang si pemuda, melilit sebuah tali sebesar ibu jari.
Lalu terdengar suaranya, pelan namun agak memaksa, "Aku memiliki dua maksud! Pertama, mencari orang bernama Kiai Alas Ireng! Bila kau dapat memberitahu, maka hanya tangan kananmu yang kuambil! Kedua, aku mencari orang berjuluk Pendekar Slebor! Bila kau dapat memberitahu, maka hanya tangan kirimu yang akan pisah dari tubuhmu!" Terdiam Pendekar Slebor mendengar ucapan orang. Diam-diam dia membatin, "Nama Kiai Alas Ireng pernah kudengar dari Iblis Kelabang.
Kehadiran pemuda ini nampaknya penuh dendam dengan Kiai Alas Ireng. Dan siapa dia sebenarnya?" Habis berkata dalam hati demikian, Andika tersenyum.
"Setiap keinginan yang dipenuhi orang lain, sudah tentu harus memberikan imbalan pada orang itu! Tetapi sungguh tak enak didengar, kalau kau ternyata justru menghendaki tangan kanan dan kiriku bila tak dapat jawab pertanyaan! Sebelum kujawab, aku ingin tahu siapa kau adanya?"
"Kau boleh mengingatku dengan julukan Manusia Sepuluh Siluman!"
"Busyet! Julukannya serem amat ya" Pantasnya sih berjuluk Monyet Sepuluh Kutukan!" kata Andika dalam hati lalu berkata, "Apa maksudmu mencari Kiai Alas Ireng dan Pendekar Slebor?" Pemuda yang memang Manusia Sepuluh Siluman adanya ini terdiam, sorot matanya tajam.
Setelah berhasil menyembuhkan diri dari serangan Kiai Alas Ireng, pemuda yang memiliki kesombongan setinggi langit ini meneruskan perjalanannya. Keinginannya adalah membunuh Kiai Alas Ireng dan Pendekar Slebor yang diketahuinya sebagai satu-satunya orang yang mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari.
"Aku ingin membunuh Kiai Alas Ireng!"
"Bagaimana dengan Pendekar Slebor"!" Karena terlalu sombong, Manusia Sepuluh Siluman segera menyahut.
"Dia adalah orang yang mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari! Aku juga akan membunuhnya bila dia tidak mengatakan apa isi dari Rahasia Sebelas Jari itu!"
"Wah! Benar-benar gawat! Sudah lima orang yang kuketahui ingin tahu tentang Rahasia Sebelas Jari! Dalam waktu yang kian sempit ini, tak ada gunanya meladeni pemuda ini. Lebih baik aku berdusta saja." Lalu katanya, "Aku tidak tahu di mana Kiai Alas Ireng berada! Bila kau hendak mengetahui di mana Pendekar Slebor, aku memang pernah berjumpa dengannya."
"Katakan padaku!!" sentak Manusia Sepuluh Siluman dengan wajah beringas.
"Dia baru saja lewat di tempat ini! Terus menuju ke arah balik bukit kapur!" Sejenak Manusia Sepuluh Siluman memandangi bukit kapur yang tinggi itu. Lalu perlahan-lahan pandangannya diturunkan menatap Pendekar Slebor.
"Aku tak mau mengambil urusan denganmu! Tadi kukatakan, bila kau dapat memberitahu di mana Kiai Alas Ireng berada, maka yang akan kuambil adalah tangan kananmu! Tetapi kau tidak mengetahuinya di mana dia berada! Lalu, bila kau dapat memberitahukan di mana Pendekar Slebor berada, maka tangan kirimu yang kuambil! Tetapi kesimpulanku, kau tak tahu di mana kedua orang itu berada! Berarti, kau luput dari ke-jadian yang mengerikan!" Di tempatnya Andika mendumal, "Busyet! Ngomongnya keren amat! Tetapi cukup membingungkan sebenarnya! Biasanya, kalau ada orang yang tak dapat beritahu apa yang ditanyakan, baru dia mengambil keputusan! Ini justru kebalikannya! Untung aku berkata dusta!" Manusia Sepuluh Siluman masih arahkan pandangannya pada Pendekar Slebor. Setelah sesaat dia berkata, "Kendati aku tak mengambil apa yang sebenarnya kuinginkan, kuharap kau jangan dusta! Bila saja kuketahui soal itu, maka kaulah orang ketiga yang akan kuburu!" Andika mengangkat kedua bahunya."Terserah, deh!" Manusia Sepuluh Siluman mendengus. Lalu segera berlari menuju ke bukit kapur.
Dan mendadak saja terdengar suara sengit yang bercampur geram, "Huh! Lama dicari tidak tahunya berada di sini! Pendekar Slebor! Ajalmu sudah dekat!!" Terkesiap Andika mendengar bentakan orang yang keras. Sementara itu, Manusia Sepuluh Siluman yang sudah berlari sekitar sepuluh langkah, kontan hentikan larinya.
Segera dia putar tubuh. Pandangannya beringas pada Pendekar Slebor yang cuma nyengir saja. Satu kejap kemudian, nampak satu sosok tubuh berpakaian batik kusam telah berdiri di hadapannya. Di tangan perempuan berpakaian batik kusam itu tergenggam sebatang cambuk berlidah tiga! Seiring perempuan itu melangkah, Manusia Sepuluh Siluman sudah menerjang ganas ke arah Pendekar Slebor.
"Tadi kukatakan, bila kau berdusta, maka kematian akan kau dapatkan! Tetapi sungguh berani kau mendustaiku karena engkaulah Pendekar Slebor!!"

SELESAI
PENDEKAR SLEBOR

Segera menyusul:
RANTAI NAGA SILUMAN


INDEX PENDEKAR SLEBOR
Tabir Pulau Hitam --oo0oo-- Rantai Naga Siluman


Berita Top News - ANTARA News

Suara.com - Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini

Copyright@tanztj.2010. Powered by Blogger.

Followers