Susuk Ratu Setan
tanztj
March 10, 2011
INDEX PENDEKAR SLEBOR | |
Istana Durjana --oo0oo-- Putri Samudera |
ANDIKA
Pendekar Slebor
Karya: Pijar El
EP: SUSUK RATU SETAN
Pendekar Slebor
Karya: Pijar El
EP: SUSUK RATU SETAN
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Cover oleh Henky
Editor: Puji S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
[| { 1 } |]
Dua lelaki muda duduk bersila saling berhadapan dengan satu lelaki tua. Tak ada cengkrama di situ, setelah tadi mereka baru saja menyelesaikan latihan jurusjurus ampuh. Kedua pemuda duduk dengan kepala tertunduk, menghadap ke arah pantai Laut SeIatan yang jarang disinggahi biduk. Sementara si lelaki tua, seperti biasa memberi wejangan yang sarat kata-kata bijak.
"Suro Gandring, dan kau Argomulyo! Selama lima tahun kalian menuntut ilmu kepadaku dengan hasil sangat memuaskan. Setelah seratus jurus yang kalian mainkan tadi, aku bisa menilai kemajuan yang kalian dapatkan. Satu sama lain memiliki kekuatan, ketangkasan, dan kehebatan sama," buka si tua berusia sekitar tujuh puluh tahun dengan pakaian serba putih.
"Dan pagi ini, setelah melihat kalian bertarung tadi, rasanya aku sudah cukup puas.
Bahkan yakin untuk melepas kalian!" Kedua anak muda bernama Suro Gandring dan Argomulyo saling berpandangan.
"Apa maksud, Guru?" tanya yang bernama Suro Gandring lebih dulu.
Si tua bersorban putih ini terbahak-bahak. Suaranya menggema ke seantero lembah "Sudah jelas, aku tak ingin melihat kalian meng-habiskan waktu di lembah sepi ini. Aku ingin kalian segera mengarungi dunia luas berbekal kemampuan yang kuberikan. Jadilah kalian orang-orang pembela kebenaran. Lagipula, sebentar lagi cucuku si Prawitri akan kembali dari Gunung Semeru. Tepat sudah tiga tahun dia berguru pada sahabatku Suralangi alias Pendekar Mutiara Perak. Jadi, kalian tak perlu lagi berada di sini. Soalnya..., ha ha ha...! Cucuku itu sangat cantik."
"Tetapi, Guru...." Si pemuda yang bernama Argomulyo hendak membantah. Namun kata-katanya telah dipotong lebih dulu oleh gurunya.
"Tidak ada tapi-tapian. Besok pagi tepat matahari terbit kalian sudah tidak berada di sini lagi!"
"Tetapi...."
"Hik hik hik.... Kalian memang harus menolak usul orang tua jelek berjuluk si Manusia Buaya itu! Dan kalian melihatnya terkapar menjadi mayat di Lembah Busuk ini!" Satu suara yang nyaring namun merdu menggema di sekitar tempat ini.
Serentak Suro Gandring dan Argomulyo berdiri sigap memandang ke arah datangnya suara. Sementara si tua bersorban yang berjuluk si Manusia Buaya hanya mengusap dagunya. Satu sosok gemulai melangkah ke arah mereka.
Dia seorang gadis cantik berambut panjang, dengan bunga mawar pada tengah rambutnya yang sedikit digelung ke atas. Tubuhnya padat berisi, terbungkus pakaian tipis berwarna merah yang tembus pandang.
"Gadis keparat! Berani-beraninya kau lancang bicara pada Guru kami!" bentak Suro Gandring setelah beberapa saat sempat terpana melihat tubuh molek gadis cantik itu. Namun segera ditepiskannya gejolak kelaki-lakiannya. Biar bagaimanapun juga, hatinya sudah keburu marah mendengar ejekan yang menyakitkan dari bibir merangsang gadis ini.
Dara jelita itu hanya tersenyum.
"Bila kalian tidak percaya, aku akan membukti-kannya! Untuk apa berguru pada si Manusia Buaya yang tak memiliki kemampuan apa-apa" Ayo, kalian segera bersujud di kakiku! Karena, sebentar lagi akulah yang akan menjadi guru kalian!" sergah si gadis, bukan main kurang ajarnya.
Amarah Suro Gandring tak tertahankan lagi.
Dengan tenaga dalam penuh dia menerjang. Yang ada dalam benaknya hanyalah membungkam mulut lancang gadis ini.
Melihat serangan berbahaya, si gadis hanya terkikik saja tanpa bergerak dari tempatnya. Dan ini membuat kemarahan Suro Gandring makin mem-bludak.
"Aku ingin lihat kehebatanmu!" bentaknya.
Namun belum lagi pukulan si pemuda mengenai sasaran, tiba-tiba saja tangan lembut kuning yang halus milik si gadis terangkat.
Wrrr! Tiba-tiba saja serangkum angin dahsyat meluruk dari sebuah serangan balik si gadis. Suro Gandring terkejut. Namun dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa ketika.... Desss...! Si pemuda memekik keras. Deras juga tubuhnya meluncur ke belakang terhantam pukulan tak terduga gadis ini.
Melihat hal itu, Argomulyo langsung meluruk pula.
Diawali satu gerengan setinggi langit, dia hendak mengarahkan tinjunya ke tubuh si gadis. Namun seperti yang dialami Suro Gandring, gadis itu kembali mengangkat tangan kanannya. Dan....
Desss...! Tubuh Argomulyo terlempar ke belakang.
Sementara itu si Manusia Buaya menghela napas pendek. Perlahan-lahan dia bangkit dari duduknya.
"Tak ada hujan tak ada angin, datang seorang gadis mencari silang sengketa.
Kalau bukan kau, tentunya aku yang akan celaka," gumam si Manusia Buaya.
"Si Manusia Buaya! Nama besarmu sudah lama terdengar di telingaku. Aku ingin mencoba kesaktianmu!" desis si gadis.
"Tak pernah terpikirkan olehku untuk mencari kehebatan. Tetapi, sikapmu yang keterlaluan itu tak bisa didiamkan lagi." Gadis ini terkikik sambil menekap mulutnya yang merah, tak ubahnya bagai seorang gadis yang malu-malu.
"Perlihatkan kehebatanmu!"
"Kupersilakan kau untuk menyerangku!" Mendengar kata-kata itu, si dara jelita membuka kedua tangannya ke depan.
"Baik! Kau hanya kuberi tiga jurus,Orang Tua! Kalau dalam tiga jurus aku tak berhasil mengalah-kanmu, maka aku akan berguru kepadamu!" Mendengar kata-kata itu, Suro Gandring dan Argomulyo tersentak.
"Perempuan takabur! Tak tahu tingginya langit dan dalamnya bumi!" gumam mereka berdua dalam hati. Kejap berikutnya dara jelita itu sudah berkelebat.
Gerakannya sangat cepat. Sesaat terlihat tubuhnya memancarkan sinar berwarna merah yang menyengat. Sampai-sampai si Manusia Buaya tersentak melihatnya.
"Gila! Selama ini aku baru tahu kalau ada ilmu aneh seperti ini!" sentak hati si Manusia Buaya sambil mengibaskan tongkatnya.
Wusss! Selarik sinar putih yang dikawal suara gemuruh angin kencang menderu ke arah si gadis jelita yang masih berkelebat. Dalam keadaan begitu, si gadis mengibaskan tangannya. Serangkum sinar merah pun menderu, menyambut luncuran sinar putih. Lalu....
Bummm! Pertemuan sinar merah dan sinar putih menimbulkan ledakan yang memekakkan telinga. Tanah di tempat ini bagaikan bergetar.
Si Manusia Buaya sampai tercekat karena serangannya dihantam sebuah serangan yang tak kalah hebatnya. Sementara tubuh si gadis yang berkelebat semakin kencang menderu.
Wuuusss! "Uts...!" Kalau saja si Manusia Buaya tidak merunduk, bisa dipastikan kepalanya akan terpisah dari lehernya.
Sementara si dara jelita telah berjungkir balik.
Hanya dalam sekali gerak, kakinya telah menjejak tanah.
"Jurus kedua!" Berkawal satu teriakan bernada peringatan, si gadis kembali melancarkan serangan. Dari udara, kakinya terjulur hendak mematahkan leher si tua bersorban.
Dan kali ini si Manusia Buaya pun melakukan gerakan sama. Disongsongnya serangan si dara jelita.
Tongkat putih di tangannya diputarkan bagaikan baling-baling. Pohon yang letaknya enam tombak dari tempat itu berguguran duandaunnya. Dan tongkatnya siap menghantam kaki si dara jelita.
Namun bersamaan dengan itu, si dara jelita menarik pulang kakinya. Begitu sambaran tongkat lewat, tubuhnya berputar. Dan kali ini tangannya siap melepas hantaman. Di luar dugaan, si Manusia Buaya masih bisa memutar tongkatnya. Namun tangan kiri si gadis telah siap pula menahan.
Prak! Tongkat kebanggaan si Manusia Buaya yang ber-tahun-tahun dijadikan senjata andalan patah menjadi dua. Piaslah wajah si tua bersorban. Dan belum lagi sempat memikirkan apa yang telah terjadi, tangan kanan si dara jelita sudah menghantam dadanya. Buk! Keras juga pukulan si gadis. Sampai-sampai tubuh si Manusia Buaya terlempar beberapa tombak. Dari mulut dan hidungnya mengalirkan darah segar.
Si dara jelita menatap angker.
"Jurus ketiga!" Namun sebelum gadis ini melancarkan serangan berikut, dua sosok tubuh telah menderu ke arahnya.
"Gadis keparat! Mampuslah kau!" Suro Gandring dan Argomulyo yang melihat bagaimana jiwa gurunya terancam bahaya sudah meluruk maju dengan kekuatan tenaga dalam penuh. Jurus 'Buaya Kibaskan Ekor' yang mengarah pada kelincahan dan kekuatan kaki, menderu secara bersamaan.
Namun entah bagaimana caranya, si dara jelita itu sudah berkelebat laksana setan. Tangannya bergerak Iincah, dan....
Tuk! Tuk! Dua totokan dilancarkan sekaligus, membuat tubuh kedua murid si Manusia Buaya menjadi tak bertenaga lagi. Mereka ambruk sambil memaki-maki dengan hati panas, tanpa mampu bergerak.
Si dara jelita tak menggubris mereka lagi.
Pandangan sengitnya tertuju pada si Manusia Buaya.
"Kini tiba saatnya kau berangkat menghadap penjaga pintu neraka, Orang Tua! Dan sebelum mampus, aku masih berkenan untuk memper-kenalkan diri. Julukanku adalah Ratu Setan! Dan kini, bersiaplah untuk menghadapi jurus ketiga!" Si Manusia Buaya yang sudah berdiri tegak siap menyambut serangan dara jelita, mencoba berpikir keras untuk mengetahui siapakah gerangan Ratu Setan itu.
Namun si tua bersorban tak sempat lagi berpikir lebih lama. Karena, tubuh dara jelita yang menjuluki diri Ratu Setan telah berkelebat. Gerakannya sangat cepat, benar-benar laksana setan. Tangannya telah berubah menjadi semerah darah. Begitu tubuhnya berkelebat, sinar warna merah pun berkelebat.
Sesaat si Manusia Buaya kelabakan juga, karena sinar itu sangat menyilaukan mata. Di kejap lain, tangan Ratu Setan yang telah membuka, menebas leher si Manusia Buaya seperti seorang pencari rumput yang sedang menebas rumput jarahannya.
Crasss...! "Aaaakhhh...!" Terdengar lolongan seperti kambing disembelih.
Suro Gandring dan Argomulyo menggeram murka.
Namun tubuh keduanya tak mampu digerakkan.
Dengan kemarahan bercampur kesedihan, keduanya melihat tubuh si Manusia Buaya perlahan terhuyung dengan leher buntung, lalu ambruk bersimbah darah.
Matilah seorang guru yang baru saja gembira menyaksikan hasil gemblengannya kepada kedua muridnya.
Terdengar suara terkikik Ratu Setan yang sangat keras sekali, menggema keseluruh lembah. Daun-daun berguguran dan bumi seakan bergoyang.
"Hik hik hik.... Nama besar si Manusia Buaya kini sudah terkubur! Tibalah saatnya bagiku untuk menjadi tokoh papan atas rimba persilatan ini!" Tiba-tiba si gadis terdiam. Tubuhnya mendadak menggigil. Sepasang matanya tibatiba memerah, dengan perubahan kulit yang putih mulus itu menjadi kemerahan.
Nampak jelas sekali Ratu Setan berusaha menahan seluruh getaran di jiwanya.
Mulutnya mendesis geram.
"Pendekar Slebor.... Kau akan kubunuh untuk menunaikan janjiku pada Iblis Jagat Raya yang menginginkan kain bercorak catur milikmu!" desisnya.
Dan mendadak Ratu Setan menoleh ke arah Suro Gandring dan Argomulyo yang tengah berusaha membebaskan diri dari totokan. Tetapi meskipun sudah mengerahkan seluruh tenaga dalam, tetap saja mereka tak mampu melepaskan totokan.
Begitu melihat Ratu Setan menoleh dengan wajah memerah dan geliatan tubuhnya yang aneh, kedua murid si Manusia Buaya berseru, "Bebaskan kami! Kita bertarung sampai mampus!" teriak mereka hampir bersamaan.
Lain dengan sikapnya yang kejam dan telengas, tiba-tiba saja Ratu Setan tersenyum. Rekahan bibirnya begitu penuh rangsangan menggairahkan.
"Gila! Apa yang tengah dilakukannya?" pikir kedua murid mendiang si Manusia Buaya.
"Dia seperti seorang gadis yang sedang birahi." Apa yang dipikirkan keduanya memang benar.
Karena langkah Ratu Setan kemudian sangat gemulai. Pakaiannya yang tipis menerawang seperti sengaja dikuakkan lebih lebar saat melangkah.
Bungkahan kedua pahanya yang montok dan mulus, tersibak dan terserobok di mata kedua pemuda itu.
"Kalian harus menjadi budakku mulai sekarang...," desis Ratu Setan dengan suara lembut. Lalu tangannya berkelebat cepat.
Sing! Sing! Seketika dua buah benda mirip jarum berwarna keemasan melesat, masuk ke urat di bawah leher kedua pemuda itu yang terjengak sebentar.
Sebelum mereka tahu apa yang terjadi, tiba-tiba saja tubuh Ratu Setan sudah berkelebat. Disambar-nya mereka dengan ringan disertai suara kikikan keras yang menggema di lembah itu
***
[| { 2 } |]
Atas perintah Iblis Jagat Raya, ayah si gadis berhasil membunuh tokoh sesat lainnya. Julukannya si Rase Terbang. Akibatnya, peristiwa itu jadi berekor panjang. Enam orang anak buah si Rase Terbang berniat menuntut balas. Mereka berhasil membunuh ayah si gadis. Bahkan juga memaksa si gadis untuk memberitahukan keberadaan Iblis Jagat Raya.
Si gadis berhasil melarikan diri, setelah bertarung beberapa jurus. Namun, anak buah si Rase Terbang tak membiarkannya lolos begitu saja Ketika si gadis telah terjepit keadaannya, dia tetap bersikeras tak pernah mendengar nama si Iblis Jagat Raya. Namun, enam orang anak buah si Rase Terbang telah berubah pikiran. Mereka berniat merampas kehormatan si gadis.
Pada saat yang gawat, apalagi mendengar namanya disebut, kebetulan Iblis Jagat Raya yang berada di sekitar tempat ini menggagalkan maksud keenam anak buah si Rase Terbang. Pertarungan sengit terjadi. Akhirnya, keenam anak buah si Rase Terbang berhasil ditewaskan. Kini tinggallah si gadis seorang diri. Melihat kemolekannya, Iblis Jagat Raya bernafsu untuk menikmati tubuh si gadis. Seketika ditotoknya gadis itu. Bahkan juga diberikannya Susuk Pembangkit Birahi.
***
Kapan saja Iblis Jagat Raya menghendaki, gadis yang mengaku bernama Anjar Pitaloka selalu bersedia melayaninya. Namun di samping itu, si tua sakti ini pun menurunkan ilmu-ilmu anehnya yang hebat pada si gadis. Dan kemudian gadis ini dijuluki Ratu Setan.
Berkat gemblengan Iblis Jagat Raya, dalam tempo empat tahun saja kehebatan Ratu Setan sudah hampir menyamainya. Yang lebih gila lagi, Anjar Pitaloka pun kini memiliki birahi yang sangat tinggi.
Tak peduli siapa saja yang ditemuinya, maka akan digumuli penuh nafsu.
Pernah ketika Iblis Jagat Raya tak ada di tempat, Ratu Setan yang saat itu sedang naik birahi, berkelebat meninggalkan gua. Dia menjumpai dua orang lelaki di sebuah hutan. Yang satu masih muda dan yang satunya lagi sudah tua. Ketika tiba-tiba saja Anjar Pitaloka menggerakkan tangannya, maka dua buah jarum berwarna keemasan pun berkelebat masuk ke tubuh dua laki-laki itu.
Setelah menunggu beberapa saat, keluarlah Ratu Setan dari tempatnya. Saat itu juga birahinya dituntaskan sampai puas. Baru kemudian kedua laki-laki itu dibunuh secara kejam.
Begitulah yang terjadi pada Anjar Pitaloka yang kini disebut Ratu Setan.
Birahinya selalu bergejolak tiba-tiba. Ini dikarenakan beberapa buah Susuk Pembangkit Birahi yang dimasukkan Iblis Jagat Raya pada tubuhnya.
Waktu kian bergeser. Tak terasa, lima tahun sudah Ratu Setan berada di bawah bimbingan Iblis Jagat Raya. Dan pada suatu malam, Iblis Jagat memanggilnya.
"Aku sudah bosan denganmu, Ratu Setan! Lebih baik kau minggat dari sini!" ujar si lelaki tua kerempeng, seenaknya.
Ratu Setan kelihatan sedih. Padahal saat ini, akal tak warasnya benar-benar memuja Iblis Jagat Raya.
"Tidak usah sedih. Kau boleh kembali ke sini.
Asalkan, kau mencari seorang pemuda yang memiliki sebuah senjata dahsyat.
Senjata itu berupa kain bercorak catur. Sebagai penangkal sekaligus alat penyerang, kain bercorak catur itu mampu mengeluarkan tenaga angin luar biasa hebatnya. Bila aku berhasil memilikinya, hanya sedikit mengeluarkan tenaga dalam yang sesuai ilmu yang kumiliki, kain itu bukan hanya menjadi senjata, tapi juga tameng sangat dahsyat dari setiap serangan lawan.
Dan yang perlu kau ketahui, kain bercorak catur itu satu-satunya senjata pusaka terdahsyat! Tak ada bandingannya!" Ratu Setan mengangkat kepalanya.
"Di manakah aku bisa mendapatkan kain pusaka itu?" tanyanya gembira.
"Seorang pendekar muda memilikinya. Dia berjuluk Pendekar Slebor. Kau harus mendapatkan kain bercorak catur itu darinya! Bila gagal mendapat-kannya, jangan harap bisa datang lagi!"
"Akan kubunuh Pendekar Slebor dan membawa kain pusaka bercorak catur miliknya kepadamu!" desis Ratu Setan.
"Bukan main! Kekejamanmu sudah sama denganku! Kemarikan kedua tanganmu!" sahut Iblis Jagat Raya sambil terbahak keras.
Dengan patuhnya, Anjar Pitaloka mengulurkan kedua tangannya ke depan.
Tuk! Tuk! Iblis Jagat Raya menotok kedua tangan Ratu Setan hingga mengeluarkan suara mengeluh. Lalu perlahan-lahan dimasukkannya lima buah susuk berwarna keemasan di sekujur tubuh Anjar Pitaloka.
"Kekuatan yang akan kau miliki tak akan ter-kalahkan bila sudah melakukan hubungan badan dengan lelaki siapa pun juga. Dan kau akan semakin terangsang bila melihat lelaki mana pun juga.
Tinggalkan tempat ini sekarang juga! Bunuh Pendekar Slebor. Dan, bawa kain bercorak catur itu kepadaku!"
"Tetapi..., maukah kau mengabulkan permintaan-ku sebelum aku mencari Pendekar Slebor," desah Ratu Setan lirih.
"Keparat! Berani benar kau meminta begitu kepadaku, hah"!" sentak Iblis Jagat Raya, tetapi tertawa dalam hati.
"Keberanianmu sudah begitu tinggi. Sama tinggi dengan kekejamannya yang tiada tara."
"Maafkan. Tetapi aku minta..., gelutilah aku lebih dulu." Terdengar suara Iblis Jagat Raya terbahak-bahak.
Lalu diangkatnya tubuh lembut itu dan direbahkannya di tanah dalam gua.
Senja hari, Ratu Setan pun meninggalkan gua itu dengan hati puas. Akan dicarinya Pendekar Slebor untuk mendapatkan kain bercorak catur. Baru beberapa purnama muncul, julukan Ratu Setan pun telah menggemparkan dunia persilatan, karena kekejamannya yang banyak membunuhi para tokoh.
Salah seorang korban yang baru saja dibantai adalah si Manusia Buaya. Tindakan itu dilakukan, untuk memancing kehadiran Pendekar Slebor.
Di samping itu, banyak pula lelaki baik berusia muda maupun tua yang menjadi korban birahinya.
Setelah puas menuntaskan segalanya, dengan kekejaman sangat luar biasa, dibunuhnya para lelaki itu.
Sampai sejauh ini, Ratu Setan memang belum bertemu Pendekar Slebor. Tapi yang jelas, bila bertemu segala perintah Iblis Jagat Raya akan dilaksanakannya. Itu sebabnya dia selalu memancing keonaran.
***
[| { 3 } |]
Kepalanya menggeleng-gelengkan sambil memeriksa mayat lelaki tua malang itu.
"Busyet! Setan belang mana yang keji menurunkan tangan pada lelaki tua ini"!" makinya entah pada siapa.
"Hmm... Bila melihat tongkat yang ada pada lelaki ini, aku yakin dia yang berjuluk si Manusia Buaya. Tetapi, siapa yang membunuhnya?" Pemuda tampan berambut gondrong dengan alis hitam legam bagaikan kepakan sayap elang ini kembali menggeleng-geleng.
"Heran" Apa dunia sudah mau kiamat" Hm....
Bunuh-membunuh sekarang menjadi barang murah! Tetapi, itulah hukum rimba persilatan! Bukan melihat siapa yang benar atau siapa yang salah, tapi siapa yang kuat dialah yang akan menang!" Pemuda yang tak lain Andika alias Pendekar Slebor itu langsung melangkah empat tindak dari mayat si Manusia Buaya. Kemudian kakinya berlutut sambil menyingsingkan lengan baju.
Pendekar Slebor segera menggali tanah dengan kedua tangannya. Setelah dirasakan cukup, perlahan-lahan diangkatnya mayat si Manusia Buaya dan dimasukkan ke lubang. Segera Andika menimbun mayat itu dengan tanah.
"Beres sudah. Sekarang, aku tinggal mencari si biang panu yang telah membunuh si Manusia Buaya ini," gumam si pemuda sakti dari Lembah Kutukan itu, begitu selesai menguburkan.
Namun sebelum Pendekar Slebor meninggalkan lembah itu, tiba-tiba....
Wuuttt! Satu ancaman mematikan meluncur ke arah si pemuda urakan ini. Bukan main dahsyatnya. Angin sambaran saja, mampu merontokkan beberapa ranting pohon.
Walaupun sempat terkejut, namun sambaran seperti ini tak membuat Andika mati kutu. Secepatnya dia melompat ke atas.
Blammm...! "Monyet pitak! Orang sinting mana yang iseng mau membunuhku ini?" rutuk Andika.
Begitu kedua kakinya hinggap lagi di tanah, Andika langsung melirik ke arah tempat tadi dia berdiri. Debu dan pasir tampak berterbangan. Dan setelah kepulan debu menghilang, terlihatlah sebuah benda bening sebesar kelereng ada di tanah itu "Astaga! Biji siapa, eh! Biji apa itu" Kecil, tapi sudah menimbulkan angin sangat dahsyat!" desah Pendekar Slebor. Dengan lagak yang sok, dia pura-pura mengamati benda yang tadi menerjangnya.
"Siapa yang punya biji seperti ini?"
"Sebentar lagi kau akan melihatnya!" Diiringi suatu suara bentakan, muncul satu sosok tubuh langsing berparas cantik.
Dia seorang gadis berpakaian putih-putih dengan sebuah selendang berwarna keperakan. Rambutnya yang panjang dikuncir ekor kuda dengan pita berwarna keperakan pula.
Sejenak Andika sampai melongo melihatnya.
"Busyet! Tak kusangka gadis secantik ini punya biji sekecil itu," desisnya tanpa sadar.
"Kurang ajar! Mulutmu lancang sekali!" bentak gadis itu. Setelah tangannya siap bergerak.
"Eit! Sabar, sabar!" cegah Andika, langsung melangkah mundur.
"Aku kan cuma bilang begitu..., kok kau marah sih. Oh, ya. Ada yang bisa kubantu, Nona?"
"Siapa kau"!" wanita ayu ini malah bertanya.
"Aku" Ah, Nona cukup memanggilku Andika," sahut Andika lugas.
"Aku tak tanya namamu. Aku tanya julukanmu!" sentak gadis itu, galak.
Andika benar-benar tak menyangka gadis secantik ini bisa galak seperti itu. dia jadi garuk-garuk jidat, garuk-garuk pantat, dan garuk-garuk hidung. Bibirnya cengengesan serba salah. Sebab, dia sebal kalau ada orang ingin tahu julukannya.
Tapi yang ini hanya seorang gadis cantik lagi.
"Jangan cengengesan, Pemuda Lancang!" hardik si gadis. Bola matanya membesar, menggemaskan. Namun kemudian matanya melirik ke sebuah makam yang nampak masih baru. Sesaat di benaknya timbul pertanyaan. Makam siapakah itu"
"Aku tidak bermaksud lancang, cuma...." Wusss! Kata-kata Andika terpenggal oleh desiran angin ketika gadis berkuncir ekor kuda itu menggerakkan tangannya. Pendekar Slebor yang sudah tahu kalau angin dahsyat itu ditimbulkan dua buah benda mirip kelereng segera mencoba memapakinya.
Seketika tangannya bergerak pula.
Wrrr! Angin pukulan bertenaga dalam tak begitu tinggi melesat pula menghalangi serangan angin yang dilakukan gadis berbaju putihputih. Blarrr! Terdengar bunyi yang keras begitu papakan Pendekar Slebor berhasil membuat benda mirip kelereng itu berbelok entah ke mana.
"Hebat..., hebat!" puji Andika, sambil menggeleng-geleng.
Gadis itu tersenyum sinis.
"Tinggalkan tempat ini sebelum kau kubunuh!"
"Persoalan meninggalkan tempal ini sangat mudah kulakukan. Tapi aku ingin tahu, apa kepentinganmu di sini. Dan siapa kau ini?"
"Justru aku yang harus bertanya, hah! Mau apa kau datang ke tempat tinggal kakekku"!" balik gadis ini membentak.
Kali ini kening Andika berkerut.
"Kakekmu?"
"Kalau sudah tahu, cepat minggat!"
"Tunggu! Apakah kakekmu yang dijuluki si Manusia Buaya?"
"Benar-benar sinting! Apa kau ingin menantang kakekku" Jangankan untuk menghadapi kakekku, menghadapiku saja kau akan kubuat kocar-kacir!"
"Tetapi...." Andika jadi serba salah. Pendekar Slebor melihat gadis yang sedang geram padanya. Ini jelas sekali baru datang dari perjalanan jauh. Apakah akan dikatakannya kalau si Manusia Buaya telah tewas"
"Cepat pergi dari sini!" bentak gadis itu yang memang Prawitri.
"Aku akan meninggalkan tempat ini, setelah aku menerangkan sesuatu kepadamu.
Maaf, bila aku lancing bicara...," ucap Andika, kali ini terlihat hatihati.
"Kakekmu si Manusia Buaya, telah menemui ajalnya. Aku baru saja menguburkannya. Bila melihat darah yang masih segar di tubuhnya, jelas sekali kalau kematiannya baru saja terjadi..." Prawitri sejenak terdiam. Namun sejurus kemudian.
"Kakek!" teriak gadis ini, langsung berkelebat ke makam yang ditunjuk Andika.
Andika terdiam. Perasaannya menjadi tidak enak sekarang, saat mendengar isak tangis gadis itu. Biar bagaimana tegarnya seorang gadis, pasti akan mengalirkan air matanya sebagai upaya terakhir dan pelampiasan dari jiwanya yang terpukul.
Andika bisa memakluminya.
Tiba-tiba gadis itu berdiri tegar dengan tatapan nyalang. Kembali sikapnya galak. Dan ini yang tak disukai Andika.
"Katakan! Siapa yang membunuh kakek"!" desis Prawitri, garang.
Andika menggeleng.
"Aku baru saja tiba di sini.
Dan kulihat, kakekmu sudah menjadi mayat. Lalu, aku menguburkannya," tutur Pendekar Slebor, terus terang.
"Oh!" Tiba-tiba Prawitri menoleh ke sana kemari. Dan seketika dia berlari ke gubuk.
"Kakang Suro dan Kakang Argo, di mana kalian?" Andika segera mengikuti gadis itu.
Langkah Prawitri terhenti, ketika tak menemukan kedua murid kakeknya. Kemudian dia menghadap ke arah Pendekar Slebor.
"Siapa mereka?" tanya Pendekar Slebor sambil berusaha menjajari.
"Keduanya adalah murid kakekku! Aku memang tak pernah mengenal mereka, karena aku lebih dulu pergi ke Gunung Semeru. Aku tahu, kakekku memiliki ilmu cukup tinggi. Bahkan aku mengenali jurus-jurus utamanya. Tapi, kakek tak pernah mau menurunkan ilmunya kepadaku, karena aku akan dibimbing oleh guru lain. Katanya, kalau belajar dengan kakek sendiri, aku akan bersikap manja. Kemudian aku tahu dari guruku yang berjuluk Pendekar Mutiara Perak, kalau kakekku telah mengangkat dua orang murid.
Yang satu bernama Suro Gandring, dan yang satu lagi bernama Argomulyo. Lalu ke mana mereka sekarang" Mengapa mereka tak ada di sini?" Andika terdiam, mencoba merenungkan kata-kata Prawitri.
"Sejak aku tiba di sini, aku tak melihat siapa pun juga selain mayat kakekmu." Prawitri kembali menatap Andika. Namun kali ini sinar matanya penuh praduga.
"Apakah kedua murid kakekku telah menjadi pembunuh?" Andika tidak menjawab.
"Hhh! Kalau begitu, aku harus mencari mereka untuk kutanyai!"
"Tunggu! Bila melihat luka-luka yang diderita kakekmu, jelas sekali yang sanggup membunuhnya adalah orang yang memiliki ilmu sangat tinggi. Si Manusia Buaya tak mungkin begitu mudah bisa dilumpuhkan oleh sepuluh orang muridnya sekali pun!" cegah Andika, memberi alasan kuat.
"Apa maksudmu, hah"!" geram Prawitri.
Andika nyengir.
"Jangan gusar. Aku belum tahu, siapa namamu."
"Setelah kuberitahu namaku, lebih baik minggat dari sini! Namaku Prawitri! Ayo pergi sana!"
"Ketahuilah Prawitri.... Aku pun ingin tahu, siapa yang telah membunuh kakekmu ini. Jadi, aku pun akan mencarinya!"
"Peduli setan dengan urusanmu! Aku harus mencari kedua murid kakek!" Lalu tanpa mempedulikan Andika lagi, Prawitri sudah berkelebat meninggalkan tempat itu. Sungguh, hati gadis ini sakit sekali. Sejak keberangkatannya dari Gunung Semeru, dia sudah tak sabar untuk memperlihatkan ilmu-ilmu hebat yang dimilikinya. Bahkan senjata rahasia berbentuk Mutiara Perak pun telah diberikan gurunya.
Tetapi sekarang, kakeknya sudah menjadi mayat. Jangankan untuk menunjukkan kehebatannya sekarang ini. Untuk berjumpa saja, tak sempat. Akan dicarinya pembunuh kakeknya. Jauh di dasar hati Prawitri, dia menduga kalau kedua murid kakeknyalah yang telah ber-khianat! Sementara Andika hanya menggeleng-geleng melihat kekeras kepalaan gadis itu.
"Hhh! Seperti Sari!" dengusnya.
"Gadis-gadis kebanyakan lebih suka memakai perasaan daripada perhitungan! Bila melihat derita yang dialami si Manusia Buaya sebelum ajalnya, bisa dipastikan lawannya memang memiliki ilmu sangat tinggi! Ini berbahaya buat Prawitri, meskipun aku tahu ilmunya sangat tinggi. Aku harus membuntutinya sekarang juga!" Namun sebelum Andika meninggalkan tempat itu, tiba-tiba saja segulung angin menderu-deru bak puting beliung meluncur deras ke arahnya....
***
[| { 4 } |]
Begitu kedua kaki Andika menginjak tanah, sepasang matanya membesar seakan hendak melompat.
"Tapak Darah!" sebut Andika begitu melihat kemunculan seseorang.
Orang yang baru muncul terkekeh-kekeh. Bentuk tubuhnya sungguh lucu sudah pendek, kepalanya bulat lagi. Rambutnya panjang. Hidungnya pesek. Dan yang membuat lucu, sosoknya yang kerdil terbungkus pakaian panjang seukuran manusia sewajarnya. Sehingga ketika berjalan mendekati Andika, tubuhnya terguling karena bajunya yang kepanjangan terinjak kakinya sendiri.
"Wah, wah! Apakah kau sedang mengajariku jurus Tangkap Kodok Badan Nyungsep'!" ledek Andika. Sosok kerdil itu mengepalkan tangannya.
"Kurang ajar sama orang tua, ya"! Sedang apa kau di sini?" Andika memang sangat geli melihat tingkah-laku lelaki kerdil berjuluk Tapak Darah. Dia jadi teringat bagaimana Tapak Darah memaksa Lasni cucu dari Panembahan Reso Tunggal untuk membuka pakaiannya, dan ditukar dengan pakaian biru panjang yang dikenakannya (Untuk mengetahui soal Tapak Darah, silakan baca serial Pendekar Slebor dalam episode : "Istana Sembilan Iblis").
"Heran! Manusia kok kecil begini, ya" Sewaktu bayi, mungkin kau sebesar sandalku ini, ya?" ledek Pendekar Slebor lagi.
Wajah Tapak Darah memerah.
"Dasar, Slebor! Bisanya mengejek orang tua saja! Hei, kau belum menjawab pertanyaanku tadi" Sedang apa di tempat kediaman temanku si Manusia Buaya ini, hah?" Kali ini Andika menghentikan tawanya. Rupanya Tapak Darah dan si Manusia Buaya bersahabat.
"Kau sendiri mau apa?" tukas Pendekar Slebor kemudian.
"Busyet! Benar-benar mau kukemplang kepalamu, ya" Anak kecil mau tahu urusan orang tua!"
"Orang tua kok cuma sejengkal badannya."
"Sialan!" Tiba-tiba saja Tapak Darah berkelebat ke arah Andika. Dan Pendekar Slebor langsung melompat.
Namun, sesaat si pemuda menjadi gelagapan, karena lompatannya telah terkurung pusaran tubuh Tapak Darah yang mengelilingi tubuhnya.
"Gila! Dia masih hebat saja!" seru Andika dalam hati, seraya mencoba mengirimkan satu jotosannya.
Plas! Jotosannya seperti mengenai angin belaka, karena kecepatan perputaran tubuh Tapak Darah sangat Iuar biasa. Sebelum Andika menggerakkan tangannya lagi, tibatiba.... Plak! Entah bagaimana caranya tahu-tahu kepala Pendekar Slebor seperti ditampar. Dan, saat itulah putaran tubuh Tapak Darah terhenti.
"Puas sudah aku bisa mengemplang kepalamu, Bor! Minggir, minggir!" seru Tapak Darah sambil melangkah. Dan tubuhnya tiba-tiba bergulingan ketika ujung pakaiannya yang panjang terinjak lagi oleh kakinya.
Andika kembali tertawa melihat adegan lucu tanpa sengaja itu.
"Dulu sudah kubilang, lebih baik tak usah memakai baju saja! Atau, kau bisa membeli di kotaraja baju untuk anak usia tiga tahun!" celoteh Andika lagi, tak mempedulikan kekesalan si orang tua kerdil.
"Sialan! Kalau tak memakai baju, aku khawatir gadis-gadis jelita akan mengerubungiku yang tampan dan gagah ini." Kali ini Andika terbahak-bahak keras. Tetapi bagaikan diingatkan kembali akan maksud kedatangan Tapak Darah ke sini, tawanya dihentikan.
"Si Manusia Buaya! Aku datang! Jangan ber-sembunyi terus untuk menyambut kedatanganku ini!" teriak Tapak Darah, keras.
Suara lelaki kerdil ini menggema keras. Sesaat, Andika merasa darahnya berhenti.
"Tapak Darah! Kalau kau mencari sahabatmu, tak perlu jauh-jauh. Kau lihat itu," ujar Andika sambil menunjuk makam si Manusia Buaya.
"Astaga! Apakah kau pikir aku bersahabat dengan tanah, hah?"
"Bukan! Maksudku, si Manusia Buaya telah tewas.
Dan aku telah menguburnya di sana," jelas Andika.
Kali ini Tapak Darah terdiam. Lalu dia terbahak-bahak tanpa sebab.
"Ya, sudah kalau sudah mati. Untuk apa aku menemui mayat?" sahut Tapak Darah, enteng. Andika menghela napas kesal. Terkadang dia memang tak mengerti sifat tokoh-tokoh sakti dunia persilatan yang aneh dan rada-rada gila. Dan kini, tampak Tapak Darah sudah melangkah dengan sesekali bergulingan akibat baju kepanjangannya.
Andika pun tak menghiraukannya lagi ketika teringat akan Prawitri. Lebih baik, segera dicari gadis itu. Karena dikawatirkan akan terjadi apa-apa padanya. Di samping, dia sendiri ingin tahu siapa pembunuh si Manusia Buaya. Makanya, tubuhnya segera berkelebat.
Akan tetapi....
Brak!
***
"Anak muda kurang ajar! Ada orang tua, malah main pergi begitu saja tanpa pamit!" justru Tapak Darah yang ganti memaki.
"Kau sendiri tadi melakukan seperti itu?" sungut Pendekar Slebor, tak mau kalah.
"Kalau aku wajar. Karena, aku orang tua! Hei, Andika! Sudahkah kau mendengar tentang sepak terjang seorang gadis jelita berjuluk Ratu Setan?"
"Kalau sudah kenapa, kalau belum kenapa?" tukas Pendekar Slebor.
"Kalau sudah, ya bagus. Itu berarti kau telah siap menyambutnya. Kalau belum, ya mampus saja!" sahut manusia kuntet itu enteng.
Kali ini Andika memperhatikan Tapak Darah dengan seksama.
"Apa maksudmu dengan kata-kata aku telah siap menyambutnya?" tanyanya.
"Dasar gemblung! Apakah kau tidak mendengar kalau Ratu Setan akan merebut kain bercorak catur yang bau apek itu, hah"!" Andika merutuk dalam hati. Enak saja si kuntet ini bilang kalau kain warisan Ki Saptacakra ini bau apek.
Tapi ketika Andika nengok sedikit kepalanya ke arah kain itu, mulutnya jadi nyengir sendiri.
Belum sempat Andika berkata....
"Yah.... Mudah-mudahan kau berhasil mempertahankan kain bututmu itu!" Wusss! Kali ini tubuh Tapak Darah lenyap begitu saja! Andika menggaruk-garuk kepalanya. Edan! Kalau manusia kuntet itu melangkah, selalu saja ter-serimpung pakaiannya yang panjang. Tetapi bila berkelebat, cepatnya bisa laksana hantu! Sesaat Andika terdiam memikirkan ucapan Tapak Darah. Sepak terjang tangan telengas yang diturunkan dara jelita yang berjuluk Ratu Setan memang telah didengarnya. Bahkan saat ini, Andika sendiri berniat menghentikan sepak terjangnya. Tetapi apa yang dikatakan Tapak Darah itu baru saja didengarnya.
"Dari mana Tapak Darah tahu kalau Ratu Setan menghendaki kain bercorak catur ini" Hmm. Siapakah yang memerintahkannya" Aku jadi penasaran ingin mengetahui gadis itu. Jangan-jangan, yang membunuh si Manusia Buaya adalah Ratu Setan.
Busyet! Bila memang Ratu Setan yang melakukanya, berarti kepandaiannya sangat tinggi. Hhh! Tak seorang pun yang akan kubiarkan untuk merebut kain pusaka ini.
Aku telah berjanji pada Eyangbuyut-ku, untuk selalu menjaganya. Daripada pusing memikirkan soal itu, lebih baik aku segera menyusul Prawitri." Sebelum pergi, sejenak Andika memperhatikan makam si Manusia Buaya.
"Si Manusia Buaya! Nama besarmu sebagai tokoh golongan kaum putih telah lama kudengar. Kini telah bersemayam di tempatmu yang terakhir. Cucumu baru saja datang. Dan kini dia sudah pergi lagi. Di depan makammu, aku berjanji akan selalu menjaga cucumu itu. Hhh! Ratu Setan! Ingin kulihat, siapa kau sebenarnya?"
***
[| { 5 } |]
Bila kalian menginginkan tubuhku! Bunuh Pendekar Slebor! Dan, rebut kain bercorak catur miliknya itu!" kata Ratu Setan, setelah puas melampiaskan nafsu birahinya pada dua murid si Manusia Buaya di sebuah gubuk, di pinggiran hutan.
Bagai kerbau dicocok hidungnya, kedua pemuda itu mengangguk dengan patuh.
Sementara, Ratu Setan terkikik-kikik.
"Aku tahu, sepak terjangku ini akan menimbulkan amarah orang-orang golongan lurus dunia persilatan.
Jadi, kalian bukan hanya kutugaskan untuk membunuh Pendekar Slebor. Tetapi, juga untuk menjaga diriku! Mengerti?" Suro Gandring dan Argomuluyo mengangguk patuh. Apa yang dimasukkan Ratu Setan ke tubuh mereka, memang membuat tindakantindakan mereka tak ubahnya kerbau dicocok hidungnya. Apa yang dimaui Ratu Setan akan selalu dituruti.
Dan tiba-tiba Ratu Setan yang bernama asli Anjar Pitaloka ini tersentak.
Kepalanya seketika dimiringkan ke kiri.
"Rupanya ada manusia pengintip iseng!" dengusnya sambil mengerakkan tangannya ke atas. Wuusss! Blarrr! Atap gubuk kecil itu langsung terlempar ke atas, hancur menjadi satu. Dalam perkiraan Ratu Setan, orang yang mengintip pasti juga sudah menjadi abu.
Akan tetapi....
"Gadis mesum berhati setan! Lebih baik keluar, sebelum gubuk itu kuterbangkan!" Ratu Setan terkikik.
"Aku ingin melihat kehebatan kalian sekarang.
Siapa yang berhasil membunuh manusia iseng itu, akan mendapatkan tubuhku selama tiga hari tiga malam!" kata Anjar Pitaloka, pada dua budak pemuas nafsunya.
Bagai merebutkan sepotong kue, kedua pemuda itu serentak melompat keluar dengan tatapan marah. Sementara, Ratu Setan kembali merebahkan tubuhnya di dipan kayu yang dipergunakan untuk memuaskan nafsunya tadi.
Di luar, dua pemuda yang telah dipengaruhi susuk Ratu Setan menatap sengit pada seorang gadis berbaju kuning yang berdiri tegak dengan tatapan penuh hawa amarah.
"Lebih baik kalian minggat dari sini! Urusanku hanyalah pada Ratu Setan!" bentak gadis berambut panjang dengan wajah geram. Di tangannya terdapat dua buah pedang tipis, berkilau tajam.
Suro Gandring dan Argomulyo saling berpandangan sejenak. Mereka benar-benar telah berubah watak, berada di bawah pengaruh Ratu Setan. Dan tanpa banyak cakap lagi, keduanya segera menerjang ganas. Serangan dilakukan dari dua penjuru, sehingga agak menyulitkan si gadis berbaju kuning.
"Keterlaluan! Pemuda-pemuda hina yang menjadi pemuas Ratu Setan!" makinya sambil mengibaskan kedua pedang di tangan kanan dan kiri.
Wut! Wut! Dua serangan yang dilakukan sekaligus itu menutup jalur serangan Suro Gandring dan Argomulyo. Kedua pemuda itu harus berjumpalitan. Bahkan wajah mereka terasa bagai ditampar angin yang keras, ketika pedang itu mengibas. Namun kedua pemuda yang berada di bawah pengaruh Ratu Setan langsung melompat menyerang kembali. Serangan mereka kali ini sangat berbahaya, diiringi gerengan keras.
Serangan berikutnya nampak sangat menyulitkan si gadis meskipun berusaha untuk mempertahankan diri. Karena, Suro Gandring bagaikan melompat-lompat menerjang bagian atas. Sementara Argomulyo dengan gerakan mirip buaya lapar, menerjang bagian bawah.
"Gila!" desis gadis berbaju kuning, melihat Suro Gandring yang tak mempedulikan kibasan pedang yang bergerak memutar dan mengeluarkan desingan keras.
Cras! Bahu pemuda itu tergores oleh ujung pedang si gadis. Namun seakan tak mempedulikan kalau lengannya telah terluka, Suro Gandring terus melompat-lompat.
Kedua tangannya siap mencengkeram leher si gadis.
"Keparat! Rupanya Susuk Ratu Setan telah mendekam di tubuh kedua pemuda ini! Tingkah mereka seperti yang terjadi terhadap kakakku yang telah kena dipengaruhi Ratu Setan. Dan akhirnya dia mati bunuh diri setelah gadis sesat itu meninggalkannya dalam penuh birahi yang berkobar! Sinting! Apakah aku harus membunuh dua pemuda yang tak berdosa ini" Namun, kalau aku tidak melakukannya, bisa-bisa aku yang mampus! Kalau begitu..., baik!" Tiba-tiba saja si gadis melompat, ketika tubuh Argomulyo menyergap bagian bawah tubuhnya. Begitu melompat pedangnya mengibas ke arah Suro Gandring yang sedang memburu bagian atas tubuhnya.
Pedang itu kembali menggores tubuh Suro Gandring. Namun, meskipun berhasil mematahkan serangan, gadis itu kembali harus memekik keras. Karena, tubuh Suro Gandring terus meluruk ke arahnya.
"Sialan!" Seketika kaki ramping si gadis bergerak menyambar kepala Suro Gandring.
Duk! Si pemuda terhuyung ke belakang. Bersamaan dengan itu, si gadis menyergap cepat.
Tuk! Tuk! Dua totokan dilakukan si gadis secara bersamaan, mempergunakan hulu kedua pedang di tangannya. Seketika Suro Gandring ambruk tanpa bisa bergerak lagi.
Sementara itu, Argomulyo bagai tak mempedulikan keadaan kakak seperguruannya terus menyergap dari bawah. Sejenak, si gadis harus berusaha melompat-lompat menghindari serangan yang selalu menderu angin besar.
"Aku harus bergerak cepat, sebelum Ratu Setan melarikan diri! Hampir tiga bulan aku mencarinya!" gumam gadis itu.
Setelah berkata begitu, si gadis segera menggerakkan kedua kakinya. Gerakannya sangat luar biasa, karena dilakukan selagi melayang di udara.
Des! Des! Des! Des! Empat kali tubuh Argomulyo terhantam tendangan keras, membuat tubuhnya terjajar ke belakang. Sebelum ambruk di tanah, si gadis sudah bergerak setengah lingkaran sambil menggerakkan tangannya.
Tuk! Tuk! Seperti yang dialami oleh Suro Gandring, tubuh Argomulyo pun tertotok hulu pedang.
"Kasihan kedua pemuda itu. Aku yakin, mereka tak tahu apa yang sedang terjadi sebenarnya. Kini, tinggal si Ratu Setan yang harus dimusnahkan!" Lalu diiringi teriakan sangat keras si gadis menggerakkan kedua pedangnya dari tempat nya berdiri.
Putaran kedua pedang itu sangat keras. Suaranya bagai dengungan ratusan tawon marah.
"Mampuslah kau, Ratu Setan!" Tiba-tiba gadis ini mengarahkan pedangnya ke gubuk itu.
***
Bagaikan topan badai prahara yang sangat besar, angin itu melabrak dan menerbangkan gubuk hingga menjadi seperti segumpal kapas yang dipermainkan angin. Namun sebelum angin tadi melabrak, satu sosok tubuh ramping telah berkelebat keluar pondok.
"Hik hik hik.... Rupanya kau, Juwita," sambut satu suara dari sebuah pohon.
"Apakah kau tak bisa memaafkan aku atas tindakan bunuh diri yang dilakukan Prasetyo?" Gadis berbaju kuning bernama Juwita itu menggeram sambil menatap satu sosok tubuh berbaju merah menerawang yang duduk di sebatang ranting pohon.
"Ratu keparat! Kau harus membayar nyawa kakakku!" maki Juwita mangkel.
"Mengapa kau berkata seperti itu" Bukankah kau seharusnya berterima kasih kepadaku, karena kakakmu yang tampan itu kuhibur dan kuperkenalkan pada surga dunia?" Wajah Juwita mengkelap tanpa banyak cakap lagi, tubuhnya segera dikempos. Kedua tangannya digerakkan, menimbulkan desing angin yang sangat keras.
Ratu Setan hanya terkikik-kikik melihat serangan.
"Ah! Apakah kau tak sadar kalau kakakmu yang memiliki ilmu lebih tinggi darimu, masih bisa kukalahkan?" Lalu.... Plas! Crak! Crak! Tubuh Ratu Setan tiba-tiba saja lenyap dari tempatnya. Sementara ranting yang tadi didudukinya patah berkeping-keping terkena cacahan pedang Juwita.
***
[| { 6 } |]
Ejekan itu sangat membuat telinganya memerah.
"Kau harus mampus, Manusia Setan!" sentak Juwita.
Dikawal satu dendam kesumat, si Juwita membawa tubuhnya meluncur. Jurus simpanannya langsung dikerahkan.
Gerakan si gadis tak hanya cepat, tapi juga menimbulkan deru angin kencang.
Dedaunan berguguran ketika tubuhnya melesat cepat ke arah Ratu Setan.
Terbayang di wajahnya, bagaimana Prasetyo kakak kandungnya yang tersiksa setelah dimasukkan susuk oleh Ratu Setan. Birahi pemuda itu selalu berkobar keras.
Hingga kemudian, menyergap tubuh adik kandungnya sendiri yang menjadi ketakutan akan perbuatan kakaknya! Keheranan telah mengubah rasa takut di hati Juwita, ketika kakaknya tiba-tiba melepaskan tubuhnya sambil menutup wajahnya dan berlari meninggalkannya.
Penasaran pun menggayuti hati Juwita. Dia tersentak hingga tercekat beberapa kali, ketika melihat kakaknya telah berdiri tegak dengan ujung pedang dada.
Seruan Juwita untuk menghentikan keinginan nekat kakaknya gagal, karena Prasetyo lebih duul menikam jantungnya! Juwita menggigil dengan perasaan hancur.
Didekatinya kakaknya yang sudah menjadi mayat.
Masih sempat dia mendengar kakaknya menyebut nama 'Ratu Setan'.
Dan sekarang perempuan busuk itu telah berada di hadapannya. Selama tiga bulan Juwita berkelana untuk membalaskan dendam. Meskipun menyadari kalau ilmu Ratu Setan lebih tinggi, namun kegeramannya sudah menjadi-jadi! Ratu Setan terkikik-kikik ketika serangan maut Juwita itu kian mendekat. Dan tiba-tiba.... Wuutt! Sekali sentak, enam kali kebutan pedang itu telah dilakukan Juwita. Sejenak Ratu Setan mendengus, sambil membuang tubuhnya ke samping. Sungguh tak disangka kalau serangan gadis berbaju kuning begitu dahsyat.
"Keparat! Kau benar-benar ingin mampus!" bentak Ratu Setan.
Tiba-tiba saja, si perempuan yang sudah di-kangkangi nafsu ini bergerak memutar.
Luar biasa cepat gerakannya. Dan ini membuat gerakan Juwita bagai tak ada apaapanya. Di mata Ratu Setan, malah bagai geliatan bayi! Malahan.... Duk! Duk! Tubuh Juwita tersuruk ke belakang, ketika dua jotosan mengandung tenaga sakti menghantam dadanya.
"Gila! Aku benar-benar tak akan sanggup menandingi ilmu Ratu Iblis ini!" desis gadis itu sambil mengusap darah yang keluar dari mulutnya.
Tatapannya semakin nyalang, melihat Ratu Setan terkikik-kikik.
"Silakan bertindak seperti yang dilakukan kakakmu, Juwita!" leceh Ratu Setan.
"Perempuan berotak mesum! Kita akan mati bersama!" Dikawal satu gerengan keras, tubuh Juwita meluruk laksana kilat. Gemuruh angin terdengar begitu dahsyat.
Namun kali ini Ratu Setan tak bergerak dari tempatnya. Dia hanya berdiri tegak sambil terkikik-kikik, seolah tak menyadari akan kehebatan serangan Juwita.
Sejengkal lagi, pedang di tangan Juwita mengenai sasaran, Ratu Setan mengangkat kedua tangannya ke atas dan mendorongnya ke arah Juwita.
Wrrr! Tubuh Juwita kontan terjungkir dan bergulingan belakang. Sambaran kedua pukulan yang telak tadi serasa seperti mematahkan tulang iganya. Sehingga ia tak mampu berdiri. Juwita cuma bisa duduk dengan kaki selonjor, menahan rasa sakit luar biasa. Namun kekeraskepalaan gadis itu membuatnya tak menghiraukan rasa sakitnya.
"Kau akan mampus, Ratu Setan!"
"Hik hik hik.... Aku justru ingin melihat kau mampus! Bersiaplah, Juwita!" Tanpa bergerak dari tempatnya berdiri, Ratu Setan menggerakkan tangan kanannya.
Wusss! Juwita hanya bisa terperangah saja melihat serangan datang. Serangkum angin deras meluruk, siap meluluhlantakan tubuhnya. Karena keberanian dan dendamnya, tubuhnya dipalingkan juga tak menutup matanya, ketika maut akan menjemputnya.
Untuk menghindari serangan memang tak bisa sebab tubuhnya terasa lemah sekali.
Namun tiba-tiba saja, meluncur pula dari tempat lain, langsung menghantam pukulan jarak jauh Ratu Setan.
Blarrr!
***
"Bangsat hina! Siapa yang berani menghalangi sepak terjangku, hah"!" maki Ratu Setan keras.
"Ratu Setan! Tingkahmu benar-benar membuatku muak!" Seruan itu disusul dengan munculnya satu sosok tubuh kuntet.
"Mau kupukul bokongmu yang besar itu, hah?" makinya lagi. Lalu si tubuh kuntet yang tak lain Tapak Darah melangkah. Dan tiba-tiba saja, tubuhnya terjatuh bergulingan karena kakinya tersangkut pakaian birunya yang kepanjangan.
"Bego! Kenapa sih, pakaian ini tidak kubuang saja" Tetapi kalau kubuang, burungku bisa terbang..." Ratu Setan membelalak besar dengan kegeraman luar biasa.
"Manusia kuntet! Kau lancang telah mengacaukan sepak terjangku!" Si Tapak Darah yang sempat memancing senyum Juwita tampak melotot.
"Enak saja kau mengejekku sembarangan! Kalau sudah kucium, pasti minta tambah!"
"Lebih baik kau mampus saja!" Ratu Setan menggerakkan tangan kanannya dengan marah. Wrrr! Serangan berhawa maut menderu ke arah Tapak Darah. Padahal lelaki yang tubuhnya terlalu irit ini sedang membetulkan pakaiannya.
Blarrr! Tempat yang dipijak Tapak Darah tadi sudah membentuk sebuah lubang. Ratu Setan terkikik-kikik, karena merasa yakin kalau manusia kuntet itu sudah berkalang tanah terkena pukulan dahsyatnya.
"Hhh! Hanya membuang waktu saja!" Juwita sendiri terperangah melihat tubuh manusia kuntet itu telah lenyap. Dia pun yakin, Tapak Darah tak akan mampu menahan serangan Ratu Setan.
Tetapi, bukan hanya Juwita yang kemudian menjadi terkejut. Ratu Setan sendiri sampai mengeluarkan teriakan keras.
Rupanya, Tapak Darah sudah berdiri di tempat lain sambil tetap memperbaiki letak pakaiannya. Sikapnya benar-benar santai, seolah tak tahu kalau serangan Ratu Setan tadi begitu dahsyat.
"Kau"!" pekik Ratu Setan dengan wajah gemetar karena geram.
Seperti baru sadar apa yang terjadi, Tapak Darah mengangkat wajahnya. Lalu kepalanya menoleh ke belakang, seperti orang kebingungan. Baru kemudian matanya yang bulat menatap Ratu Setan yang menggigil menahan amarah dengan wajah terheran-heran.
"Kau memanggilku" Nah, apa kubilang" Belum apa-apa saja kau sudah terkesan melihat penam-pilanku, kan" Tetapi, maaf. Aku tak pernah suka pada gadis mesum sepertimu!" Ratu Setan benar-benar menggigil hebat melihat sikap Tapak Darah. Apalagi dengan santainya lelaki ini mendekati Juwita dengan sekali gulingan tubuhnya.
"Sialan! Memalukan sekali! Di depan gadis cantik ini, aku harus terjatuh!" makinya. Lalu tangannya memegang tubuh Juwita.
"Wah.... Kau terluka dalam, Cah Ayu. Oh, ya. Namaku Tapak Darah. Hm.... Sebaiknya beristirahat saja dulu. Nih! Telanlah obatku yang sangat manjur." Juwita yang merasa kalau Tapak Darah bukanlah orang keji, menerima dua buah obat berbentuk bulat, berwarna merah. Lalu segera ditelannya.
"Kau pergilah. Biar aku urus gadis mesum itu."
"Tidak! Aku ingin membunuhnya!" sahut Juwita, bersikeras.
Dan tiba-tiba si gadis merasakan hawa panas mengaliri tubuhnya. Dan perlahanlahan, rasa panas itu menjelma menjadi sejuk. Tubuhnya yang terasa sakit tadi, perlahan-lahan mulai membaik.
Tapak Darah menggelengkan kepalanya.
"Tidak! Kau pergi saja sana. Biar aku...." Belum tuntas Tapak Darah bicara....
"Kau membuatku muak, Manusia Kuntet!" geram Ratu Setan.
Wanita yang suka mengumbar birahi ini merasa diinjak-injak kepalanya oleh Tapak Darah. Dan tangannya seketika mengibas kembali.
Gemuruh angin dahsyat menderu. Sementara Tapak Darah menoleh sambil mengangkat alisnya.
"Benar-benar pemarah! Aku pukul bokongmu nanti!" Wuusss! Dengan gerakan cepat luar biasa, Tapak Darah menyambar tubuh Juwita. Memang, meskipun sudah membaik, namun gadis ini masih lemah.
Slarrr! Tanah berterbangan ketika pukulan Ratu Setan menyambar ke tempat tadi Tapak Darah dan Juwita berada. Tetapi, tubuh Tapak Darah sudah lenyap.
Sesaat Ratu Setan celingkukan dengan kegeraman luar biasa.
"Keluar kau, Manusia Kuntet! Kau harus mampus!'' "Kenapa sih kau memanggilku lagi" Aku pasti akan muncul! Sudah kubilang tadi, aku akan memukul bokongmu! Lagi pula, manusia begini mau merebut kain pusaka milik Pendekar Slebor. Huh! Menghadapiku saja, belum tentu mampu!" Tiba-tiba terdengar suara keras bersama gemuruh angin.
Wajah Ratu Setan memerah legam mendengarnya.
"Kau akan kuampuni bila mengatakan di mana Pendekar Slebor berada?"
"Wah.... Kalau kau ingin menjumpainya, mengapa harus bersusah payah" Toh ada aku, kan" Malah aku lebih tampan?" sahut Tapak Darah tanpa juntrungan.
"Katakan, di mana Pendekar Slebor berada"!" desak Ratu Setan.
"Busyet! Menurut kabar, padahal aku lebih tampan dari pada Pendekar Slebor! Kenapa justru aku yang dijelek-jelekkan"!" Sambil memaki tanpa juntrungan, Tapak Darah telah muncul kembali. Kali ini tubuh Juwita tak bersamanya lagi.
Melihat kemunculan lelaki bertubuh apa adanya itu, Ratu Setan langsung menerjang dahsyat. Gerengannya keras sekali, membahana di sekitar hutan ini.
"Kau ternyata punya nyali yang besar, Kuntet! Aku mau lihat, apakah kau mampu menahan pukulanku!" Sambil melenting di udara ke arah Tapak Darah, Ratu Setan merapal ajian kesaktiannya. Dan mendadak saja, tangannya sudah berwarna keemasan, siap dihantamkan ke arah Tapak Darah.
Wuuttt! Sinar keemasan itu menyambar, mengeluarkan suara menderu. Itu adalah pukulan maut 'Setan Sambar Nyawa' milik Ratu Setan yang selain mengerikan juga mengandung racun mematikan.
Dari sinarnya, Tapak Darah sudah dapat menduga keganasan pukulan lawan. Maka cepat-cepat dia melompat ke kiri. Berbarengan dengan itu, dilancarkannya serangan balasan berupa ajian 'Tapak Darah Lima Jari' yang memancarkan sinar berwarna merah pula.
Blammm...! Dua pukulan sakti itu mengeluarkan suara berdentum bagai ledakan ketika bertemu di udara. Ratu Setan merasakan kedua kakinya bergetar hebat, hingga membuatnya hampir jatuh kalau tidak cepat-cepat menjaga keseimbangan.
Sementara yang dialami Tapak Darah, tubuhnya terlempar dua tindak. Dia memang berhasil menahan serangan maut Ratu Setan. Namun akibatnya justru napasnya tadi sesak dan jantungnya berdenyut lebih keras.
"Busyet! Bagaimana aku bisa memukul bokongnya?" dengusnya.
Cepat-cepat Tapak Darah mengerahkan tenaga dalamnya, mengatur napas dan jalan darahnya. Namun selagi Tapak Darah tengah melakukan hal itu, Ratu Setan tanpa membuang tempo lagi sudah mengempos tubuhnya dengan serangan sama. Hanya saja, dengan kekuatan tenaga dalam penuh.
Tak ada yang bisa dilakukan Tapak Darah selain menjatuhkan diri rata dengan tanah. Namun, tak urung punggungnya terhantam sambaran angin pukulan Ratu Setan yang panas dan menyengat.
"Brengsek! Aku pukul bokongmu!" dengus Tapak Darah sambil berdiri.
Sementara itu Suro Gandring dan Argomulyo sedang berusaha membebaskan diri dari totokan Juwita. Mereka sudah tak sabar untuk membantu Ratu Setan dalam memusnahkan manusia kuntet itu.
Pengaruh Susuk Ratu Setan semakin kuat menjadi-jadi membelenggu keduanya.
Di depan sana, Ratu Setan sudah siap kembali untuk menyerang. Kali ini dengan tubuh melesat, Tapak Darah pun melakukan hal yang sama. Lalu....
Blammm...! Sinar berwarna keemasan yang memancar dari pukulan Ratu Setan bertemu kembali dengan sinar merah milik Tapak Darah. Terdengar dentuman lebih dahsyat dari yang pertama. Tanah yang terpijak seakan bergetar. Tubuh Suro Gandring dan Argomulyo terjingkat sejenak, karena getaran tanah itu.
Kali ini tubuh Tapak Darah terpental deras ke belakang setelah terjuntai-juntai tak punya keseimbangan. Lalu perlahan-lahan tubuhnya ambruk, jatuh pingsan setelah napasnya tersengal beberapa kali.
Sedangkan Ratu Setan tegak berdiri dengan pakaian bagian bawahnya sedikit hangus. Hatinya nampak sangat puas. Dan tiba-tiba saja tubuhnya bergetar hebat, dengan wajah memerah. Perlahanlahan didekati tubuh Tapak Darah yang pingsan.
Hendak dihabisinya si lelaki kerdil ini.
Namun sebelum melakukannya, pandangan Ratu Setan berpaling pada Suro Gandring dan Argomulyo yang berada di sana. Seketika berkelebat, wanita ini sudah berada dekat dengan mereka. Dibebaskannya totokan kedua budak pemuas nafsu itu.
"Kalian seharusnya menerima hukuman, karena tak mampu membunuh Juwita. Tetapi, aku masih membutuhkan kalian! Sebentar Manusia kuntet itu harus mampus lebih dulu!" Ratu Setan melangkah mendekati Tapak Darah yang masih pingsan. Tangannya diangkat, siap memukul hancur tubuh Tapak Darah. Namun....
Wuusss! Satu sosok tubuh telah menyambar tubuh Tapak Darah. Ratu Setan terkejut, ketika pukulannya menghantam angin kosong. Dia berteriak setinggi langit.
Mendadak tangannya digerakkan kembali ke arah bayangan yang membawa lari tubuh Tapak Darah. Bummm! Bayangan itu dengan lincah berkelit, lantas menghilang. Tinggal Ratu Setan yang menggeram murka.
"Keparat!" maki wanita ini dengan tubuh semakin bergetar. Memang birahinya saat ini sudah memuncak. Jadi, dia tak berniat untuk mengejar bayangan tadi.
Wuuttt! Tubuh Ratu Setan pun menghilang sambil membopong tubuh kedua pemuda itu.
***
Dia tak lain cucu si Manusia Buaya. Begitu terkejutnya Prawitri melihat keadaan manusia kuntet yang pingsan dengan pakaian bolong di tengah.
"Gila! Pukulan macam apa ini" Kelihatannya kejam sekali," desah Prawitri. Segera dicobanya untuk membuat sadar Tapak Darah.
"Aku yakin yang melakukannya gadis berbaju menerawang itu. Hhh! Aku tak tahu siapa dia. Juga, manusia kuntet ini.
Tetapi, aku harus menolongnya. Masih kudengar detak jantungnya, walaupun lemah." Setelah melakukan pengurutan dan memberikan hawa murni pada Tapak Darah, Prawitri pun bersemadi sejenak. Namun belum tuntas semadinya, dilihatnya satu sosok tubuh agak terhuyung mendekati Tapak Darah.
Kening Prawitri sejenak berkerut melihat gadis yang baru datang itu duduk terpekur di sisi Tapak Darah yang pingsan.
"Siapakah Nona ini?" tanya Prawitri pelan.
Gadis berbaju kuning itu menoleh.
"Namaku Juwita."
"Kenalkah kau dengan manusia kuntet ini?"
"Aku baru saja mengenalnya. Dia sangat baik." Prawitri menghela napas panjang.
"Apa yang telah terjadi?" Juwita yang tadi disembunyikan Tapak Darah di tempat aman karena kesehatannya belum membaik, segera menceritakan apa yang terjadi.
***
"Ya! Ilmunya sangat tinggi. Sangat sulit untuk mengalahkannya. Dan lagi..., dia mempunyai susuk yang mampu mempengaruhi laki-laki mana pun juga, sehingga bersedia mengikutinya tanpa tahu apa yang tengah dilakukan."
"Juwita.... Katamu tadi, Ratu Setan bersama dua orang pemuda" Siapakah mereka?"
"Kalau tak salah namanya Suro Gandring dan Argomulyo."
"Ohh...!" Prawitri tersentak.
"Kenapa, Prawitri?"
"Tidak, tidak.... Lalu, apa yang terjadi?"
"Nampaknya, kedua pemuda itu berada di bawah pengaruh Ratu Setan. Aku yakin sebenarnya mereka pemuda baik-baik, sama seperti yang dialami kakakku. Tetapi karena pengaruh Susuk Ratu Setan, mereka telah berubah pikiran. Sepenuhnya mereka akan mematuhi apa yang diinginkan Ratu Setan."
"Juwita.... Tahukah, ke mana mereka pergi?" tanya Prawitri, menjadi tegang.
Diam-diam gadis ini bisa mengira-ngira, apa yang telah terjadi. Kalau memang yang dikatakan Juwita benar, berarti yang membunuh kakeknya adalah Ratu Setan.
Buktinya, Suro Gandring dan Argomulyo sekarang berada di bawah pengaruhnya.
Menggigillah tubuh gadis itu, setelah tiba pada kesimpulan yang membuatnya menjadi marah. Juwita menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu, ke mana mereka pergi. Ketika aku berusaha datang ke sini lagi, aku sudah bertemu denganmu. Dan, kakek Tapak Darah sudah pingsan." Prawitri berdiri.
"Kalau begitu, kita berpisah disini. Aku hendak mencari ratu mesum itu!"
"Hei!" seru Juwita. Namun, tubuh Prawitri sudah berkelebat cepat.
***
[| { 7 } |]
"Walah.... ke mana gadis judes itu..." Tapi, kasihan juga nasibnya. Siapa tahu kalau aku tolong, aku dapat..., cup!" Andika memonyongkan mulutnya sendiri.
Mulai timbul pikiran buayanya. Tapi bicara soal buaya, Pendekar Slebor merasa kesulitan mencari pembunuh si Manusia Buaya. Dia tahu, yang melakukannya adalah Ratu Setan. Dan apa yang dikatakan Tapak Darah pun menuju ke sana! "Gila! Kalau aku terlambat menghentikan sepak terjang Ratu Setan, bisa habis kaum lelaki disikat-nya...! Dasar rakus! Yang dipikirkan cuma..., he he he...!" Sambil terus melangkah, benak si pemuda digayuti tentang perempuan yang menggegerkan dunia persilatan saat ini dengan tingkahnya yang penuh kemesuman.
"Siapa sebenarnya Ratu Setan" Apakah dia menginginkan kain pusakaku ini karena kehendaknya, ataukah karena ada orang lain yang menyuruhnya" Hmmm.... Susuk yang dimilikinya terlalu membahaya-kan. Dia memang harus dihentikan...." Laju pikiran Andika terpenggal oleh suara benda yang mendesing. Ketajaman telinga Pcndekar Slebor menangkap suara-suara yang mengancamnya tak dapat diragukan. Ketika matanya melirik, tampak lima buah benda berbentuk gelang berduri melesat ke arahnya.
Menghadapi serangan liar ini, tak membuat Andika kelimpungan. Santai saja tubuhnya merunduk. Hasilnya, ternyata bisa mementahkan sambaran lima buah gelang berduri. Sambil merunduk, mata Andika mengikuti laju Iima gelang berduri. Dan bagai memiliki mata, kelima senjata terbang itu kembali ke arah datangnya tadi.
Tap! Dengan hebatnya, satu sosok tubuh tinggi besar berkulit hitam menangkap lima buah senjata gelang berduri. Sementara di jarak sejauh empat tombak, Andika mendengus begitu menyadari kalau senjata itu milik lelaki berikat kepala putih yang di tengahnya terdapat gambar gelang berduri.
"Kalau mau main lempar-lemparan, lihat-lihat! Apa kau mau mengganti kepalaku kalau copot"!" rutuk-nya.
Sosok berkulit hitam dengan pakaian hitam pula tergelak-gelak.
"Tanggalkan kain bercorak catur itu. Maka, kau akan selamat!" gertak sosok tinggi besar itu.
Kedua alis Andika hampir bertaut, menatap sosok di depannya. Siapa lagi ini" Setahunya, saat ini yang menginginkan kain bercorak catur miliknya hanyalah Ratu Setan" Apakah begitu banyak yang menginginkan kain pusakanya" , "Wah..., jangan dong.... Ini kan kain dari ibu untuk jaga-jaga kalau aku lagi ingusan...." Wajah hitam itu semakin kelam. Mirip pantat panci.
"Sekali lagi kukatakan, tanggalkan kain bercorak catur itu! Atau, tubuhmu ingin kujadikan sasaran gelang berduriku!"
"Nah, ini. Aku paling suka dengan orang keras kepala. Siapa kau ini, Orang Tinggi Besar" Kenapa kau ingin kainku?" Andika membesarkan suaranya melecehkan.
"Orang-orang menjuluki aku Setan Gelang Duri! Dan kau tak perlu tahu untuk apa kain itu. Yang penting, laksanakan perintahku!"
"Hm.... Kalau begitu, memohonlah padaku sambil bersimpuh. Biar aku bisa menendangmu!" sahut si pemuda, kalem saja.
Setan Gelang Duri menggeram sambil menggertakkan gigi-giginya mendengar sahutan Pendekar Slebor yang seenak udelnya.
Tiba-tiba saja tangannya bergerak cepat.
Swing! Swing...! Lima buah senjata gelang berduri berdesingan mengancam keselamatan si pemuda sakti dari Lembah Kutukan. Derasnya luncuran kelima benda itu demikian sulit terukur. Namun itu tak membuat si pemuda jadi ciut nyalinya. Tubuh Pendekar Slebor sama sekali tak bergeser. Entah apakah si pemuda sambleng ini sudah kebal dengan kata kematian, atau otaknya sedang ngeres.
Sejengkal lagi, kelima senjata itu merejam....
Wuuttt...! Kelima gelang berduri hanya menebas angin.
Kemana Pendekar Slebor"
"He he he..., mestinya senjatamu jangan gelang besi. Tapi gelang karet. Pasti aku tak melawan." Sosok tinggi besar itu berbalik. Dia tak tahu, kapan Pendekar Slebor berkelebat dan tahu-tahu hinggap di atas dahan sebuah pohon.
"Kembali!" Dengan kegusaran yang membulat. Setan Gelang Duri membentak. Maka lima gelang itu kembali ke arahnya. Namun begitu sampai di tangannya, kembali benda-benda mematikan itu bergerak ke arah Andika.
"Busyet! Tenaga dalamnya cukup tinggi juga!" dengus Andika. Kali ini Pendekar Slebor melompat turun dengan tubuh berputaran. Dan tiba tiba saja tangannya bergerak cepat.
Tap! Tap! Dua gelang duri berhasil ditangkap Andika.
Sementara yang tiga lagi meluncur terus ke batang pohon tempat Pendekar Slebor tadi menghilang. Yang membuat Andika tercengang, pohon yang tertanam tiga gelang duri itu mendadak mengering dengan daun berguguran. Lalu hangus dan tumbang menimbulkan suara berdebam.
"Benar-benar tinggi tenaga dalamnya! Kalau begitu aku tak bisa menganggap enteng. Hiih...!" Dengan satu dengusan, Pendekar Slebor meremas dua gelang berduri yang dipegangnya dengan mengalirkan tenaga 'inti petir'. Seketika dua benda berduri itu meleleh. Bukannya mengkeret nyalinya, Setan Gelang Duri malah menggeram. Tangannya langsung masuk ke balik bajunya. Ketika tangannya keluar, tampak dua gelang berduri ukuran yang sangat besar telah dipegangnya. Memancarkan sinar warna hitam yang menggidikkan.
"Berikan kain pusaka itu kepadaku!" sentak Setan Gelang Duri keras.
"Selama aku belum mendapatkannya, Ratu Setan tak akan pernah lagi memberikan tubuhnya padaku!" Sejenak Andika terdiam. Dicobanya memikirkan, siapa Setan Gelang Duri sesungguhnya. Bila mendengar julukannya, sudah jelas dari golongan sesat.
Dan Andika pun yakin kalau lelaki hitam itu telah terkena pengaruh Ratu Setan.
Mungkin, beberapa buah susuk milik Ratu Setan telah bersemayam di tubuhnya.
Tetapi Pendekar Slebor mencoba untuk menyadarkan kemarahan yang ada di tubuh Setan Gelang Duri.
"Darah akan bersimbah sebentar lagi. Tetapi, jiwamu saat ini bukanlah milikmu.
Kau dipengaruhi Ratu Setan." Setan Gelang Duri terbahak-bahak.
"Justru dia yang kupengaruhi. Karena, bila kain bercorak catur milikmu kudapatkan maka tubuhnya akan diberikan seumur hidup kepadaku." Memang tak guna untuk menasihati Setan Gelang Duri. Kini Andika pun bersiap menyambut serangan Setan Gelang Duri. Dan memang, kejap berikutnya lelaki berkulit hitam itu sudah melesat dengan serangan mautnya. Gemuruh angin mendahului serangannya. Sementara senjatanya memancarkan kilatan hitam mengerikan. Wuusss! Andika merunduk. Namun tak urung kepalanya terasa bagaikan dipapas angin keras.
Tepat ketika tubuhnya merunduk satu jotosan dilancarkan ke arah dada Setan Gelang Duri. Namun di luar dugaan, Setan Gelang Duri justru menarik pulang tangannya.
Wuuttt! Kembali senjatanya bagaikan menjelajah siap memapas tangan Andika bila tak cepat menarik tangannya.
"Gila! Dari desir anginnya saja bulu kudukku sudah meremang. Tetapi aku yakin, manusia itu telah dipengaruhi Ratu Setan. Berarti, aku harus melepaskan susuk pada tubuh lelaki hitam ini. Tetapi, di mana letaknya?" Andika kembali menghindari sambaran keras senjata Setan Gelang Duri dengan mengandalkan kecepatannya. Sesekali Pendekar Slebor menyerang.
Namun setiap kali menyerang, senjata di tangan lelaki hitam itu bagaikan berkeliling mencoba meng-halanginya.
Ini sangat menyulitkan Andika. Di samping, dia juga harus menghindari sambaransambaran maut dari Setan Gelang Duri. Dalam hal ini, pertarungan memang harus dalam jarak rapat, baru bisa menjatuhkan serangannya. Tetapi jangankan untuk menyerang. Untuk mencoba masuk saja sangat sulit dilakukan.
"Lekas kau berikan kain pusaka itu kepadaku"!" bentak Setan Gelang Duri sambil terus mencecar dengan gerakan-gerakan aneh.
Andika benar-benar kehilangan bentuk serangannya sekarang. Pertahanannya menjadi kalang kabut ketika senjata di tangan Setan Gelang Duri semakin menyudutkannya dengan sinar hitam menyilaukan yang menggidikkan.
"Bila melihat kenyataan ini, sudah tentu Ratu Setan memiliki ilmu yang lebih tinggi lagi. Karena, untuk mengalahkan Setan Gelang Duri saja aku sudah kesulitan." Tiba-tiba saja, Andika membuat gerakan setengah lingkaran. Tubuhnya dimiringkan ketika serangan Setan Gelang Duri melesat ke arahnya. Bersamaan dengan itu, dibuatnya gerakan yang mendadak. Srettt! Kain bercorak catur sudah terpegang Andika segera dikibaskan ke wajah Setan Gelang Duri. Ctar! Wajah lelaki hitam itu tersambar. Seketika dirasakannya hawa panas menyengat wajahnya. Bersamaan dengan itu Andika bergerak kembali.
Kain pusakanya telah tersampir kembali di bahunya, sementara tangan kirinya menotok pergelangan tangan Setan Gelang Duri.
Tuk! Senjata lelaki hitam itu jatuh seketika. Dan bersamaan dengan itu, tangan kanan Andika yang telah terangkum tenaga 'inti petir' menjotos ke depan.
Des! Des! Tubuh Setan Gelang Duri terhuyung ke belakang.
Saat itu dengan sekali sentak saja Andika bisa meng-habisi Setan Gelang Duri.
Namun si pemuda sakti ini tidak melakukannya. Dia hanya bergerak cepat, menotok tubuh Setan Gelang Duri hingga tak bisa bergerak sama sekali.
Namun yang mengherankan, Andika seakan tak melihat Setan Gelang Duri kesakitan.
Padahal, jotosannya sangat kuat tadi.
"Pengecut! Ayo, lepaskan totokanmu! Kita bertarung sampai mampus! Ratu Setan! Sebentar lagi aku akan mendapatkan kain bercorak catur itu. Dan, ha ha ha....
Kau akan menjadi milikku selamanya," teriak Setan Gelang Duri, ngelantur.
Andika yakin, rupanya Susuk Ratu Setan benar-benar sudah bekerja di tubuh lelaki hitam ini. Berarti, jalan satu-satunya memang harus mencari susuk itu.
Dengan cepat Pendekar Slebor menotok urat suara Setan Gelang Duri. Saat itu juga mulut lelaki hitam ini ternganga. Namun, sepasang matanya melotot tajam.
Si Pemuda segera memeriksa sekujur tubuh Setan Gelang Duri dengan seksama. Cukup lama juga hal itu dilakukan. Dipergunakannya tenaga 'inti petir' untuk mengetahui hawa panas yang Iain dari tubuh Setan Gelang Duri.
Setelah beberapa saat, barulah Andika menemukan di mana lelak Susuk Ratu Setan.
Pertama, di telapak tangan kanan lelaki hitam itu. Kedua, di dada sebelah kiri.
Dan terakhir, di punggung.
Setan Gelang Duri bagai berteriak setinggi langit ketika Andika menekan keluar susuk-susuk itu.
Namun, tak ada suara yang keluar. Andika hanya melihat matanya mengatup rapatrapat dengan tubuh bergetar. Jelas kalau lelaki itu tengah menahan rasa sakit luar biasa! Si pemuda sakti yang urakan ini tak mempedulikannya. Dia terus menekan kuat-kuat. Dari tempat susuk itu bersemayam, keluar darah segar.
Dengan cepat, Andika menotok urat darah itu agar tidak terlalu banyak yang keluar. Karena menahan rasa sakit yang luar biasa, Setan Gelang Duri jatuh pingsan.
Andika mendesah.
"Gila! Berbahaya sekali susuk-susuk gadis setan itu. Aku harus secepatnya menemukan Ratu Setan, sebelum peristiwa yang lebih mengerikan ini terjadi.
Aku masih penasaran, siapakah orang yang berada di balik kekejaman Ratu Setan" Orang yang tentunya menginginkan nyawaku, untuk mendapatkan kain pusaka warisan Ki Saptacakra ini." Pendekar Slebor segera melepaskan totokan pada tubuh Setan Gelang Duri yang pingsan. Sambil mengusap keringatnya yang mengalir, diperhati-kannya lagi tubuh Setan Gelang Duri.
"Hmm.... Sekarang juga aku harus berangkat sebelum malam datang." Seketika Andika pun bangkit, dan hendak melangkah. Namun mendadak saja terasa satu angin deras siap menghajar punggungnya dari belakang.
Wuuuttt! Cepat Pendekar Slebor mengegos ke samping, menghindar. Tampak Setan Gelang Duri sedang bangkit untuk kembali melancarkan serangannya.
Gila! Rupanya lelaki hitam itu memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Pingsannya hanya terjadi beberapa kejapan saja.
Sambil berteriak marah, Pendekar Slebor menjatuhkan diri ke tanah, ketika Setan Gelang Duri meluruk ke arahnya dengan pukulan terhebatnya.
Dan seketika si pemuda berguling ke kanan, lalu kaki kanapnya menendang ke arah dada Setan Gelang Duri.
Desss...! Terdengar pekik yang sangat keras dari laki-laki hitam itu. Tubuhnya terlontar sampai dua tombak, menabrak sebuah pohon hingga langsung tumbang.
"Manusia bodoh!" bentak Andika marah sambil berdiri.
"Bukannya berterima kasih karena telah ku-selamatkan dari pengaruh Ratu Setan, justru kau hendak membunuhku!" Setan Gelang Duri menggeram muak, meskipun tubuhnya sudah sangat sulit digerakkan. Dadanya seolah melesak ke dalam dengan tulang iga patah.
Dari bibir dan hidungnya keluar darah segar.
"Tak perlu aku berterima kasih kepadamu! Karena..., kau menggagalkan keinginanku untuk mendapatkan tubuh Ratu Setan selama-lamanya.
Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu ini, Pendekar Slebor."
"Brengsek! Begitu kuatkah pengaruh susuk-susuk Ratu Setan, sehingga lelaki itu masih terpengaruh" Padahal, sudah kubuang semua susuk di tubuhnya?" pikir Andika.
"Ataukah, masih ada susuk lainnya yang tak bisa kutemukan?" Tiba-tiba Andika melihat tubuh Setan Gelang Duri mengejang. Dari pori-pori di bagian dadanya mengalirkan darah. Memang, masih ada sebuah susuk yang ditanamkan Ratu Setan di tubuh Setan Gelang Duri. Susuk itu terletak di antara kedua paruparunya. Susuk itu pun sangat sulit diketahui, karena selain paru-paru, jantung dari orang yang dimasukkan susuk itu selalu bekerja dan mengeluarkan hawa panas.
Darah yang keluar dari pori-pori tubuh lelaki hitam itu semakin banyak. Tak lama, terdengar teriakan maut, lalu perlahan-lahan melemah.
Sesaat kemudian, lepaslah nyawa Setan Gelang Duri.
Andika menggeleng-geleng.
"Aku harus secepatnya mencari Ratu Setan!"
***
[| { 8 } |]
Ketika matahari sudah muncul kembali Pendekar Slebor tiba-tiba menghentikan larinya. Keningnya berkerut melihat seorang dara berbaju kuning sedang tidur pulas di samping seorang lelaki tua bertubuh kuntet.
"Hmm, Tapak Darah. Apa yang telah terjadi padanya" Bila melihatnya terbaring, dia bukan sedang tidur. Tapi, pingsan. Lalu, siapakah gadis di sebelah-nya" Kalau dia, jelas tertidur karena desahan napasnya begitu lembut dan teratur," gumam Andika. Perlahan-lahan Andika mendekati keduanya. Sial-nya, kakinya menginjak sebatang ranting hingga menimbulkan suara.
Bersamaan dengan itu, gadis berbaju kuning itu terbangun. Si gadis sampai tercekat dan melompat begitu melihat seorang pemuda berambut gondrong yang tampan di dekatnya.
"Siapa kau?" bentak gadis yang tak lain Juwita dengan siaga, berdiri di depan tubuh Tapak Dara yang masih pingsan.
"Tahan, Nona! Namaku Andika. Apa yang telah terjadi?" tanya Pendekar Slebor.
"Aku tidak mengenalmu. Bila kau suruhan Ratu Setan, aku akan bertarung denganmu sampai mati!" sahut gadis itu, ketus.
Andika mendesah pelan. Secara tak langsung, dia sudah diberitahu oleh gadis itu, kalau pingsannya Tapak Darah karena perbuatan Ratu Setan.
"Tidak usah tegang. Aku sahabat Tapak Darah," ujar Andika sambil berlutut.
Si pemuda segera memeriksa tubuh Tapak Darah yang hangat. Rupanya, udara dingin semalam tak mengusik keadaan tubuh Tapak Darah.
"Nona, apakah kau yang mengobati Tapak Darah" Karena, di tubuhnya telah mengalir kehangatan yang mampu melindunginya dari udara dingin?" tanya Andika.
Juwita yang melihat kalau pemuda itu menunjukkan sikap bersahabat menggelengkan kepalanya. Sikapnya tidak setegang tadi. Di saat seperti ini, dia memang harus waspada.
Karena tak mustahil Ratu Setan telah mengirimkan orang-orang suruhannya.
Juwita tahu, lelaki mana pun yang terkena susuk, akan menuruti perintah Ratu Setan.
"Bukan.... Tetapi, seorang gadis yang bernama Prawitri."
"Apa" Prawitri" Oh! Di mana dia sekarang?" Dengan kening berkerut Juwita menceritakan apa yang terjadi.
"Dia sudah pergi sejak kemarin, mengejar Ratu Setan."
"Kacau! Aku tidak boleh terlambat. Berbahaya sekali bila Prawitri berhasil tertangkap Ratu Setan.
Dan semakin kuat keyakinanku, kalau gadis mesum itu memiliki ilmu sangat tinggi.
Mengalahkan Tapak Darah bukanlah pekerjaan mudah. Tetapi, dia berhasil mengalahkannya," gumam Andika.
Lalu Pendekar Slebor mengobati lagi Tapak Darah yang sampai saat ini masih pingsan.
"Bila melihat derita yang mulai membaik ini, aku yakin Prawitri mengerti ilmu obat-obatan. Mungkin dia mendapatkan banyak pelajaran obat-obatan dari gurunya," jelas Pendekar Slebor sambil menatap si Tapak Darah.
Andika lalu menoleh pada Juwita.
"Juwita.... Sebaiknya, kau bawa tubuh Tapak Darah ke tempat aman. Di ujung masuk hutan ini, aku melihat sebuah gua. Dalam waktu kurang lebih lima penanakan nasi, Tapak Darah akan siuman.
Berbahaya bila berada di sini."
"Kau sendiri hendak ke mana?" tanya Juwita merasa cepat akrab dengan Andika.
Sejenak tadi perasaannya tak menentu ketika sorot mata si pemuda menghujam sifat kewanitaannya. Dia merasa seolah relung hatinya dibelai-belai tangan lembut.
"Aku akan menyusul Prawitri untuk mencari Ratu Setan. Hhh! Sebenarnya gadis mesum itu hanya menginginkan aku. Dia menghendaki kain pusakaku ini! Tetapi, dia tak segan-segan menurunkan tangan telengasnya dan membuat rimba persilatan menjadi muram."
"Andika.... Di tanganmu aku berharap kau bisa membunuh Ratu Setan. Karena, nyawa kakakku hilang gara-gara dia."
"Berdoalah semoga aku berhasil. Sekarang, bawa-lah tubuh Tapak Darah. Sampaikan salamku bila dia sudah siuman." Juwita pun mengangguk, lalu membopong tubuh Tapak Darah yang masih pingsan.
Ditatapnya Andika sejenak. Sementara si pemuda melihat kerjapan gelisah di mata gadis itu.
"Terima kasih atas bantuanmu. Mudah-mudahan kita bertemu lagi." Wuuuttt! Tanpa kelihatan letih atau kesusahan, Juwita membawa tubuh Tapak Darah ke tempat aman.
"Hebat! Aku yakin gadis itu bukan gadis sembarangan. Dari gerakannya saja terbukti kepandaiannya cukup hebat. Kalau saja aku tidak hendak mencari Ratu Setan, aku ingin berlama-lama dengannya. Hmmm....
Lebih baik aku segera mencarinya saja." Ketika Andika hendak mengempos tubuhnya, mendadak saja kedua kakinya terasa sangat sulit diangkat. Tenaga dalamnya segera dikerahkan, namun kedua kakinya bagai dipantek di tanah.
"Kutu monyet! Siapa yang jahil lagi ini"!" makinya sambil mengerahkan seluruh tenaga dalam. Plas! Tubuh Andika terbebas. Dan pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan itu segera menoleh, ketika terdengar tawa bernada dingin di belakangnya.
***
"Tak perlu jauh-jauh melangkah! Rupanya yang dicari ada di sini." kata orang tua aneh itu, terbahak-bahak.
"Hei"! Kalau mau pamer aurat kenapa harus dihadapanku"!" bentak Andika, sewot.
Orang itu tiba-tiba menghentikan tawanya.
"Pendekar Slebor! Serahkan kain pusaka itu kepadaku!"
"Sinting! Kok ada tengkorak hidup yang rambutnya bau busuk seperti kau ini, ya" Apakah kau orang suruhan Ratu Setan yang menginginkan kain pusaka ini?" Sekarang lelaki tua bercawat itu terbahak-bahak.
"Memang hebat muridku itu. Julukan dan perbuatannya sudah menggegerkan dunia persilatan.
Ah! Aku rindu padanya hingga akhirnya aku muncul di sini. Sudah lama aku tak menikmati tubuhnya yang indah." Diam-diam kening Pendekar Slebor berkerut.
Kalau begitu, apakah manusia ini guru dari Ratu Setan"
"Mana mungkin Ratu Setan muridmu" Dia cantik sekali. Dan kau seperti gembel kumal yang tak pernah tercuci...."
"Keparat! Kau menghinaku, berarti berani menantangku! Iblis Jagat Raya memang tak akan pernah membiarkan kau hidup! Pendekar Slebor! Berikan kain pusaka itu kepadaku"!" Kali ini Andika mulai yakin, kalau yang berdiri di hadapannya adalah guru Ratu Setan. Hm.... Kalau begini caranya dia harus berhati-hati dan mempergunakan otaknya. Karena sudah pasti Iblis Jagat Raya memiliki ilmu sangat tinggi.
Teka-teki yang ada di benak Andika selama ini berarti mulai terpecahkan. Rupanya sepak terjang Ratu Setan yang menggemparkan, didalangi Iblis Jagat Raya.
"Menyerahkan kain pusakaku ini sangat mudah.
Tetapi, sayangnya aku tak akan pernah menyerah-kannya."
"Keparat!" Wuuusss! Angin besar bergulung-gulung. Dan Pendekar Slebor memang sudah siap menghindarinya. Dengan ringan sekali tubuhnya dibuang ke samping.
Blammm...! Tanah yang dipijak Andika tadi menjadi sebuah lubang mengeluarkan asap, setelah didahului ledakan keras.
"Benar-benar hebat!" desisnya dalam hati. Tetapi bukan Andika kalau tidak mengejek.
"Serangan seperti kentut orang yang kebanyakan makan ubi saja dipamerkan! Lebih baik panggil muridmu! Keroyok aku! Hmm.... Aku khawatir kau tak akan mampu menandingi kehebatanku!"
"Pemuda sialan! Mampuslah kau!" Andika tercekat begitu tahu-tahu dua buah bayangan tangan mendesir keras.
Rupanya sambil meluruk kedua tangan Iblis Jagat Raya yang menjelma menjadi semacam bayangan tangan raksasa telah mengibas, menimbulkan gemuruh luar biasa.
Andika bukannya tak menyadari bahaya. Dia sudah berusaha melompat jauh-jauh, namun tak urung tersampok keras pula hingga tubuhnya terpental ke belakang.
Tampaknya Pendekar Slebor demikian tersiksa akibat serangan ini. Bahkan belum lagi berdiri tegak sambaran kedua bayangan tangan raksasa itu kembali berkelebat, menimbulkan desingan menggidikkan. Hanya keteguhan hati yang membuat Pendekar SIebor masih berusaha bertahan.
"Gila! Benar-benar ilmu iblis yang dimilikinya!" makinya.
"Bagaimana caranya agar aku bisa menghentikan serangan aneh ini?" Dengan kelincahannya yang dipelajarinya di Lembah Kutukan dalam menghindari sambaran sambaran petir, Andika melompat ke sana kemari.
Kendati demikian, Pendekar Slebor terus memeras otaknya. Dicobanya menghantamkan bayangan tangan yang besar itu dengan tenaga 'inti petir' tingkat ke sepuluh. Namun tak membawa hasil apa-apa. Pukulannya bagai ceplos, menebas angin. Dan hal yang ditakutkan akhirnya terjadi juga.
Untuk yang kedua kalinya, tangan raksasa itu kembali menghantam Pendekar Slebor hingga terpental Iagi ke belakang.
Andika sempat memekik kecil. Tulang iganya terasa seperti patah. Dan dari hidungnya mengalirkan darah. Namun dengan ketegarannya yang patut diberi acungan jempol, dia harus kembali menghindari serangan-serangan maut itu.
"Persetujuan yang kutawarkan padamu telah kau tolak. Kebodohan telah ada di dirimu. Kini, mampuslah!" Setelah Iblis Jagat Raya membentak, kedua tangan raksasanya mengibas keras ke arah Andika yang makin blingsatan. Wajahnya kali ini benar-benar pias.
Tenaga 'inti petir' yang dilancarkannya tadi tak ada gunanya! Tidak! Dia tidak boleh pasrah dan mengalah seperti itu. Maka dikawal teriakan keras, Andika menyongsong serangan maut itu dengan ajian 'Guntur Selaksa'.
Serangan ini memang mengandalkan keberanian luar biasa. Nyatanya, justru akibatnya bertambah parah. Karena serangan yang dilancarkan, lagi-lagi nyeplos begitu saja. Dan....
Wusss! Buk! Untuk ketiga kalinya Andika terpental ke belakang.
Tubuhnya terpelanting lima tombak. Kali ini darah bukan hanya mengalir dari hidungnya melainkan juga dari mulutnya.
***
"Nah, nah.... Apakah aku sudah berada di surga dan ditemani seorang bidadari?" Juwita memasang senyum.
"Kau masih ada di dunia, Kek. Kau masih hidup.
Dan aku bukan bidadari," sahut Juwita.
"Aku tahu, aku tahu. Kau pasti gadis yang kutolong dari maut ketika Ratu Setan hendak menghajarmu, bukan" Ah! Aku jadi tidak enak mengatakan kalau aku telah menolongmu. Hei" Apakah kau telah menolongku?" Juwita menggeleng. Diceritakannya siapa yang telah menolong Tapak Darah.
"Brengsek! Aku jadi berhutang budi pada Pendekar Slebor! Kau tahu, di mana dia?" cerocos lelaki kerdil ini.
"Dia mencari Ratu Setan, Kek."
"Berbahaya! Ilmu Ratu Setan sangat tinggi, meskipun aku yakin kalau Pendekar Slebor akan mampu menandinginya. Ihh! Gadis setan itu ternyata sangat cantik.
Sayang hatinya terlalu kejam. Kalau tidak, aku mau mengawininya...." Juwita menekap tangannya ke mulut agar tidak tertawa.
"Lucu sekali kakek kuntet ini," pikirnya.
Tapak Darah kini merasa kesehatannya benar-benar pulih. Apalagi setelah bersemadi.
"Sebaiknya, aku segera menyusul Pendekar Slebor. Aku ingin membalas perlakuan Ratu Setan. Kurang ajar sekali! Sampai-sampai membuatku pingsan. Memalukan. Uhh! Aku juga gagal memukul bokongnya yang montok itu...."
"Kalau kau hendak mencari Ratu Setan, aku ikut, Kek."
"Tidak usah."
"Kek! Aku pun punya kepentingan yang sama denganmu untuk membunuh Ratu Setan.
Kakak kandungku meninggal gara-gara dia."
"Huh! Perempuan memang merepotkan!" gerutu Tapak Darah.
Lelaki kerdil ini melangkah. Tetapi sesaat terguling, karena kakinya menginjak pakaiannya yang panjang.
Dan ini membuat Juwita terpingkal.
"Brengsek! Hei" Kenapa tertawa" Lucu ya" Lucu?" Juwita semakin keras terawa. Dia tidak malu atau curiga lagi dengan manusia kuntet itu. Karena dia tahu, sesungguhnya manusia kuntet berjuluk Tapak Darah sangat baik.
"Bukan maksudku untuk menertawakanmu, Kek," kilah Juwita.
"Tetapi kau sudah tertawa," terabas Tapak Darah.
"Apakah aku harus menarik tawaku kembali?"
"Pintar omong! Kau pantasnya menjadi istri Pendekar Slebor yang bisa ngomong itu!" Kali ini Juwita mendadak saja terdiam. Tiba-tiba saja di benaknya membayangkan wajah tampan Pendekar Slebor. Ah! Dalam sekali jumpa yang hanya beberapa saat saja, sesungguhnya dia sudah tertarik pada pemuda tampan itu.
"Nah, nah.... Wajahmu memerah" Berarti kau memang mencintainya, kan?" ledek Tapak Darah.
"Kau ini ada-ada saja, Kek."
"Hmm.... Kalau kau tidak mau dengannya, aku yang tampan ini bersedia mengawinimu" Tetapi, tidak usah ya" Aku masih terlalu ganteng untuk menjadi suamimu. Jangan-jangan kau malah makan hati kalau banyak gadis cantik berdekatan denganku. Apa kau sudah siap untuk cemburu?" Kali ini Juwita tertawa lepas.
"Brengsek! Dia tertawa lagi?" dengus Tapak Darah dalam hati.
"Apakah dia bilang aku ini jelek, tidak tampan dan gagah" Kurang ajar!" Lalu Tapak Darah melotot garang pada Juwita.
"Biarpun kepentingan kita sama, kita jalan saja sendiri-sendiri. Kalau kita berdua, bila berjumpa gadis cantik, pasti tidak akan mau berdekatan denganku.
Karena dia, menyangka kau adalah kekasih atau istriku." Juwita kembali tergelak-gelak. Lalu dengan tak acuhnya diikutinya langkah Tapak Darah. Sementara si lelaki kerdil tiba-tiba berhenti melangkah.
"Ampun, nih gadis! Tadi sudah kukatakan alasan-ku tak ingin berjalan bersamamu, bukan" Kepalamu keras benar, sih" Apa kau memang sudah siap menanggung cemburu?" Juwita hanya terdiam saja, memasang wajah memelas. Tak dipedulikannya ketika Tapak Darah marah-marah dan menghentikan langkahnya lagi.
"Kau ini kenapa sih" Kok, masih nekat juga ingin bersama-samaku yang ganteng ini?" ? Juwita tetap terdiam dengan wajah memelas. Biar bagaimanapun juga, dia merasa hidup seorang diri di dunia ini. Meskipun sifatnya aneh, namun Juwita yakin kalau sesungguhnya manusia kuntet itu memiliki hati mulia. Lebih baik, dia selalu bersama Tapak Darah yang ucapan-ucapannya selalu memancing tawa.
"Perempuan! Bisanya cuma merajuk!" bentak Tapak Darah.
"Iya, iya! Aku tahu, kau akan diam dan memasang wajah merajuk! Tetapi, ingat! Jangan cemburu bila ada gadis cantik yang berdekatan denganku?" Juwita cepat-cepat mengangguk. Dia benar-benar merasa senang dengan Tapak Darah.
Lalu, diikutinya langkah lelaki itu yang sesekali terguling karena menginjak ujung baju birunya yang panjang.
Dan mendadak, terdengar suara bentakan keras dan angin menderu kencang.
Dada Tapak Darah bergetar.
"Kali ini jangan keras kepala! Kau tunggu aku di sini. Ada sesuatu yang tak beres di sana," ujar lelaki kerdil ini.
Meskipun ingin mengetahui apa yang tengah terjadi, Juwita hanya mengangguk. Dan dia melihat bagaimana cepatnya Tapak Darah berkelebat.
"Sejak aku turun gunung bersama Kang Prasetyo, baru kali ini aku melihat tokoh yang sangat aneh.
Kalau berjalan, dia selalu terguling. Tetapi tadi..., dia bisa berkelebat laksana kilat. Mungkin, masih banyak lagi tokoh aneh yang sakti di tanah Jawa ini." Sementara itu Tapak Darah sudah tiba di tempat asal suara yang tadi didengarnya.
Keningnya berkerut tajam melihat pertarungan antara Pendekar Slebor dengan lelaki bercawat yang didengarnya menjuluki dirinya Iblis Jagat Raya. Sejenak laki-laki kuntet itu berpikir keras untuk mengetahui, siapa Iblis Jagat Raya.
Serangan-serangan yang dilancarkan lelaki bercawat itu pada Andika bagaikan membuat tanah yang dipijak bergetar hebat.
"Gila, ilmunya sangat hebat sekali," desis Tapak Darah.
"Aku harus cepat menolongnya bila pemuda konyol itu sudah benar-benar terdesak. Yah..., sekalian nonton pertunjukan gratis.... He he he...."
***
[| { 9 } |]
Tubuh Andika semakin limbung. Matanya memancarkan sinar amarah yang tinggi.
"Biar kau rencah tubuhku, tak akan pernah aku memberikan kain pusaka ini!" tekad Andika.
"Anak setan! Mampuslah kau!" Kali ini serangan Iblis Jagat Raya lebih dahsyat dari semula. Kedua bayangan tangan raksasa yang melesat itu menderu-deru mencari sasarannya. Kali ini, dengan hanya sekali kepruk saja bisa dipastikan pemuda sakti ini akan menemui ajal. Akan tetapi, di saat yang sangat gawat, mendadak saja Andika bergulingan ke kanan dan kiri. Tangannya bergerak cepat.
Ctar! Blarrr! Bayangan tangan raksasa itu mendadak saja sirna.
Lalu tahu-tahu menjelma menjadi asap. Wajah Iblis Jagat Raya memerah dalam dengan mata kelabu seperti melompat keluar.
"Kain bercorak catur!" teriaknya.
Andika mendesah lega. Buru-buru pernapasannya diatur. Tadi, dengan gerakan yang sangat cepat pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan telah menyambar kain pusaka bercorak catur yang tersampir di lehernya, dan langsung dikibaskan disertai aliran seluruh tenaga dalamnya.
Hasilnya sungguh luar biasa. Karena bayangan tangan raksasa yang menderu-deru ke arahnya tersampok dan menjadi asap.
"Bukankah ini yang kau inginkan?" desis Andika mencibir. Lalu digerakkangerakkannya kain bercorak catur itu dengan sikap penuh ejekan.
"Memang hebat kain pusakaku ini. Sayangnya, tak pantas berada di tangan manusia jelek sepertimu. Kalau kau tampan sedikit saja, aku pasti akan memberikannya. Tetapi bila kau memang menghendakinya, boleh saja merasakan kehebatan kain pusakaku ini!"
"Pemuda setan!" geram Iblis Jagat Raya sampai kedua kakinya amblas ke tanah.
Andika tercekat melihatnya.
"Busyet! Apakah dia sedang menahan marah, atau sedang menahan buang air sih?" gumam Andika. Lalu matanya tajam menusuk ke arah Iblis Jagat Raya.
"Kau lihat kain pusaka ini" Di dunia ini, hanya seorang saja yang memilikinya.
Dan orang itu sangat tampan tak ada duanya."
"Keparat!" Wusss! Seketika tangan Iblis Jagat Raya mengibas. Pada saat yang sama, Andika pun menggerakkan tangannya yang menggenggam erat kain pusaka warisan Ki Saptacakra.
Blarrr! Tenaga dalam itu beradu di udara. Kali ini, serpihan angin deras menderu ke arah Iblis Jagat Raya. Tokoh jelek itu merunduk, namun tak urung rambutnya sedikit terpapas.
"Bagus sekali!" desis Andika tertawa. Dan kesempatan itu dipergunakan untuk mengatur napasnya lagi.
"Kau tak perlu mencari tukang cukur di kotapraja, Jelek. Tetapi ya, mana ada yang mau men-cukuri rambutmu" Baunya saja, lebih anyir daripada selokan mampet! Eh, kau masih mau memiliki kain pusakaku ini tidak" Kalau begitu, ambillah!" Sehabis berkata begitu, Andika mendahului menyerang. Dan memang inilah kesempatan satu-satunya di saat mempergunakan kain bercorak catur yang sangat ampuh itu. Dengungan keras disertai gemuruh angin menderu meluruk ke arah Iblis Jagat Raya. Dan sungguh di luar dugaan, Iblis Jagat Raya tak berani memapaki. Justru lelaki tua bercawat itu kini menghindarinya.
Namun bukan berarti tokoh berwajah buruk ini tak mampu menandingi Andika. Karena di saat melompat itu, tangannya bergerak kembali.
Wuusss! Serangkum angin deras menerpa ke arah Andika.
Dan sambil membentak keras, Pendekar Slebor mengibaskan kain pusakanya.
Blarrr! Kembali ledakan terdengar. Andika sampai memejamkan matanya, karena ledakan itu menimbulkan desing angin tajam yang mengarah kepadanya. Tak sempat lagi desingan itu dihindari. Dan lagi-lagi tubuhnya terpental ke belakang.
Sementara lelaki tua bercawat itu hanya tertawa tergelak keras.
"Kini nyawamu tak akan kuampuni, Pendekar Slebor!" Sehabis berkata begitu, tubuh Iblis Jagat Raya melesat. Kedua tangannya membentuk cakar, siap mencengkeram leher dan mencabik-cabik tubuh Andika.
Akan tetapi, tiba-tiba saja satu sosok tubuh telah melesat menyambar tubuh Andika. Dibuatnya lompatan dua kali tindak, lalu menghilang secepat angin.
Tangan Iblis Jagat Raya hanya berhasil mencengkeram sebatang pohon yang langsung hangus. Betapa murkanya dia. Kedua tangannya langsung mengibas ke sana kemari, menghancurkan pepohonan yang ada di sana hingga seketika menjadi debu.
"Ke mana pun pergi kau harus mampus, Pendekar Slebor!" desis Iblis Jagat Raya lalu melesat pergi.
Andika benar-benar tidak menyangka dengan kemunculan Tapak Darah yang menyelamatkannya.
Meskipun tadi sebenarnya dia sudah siap untuk mengibaskan kain pusakanya.
"Kau harus berterima kasih kepadaku," tuntut Tapak Darah sambil membanting tubuh Andika ke tanah.
Andika hanya nyengir saja. Lalu dengan gaya ber-canda, dia berlutut. Agak membuhgkuk sedikit, hingga tubuhnya lebih rendah dari Tapak Darah.
"Hamba berterima kasih pada Paduka yang Mulia." Justru Juwita yang tergelak-gelak mendengarnya.
Sementara Tapak Darah mengangkat dagunya jumawa. Lalu tangannya diselipkan ke balik pakaian gombrongnya.
"Kalau tadi kau yang menolongku, sekarang giliran aku. Nih! Telan bulatan tahi kambing ini." Andika hanya nyengir saja mendengar kata-kata itu. Lalu ditelannya tiga buah obat pulung yang mirip tahi kambing.
"Kesaktian Iblis Jagat Raya sangat luar biasa," katanya setelah mengatur napas.
"Begitu pula yang dimiliki Ratu Setan. Untuk mengalahkan mereka, hanya ada satu cara."
"Kalau ngomong memang enteng! Apa rencana-mu?" Andika mengangkat bahunya.
"Aku tidak tahu, apakah punya rencana atau tidak," sahut Pendekar Slebor enteng.
"Iya, apa rencanamu?"
"Kalau kuberitahu, jangan-jangan kau bisa mengacaukannya."
"Brengsek! Hei, Juwita! Kau buktikan sendiri kata-kataku, kan?" sentak Tapak Darah. Juwita menjadi tergagap. Betapa tidak. Dia hampir saja dipergoki sedang menatap Andika! "Buktikan apa, Kek?" tanya Juwita setelah berhasil menguasai hatinya.
"Kau pandai omong. Dan pemuda gemblung ini juga. Kan tadi kubilang, kau pantasnya menjadi istri dia. Dia juga pantasnya menjadi suamimu. Nah, cocok 'kan" Kalau kalian bertengkar, pasti tak ada yang menang dan kalah." Lalu bagai lucu dengan kata-katanya sendiri, Tapak Darah tertawa tergelak.
Juwita memerah wajahnya. Sementara Andika tertawa.
"Kalau aku sih mau saja. Tetapi, apa dia mau?" seloroh Pendekar Slebor.
"Siapa bilang dia mau, hah"! Untuk apa menjadi istrimu yang slebor begini?" Andika kembali tertawa keras. Kesehatannya benar-benar sudah pulih sekarang ini.
Rupanya, obat yang diberikan Tapak Darah sangat manjur.
"Kalau begitu, kita berpisah di sini. Aku akan tetap mencari Ratu Setan dan Iblis Jagat Raya. Terutama, mencari Prawitri. Biarpun kedua guru dan murid itu memiliki kesaktian maha tinggi, aku akan tetap menghalangi sepak terjangnya. Terutama, Susuk Ratu Setan yang mampu membuat lelaki mana pun juga berada di bawah pengaruhnya."
"Jangan pergi dulu!" bentak Tapak Darah.
"Bagaimana dengan Juwita?"
"Wah! Kek..., aku tahu kau sebenarnya tengah mengolok-olok aku untuk menutupi keinginanmu yang sebenarnya, kan?"
"Lho" Apa maksudmu, Bor?"
"Kau sendiri yang mau dengannya, kan?"
"Sialan!" Tapak Darah menggerakkan tangannya pada Andika. Wusss! Tetapi, Andika sudah menghilang begitu saja.
Sementara Juwita menunduk saja.
"Hei" Kau tidak usah bersedih. Dia hanya pura-pura saja. Masa' sih, dia tidak mau denganmu yang cantik ini?" ledek Tapak Darah yang justru membuat wajah Juwita menjadi merah dadu.
"Sudah, sudah....
Lebih baik kita susul si Slebor itu. Kalau dia tidak mau, akan kukemplang kepalanya."
"Kek! Mengapa tahu-tahu kau jadi sibuk men-jodohkan aku dengannya?" tanya Juwita, menutupi rasa malunya.
"Jadi, kau tidak mau dengannya" Kalau begitu, ya tidak apa-apa. Tetapi, ingat! Jangan cemburu kalau berjalan bersamaku, ya?" Juwita cuma tersenyum saja.
***
[| { 10 } |]
"Hmm.... Siapa dua pemuda ini" Bila melihat sikapnya, sudah jelas keduanya tak bersahabat sama sekali," gumam Prawitri dalam hati.
Sementara kedua pemuda itu melangkah dengan sikap siap menerkam. Wajah mereka yang tampan, berbinar-binar berbalur birahi menggelegak. Keduanya tak lain dari Suro Gandring dan Argomulyo, yang kini benar-benar berada di bawah pengaruh Ratu Setan.
"Siapa kalian?" bentak Prawitri.
Tak ada yang bersuara. Namun tiba-tiba saja Suro Gandring sudah bergerak cepat, seperti menyergap.
"Manusia yang ingin melakukan perbuatan hina!" dengus Prawitri dalam hati.
"Perjalanan untuk mencari Ratu Setan ternyata tidak mudah. Dengan munculnya kedua pemuda ini, bisa-bisa hanya meng-hambatku saja." Ketika setengah tombak lagi serangan sampai, dengan sigap gadis itu menghindar dengan melompat ke samping. Namun belum lagi mendarat, Argomulyo telah melesat mengejar.
"Sial!" maki Prawitri. Masih melayang di atas, si gadis memutar tubuhnya.
Seketika, kakinya bergerak cepat sekali.
Buk! Tubuh Argomulyo terpelanting jatuh. Namun dengan gerengan keras, pemuda itu segera melompat kembali. Bersamaan.dengan itu, Suro Gandring pun sudah meluruk ke arah Prawitri.
Sambil membentak-bentak keras, Prawitri menghindar dengan sesekali membalas. Tak terasa, lima jurus sudah berlangsung. Namun, belum ada tanda-tanda yang kalah.
Namun pada jurus berikutnya, Prawitri terkejut ketika melihat kedua pemuda itu kini menyerang dengan kibasan kaki.
"Gila! Apakah mereka murid kakek" Meskipun aku tak mempelajari jurus 'Buaya Kibaskan Ekor', tapi aku tahu kalau jurus itulah yang dipergunakan mereka.
Hm.... Jadi inikah yang bernama Argomulyo dan Suro Gandring" Menurut Juwita, kedua pemuda ini berada di bawah pengaruh Ratu Setan" Kalau tidak kukalahkan, justru aku yang akan mampus!" Jurus 'Buaya Kibaskan Ekor' benar benar sangat dahsyat. Beberapa kali Prawitri harus berusaha mengeluarkan segenap kemampuan untuk menghindari sambaran kaki yang penuh tenaga dan angin menderu keras.
Sulit bagi Prawitri untuk menghentikan serangan keduanya. Namun, dia mencoba cara lain.
"Kakang Suro Gandring dan Kakang Argomulyo! Hentikan semua ini! Aku Prawitri!" Seketika, serangan kedua pemuda ini terhenti.
Lalu bagaikan keheranan, keduanya menatap Prawitri. Kesempatan itu segera dipergunakan cucu si Manusia Buaya untuk menyadarkan.
"Kakang berdua! Aku Prawitri, cucu guru kalian si Manusia Buaya. Kita bersaudara, Kakang. Tak perlu kita bersilangsengketa sekarang ini. Sadarlah! Aku tahu, kalian berada di bawah pengaruh Ratu Setan.
Justru Ratu Setan yang harus kita bunuh! Karena, dia telah membunuh guru kalian!" Kedua pemuda itu jelas sekali kebingungan, dengan kening berkerut. Sementara Prawitri masih mencoba menyadarkan. Namun tiba-tiba....
"Untuk apa kalian bermurah hati pada gadis itu" Siapa yang berhasil membunuhnya, kalian akan mendapatkan tubuhku." Terdengar tawa mengikik dingin.
***
"Rupanya cucu si Manusia Buaya yang muncul. Ah! Tak kusangka kalau si Manusia Buaya memiliki cucu rupawan seperti ini."
"Perempuan hina! Kau harus membayar nyawa kakekku!"
"Sayang sekali, justru nyawamu yang hilang hari ini!" sahut Ratu Setan, sambil tergelak-gelak.
Merahlah wajah Prawitri. Tiba-tiba saja, tangannya berkelebat cepat.
Sing! Sebuah benda mirip kelereng menderu ke arah Ratu Setan.
"Cih! Ilmu yang hanya dipunyai anak-anak kecil!" dengus Ratu Setan.
Sambil berkata demikian, wanita berhati telengas ini mengibaskan tangannya. Maka selarik sinar warna merah menderu memapas mutiara yang memancarkan sinar warna keperakan. Blarrr! Satu ledakan keras terdengar.
Namun saat Ratu Setan mengibaskan tangannya tadi, Prawitri sudah menggerakkan tangannya kembali sambil melompat ke samping. Kali ini, tiga buah mutiara menderu-deru mengeluarkan sinar yang menggidikkan.
Ratu Setan menggeram sambil berjumpalitan.
Serangan senjata rahasia Prawitri tak mengenai sasarannya. Dua butir mutiara tadi hanya menghantam tanah yang dipijak Ratu Setan hingga ber-lubang. Dan seketika, butiran pasir mengepul keras setelah didahului ledakan keras.
Sementara butiran mutiara lainnya menghantam sebuah pohon hingga langsung hangus seketika.
"Rupanya kau memang mempunyai sedikit ilmu lumayan!" dengus Ratu Setan, menatap sengit.
"Kau akan tahu, siapa diriku ini!" Srrrt! Prawitri meioloskan selendang perak dari pinggangnya.
"Aku ingin tahu, sampai di mana kehebatanmu!" Seketika, gadis ini berkelebat menderu kencang sambil menggerakkan tangan kirinya. Tiga butir mutiara kembali menderu ke arah Ratu Setan.
Ratu Setan terkikik keras. Tubuhnya segera berjumpalitan, menghindari tiga butir mutiara yang lebih dulu menderu ke arahnya. Saat itu juga, ledakan tiga kali berturut-turut terdengar.
"Suro Gandring dan Argomulyo, untuk apa kalian berdiam diri" Bunuh perempuan itu!" Begitu mendengar perintah Ratu Setan, bagai kerbau dicocok hidungnya kedua pemuda itu menyerang Prawitri dengan jurus 'Buaya Kibaskan Ekor'.
Gadis cucu si Manusia Buaya sejenak mendengus.
Dia benar-benar tak ingin bertarung dengan kedua murid kakeknya. Namun keadaan semacam ini memang sangat sulit dielakkan lagi. Terutama, mengingat seranganserangan maut yang dilakukan kedua pemuda itu.
Mau tak mau Prawitri pun membalas serangan.
Sementara Ratu Setan terkikikan keras sambil menyaksikan jalannya pertarungan.
Jalan satu-satunya, Prawitri memang harus melumpuhkan dua pemuda itu. Paling tidak, mencoba mencari sela untuk menyerang Ratu Setan.
Ctar! Buk! Buk! Selendang perak Prawitri yang gemulai itu mulai menyambar tubuh kedua pemuda ini hingga bergulingan ke belakang. Dan masih melenting di udara, Prawitri meluruk masuk ke arah Ratu Setan.
"Sialan!" maki Ratu Setan. Dan....
Tubuh wanita berhati mesum itu bergetar laksana setan. Tahu-tahu sudah disongsongnya serangan Prawitri. Tubuhnya tahu-tahu telah berada di bawah tubuh Prawitri. Dua jotosannya mengandung tenaga dalam hebat langsung dilepaskan.
Des! Des! Dua hantaman mendarat didada Prawitri hingga terjajar ke belakang. Bila saja tidak memiliki keseimbangan tinggi, bisa dipastikan gadis itu sudah tersungkur.
"Keparat!" makinya sambil mengusap darah yang keluar dari mulut.
"Hhhh! Pekerjaan yang membuang waktu saja!" maki Ratu Setan.
"Yang kubutuhkan bukanlah nyawamu. Tapi, nyawa Pendekar Slebor!"
"Peduli setan apa maumu! Mengapa kau membunuh kakekku, hah?"
"Karena aku membutuhkan kedua muridnya untuk kujadikan pemuas nafsuku!"
"Kurang ajar! Jaga lehermu!" Prawitri sudah menderu cepat laksana kilat.
Selendangnya yang dialiri tenaga dalam dikibaskan, hingga menimbulkan ledakan berkali-kali. Tetapi orang yang menjadi sasaran selalu berhasil menghindar.
Bahkan melakukan gerakan tak kalah mengerikan penuh hawa kematian.
Prawitri menggeram meskipun tahu kalau tak akan mampu menandingi kehebatan Ratu Setan. Namun biar bagaimanapun juga, hatinya tak pernah gentar.
Kini gadis cucu si Manusia Buaya tahu kalau sesungguhnya Ratu Setan membuat kekacauan hanya untuk memancing Pendekar Slebor. Dan dia berusaha keras untuk melumpuhkan wanita telengas itu dengan serangan-serangan penuh gerak tipu, berkecepatan tinggi.
Namun tiba-tiba Ratu Setan membuat satu putaran tubuh di udara, tepat ketika Prawitri baru saja melepas serangan. Lalu mendadak saja tubuh Ratu Setan meluruk, melepas satu jotosan keras.
Des! Kali ini tubuh Prawiti benar-benar tersungkur. Dan gadis itu benar-benar sudah tak kuasa untuk bangkit.
Sementara, Suro Gandring dan Argomulyo berdiri tegak, tinggal menunggu aba-aba.
Keduanya telah dibaluri lagi oleh birahi yang sangat menyesakkan.
Mereka semula menginginkan tubuh Prawitri. Namun dengan munculnya Ratu Setan di sisinya, mereka kembali menginginkan tubuh junjungannya.
"Kini, mampuslah kau!" Tanpa bergerak dari berdirinya, Ratu Setan menggerakkan tangannya.
Wusss! Serangkum angin berhawa merah menderu keras ke arah Prawitri. Namun sebelum serangan itu sampai, dari tempat lain melesat serangkum angin pula menghalangi serangannya. Blammm...! Terdengar ledakan keras, membuat Ratu Setan tersentak. Kepalanya langsung menoleh ke arah datangnya angin keras tadi.
"Kau?" seru Ratu Setan dengan gembira.
Prawitri juga melihat satu sosok tubuh yang baru datang. Bertubuh kerempeng dengan rambut panjang. menebarkan bau busuk dan hanya menge-nakan cawat.
"Telah lama aku mencarimu, Manis...." Ratu Setan bagai anak kecil yang mendapatkan gula-gula menghampiri sosok bercawat yang tak lain Iblis Jagat Raya.
"Oh... Aku sudah merindukanmu sekali...," desah wanita telengas ini penuh birahi yang mendadak bergejolak. Lalu tanpa malu-malu, diciuminya wajah tirus mengerikan itu.
"Sabar, sabar, Manis.... Aku pun sudah tak tahan.
Hmm.... Siapakah gadis itu" Dan, siapa pula dua pemuda yang menatapku dengan sinar cemburu?"
"Gadis itu adalah Prawitri, cucu si Manusia Buaya yang telah kubunuh. Sementara, dua pemuda itu telah menjadi budakku," jelas Ratu Setan dengan tatapan memerah.
"Rupanya kau telah memasukkan susukmu, bukan?" Ratu Setan mengangguk-anggukkan kepalanya, "Sebentar, aku akan membunuh gadis keparat itu."
"Tahan dulu. Apakah kau sudah bertemu Pendekar Slebor?" Kali ini Ratu Setan menundukkan kepalanya.
"Mengapa kau menunduk, hah" Apakah kau tidak berhasil mengalahkannya?" bentak Iblis Jagat Raya.
"Maaf, maafkan aku. Aku belum bertemu dengannya, Guru," sahut Ratu Setan tergagap.
"Bodoh! Bodoh sekali!" bentak Iblis Jagat Raya lagi dengan suara menggelegar.
Tetapi sesaat kemudian dirangkulnya Ratu Setan.
"Maafkan aku, Manis.... Aku telah membuatmu takut. Tidak apa-apa kalau kau belum bertemu dengannya. Toh, aku sudah tidak lagi membutuhkan kain pusaka itu."
"Oh! Mengapa?" tanya Ratu Setan, langsung menatap lelaki kerempeng itu.
"Kau tidak perlu banyak tanya! Aku menyuruhmu untuk mendapatkan kain pusaka milik Pendekar Slebor, hanyalah untuk menguji kesetiaanmu!" tegas Iblis Jagat Raya.
"Oh! Aku akan selalu setia kepadamu, Guru."
"Aku tahu, aku tahu.... Sekarang kita kembali saja."
"Guru, aku ingin sekali.... Aku membutuhkanmu...," rintih Ratu Setan.
"Ha ha ha.... Aku pun telah lama menginginkannya."
"Manusia hina keparat! Lepaskan Ratu junjungan kami itu!" Mendadak terdengar bentakan keras. Suro Gandring dan Argomulyo sudah berdiri sigap dengan tatapan nyalang.
Sementara Prawitri yang tengah mempergunakan kesempatan itu untuk memulihkan tubuhnya, menghela napas panjang. Rupanya kedua murid kakeknya benar-benar sudah berada di bawah pengaruh Ratu Setan. Terbukti, sikap mereka tampak garang dan menginginkan Ratu Setan. Keadaan sekarang benar-benar sangat mengerikan. Untuk mengalahkan Ratu Setan saja, sudah tidak mudah. Apalagi sekarang bersama lelaki bercawat yang mengerikan itu.
Ratu Setan melepaskan rangkulannya pada Iblis Jagat Raya.
"Jangan gegabah! Yang ada di sampingku ini guruku, junjungan kalian!" bentak Ratu Setan.
"Kami tidak peduli! Tak seorang pun yang kami perkenankan untuk menyentuh tubuhmu! Kau milik kami!" bantah Suro Gandring.
"Keparat! Hentikan ocehan busuk itu!"
"Tidak! Sebelum kami bunuh manusia jelek itu kami tak akan pernah diam!" Wusss! Ratu Setan menggerakkan tangannya. Seketika serangkum angin merah langsung menderu kencang, menghantam Suro Gandring dan Argomulyo secara bersamaan.
Akibatnya. tubuh keduanya pun terpental lima tombak, dan jatuh pingsan.
"Memalukan!" maki Ratu Setan. Lalu kepalanya berpaling pada Iblis Jagat Raya.
"Maafkan aku.
Guru.... Mereka memang bodoh." Iblis Jagat Raya hanya terbahak-bahak saja.
Sementara Prawitn menggeram hebat.
"Gadis mesum keparat! Kau harus mampus!" bentak Prawitri.
Mendengar kata-kata itu, Ratu Setan siap menggerakkan tangannya kembali. Namun, tindakannya dihalangi Iblis Jagat Raya.
"Mengapa, Guru?" tanya wanita itu tak mengerti.
"Apakah kau cemburu bila kukatakan aku menginginkan gadis itu?" Ratu Setan tersenyum. Tubuhnya direbahkan di dada Iblis Jagat Raya.
"Sudah tentu tidak. Asalkan, kau memenuhi dulu keinginanku ini."
"Bagus, bagus.... Tak akan pernah kulupakan itu, kalau aku pun menginginkanmu." Prawitri sudah menggigil hebat menahan marah melihat sikap kedua manusia itu.
Apalagi mendengar kata-kata yang diucapkan Iblis Jagat Raya. Amarahnya tak mampu ditahan. Tubuhnya seketika sudah melesat cepat ke arah keduanya.
Namun tanpa melepaskan rangkulannya dari tubuh Iblis Jagat Raya, Ratu Setan menggerakkan tangannya.
Des! Tubuh Prawitri terpental deras ke belakang dan pingsan seketika.
Iblis Jagat Raya hanya tersenyum saja.
"Kita tak perlu membunuh mereka. Juga tindakanmu selama ini sudah cukup. Karena, aku tahu kau tetap setia padaku, Ratu Setan. Biarlah Pendekar Slebor akan mampus diganyang tokoh-tokoh aneh lainnya."
"Guru.... Bukan aku hendak membantah kata-katamu," kilah Ratu Setan dengan kening berkerut.
"Tetapi, aku telah bersumpah untuk membunuh Pendekar Slebor. Bahkan merebut kain pusaka bercorak catur yang kau inginkan."
"Aku tahu soal itu. Tetapi, sudah kukatakan tadi.
Aku hanya ingin menguji kesetiaanmu saja. Lagi pula, kain pusaka itu tak sehebat dan sesakti yang pernah kudengar. Lebih baik, kita kembali saja sekarang," sergah Iblis Jagat Raya.
"Tetapi, Guru...." Iblis Jagat Raya melotot, membuat hati Ratu Setan menjadi ciut.
"Kau sudah berani membantahku sekarang, hah"!" Kali ini Ratu Setan menunduk.
"Maafkan aku, Guru."
"Ha ha ha.... Itu bagus.... Bagus sekali. Sekarang ayo kita cari tempat sepi." Kali ini wajah Ratu Setan tersenyum penuh harap.
***
[| { 11 } |]
Setelah lima puluh tombak dari tempat tadi, mereka masuk ke balik semak. Ratu Setan langsung merebahkan tubuhnya. Pakaiannya yang tipis menerawang, tersingkap memperlihatkan bagian tubuhnya yang indah menggairahkan. Matanya meredup dengan pancaran penuh birahi.
"Guru, aku sudah tidak tahan...," desah Ratu Setan, merintih lirih.
"Tidak perlu terburu-buru. Aku mau kencing dulu," sahut Iblis Jagat Raya.
Ratu Setan mengerutkan keningnya. Dia merasa heran, mengapa gurunya seperti kelihatan menolak" Padahal, biasanya tak pernah membuang waktu lagi meskipun ada hal mendesak.
Tetapi tak dipedulikannya lagi soal itu.
"Jangan lama-lama, Guru," kata Ratu Setan.
Iblis Jagat Raya tersenyum.
"Kau selalu tak sabaran," desisnya. Setelah itu, tubuhnya pun berkelebat menerobos malam yang sudah datang.
Iblis Jagat Raya yang hendak membuang air kecil tadi kini sudah muncul di tempat Prawitri dan kedua murid si Manusia Buaya pingsan. Lalu dengan cepat tubuhnya berkelebat, membawa mereka dengan sekali sentak. Di sebuah tempat aman yang ditumbuhi semak setinggi dada manusia, ketiga orang yang pingsan itu diletakkan.
Diperiksanya tubuh Suro Gandring dan Argomulyo.
"Sialan, di mana letak susuk Ratu Setan itu?"
***
"Hampir satu tahun aku menunggu saat-saat indah ini, Ratu Setan...," desah sosok yang tak lain Iblis Jagat Raya, sambil menciumi leher jenjang Ratu Setan.
"Aku pun demikian. Guru," desah Ratu Setan sambil merangkul tubuh Iblis Jagat Raya.
"Kalau begitu, kita kembali saja sekarang. Di tempat tinggal kita, rasanya aku lebih leluasa mengumbar gairahku!" Kening Ratu Setan berkerut melihat Iblis Jagat Raya tiba-tiba menghentikan ciumannya dan memandang dengan sorot tajam.
"Kembali" Apa maksudmu?" Iblis Jagat Raya benar-benar tidak mengerti. Kapan dia pernah menyuruh muridnya kembali"
"Maksudku..., bukankah tadi Guru menginginkan kita kembali saja?"
"Gila!" bentak Iblis Jagat Raya, menggelegar.
"Siapa yang menginginkannya, hah"! Ratu Setan! Apakah kau sudah mendapatkan kain bercorak catur milik Pendekar Slebor?" Kali ini Ratu Setan mengerjapkan matanya takut-takut.
"Be-belum, Guru," sahut Ratu Setan tergagap.
"Dasar bodoh!"
" "Tetapi, bukankah Guru sudah tidak menginginkannya lagi?" tukas wanita itu terbata. Sungguh tidak dimengerti keinginan gurunya yang berubah-ubah.
Atau, mungkinkah yang menimpanya sebelum ini bukan gurunya sendiri" Masa'kah dia sampai salah melihat! Sebab jika tadi gurunya yang sudah mengurungkan niat untuk merebut kain bercorak catur milik Pendekar Slebor.
"Anak keparat! Siapa yang berkata begitu, hah"! Aku baru saja bentrok dengan Pendekar Slebor! Kalau tak ada yang menolongnya, pendekar urakan itu pasti sudah mampus!"
"Tapi...," Ratu Setan hendak membantah.
"Apalagi yang hendak kau katakan, hah"!" potong Iblis Jagat Raya dengan bentakan sampai meng-gugurkan dedaunan. Lelaki tua itu benar-benar gusar melihat tingkah muridnya yang dianggap ber-tentangan dengan perintahnya semula.
"Bukankah Guru...." Plak! Tangan Iblis Jagat Raya melayang keras dan mendarat di pipi Ratu Setan hingga memerah.
"Guru!" pekik Ratu Setan sambil memegangi pipinya dengan tangan kanan.
"Murid sundal! Apakah kau terlalu banyak tidur dengan lelaki lain, hingga melupakan perintahku, hah"! Cari Pendekar Slebor sampai dapat!" Perasaan yang tak menentu terjadi di hati Ratu Setan. Sungguh tidak disangka kalau gurunya akan semarah ini. Namun yang membingungkannya, mengapa gurunya menjadi marah-marah tak karuan.
Dia benar-benar tak mengerti.
Tadi, bukankah Iblis Jagat Raya mengatakan kalau sudah tidak lagi membutuhkan kain bercorak catur yang dimiliki Pendekar Slebor" Lalu, mengapa tahu-tahu meralat kata-katanya lagi" Apakah ini semacam uji coba untuk menguji kesetiaan seperti yang dikatakannya tadi"
"Baiklah, Guru. Aku akan tetap mencari Pendekar Slebor."
"Dasar bodoh! Rupanya kau memang telah melupakanku, hah"! Ingat! Dalam waktu tiga hari tak mendapatkan kain bercorak catur itu, maka kau akan mampus! Pergi sana!"
***
Ratu Setan menghentikan larinya dan melihat satu sosok kurus bercawat yang sedang terkekeh-kekeh mendekatinya.
"Oh! Apa..., apa lagi, Guru?" tanya Ratu Setan dengan wajah pias. Dia sangat heran tiba-tiba gurunya bisa berada jauh di depannya. Namun di satu segi, meskipun rasa heran dan jengkelnya mulai muncul, namun hatinya sangat mengasihi gurunya. Karena, selain menurunkan ilmu-ilmu tinggi dan dahsyat, Iblis Jagat Raya juga menjadi peneman tidurnya.
"Hei" Mengapa kau jadi mengkeret seperti itu?" tanya Iblis Jagat Raya yang baru muncul sambil tersenyum.
"Sudahlah.... Kau tidak usah tegang. Aku memang agak tidak enak hari ini."
"Tetapi..., bukankah Guru sekarang memerintah-kanku untuk mencari Pendekar Slebor?" Iblis Jagat Raya menyeringai. Sementara Ratu Setan tak berani menatap wajahnya.
"Jangan mengambil sikap ketakutan seperti itu.
Biar bagaimanapun juga, seperti yang kukatakan kepadamu, aku sedang menguji kesetiaanmu, Ratu Setan...." Ratu Setan perlahan-lahan mengangkat wajahnya.
Sebenarnya dia merasa aneh melihat sikap gurunya yang rada plin-plan.
"Guru..., maafkan atas semua kesalahanku," ucap Ratu Setan, mendesis.
"Hei" Tak ada yang perlu dimaafkan."
"Jadi..., Guru tetap menginginkan kain pusaka milik Pendekar Slebor?"
"Bukankah sudah kukatakan, aku tidak menginginkannya lagi?"
"Tetapi, tadi Guru menamparku. Guru marah, karena aku belum mendapatkan kain pusaka itu. Dan Guru memintaku untuk mencarinya lagi?" Iblis Jagat Raya terbahak-bahak keras.
"Kekejaman dan kesaktianmu hampir sama denganku, Ratu Setan. Tetapi, kau masih memiliki rasa takut juga."
"Hanya kepadamu aku takut."
"Bagus! Sekarang, dengarkan baik-baik! Aku ingin memeriksa susuk yang ada di tubuhmu."
"Mengapa Guru?"
"Akan kumasukkan lagi susuk penghilang rasa takut. Aku ingin dianggap sebagai seorang sahabat olehmu. Dan yang terpenting..., aku ingin dianggap sebagai teman tidur yang sangat hebat."
"Oh, Guru...." Ratu Setan yang kini seakan menjelma menjadi jinak di hadapan Iblis Jagat Raya merangkul tubuh kerempeng bercawat itu.
"Ulurkan kedua tanganmu." Dengan patuhnya, Ratu Setan mengulurkan kedua tangannya. Tangan Iblis Jagat Raya merayap di atas kedua tangan itu.
"Tahan, aku akan mengeluarkannya." Ratu Setan mengangguk. Lalu dilihatnya gurunya berusaha mengeluarkan susuk yang ada di tubuhnya.
Perlahan-lahan dirasakannya sesuatu bergerak dari tangannya. Rasa sakitnya sangat luar biasa. Namun, ditahannya agar tidak berteriak. Di hadapan gurunya hal itu adalah sesuatu yang memalukan! Tiga buah susuk mencelat dari jari tengahnya, mengeluarkan darah. Dua buah susuk keluar dari telapak dan pangkal tangannya. Darah semakin banyak keluar.
Tiba-tiba tangan Iblis Jagat Raya menotok tubuh Ratu Setan.
Tuk! "Aaakh...!" Ratu Setan mengeluarkan keluhan kecil. Darah yang keluar seketika terhenti. Lalu perlahan-lahan dibaringkannya tubuh montok itu di tanah.
Tangan Iblis Jagat Raya merayap dari jari kaki hingga ke pangkal paha Ratu Setan. Lalu, dikeluar-kannya lagi susuk-susuk yang ada di sana. Kembali darah keluar. Dan segera Iblis Jagat Raya meng-hentikannya dengan jalan menotok. Lalu tangannya merayap dari pangkal paha gadis mesum itu, hingga ke ubun-ubun kepala.
Dari belahan buah dada wanita ini keluar sebuah susuk yang disertai aliran darah. Begitu pula dari lubang pusarnya. Keringat semakin banyak mem-basahi sekujur tubuh Ratu Setan. Rasa sakitnya bukan alang kepalang. Namun rasa sakit yang menyiksa tubuhnya selalu ditahannya.
Pusing menyiksa kepala Ratu Setan. Perutnya bagaikan diaduk-aduk tangan kasar, dan membuatnya ingin muntah. Dia hanya tersedak saja, tanpa ada cairan apa pun yang keluar.
"Ratu Setan.... Masih adakah susuk yang kumasukkan ke tubuhmu?" tanya Iblis Jagat Raya tiba-tiba.
"Oh..., mengapa Guru lupa?" tanya Ratu Setan dengan kepala berpendar-pendar pusing. Matanya setengah menutup, setengah membuka.
"Bukankah waktu itu Guru memasukkannya sebuah di pangkal pahaku?" Kali ini kelihatan Iblis Jagat Raya tersentak.
Sesaat, dia tak melakukan apa-apa. Hanya duduk terdiam.
"Guru.... Kalau kau ingin mengganti seluruh susuk yang ada di tubuhku, mengapa tidak mengeluarkanya juga?" Iblis Jagat Raya mengangguk.
"Baiklah. Aku akan melakukannya." Lalu perlahan-lahan, Iblis Jagat Raya membuka penutup daerah terlarang yang ada di pangkal paha Ratu Setan.
***
Setelah darah yang keluar benar-benar terhenti.
Iblis Jagat Raya melepas totokannya pada seluruh tubuh Ratu Setan. Dan satu totokan di leher, membuat Ratu Setan terbangun.
"Oh! Siapakah kau?" desis Ratu Setan, terkejut.
"Dia sudah terbebas dari susuk-susuk mengerikan itu...," desah Iblis Jagat Raya, mendesah.
***
[| { 12 } |]
Ratu Setan menggeleng-geleng sambil beringsut ketakutan. Tiba-tiba wajahnya celingukan dengan seketika.
"Oh! Ke manakah para anak buah Rase Terbang yang ingin memperkosaku" Apa..., apakah mereka sudah mati?" Aneh bin ajaib. Peristiwa lima tahun yang lalu, bagaikan mimpi saja bagi si gadis. Begitu susuk-susuk ditanggalkan dari tubuhnya, dia seperti baru saja terbangun dari mimpi.
"Kau tak usah takut. Kini kau sudah terbebas dari susuk-susuk kejam yang dimiliki Iblis Jagat Raya."
"Tetapi, kau sendiri mengatakan kalau kau adalah Iblis Jagat Raya?" tukas Ratu Setan, ketakutan.
Iblis Jagat Raya perlahan-lahan menggeleng.
"Tidak.... Aku adalah orang yang hendak menolongmu," sergah sosok bercawat itu.
Perlahan-lahan sosok ini menarik rambut panjang yang mengeluarkan bau busuk.
Rambut itu copot seketika, dan berubah menjadi rambut gondrong sebahu. Perlahanlahan pula, tangannya mengupas kulit wajah yang ternyata terbuat dari semacam getah pohon. Kini, di balik wajah mengerikan itu terlihat seraut wajah tampan dengan alis seperti kepakan sayap elang. Wajah Pendekar Slebor! "Namaku Andika. Semula, aku memang bermaksud untuk membunuhmu. Tetapi, setelah tahu kau berada di bawah pengaruh Iblis Jagat Raya, aku berusaha untuk membebaskanmu.
Karena, yang menjadi dalangnya adalah Iblis Jagat Raya," jelas Pendekar Slebor.
"Tetapi, siapa dia?" tanya Ratu Setan benar-benar kebingungan.
Andika yang menyamar sebagai Iblis Jagat Raya mendesah lagi.
"Dia benar-benar sudah terbebas sekarang. Dan yang diingatnya hanyalah para penunggang kuda anak buah si Rase Terbang yang hendak mem-perkosanya. Aku harus berusaha meyakinkannya.
Karena, ilmu yang dimilikinya ini bisa menjadi tandingan dari Iblis Jagat Raya." Memang, Andika-lah yang menyamar menjadi Iblis Jagat Raya. Setelah mengatakan kalau dia punya rencana jitu untuk mengelabui Iblis Jagat Raya dan Ratu Setan pada Tapak Darah dan Juwita, Pendekar Slebor pun segera melesat meninggalkan mereka. Di satu tempat, Andika yang berotak encer coba mengingat-ingat sosok dan wajah Iblis Jagat Raya.
Dan dia berhasil. Dengan keahlian yang didapatnya dari Raja Penyamar, bukanlah sesuatu yang menyulitkan bila Andika lantas menyamar sebagai Iblis Jagat Raya.
Pakaian hijau pupus dan kain bercorak caturnya dibuntal, dan disembunyikan di sebuah pohon. Andika pula yang datang ketika Ratu Setan yang masih berada di bawah pengaruh susuk Iblis Jagat Raya, hendak membunuh Prawitri dalam penyamarannya sebagai Iblis Jagat Raya. Dia pula yang muncul untuk menyelamatkan Prawitri, Suro Gandring dan Argomulyo yang pingsan. Dan bersamaan waktunya ketika Ratu Setan ditinggalkan sendirian, rupanya Iblis Jagat Raya yang asli benar-benar muncul.
Dan apa yang dilakukan Pendekar Slebor memang berhasil, meskipun sempat terkejut juga ketika Ratu Setan sangat ketakutan menghadapinya. Otaknya yang cerdik segera menyimpulkan, kalau Iblis Jagat Raya yang asli sudah tiba pula di tempat ini. Juga, ketika dia mengetahui letak susuk terakhir yang ditanamkan Iblis Jagat Raya.
"Nona..., siapakah namamu yang sebenarnya?"
"Oh! Aku..., aku Anjar..., Anjar Pitaloka. Ya, ya....
Sekarang aku ingat. Ketika enam orang anak buah si Rase Terbang hendak melakukan tindakan kotor terhadapku, tiba-tiba muncul seorang kakek berwajah mengerikan.
Dia mengaku berjuluk Iblis Jagat Raya, yang memang tengah dicari keenam anak buah si Rase Terbang. Selebihnya..., oh! Aku..., aku tak tahu lagi...." Perlahan-lahan Andika merangkul gadis itu.
Malang benar nasib si gadis bila mengetahui apa yang telah terjadi pada dirinya.
Semua itu memang dilakukan tanpa disadari. Dan yang terpenting sekarang, Andika bersyukur karena Anjar Pitaloka telah terbebas dari pengaruh kejam Iblis Jagat Raya. Lalu dengan hati-hati Pendekar Slebor menceritakan apa yang telah dialami Anjar Pitaloka. Gadis kejam yang kini telah kembali pada sifat asalnya tergugu menyadari semua itu.
"Akan kubunuh manusia busuk itu!" dengus si gadis setengah terisak.
"Anjar.... Aku pun ingin melenyapkannya pula. Dan kau bisa membunuhnya dengan kesaktian yang telah kau miliki yang kuyakini masih ada padamu. Rupanya susuk yang dimasukkan Iblis Jagat Raya kepadamu, tidak ada hubungannya dengan kesaktian yang telah kau dapatkan darinya. Susuk itu hanya untuk membuatmu patuh, ingin membunuh, dan selalu melakukan tindakan mesum."
"Di mana manusia keparat itu, Andika"!" dengus Anjar Pitaloka alias Ratu Setan langsung bangkit.
"Oh...!" Sesaat terdengar pekikan gadis ini ketika melihat pakaian yang dikenakannya.
"Kau memang tak sadar apa yang telah terjadi.
Kau tunggu di sini. Aku hendak mengambil pakaianku dulu!" Setelah gadis ini menganggukkan kepala, Pendekar Slebor pun berkelebat.
Tak lama kemudian, ketika Pendekar Slebor kembali ke tempat semula, telah berpakaian hijau pupus. Dan di lehernya, tersampir kain pusaka bercorak catur yang diinginkan Iblis Jagat Raya.
Namun begitu sampai si pemuda sakti ini jadi terperanjat. Di depan matanya terlihat Ratu Setan tengah bertarung hebat melawan Iblis Jagat Raya.
Apa yang disaksikan Andika benar-benar di luar dugaan. Suatu pertarungan yang mengerikan, mengundang maut.
Tubuh murid dan guru itu tak ubahnya burung walet yang saling patuk dengan gencar. Sesekali terdengar suara bagai ledakan, ketika terjadi benturan tenaga dalam. Juga, diselingi makian Ratu Setan yang kini telah sadar dari pengaruh keji Iblis Jagat Raya.
Apa yang sebenarnya telah terjadi" Sepeninggal Andika, tiba-tiba saja Iblis Jagat Raya muncul di hadapan Ratu Setan. Dia menggeram murka, karena Ratu Setan belum juga menjalankan perintahnya. Ketika hendak menurunkan tangan, Ratu Setan yang sudah tersadar dari kesesatannya langsung menyerang. Tentu saja hal ini membuat Iblis Jagat Raya surut ke belakang dengan wajah terkejut.
Blarrr...! Kembali satu ledakan terdengar disertai pijaran bunga api. Ratu Setan benarbenar murka, dan menginginkan kematian Iblis Jagat Raya. Dia terus menerjang hebat, membuat lelaki bekas gurunya menjadi tercekat. Sungguh tak diduga kalau muridnya menyerang penuh nafsu membunuh. Padahal, bila bertemu akan selalu menunduk dan minta pelukan-nya.
Sesaat, lelaki ini pun sadar kalau susuk yang dimasukkan ke dalam tubuh Ratu Setan sudah menghilang. Entah, siapa yang menghilangkannya.
Dia tidak tahu....
"Kurang ajar! Bagaimana bisa membuang susuk-susuk itu" Tak mungkin dia bisa membuangnya begitu saja! Tetapi, siapa yang bisa mengalahkannya" Mustahil ada yang sanggup mengalahkannya bila sudah kumasukkan susuk-susuk itu! Dia tak akan pernah mau mengalah, karena salah satu susuk yang kutanamkan di tubuhnya akan selalu menjadikannya nekat dan berani! Pasti ada yang telah menolongnya" Tapi, siapa?" Iblis Jagat Raya benar-benar merasa heran dan bertanya-tanya dalam hati. Namun dia tak bisa lagi untuk memikirkannya lebih lanjut, karena serangan-serangan Ratu Setan benar-benar berbahaya.
Kini terlihatlah bagaimana Iblis Jagat Raya seperti tengah menghadapi bayangannya sendiri. Karena, seluruh ilmu yang dimilikinya telah diturunkan pada Ratu Setan. Dan ilmu-ilmu itu kini menderu-deru ke arahnya.
"Kau harus mampus, Manusia Keparat!"
"Ratu Setan! Aku adalah gurumu! Tak seharusnya kau melakukan seperti ini?" dengus Iblis Jagat Raya sambil merunduk. Namun tak urung rambutnya di bagian atas terpapas angin pukulan Ratu Setan. Kini kepalanya di bagian ubun-ubunnya botak! "Tak ada guruku di hadapanku! Yang ada manusia laknat yang telah memperlakukanku untuk kepentingan kebejatanmu!"
"Katakan! Siapa yang telah melepaskan susuk-susuk itu?" bentak Iblis Jagat Raya sambil bergulingan dan sesekali menyerang.
Memang sangat sulit menghadapi gempurangempuran ilmunya sendiri. Iblis Jagat Raya mendengus begitu menyadari kalau seluruh susuk yang dimilikinya telah diberikannya kepada Ratu Setan. Ini berbahaya. Susuk-susuk itu harus secepatnya direbut.
Akan tetapi, jangankan untuk mendekati Ratu Setan menghindari serangannya saja lelaki itu sudah kewalahan. Iblis Jagat Raya sendiri pun mencoba masuk mendekat dengan ajian-ajiannya yang sakti.
Namun, ajian-ajiannya pun dimiliki Ratu Setan. Tak heran kalau berkali-kali berhasil dimentahkan.
"Keparat! Kau harus mampus!" Tiba-tiba saja Iblis Jagat Raya bertepuk tiga kali.
Lalu, bayangan tangan raksasa tiba-tiba saja menderu-deru ke arah Ratu Setan.
Rupanya, dia tak menurunkan ajian 'Bayangan Tangan Raksasa' kepada Ratu Setan. Dan kali ini Ratu Setan nampak kewalahan.
Pendekar Slebor yang melihat hal itu segera melenting ke depan sambil mengerahkan ajian 'Guntur Selaksa'. Seperti yang pernah dialaminya, Andika tak bermaksud menggempur bayangan tangan raksasa yang mengerikan itu. Karena, anginnya saja sudah mampu menerbangkan pepohonan yang ada di sana.
Justru kini Pendekar Slebor mencoba menyerang Iblis Jagat Raya dari belakang.
Namun, tindakannya bukanlah sesuatu yang mudah. Karena tiba-tiba saja, salah satu bayangan tangan raksasa Iblis Jagat Raya menderu ke belakang. Lalu....
Des! Tubuh Andika tersampok, kontan terlempar deras ke belakang. Seketika tulangbelulangnya terasa seperti patah. Dan melihat kemunculannya, Iblis Jagat Raya menggeram murka.
"Pendekar Slebor keparat! Pasti kau yang telah membuang susuk-susuk di tubuh Ratu Setan"!" bentak lelaki berwajah mengerikan itu.
Seketika tangan raksasanya mengibas ke arah Pendekar Slebor. Secepat kilat, Pendekar Slebor mencelat kalau tidak ingin tersambar untuk kedua kalinya.
"Kalau sudah tahu, mengapa kau tidak bunuh diri saja?" ledek Pendekar Slebor.
"Bagaimana kau melakukannya?"
"Itu rahasiaku! Pakai saja otakmu untuk memecah-kannya!" jawab Andika, sambil bergulingan. Iblis Jagat Raya semakin kuat mengalirkan tenaga dalam pada ajian 'Bayangan Tangan Raksasa'nya yang hebat. Yang sebelah kiri terus menyapu Ratu Setan, dan yang sebelah kanan siap menghancurkan Pendekar Slebor. Sambil menyerang hatinya tetap bertanya-tanya. Dia benar-benar tak mengerti, mengapa Pendekar Slebor sampai berhasil membuang susuk di tubuh Ratu Setan.
"Andika... Kau minggir! Biar kuhajar manusia keparat itu"' seru Ratu Setan, sambil mengibaskan tangannya.
Serangkum angin merah dengan kekuatan dahsyat melesat ke arah tangan kiri Iblis Jagat Raya. Namun pukulan itu seolah ceplos begitu saja. Dan bersamaan dengan itu, tubuh Iblis Jagat Raya melenting ke atas.
Wrrr! Akibatnya pukulan keras yang dilancarkan Ratu Setan terus meluncur ke arah Andika. Wajah Andika kontan pias. Untung dia masih sempat menjatuhkan diri di tanah, meskipun tubuhnya masih merasakan bagai diterapas. Namun bahaya lain sudah siap menyambutnya. Karena, tangan kanan raksasa Iblis Jagat Raya sudah siap mengepruk kepalanya! Bummm! Untungnya, Andika berhasil menggulingkan tubuhnya dengan cepat. Siku dan tangannya sampai lecet akibat gesekan kerikil yang berserakan di tanah.
Malah tanah tempat dia tadi rebah kini berbentuk lubang seperti lima buah jari raksaa dengan dalam tiga hasta.
"Busyet! Tubuhku bisa ringsek kalau begini!" dengus Andika, begitu bangkit.
Pendekar Slebor mencoba menyerang kembali.
Kali ini di tangannya sudah tergenggam kain pusaka bercorak catur.
Melihat kain pusaka yang diinginkannya sudah dipergunakan pemiliknya, Iblis Jagat Raya semakin panas saja. Seketika kekuatan sampokan kedua tangan raksasanya ditambah. Pada saat yang sama, Pendekar Slebor juga telah mengibaskan kain caturnya. Saat itu juga terasa ada angin bak topan prahara dan air bah yang tumpah, menghantam tangan raksasa Iblis Jagat Raya.
Bum! Ledakan keras terdengar Andika sampai bergetar tangannya. Begitu pula bumi yang dipijaknya. Sementara, Iblis Jagat Raya menggeram dengan kemarahan luar biasa, karena ajian kebanggaannya lenyap tiba-tiba.
Dan mendadak saja tubuh lelaki berwajah jelek ini berputar cepat, seperti pusaran air yang siap menghancurkan kapal yang sedang berlayar. Desingan sangat dahsyat menderu ke arah Andika. Sementara, Pendekar Slebor berusaha melindungi diri dengan kibasan-kibasan kain pusaka di tangannya.
Serangan yang dilancarkan Iblis Jagat Raya benar-benar membuat Andika kewalahan.
Untung di saat itu pula Ratu Setan kembali meluruk dengan tangan memancarkan sinar warna merah.
Namun di luar dugaan, sambil terus mencecar Andika, kaki Iblis Jagat Raya bergerak laksana kilat.
Buk! Kaki itu tepat menghantam dada gadis vang terbebas dari pengaruh susuk jahat Iblis Jagat Raya hingga terpental ke belakang dan bergulingan. Begitu bangkit, dia muntah darah.
Sementara serangan Iblis Jagat Raya yang mengarah pada Andika semakin bertubitubi. Dan ini membuat pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan harus tunggang-langgang.
"Ratu Setan! Bunuh dia dengan susuk-susuk yang diberikannya kepadamu!" teriak Andika. Entah dapat dari mana, Pendekar Slebor bisa menyuruh Anjar Pitaloka untuk membunuh Iblis Jagat Raya dengan susuk-susuk pemberiannya. Dan Andika sebenarnya memang sekadar cobacoba. Yah..., barangkali nasib baik berada di tangannya.
Mendengar kata-kata itu, wajah Iblis Jagat Raya menjadi pias. Serangannya pada Andika dihentikan.
Dan kepalanya menoleh ke arah Ratu Setan yang siap melemparkan susuk-susuk mautnya. Andika tersenyum penuh kemenangan, melihat lelaki bercawat itu menggereng keras sambil berkelebat ke arah Ratu Setan. Hampir-hampir dia nandak sendiri, bagai orang tak waras menemukan permainan yang mengasyikkan. Betapa tidak" Ternyata dari dengusan Iblis Jagat Raya bisa terbaca kalau susuk-susuk itu justru merupakan kelemahan bila menghujam tubuhnya.
Iblis Jagat Raya tak boleh membuang waktu. Dia harus segera menutup setiap serangan Ratu Setan.
Apalagi gadis berbaju merah menerawang itu kini siap melemparkan susuk-susuk mautnya.
"Mampuslah kau, Gadis Pengkhianat!" maki lelaki itu dengan tubuh meluruk, menggidikkan. Namun sebelum tubuh Iblis Jagat Raya sampai ke arah Ratu Setan, Andika sudah meluruk dengan menyentakkan kakinya ke kaki Iblis Jagat Raya.
Duk! Brak! Tubuh lelaki bercawat itu ambruk seketika. Namun dia segera bangkit sambil mengibaskan tangan kanannya.
Wuusss! Andika cepat melompat, seraya melemparkan kain pusaka yang telah dialiri tenaga dalam. Bluk! Kain itu tepat menutupi wajah Iblis Jagat Raya.
Seketika, lelaki ini menjadi gelagapan. Kain pusaka itu bukan hanya menghalangi pandangannya, namun juga sempat menyesakkan napasnya.
"Sekarang, Anjar!" seru Andika.
Siiingg! Crap! Crap! Lima belas buah susuk telah dilemparkan Ratu Setan dengan kecepatan tinggi, dan menancap di seluruh bagian tubuh Iblis Jagat Raya.
"Aaakh...!" Tokoh sakti aliran sesat ini menjerit setinggi langit, dengan tubuh tersentak laksana disengat ribuan kalajengking. Kedua tangannya bergerak ke segala penjuru melepaskan pukulan jarak jauhnya yang mengeluarkan sinar warna merah.
"Gila! Dia masih mampu melepaskan serangan-serangan berbahaya." dengus Andika sambil berjumpalitan menghindar. Begitu pula yang dilakukan Ratu Setan.
Andika sendiri tak mau membuang kesempatan yang sudah ada di depan mata. Dengan memutar tubuh setengah lingkaran, kakinya menyampok kaki Iblis Jagat Raya.
Duk! Bruk! Lelaki kerempeng itu terpelanting. Di saat tubuhnya hampir rebah di tanah, dengan cepat Pendekar Slebor menarik kain pusaka yang menutupi wajah Iblis Jagat Raya. Bersamaan dengan itu pula, tangannya yang telah terangkum ajian 'Guntur Selaksa', menghantam batok kepala lelaki bercawat.
Prat! "Aaa...!" Iblis Jagat Raya meraung-raung setinggi langit.
Batu kerikil berpentalan, debu berterbangan, daun-daun berguguran saat lelaki bercawat itu menghadapi maut. Dari kepalanya telah bersimbah darah dan cairan berwarna putih. Kejap berikutnya, rontaan dan jeritan Iblis Jagat Raya pun terhenti. Tubuhnya tak berkutik lagi dengan keadaan setengah hancur! Andika menghela napas panjang. Dan dia tercekat, ketika melihat Ratu Setan tergeletak di tanah.
"Anjar...!" serunya, langsung mendekat.
Saat ini, matahari sudah mulai membiaskan cahayanya di ufuk timur.
***
[| { 13 } |]
Rupanya, pukulan sinar merah yang dilepaskan Iblis Jagat Raya sempat menghantam sebelah kakinya.
"Aku tidak apa-apa, meskipun akan pincang seumur hidup," kata Anjar Pitaloka perlahan, ketika Pendekar Slebor memeriksa kakinya.
"Biar kucoba untuk mengobati. Barangkali saja kau tak akan mengalami cacat...." Ratu Setan menutup mulut Andika dengan tangannya. Bibirnya kembali tersenyum.
"Tidak usah. Biarlah ini kujadikan hukuman. Aku sendiri sudah mengalirkan tenaga dalam dan hawa murni untuk mencegah racun yang akan mengalir lebih jauh.
Andika.... Aku berterima kasih atas bantuanmu. Kalau tidak, aku tanpa sadar akan terus berada di bawah pengaruh Iblis Jagat Raya. Sekarang, izinkanlah aku untuk kembali ke desaku...." Andika tidak berkata apa-apa. Dia bisa sedih juga memikirkan nasib yang dialami Anjar Pitaloka. Dan itu terjadi karena kebusukan Iblis Jagat Raya! "Apakah tidak sebaiknya kau beristirahat dulu?" tukas Andika.
"Itu akan membuang waktu. Lima tahun aku telah meninggalkan desaku. Mungkin orang-orang di desaku sudah tak ada yang mencariku. Mungkin pula mereka telah menganggap aku mati. Dan yang kucemaskan adalah keadaan ibuku yang tentunya sangat merana, karena tak ada aku di sisinya." Andika hanya mengangguk. Lalu, digenggamnya tangan Ratu Setan perlahan-lahan.
"Kudoakan, semoga kau selamat sampai di desamu." Anjar Pitaloka alias Ratu Setan tersenyum, lalu bangkit perlahan-lahan.
Ditatapnya Andika dengan sinar lembut.
"Andika...., bila saja tak pernah ada kejadian memuakkan itu, dan kita dipertemukan oleh Yang Maha Kuasa, aku bersedia selalu menemanimu." Andika kembali tersenyum.
"Semoga kita berjumpa lagi, Andika." Wuuttt! Tubuh Ratu Setan sudah berkelebat cepat meninggalkan tempat itu. Andika mendesah panjang.
Si pemuda sakti ini bangkit perlahan dan menengadah. Yang terlihat langit mulai cerah meskipun terhalang oleh rimbunnya pepohonan.
"Satu lagi keangkaramurkaan telah berakhir. Dan aku yakin, masih banyak yang akan terjadi lagi..."
"Kau benar, Pemuda Urakan!" Tiba-tiba terdengar satu suara dari belakang diiringi kekehan.
***
"Sialan! Lama-lama aku buang saja pakaian sial ini!" rutuk Tapak Darah. Tetapi, kemudian dia terkekeh-kekeh.
"Tetapi kalau aku telanjang, nanti ada yang terangsang lagi." Andika terbahak-bahak mendengar selorohan Tapak Darah yang diucapkan seperti sungguh-sungguh. Ketegangannya agak menghilang.
"Kambing saja belum tentu mau denganmu." Tapak Darah melotot.
"Urakan! Sembarangan ngomong! Kau mau kukemplang" Nah, nah..., mayat siapa itu lagi?" Andika menceritakan apa yang telah terjadi.
Sementara, kedua orang di depannya mendengarkan penuh perhatian.
"Jadi..., Ratu Setan sudah sadar?" tanya Juwita terharu setelah mendengar cerita Andika tentang Ratu Setan.
"Ya, kini dia sedang menuju tempat asalnya.
Ngomong-ngomong, apakah kau akan mengikuti terus Tapak Darah ini, Juwita?" Juwita terdiam. Dia memang tak tahu harus menjawab apa.
"Mana bisa begitu" Aku tidak mau dia nanti cemburu terus kepadaku bila ada gadis cantik melirikku. Lebih baik dia bersamamu saja, Bor!" sahut Tapak Darah.
"Wah, Kek.... Justru aku ingin menitipkan dia kepadamu. Karena, aku merasa aman bila Juwita ada di sisimu. Soalnya, dia tak akan pernah mau denganmu."
"Sialan! Hei"! Kau mau ke mana?" tanya Tapak Darah, melihat Pendekar Slebor langsung berkelebat.
"Aku hendak menjumpai Prawitri dan dua pemuda yang pingsan. Menurut perkiraanku, mereka sudah sadar sekarang!" sahut Andika sambil terus berkelebat.
Tapak Darah memaki-maki tak karuan.
"Hei"! Seharusnya kau bersama dia! Ayo, sana! Susul dia! Jangan mengikuti aku!" bentak lelaki kerdil ini pada Juwita.
Ketika melihat Juwita terdiam dan merajuk, Tapak Darah mendengus. kepalanya mengangguk dengan gerakan menyentak.
"Iya, iya.... Aku tahu. Kalau kau sudah bersikap begitu, aku tak bisa menyalahkanmu. Kalau kau mau ikut denganku, ayo! Asal, ingat! Jangan cemburuan, ya?" Juwita tertawa geli. Lucu sekali kakek kuntet ini.
Tetapi, dia merasa lebih tenang dan terhibur bila bersamanya. Apalagi Kang Prasetyo telah tiada. Dan Kang Andika..., ah! Bisakah dia mengharapkan suatu saat Andika ada di sisinya"
"Hei"! Kenapa bengong" Ayo berangkat!" SELESAI Segera terbit: PUTRI SAMUDERA
SELESAI
INDEX PENDEKAR SLEBOR | |
Istana Durjana --oo0oo-- Putri Samudera |