Istana Sembilan Iblis
tanztj
February 09, 2011
INDEX PENDEKAR SLEBOR | |
Rahasia Sang Geisha --oo0oo-- Siluman Hutan Waringin |
ANDIKA
Pendekar Slebor
Karya: Pijar El
EP: ISTANA SEMBILAN IBLIS
Pendekar Slebor
Karya: Pijar El
EP: ISTANA SEMBILAN IBLIS
Serial Pendekar Slebor
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Cover oleh Henky
Editor: Puji S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku
ini tanpa izin tertulis dari penerbit
== 1 ==
"Aku" Mengajak ke sini" He he he.... Jangan mengigau, kawan. Bukankah kau yang mengajakku ke sini?" balas suara lain seperti tanpa merasa bersalah.
Agaknya, dunia memang kurang ramai kalau tanpa seteru. Harus ada saling berlawanan.Ada lelaki, ada perempuan. Ada gelap, ada terang. Ada tua, ada muda. Ada benar, ada salah. Begitulah yang terjadi terhadap Lelaki Berbulu Hitam, yang saat ini diajak oleh Pendekar Dungu ke sebuah hutan sangat lebat. Satu sama lain saling membenarkan dan menyalahkan, siapa yang mengajak mereka ke sini.
Lelaki Berbulu Hitam adalah salah satu tokoh persilatan yang menjadi sahabat Andika, alias Pendekar Slebor. Padahal Andika sendiri malas untuk bersahabat dengannya. Selain bermulut bawel, lelaki keturunan serigala itu juga berperan-gai kasar. Makanya, untuk mengobati 'penyakitnya' itu, Lelaki Berbulu Hitam mendapat wangsit untuk menemui Pendekar Slebor. Tak heran kalau Lelaki Berbulu Hitam terus mengejar-ngejar Pendekar
Slebor. Bukan karena cinta, tapi Andika memang sudah dianggap sebagai Tuan Penolongnya.Sedangkan lelaki bangkotan satu lagi yang berjuluk Pendekar Dungu, bodohnya memang tidak ketulungan. Sudah bau tanah, tapi kedunguannya terus saja dipelihara. Dia juga salah satu sahabat Pendekar Slebor.
"Enaknya kau ngomong! Kau memang selalu bikin kepalaku mau meledak, tahu"!" bentak Lelaki Berbulu Hitam. Seketika diserangnya Pendekar Dungu yang masih menatap dengan wajah ke bodoh-bodohan.
Dan begitu Lelaki Berbulu Hitam menyerang, dengan sigap Pendekar Dungu berkelit lincah. Bahkan kemudian segera membalas. Maka antar dua tokoh aneh yang sama-sama tua bangka bau tanah itu terjadi pertarungan. Dan ini bukanlah sebuah pertarungan enteng, melainkan sebuah pertarungan penuh jurus-jurus maut.
"Kepalamu memang keras, eh! Maksudku, kau memang keras kepala. Apa kau memang ingin mampus"!" seru Pendekar Dungu sambil terus meladeni serangan Lelaki Berbulu Hitam.
"Dasar tua-tua belekan! Kau yang mesti mampus lebih dulu!"
"Enaknya! Kalau aku mampus pun, cacingcacing geli memakan daging ku!"
Tubuh mereka saling berkelebat, menimbulkan angin menderu tajam. Serangan keduanya dilakukan silih berganti, dengan jurus-jurus menakjubkan. Hingga pertarungan berlangsung seratus jurus, tak ada yang kelihatan mengalah. Keduaduanya masih terus menyerang, tetapi lamakelamaan Pendekar Dungu mengangkat tangannya.
"Berhenti dulu!" ujar tua bangka yang to-lolnya minta ampun itu. Dia berusaha mengatur nafasnya yang dicicil.
"Kenapa?" tanya Lelaki Berbulu Hitam, seraya menghentikan serangan.
"Kenapa" Lho, kok tanya padaku" Bukankah tadi kau yang menyuruhku menghentikan pertarungan ini?" tanya Pendekar Dungu lugu.Wajahnya menggambarkan rasa tak bersalah.
"Wuuaah...!"
"Dasar, Dungu! Heran! Tujuh turunan aku tak mau bertemu denganmu, kini kenapa bisa bertemu lagi hah?" Lelaki Berbulu Hitam menyumpah-nyumpah.
Pendekar Dungu tersenyum. Wajahnya jadi sangat jelek sekali.
"Itu tandanya jodoh," sahutnya, enteng.
Mata Lelaki Berbulu Hitam membelalak.
"Jodoh" Apa kita mau main pedangpedangan"!"
Bukannya menyahuti, Pendekar Dungu justru menyerang dengan kecepatan sangat luar biasa disertai tenaga dalam tinggi.
"Jangan mengkhayal kau, ya"! Mana sudi aku berjodoh denganmu?" maki lelaki tua bodoh itu. Lelaki Berbulu Hitam menggaruk-garuk kepalanya sendiri sambil bersalto untuk menghindar. Gerakan itu dilakukan dengan sikap biasa sa-ja, seolah sedang berdiri tegak.
"Wauah! Dasar dungu, ya tetap dungu! Sudah, sudah! Berhenti dulu!" teriak Lelaki Berbulu Hitam.
"Tarik lagi kata-katamu tadi! Enaknya bilang aku berjodoh denganmu!" ujar Pendekar Dungu, masih menyerang gencar, seolah tak kenal lelah.
"Kau yang bilang berjodoh! Bukan aku!" maki Lelaki Berbulu Hitam sengit.
"Kau yang bilang!"
"Kau!"
"Kau!"
"Iya, iya aku bilang! Hentikan seranganmu!" Pendekar Dungu melenting ke belakang.
Setelah berputaran beberapa kali. Dia hinggap di bumi bagai sehelai kapas sambil terkekeh-kekeh.
"Nah! Akhirnya kau ngaku juga, kan?" usik Pendekar Dungu.
Lelaki Berbulu Hitam mendengus.
"Sudah, sudah! Sekarang katakan, mengapa kau mengajakku ke sini?"
"Hei, kau masih tidak mau mengatakanyang sebenarnya, hah"! Kaulah yang justru mengajakku!" bentak Pendekar Dungu. Tetapi tiba-tiba dia terdiam, lalu tertawa.
"Ha ha ha...! Memang aku yang mengajak mu ke sini, kan" Ah..., ternyata aku memang pintar!" Lelaki Berbulu Hitam melongo. Tetapi dibiarkannya saja Pendekar Dungu.
"Apa kau tidak tahu kalau di sebelah timur hutan ini ada sebuah lembah?" jelas Pendekar Dungu.
"Lembah apa?" tanya Lelaki Berbulu Hitam.
"Mana aku tahu! Aku saja ingin tahu!"
"Iya, iya! Lalu kenapa?"
"Menurut wangsit yang kuterima dua minggu lalu, di lembah itu ada sebuah istana yang sangat bagus. Ha ha ha..., aku jadi ingin tidur di ranjang yang empuk," kata Pendekar Dungu sambil memejamkan s matanya yang selalu dihiasi belek.
"Lalu, apa yang dikatakan wangsit dalam mimpimu itu?"
"Aku melihat Tuan Penolong kita si Andika, mampus," papar Pendekar Dungu.
"Jangan mengigau!" dengus Lelaki Berbulu Hitam. Mana mungkin tuan penolong kita mampus! Dia itukan pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan"!"
"Aku juga tidak percaya! Tetapi mimpi ku mengatakan demikian! Makanya, aku ingin menolongnya!"
"Sok tahu! Dengan tubuhmu yang kering kerontang begitu, kau bisa apa?" ejek manusia keturunan serigala itu.
Pendekar Dungu melotot.
"Aku?" tukas Pendekar Dungu, menatap Lelaki Berbulu Hitam.
"Sudah jelas aku bisa makan. Aku tau, di mana letak mulutku! Hm.... Jangan-jangan..., kau yang dungu. Karena, tidak tahu di mana letak mulutmu
sendiri?" Lelaki Berbulu Hitam mendengus. Kesal juga dia dengan lelaki dungu ini. Namun kali ini dia berusaha meredam amarahnya ketika teringat
dengan mimpi yang diceritakan Pendekar Dungu.
"Hei! Bagaimana dengan Tuan Penolongmu"!" tanya Lelaki Berbulu Hitam.
"Nah! Tadi kau bilang kau dan aku jodoh! Lalu mengapa menanyakan pemuda itu" Dasar tidak setia!"
Lelaki Berbulu Hitam menghentakkan kakinya saking jengkelnya.
"Heran! Kenapa ada manusia yang dungunya tidak hilang-hilang sepertimu, ya?"
Bukannya marah, Pendekar Dungu justru menepuk-nepuk dadanya.
"Siapa dulu dong?" tukas lelaki berotak bebal itu, bangga.
"Sudah, sudah! Aku mencari Pendekar Slebor, karena ingin melihat keadaannya. Itu saja!" ujar Lelaki Berbulu Hitam seraya melangkah meninggalkan Pendekar Dungu.
"He he he.... Kalau begitu kebetulan, Aku juga ingin menemuinya! Hei, mau ke mana kau?"
"Bukankah tadi kau bilang di lembah sebelah timur hutan ini ada sebuah istana?" tukas Lelaki Berbulu Hitam, langsung menghentikan langkahnya.
"Benar."
"Kau bilang juga. Pendekar Slebor akan mampus di sana."
"Benar."
"Dan kau bilang...."
"Benar."
"Aku belum ngomong!"
Pendekar Dungu mengibaskan tangannya.
"Aku sudah tahu! Tidak usah dikasih tahu! Belum budek!"
Lelaki Berbulu Hitam kembali melangkah. Pendekar Dungu menggeleng-geleng.
"Heran! Kok ada orang yang pemarah seperti itu ya" Hmmm.... Jangan-jangan dia Lelaki Berbulu Hitam! Lho" Dari tadi aku ngomong dengan siapa" Bukankah dia Lelaki Berbulu Hitam"
Ah, dasar bodohnya aku!"
***
Ketika mereka keluar dari hutan, mendadak saja satu sosok gemulai muncul dari balik semak. Rambutnya panjang, wajahnya jelita, kulitnya putih bersih ditunjang pakaian berwarna kuning. Pas sekali! Ketika Kakinya melangkah, pinggulnya yang indah itu bergerak. Pendekar Dungu dan Lelaki Berbulu Hitam berhenti sambil menelan ludah. Suara ludah yang ditelan Pendekar Dungu terdengar lebih kencang.
"Memalukan!" maki Lelaki Berbulu Hitam.
"Apa urusanmu" Ludah-ludah ku sendiri!"
Sementara gadis jelita itu terus melangkah.
Seperti acuh saja pada kedua pendekar tua bangka ini.
"Neng..., apa kau tahu kalau ada istana di sini?" tanya Pendekar Dungu.
Gadis jelita itu berhenti melangkah seraya berbalik. Matanya lantas mengerling dengan genitnya, membuat Pendekar Dungu mencolek bahu Lelaki Berbulu Hitam.
"Jangan iri. Biar sudah tua begini, aku masih ganteng, kan?" oceh lelaki berotak tumpul itu.
"Paman.... Apa yang Paman tanyakan tadi?" tanya gadis jelita itu sambil tersenyum malu-malu. Pendekar Dungu langsung menegakkan badannya yang keropos. Setelah menarik rambutnya yang tipis, dia melangkah bagai perjaka kurang makan.
"Istana," kata Pendekar Dungu dengan suara yakin. Lalu tahu-tahu kepalanya menoleh pada Lelaki Berbulu Hitam.
"Bukankah tadi aku menanyakan istana, kan?"
"Mana aku tahu!" sahut Lelaki Berbulu Hitam, semaunya.
"Dungu!" dengus Pendekar Dungu, lalu menoleh kembali pada gadis jelita yang tersenyum simpul.
"Iya, iya.... Aku yakin, yang kutanyakan tadi padamu adalah istana. Apa kau tahu, kalau di sini ada istana?"
Gadis itu menggeleng.
"Maaf, Paman.... Aku tidak tahu. Permisi...." Pendekar Dungu hanya manggut-manggut saja seperti orang kena sirep.
Bahkan matanya memperhatikan langkah gadis itu yang menggoyangkan pinggulnya sambil menggeleng-geleng kepala.
"Hei" Apakah kau tidak merasa heran, mengapa di hutan seangker ini muncul gadis jelita?" tanya Lelaki Berbulu Hitam, mengusik perhatian Pendekar
Dungu pada gadis itu. Pendekar Dungu seketika menoleh.
"Memangnya dia siapa?" tanya Lelaki tolol itu lugu.
"Kuntilanak barangkali!"
"Ih! Teganya kau bilang begitu" Mana ada kuntilanak penunggu cantik seperti itu" Kalau kau yang sebut genderuwo, aku percaya...."
"Tampangku masih lebih cakep daripada kau, tahu!"
"Lho, lho..." Masa memperebutkan siapa yang paling jelek saja sampai ngotot. Sudahlah, aku rela kalau kau menganggap dirimu paling jelek," tukas Pendekar Dungu dengan ringan, lalu melangkah santai. Tetapi tangan Lelaki Berbulu Hitam lebih cepat menahan tangannya.
"Kau lihat di mana gadis itu sekarang?" tanyanya.
"Pergi."
"Iya, ke mana?"
"Mana aku tahu" Dia tidak bilang apaapa?" Dengan gemas Lelaki Berbulu Hitam menolehkan kepala Pendekar Dungu pada arah yang ditempuh oleh gadis tadi.
"Kau lihat! Dia sudah tidak ada!" ujar Lelaki Berbulu Hitam, kesal.
"Oh! Hitam, kau lihat ke mana gadis itu?" tanya Pendekar Dungu, makin bodoh saja.
Lelaki Berbulu Hitam menggeram gemas. Ingin rasanya dia meremas tubuh keropos itu.
"Sudah kubilang tadi, dia termasuk kuntilanak hutan ini!"
Pendekar Dungu menggeleng-geleng.
"Sayang, ada kuntilanak secantik itu dilewatkan. Kalau saja muncul lagi, aku mau menjadi kekasihnya," gumam Pendekar Dungu.
Lelaki Berbulu Hitam sudah benar-benar putus asa menghadapi Pendekar Dungu. Tetapi sebelum dia berkata-kata, gadis tadi sudah muncul dari arah pertama kali datangnya tadi.
"Hei!" desis lelaki keturunan serigala itu terkejut.
"Nah! Apa kubilang" Matamu saja yang kurang waras. Buktinya, dia berada di sini, kan"
Hei, Neng Geulis.... Katanya kau ini sebangsa kuntilanak" Apa iya, ya?" tegur Pendekar Dungu.
Dengan lugunya lelaki tua keropos ini mendekati. Lalu diraba-rabanya sekujur tubuh gadis itu.
"Auuw!"
Tanpa mempedulikan teriakan-teriakan gadis itu, Pendekar Dungu menoleh pada Lelaki Berbulu Hitam.
"Lihat! Dia bisa kupegang tubuhnya. Kau ini suka mengigau saja! Makanya, jangan menuduh gadis jelita ini sebangsa kuntilanak!"
Plak! Gadis itu tahu-tahu menampar pipi Pendekar Dungu yang seketika menoleh pada Lelaki Berbulu Hitam.
"Tamparannya pun ku rasakan, kok," kata Pendekar Dungu yakin.
Sekali lagi Lelaki Berbulu Hitam menghentakkan kakinya. Lalu didekatinya gadis itu yang cemberut.
"Nona Manis..., maafkan temanku yang dungu ini. Dia memang...."
"Enaknya kau ngomong!" potong Pendekar Dungu."Sudah, sudah! Biar aku yang menghadapi! Kalau memang wangsit mimpi ku benar, Pendekar
Slebor berarti dalam bahaya besar! Kita harus menolongnya."
"Aku kenal pemuda ganteng itu." Sebelum ditanya, gadis berbaju kuning itu sudah berkata lebih dulu
"Hah" Kau mengenalnya?" sentak Pendekar Dungu.
"Bagus, bagus.... di mana dia sekarang?"
Gadis itu tersenyum penuh rahasia.
"Hei. Jangan senyum-senyum saja! Kau memang cantik! Tetapi nanti dong, kalau mau main senyum-senyuman!" seru Pendekar Dungu.
Lelaki Berbulu Hitam menarik lengan Pendekar Dungu ke belakang. Dia berpikir, kalau begini caranya, tidak akan pernah selesai.
"Nona Manis..., apakah kau bertemu dengannya?" tanya Lelaki Berbulu Hitam.
Gadis itu mengangguk.
"Di mana dia sekarang?"
Gadis itu menunjuk suatu tempat.
"Oh! Keadaannya baik-baik saja?"
Gadis itu mengangguk.
"Bisakah kau mengantarkan kami ke sana?"
"Bisa, Paman?"
"Kalau begitu..., antarkan kami sekarang. Kau bersedia, bukan?"
Gadis itu kembali mengangguk.
Lelaki Berbulu Hitam menoleh pada Pendekar Dungu.
"Kau mau ikut tidak?" tanya lelaki keturunan serigala ini.
"Aku sudah dengar semuanya. Ya, mau! Toh, aku ingin melihat keadaan Tuan Penolong.
"Sudah, jangan banyak bicara!"
"Lho" Hanya sedikit saja! Justru kau yang banyak bicara! Dasar! Sudah tua masih ganjen saja!" seru Pendekar Dungu.
Pendekar Dungu lantas berbalik, membelakangi Lelaki Berbulu Hitam yang mendengus jengkel.
"Mari..., antarkan kami sekarang juga, Nona...," pinta Pendekar Dungu.
Gadis itu sudah melangkah duluan. Sementara Lelaki Berbulu Hitam bermaksud hendak menyusul. Tetapi, tangannya dipegang Pendekar
Dungu yang melotot.
"Kau tidak mau aku ikut kan" Dasar sirik!"
***
== 2 ==
Dalam istana sebuah ruangan yang besar dan indah tampak tertata apik sebuah meja yang penuh buah-buahan dan makanan lezat serta tuak dikelilingi sembilan orang laki-laki berwajah menyeramkan. Sambil tertawa terbahak-bahak masing-masing memangku seorang gadis jelita yang kelihatan hanya pasrah dan tidak bisa berbuat apa-apa ketika diciumi.
"Ha ha ha.... Rasanya aku tidak pernah puas membayangkan apa yang akan kita dapatkan," kata seorang laki-laki yang matanya pi-cak sebelah kiri.
Rambut lelaki ini panjang. Badannya besar dengan kulit keras. Pakaian terbuat dari sutera halus.
"Rasanya, persatuan kita yang dijuluki Sembilan Iblis akan menguasai rimba persilatan.
Dan aku bangga dengan kalian! Upasonto yang berjuluk Iblis Baju Sutra, Jenggolo yang berjuluk Iblis Tangan Dewa, Majenar yang berjuluk Iblis Cakar Harimau, Sridorsa yang berjuluk Iblis Kahyangan, Dwipolko yang berjuluk Iblis Rembulan, Grisoko yang berjuluk Iblis Pincang, Kahyunputi
yang berjuluk Iblis Lidah Api, Bresalar yang berjuluk Iblis Kaki Seribu, dan Wediwoso yang berjuluk Iblis Juling, adalah nama-nama yang patut diper-hitungkan dalam rimba persilatan!" Lanjut lelaki yang berjuluk Iblis Baju Sutera itu.
Mereka memang dikenal sebagai Sembilan Iblis, yang tergolong jajaran kaum sesat. Setelah malang melintang di kancah dunia persilatan dengan sepak terjang yang menggemparkan, mereka menemukan sebuah tempat di lembah yang terletak di sebelah timur Hutan Angkoso. Hingga sekarang, hutan itu dikenal dengan nama Istana Sembilan Iblis! Setelah lima tahun berdiam di sana sudah banyak tokoh persilatan golongan putih yang ingin memusnahkan mereka. Namun semuanya harus menemui ajal. Bahkan saat menjadi mayat pun, tubuh mereka dicabik-cabik dengan buas.
Pagi ini, seperti biasa Sembilan Iblis menikmati kemenangan setelah membunuh Panembahan Reso Tunggal yang menguasai Gunung Rogo Jembangan di tengah pulau Jawa ini. Tubuh Panembahan Reso Tunggal yang berusia kira-kira tujuh puluh enam tahun ini pun ditemukan terpisah-pisah. Tubuhnya dirancah dengan kejam oleh Sembilan Iblis.
"Kau tahu, Upasonto," kata Jenggolo yang berjuluk Iblis Tangan Dewa.
"Sebentar lagi, kita akan memusnahkan pendekar muda yang sepak terjangnya akhir-akhir ini banyak dibicarakan orang. Aku muak mendengarnya! Dan dia ingin ku kubur bersama jiwa besarnya itu!"
Upasonto terbahak-bahak. Diciuminya lagi gadis yang berada di pangkuannya.
"Sebentar lagi dia akan mampus, Jenggolo! Pendekar muda yang berjuluk Pendekar Slebor memang satu-satunya penghalang kita yang akan
dihancurkan! Tokoh-tokoh yang lain adalah masalah kecil! Buktinya, Panembahan Reso Tunggal yang perkasa itu kini sudah menjadi santapan
cacing-cacing tanah!"
Kata-kata Upasonto disambut tawa sahabat-sahabatnya. Namun tiba-tiba saja tawa mereka terhenti. karena....
"Bagus! Rupanya kalian bersenang-senang di sini!" Mendadak terdengar sebuah suara bernada membentak, yang diikuti berkelebatnya satu sosok tubuh. Dan tahu-tahu sosok tubuh tinggi besar sudah berada di ruangan ini. Wajahnya dingin dengan kedua tangan terlipat di dada. Rambutnya
panjang acak-acakan. Ada bekas luka memanjang di pipi sebelah kiri. Sosok tinggi besar dengan tatapan mata dingin dan memancarkan kekejaman
itu mengenakan pakaian berwarna merah.
"Siapa kau"!" bentak Bresatar yang berjuluk Iblis kaki Seribu sambil bangkit berdiri. Gadis yang berada di pangkuannya pun terjatuh, tak dipedulikan lagi.
Sosok yang tiba-tiba muncul itu tersenyum. Dingin, mengundang hawa kematian.
"Namaku Tidar, berjuluk Raja Akherat!"
Mendengar julukan itu bukannya terlongoh-longoh atau ketakutan, Sembilan Iblis malah terbahak-bahak. Bresatar yang bertubuh jangkung
dengan wajah panjang dan mata sipit, melangkah.
"Rupanya..., Raja Akherat yang berada di hadapanku ini" Tak kusangka, rupanya kedatanganmu hanya untuk mati!"
Raja Akherat menyipitkan matanya.
"Sudah lama aku mendengar tentang Istana Sembilan Iblis yang dikuasai orang-orang dungu semacam kalian! Dan tanganku menjadi gatal untuk mencobanya!"
Bresatar menoleh ke arah temantemannya. Dan secara bersamaan mereka terbahak-bahak.
"Lucu, lucu sekali! Raja Akherat! Meskipun kita sama-sama dari golongan sesat namun orang yang lancang berani-beraninya menantang Sembilan Iblis pasti akan mampus!"
"Itulah sebabnya aku ingin mencoba kalian! Bila aku menang, kalian akan menjadi pengikut ku. Dan akulah yang akan menguasai Istana
Sembilan Iblis ini!"
"Bila kau menang?" ejek Bresatar.
"Ha ha ha...! Rupanya setelah takluk di bawah kaki Pendekar Slebor, kau ingin mengadu nasib dengan kami" Berhadapan dengan pendekar picisan itu
saja, kau tidak mampu. Apalagi menghadapi kami, hah"!" Mata sipit Raja Akherat itu terbuka. Sinar-nya penuh bahaya. Raja Akherat jelas-jelas tidak
akan bisa melupakan kekalahannya di tangan Pendekar Slebor ketika ingin menguasai Kerajaan Pakuan. Dendamnya pada pendekar itu semakin tinggi saja. Bahkan dia selalu berusaha mencari Pendekar Slebor untuk dibuat perkedel! (Untuk mengetahui siapa Raja Akherat dan pengalaman pahitnya di tangan Pendekar Slebor, silakan baca episode: "Raja Akherat" dan "Neraka Di Keraton Barat").
"Hhh! Rupanya Sembilan Iblis hanya bisa menjual omong! Lihat!"
Tiba-tiba saja Raja Akherat menggerakkan tangannya. Wusss! Seketika serangkum angin kencang menderu ke arah Bresatar yang sedang tertawa. Iblis Kaki Seribu ini bisa menangkap adanya serangan berbahaya dari deru angin yang bergerak mendekatinya. Maka dengan gerakan ringan sekali tubuhnya melenting ke alas, menghindari serangan.
"Hebat! Tetapi, nama Raja Akherat akan mampus di Istana Sembilan Iblis!" seru Bresatar setelah mendarat Iblis Kaki Seribu langsung menyerang Raja Akherat dengan cepatnya. Begitu tubuhnya meluruk, kakinya menjelma bagaikan menjadi seribu. Bahkan yang aneh, serangannya dalam keadaan
kepala di bawah dengan kaki berputar mencari mangsa. Raja Akherat mendengus geram. Lalu tangan kanannya dikibaskan.
Plak! Tetapi Iblis Kaki Seribu tidak tergempur oleh serangan yang berisi penuh tenaga dalam itu. Masih dalam gerakan terbalik, serangannya terus
terlihat keganasannya. Bahkan lebih dahsyat dari semula. Kakinya benar-benar menjelma menjadi banyak, membuat kepala Raja Akherat puyeng.
Belum lagi Raja Akherat bisa menandingi Iblis Kaki Seribu, Grisoko yang melangkah pincang sudah melompat dengan gerakan sangat aneh. Serangannya bagaikan terbawa oleh kedua kakinya yang penuh tenaga, menendang ke arah Raja Akherat. Sebelah kakinya yang pincang seolah tidak menimbulkan masalah baginya.
Dikeroyok Iblis Kaki Seribu dan Iblis Pincang, Raja Akherat hanya mendengus. Bahkan dia membalas serangan dengan serangan-serangan dahsyat. Suasana pesta pora itu pun menjadi berantakan. Gadis-gadis yang berada di pangkuan para Sembilan Iblis itu pun berlarian, dan meringkuk di pojok ruangan sambil berpelukan ketakutan. Tak seorang pun yang menahan mereka. Rupanya, kedatangan Raja Akherat justru sangat menarik perhatian Sembilan Iblis. Karena manusia yang berani datang ke sini berarti berani mati!
Raja Akherat sendiri sudah mempergunakan jurus 'Himpunan Surya-Bayu-Tanah' yang luar biasa dahsyat. Bahkan pada satu kesempatan berhasil mendaratkan pukulan di tubuh Iblis Kaki Seribu dan Iblis Pincang, hingga jatuh terjengkang. Melihat dua kawannya berhasil dikalahkan, Majenar yang
berjuluk Iblis Cakar Harimau dan Jenggolo yang berjuluk Iblis Tangan Dewa segera menyerbu berbarengan.
Wuuuttt! "Heaaa!"
Kali ini serangan kedua dari sembilan Iblis itu benar-benar dahsyat karena merupakan gabungan dua tenaga dalam yang luar biasa. Majenar meluruk dengan gerakan-gerakan mematikan.
Tangannya yang membentuk cakar mengibas cepat, terarah pada bagian-bagian yang sangat mematikan. Begitu pula Jenggolo. Setiap kali tangannya berkelebat, menimbulkan suara ledakan keras. Kali ini Raja Akherat terlihat benar-benar terdesak. Apalagi setelah Bresatar kembali menyerang dengan jurus 'Kaki Seribu'nya. Bagi Sembilan Iblis, mengeroyok adalah hal yang biasa. Asal keinginan mereka tercapai, apa pun bisa dihalalkan.
Kali ini Raja Akherat benar-benar kewalahan. Dia bukan hanya tidak mampu menyerang, bahkan menghindar pun sangat sulit. Dan mendadak Iblis Tangan Dewa berhasil menjatuhkan pukulan keras, mengandung kekuatan sangat dahsyat. Des! Des! Akibatnya tubuh Raja Akherat terhuyung
dan belum lagi dia menguasai keseimbangan, Iblis Cakar Harimau sudah meluruk maju sambil mengibaskan tangannya yang berkuku tajam bagai
ujung anak panah.
Bret! Cakar lelaki bernama asli Majenar bukan hanya membuat pakaian Raja Akherat sobek. Bahkan kulit dadanya pun tergores, menimbulkan luka mengerikan. Penderitaan yang dialami oleh Raja Akherat bukan hanya sampai di situ saja. Karena Iblis Kaki Seribu sudah menghantam berkali-kali dengan tendangan-tendangan dahsyat.
Des! Des! Kepala Raja Akherat tak ubahnya sebuah bola yang dipermainkan kaki Bresatar. Lalu diiringi teriakan sangat keras, kedua kaki Iblis Kaki Seribu yang menjelma menjadi seribu menghantam dada Raja Akherat yang penuh luka.
Buggghhh! "Ughh...!"
Sebentar Raja Akherat sempoyongan disertai lenguh kesakitan. Sembilan Iblis memang tergolong orang yang sangat kejam. Bahkan Upasonto mendadak saja berteriak keras. Tubuhnya bergerak setengah lingkaran dengan kaki menghantam kepala Raja Akherat! Prakk! Terdengar suara berderak keras, menandakan kepala Raja Akherat pecah. Saat itu juga tubuhnya ambruk bergelimang darah. Sembilan Iblis terbahak-bahak melihat hasil kerjasama mereka.
"Hanya orang dungu yang berani datang ke sini!!" seru Upasonto.
"Siapa saja yang berani muncul di sini, mati taruhannya. Kini, kita bersiap-siap untuk mencari dan membunuh Pendekar Slebor!" Mereka terbahak-bahak dan masingmasing kembali ke kursinya. Bersamaan mereka mengangkat guci berisi tuak. Namun belum lagi mereka menenggaknya....
"Kalian jangan berbangga dulu! Raja Akherat tidak mudah dipecundangi!"
"Hah"!"
Sembilan Iblis tersentak dan menoleh ketika tiba-tiba terdengar suara bernada melecehkan. Tampak satu sosok tubuh tinggi besar berpakaian warna merah dengan wajah menyeramkan, berdiri sambil terbahak-bahak.
***
"Jangan-jangan, memang benar dugaanku"
Dia pasti tergolong bangsa kuntilanak. Dan sekarang akan memperangkap aku dan si Dungu di sarangnya!" kata hati Lelaki Berbulu Hitam, lalu melirik Pendekar Dungu yang tetap melangkah santai. Memang benar-benar dungu! Apa dia tidak bisa mencium kalau sedang dijebak" Lelaki Berbulu Hitam terus merutuk dalam hati.
"Nona Manis..., masih jauhkan tempat Pendekar Slebor...?"
Langkah gadis itu terhenti. Lalu, matanya mengerling dengan genit.
"Memangnya kenapa, Paman?"
Lelaki Berbulu Hitam menggaruk-garuk rambutnya yang panjang acak-acakan.
"Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengannya."
"Sebentar lagi kita akan bertemu dengannya, Paman."
"Tetapi mengapa sampai sejauh ini?"
Gadis itu mengerling dengan bibir tersenyum.
"Paman takut, ya?" tukasnya dengan suara mendayu-dayu. Lelaki Berbulu Hitam melengak.
"Tidak ada yang aku takuti di dunia ini!"
"Hei! Siapa yang bilang aku penakut, hah?" seru Pendekar Dungu tiba-tiba.
"Ingin kupecahkan kepalanya rupanya! Hitam! Bilang, siapa yang mengatakan aku penakut?"
"Diam kau!"
"Aha!"
Pendekar Dungu menggoyang-goyangkan telunjuknya di depan wajah Lelaki Berbulu Hitam.
"Rupanya kau yang mengatakan seperti itu, ya" Aku sudah curiga sejak lama, kalau kau memang sirik padaku," tuding Pendekar Dungu.
"Kenapa tidak kau sumpal saja mulutmu yang cerewet itu, hah"!" bentak lelaki keturunan serigala itu.
"Hei" Menghina, ya" Apa kau pikir mulutmu bagus?"
Pendekar Dungu langsung membuat kudakuda. Sikapnya siap menyerang Lelaki Berbulu Hitam.
"Sudah, sudah," ujar gadis berbaju kuning, sebelum Lelaki Berbulu Hitam berkata.
"Kalian ini bercanda saja kerjanya!"
Pendekar Dungu melotot.
"Bercanda katamu" Sejak tadi aku memang ingin mengemplang monyet ini!"
"Kalau begitu, mengapa tidak kau lakukan?" tantang Lelaki Berbulu Hitam.
"Eh! Benar juga, ya?" Pendekar Dungu cekikikan.
"Ya, ya.... Aku akan mengemplangnya! Hei, Hitam! Kau dengar itu! Cepat sini, copot kepalamu biar ku kemplang! Setelah itu, kau bisa memasangnya lagi! He he he..., pasti kepalamu benjol!"
Lelaki Berbulu Hitam semakin curiga melihat sikap gadis jelita itu. Dan mendadak saja, di tubruknya gadis itu. Menurut perhitungannya, tubrukannya pasti bisa dielakkan karena gadis ini bangsa dedemit. Namun di luar dugaan, justru gadis itu berhasil ditangkapnya. Bahkan dipeluknya, karena kedua tangan Lelaki Berbulu Hitam terbuka.
"Lepaskan, lepaskan aku! Paman Pendekar Dungu..., mengapa tidak menolongku?" seru gadis itu, yang sepertinya sudah mengenal lelaki bangkotan ini.
Pendekar Dungu bukannya berbuat sesuatu, malah menoleh ke sana kemari.
"Eh! Dia memanggil siapa, ya?"
"Lepaskan, lepaskan!"
Lelaki Berbulu Hitam jadi blingsatan sendiri. Buru-buru dilepaskannya gadis itu yang kemudian tertunduk menangis. Mendengar tangis gadis berbaju kuning, Pendekar Dungu marah-marah.
"Kurang ajar! Liar! Cabul! Kenapa kau memeluk dia hah"!" bentaknya pada Lelaki Berbulu Hitam. Dan sebelum Lelaki Berbulu Hitam menjawab, Pendekar Dungu sudah menyerang dengan cepat.
"Uts!"
Seketika lelaki keturunan serigala ini mengelak.
"Punya kebolehan juga kau ya?" dengus Pendekar Dungu seolah baru menyadari kehebatan Lelaki Berbulu Hitam. Padahal dia sering bertarung dengannya tanpa sebab apa-apa. Lelaki Berbulu Hitam yang malu sendiri karena gadis itu dipeluknya tadi, harus mengelakkan serangan-serangan cepat Pendekar Dungu.
"Tidak kusangka! Ternyata selama ini aku berjalan dengan orang cabul!" leceh lelaki keropos itu.
"Hentikan seranganmu dulu! Biar aku jelaskan!" ujar Lelaki Berbulu Hitam sambil membalas. Sementara gadis jelita itu tersenyum sendirian. Dia benar-benar geli melihat sikap kedua tokoh aneh ini, yang satu sama lain tidak pernah cocok. Herannya, mereka selalu berjalan beriringan."Masa bodoh! aku ingin mengemplang kepalamu! Copot dulu, biar gampang mengemplangnya!"
"Dasar dungu! Aku bisa mampus kalau begitu!"
"Toh nanti akan kukembalikan lagi!" sahut Pendekar Dungu sambil terus menyerang gencar.
Lelaki Berbulu Hitam pun membalas tak kalah cepat dan hebat. Keduanya memang samasama sakti. Satu sama lain tak ada yang bisa mengalahkan. Tiba-tiba Lelaki Berbulu Hitam berseru keras.
"Dungu! Kalau wangsit mimpimu benar, jangan-jangan Pendekar Slebor sudah ditawan di Istana Sembilan Iblis! Lalu, mereka membunuhnya!"
"Masa bodoh! Aku ingin mengemplang kepalamu dulu! Makanya, copotlah! Biar aku mudah melakukannya!!"
"Kau akan menyesal tidak berhasil menolong Pendekar Slebor!" seru Lelaki Berbulu Hitam.
"Biar saja, toh dia punya kepandaian! Pasti dia bisa membela diri! Otaknya juga cerdik! Sama seperti aku! Tidak seperti kau yang dungu!"
Sementara keduanya bertarung sambil berkatakata, gadis berbaju kuning itu bertepuk tangan.
"Cepat kemplang kepalanya! Atau, kau tarik kulit wajahnya yang jelek itu. Jangan-jangan dia memakai topeng!"
Lelaki Berbulu Hitam terbelalak mendengar ejekan gadis berbaju kuning. Otaknya terus berpikir sambil menghindari serangan Pendekar Dungu.
Sementara gadis berbaju kuning terus bertepuk tangan mulutnya tak henti-hentinya mengoceh. Dan mendadak saja Lelaki Berbulu Hitam yang sedang menghindari serangan memutar tubuhnya. Langsung dikirimkannya pukulan jarak jauhnya ke orang lelaki tua berotak bebal itu.
Tepat ketika Pendekar Dungu melompat, kesempatan itu dipergunakan Lelaki Berbulu Hitam untuk melakukan sesuatu yang telah dipikirkannya. Di saat tak terduga dijambaknya rambut gadis berbaju kuning. Bukan hanya itu yang dilakukan Lelaki Berbulu Hitam. Dia juga berguling sambil menyambar pakaian yang dikenakan gadis itu.
Breet! Seketika terlihatlah pakaian berwarna hijau pupus. Baju berwarna kuning dan sebuah rambut palsu telah ada di tangan Lelaki Berbulu Hitam.
"Andika!" seru lelaki keturunan serigala itu.
Sementara Pendekar Dungu tak jadi melanjutkan serangan. Kepalanya menoleh ke sana kemari.
"Di mana Andika" Di mana Pendekar Slebor" Hei, Hitam! Jangan main-main, ya" teriak Pendekar Dungu.
"Dasar Dungu! Kita dipermainkan Pendekar Slebor! Coba kau lihat itu" Siapa gadis jelita sialan yang membiarkan kita saling tarung, hah"!
Dia Pendekar Slebor!!" kata Lelaki Berbulu Hitam, gemas. Gadis berbaju kuning yang tadi bersuara kenes, manja, dan menggemaskan itu tiba-tiba tertawa. Suaranya sudah berubah, lebih tegas dan mengandung kekocakan.
"Hebat, hebat! Rupanya kau memang tokoh aneh yang hebat!" puji gadis berbaju kuning yang sekarang terlihat aneh ini.
Pendekar Dungu yang belum menyadari sepenuhnya apa yang telah terjadi mendekati gadis itu.
"Kau..., Andika?"
Gadis berbaju kuning yang memang Andika alias Pendekar Slebor terkekeh-kekeh.
"Kenapa" Naksir" Kirim surat saja...."
"Sialan!"
Hanya itu yang dikatakan Pendekar Dungu. Lantas didekatinya Lelaki Berbulu hitam.
"Apa kubilang tadi.... Gadis itu bukan dedemit! Iya kan, Bor?" kata Pendekar Dungu.
Pendekar Slebor tertawa seraya menghapus pupur yang dipergunakan untuk menutupi wajahnya. Bibirnya yang merah menggiurkan dihapus punggung tangannya. Sisa pakaiannya yang berwarna kuning di sobeknya. Kini, terlihat seluruh pakaiannya sekarang. Berwarna hijau pupus dengan sehelai kain bercorak catur yang tersampir di punggung. Dia memang Pendekar Slebor! Pendekar satu ini sekarang memang ahli menyamar. Ilmu itu
diperoleh dari Raja Penyamar, salah seorang tokoh aneh seangkatan Pendekar Dungu dan Lelaki Berbulu Hitam. Mereka itulah yang pernah membuat
Hakim Tanpa Wajah harus kehilangan pamor karena ternyata ilmunya masih ada yang menandingi. Bahkan tokoh sesat itu berkali-kali membuat onar di rimba persilatan, semata untuk memaksa ketiga tokoh aneh ini tunduk.
Namun, tiga tokoh tua itu bukanlah orang yang mudah ditundukkan. Apalagi ketika Pendekar Slebor turun tangan membantu membasmi Hakim Tanpa Wajah (Baca: "Manusia Dari Pusat Bumi" dan "Pengadilan Perut Bumi").
Andika sendiri sebelum mengerjai kedua tokoh ma itu, sedang tidur di sebuah dahan pohon yang menjulang tinggi. Dan dia terpaksa terban-gun ketika mendengar suara orang sedang bertengkar mulut. Ketika melihat siapa yang bertengkar, timbul sifat jahilnya paling tidak untuk sekadar hiburan, karena menyangka tidak akan pernah lagi berjumpa dengan dua tokoh aneh namun berilmu tinggi yang di kaguminya. Pendekar Dungu dan Lelaki Berbulu Hitam.
Karena sifatnya yang slebor, Andika pun bermaksud mempermainkan keduanya dengan cara menyamar sebagai gadis jelita. Untung saja, kebetulan Andika membawa peralatan untuk menyamar. Kini Pendekar Slebor terpingkal-pingkal melihat kelucuan yang telah terjadi. Lelaki Berbulu Hitam mendengus.
"Diamlah Tuan Penolong!! tawamu tidak merdu!"
"He he he..., tetapi lumayan bukan, buat menghibur diri setelah disuguhkan dagelan lucu?"
"Sudah, sudah! Sifat slebormu tidak hilang-hilang juga! Hei, Bor! Apa kau sudah tahu kalau Pendekar Dungu melihatmu sudah mampus dalam mimpinya?"
"Sudah."
"Tapi aku kan belum menceritakannya padamu!" sambar Pendekar Dungu.
"Hayo, ralat kata-kata itu! Bilang kau belum tahu, karena aku ingin menceritakannya!"
Andika hanya tersenyum mendengarnya. Akan tetapi, dituruti juga kata-kata Pendekar Dungu. Lalu Di bawah pohon yang rindang, Pendekar Slebor mendengarkan Pendekar Dungu bcrcerita tentang mimpinya.
***
== 3 ==
"Ha... ha... ha...! Rupanya Sembilan Iblis adalah manusia-manusia dungu! Tak seorang pun yang bisa mengalahkan ajian 'Melayang Dua' yang
kumiliki!" kata Raja Akherat disertai tawa mengge-legar penuh kejumawaan.
Ajian 'Melayang Dua' yang dimiliki Raja Akherat memang sangat mengerikan. Karena, tubuhnya bisa menjadi dua. Dan masing-masing mempunyai
kekuatan sama hebatnya, sama-sama sukar untuk dikalahkan. Sulit ditentukan, mana asli dan mana jelmaan. Dengan Ajian itulah Pendekar Slebor harus memeras otak untuk mengalahkan Raja Akherat. Upasonto yang tadi berbangga karena berhasil mengakhiri hidup Raja Akherat, kini berdiri tegap menatap tak percaya. Kedua kakinya terbuka, kedua tangannya mengepal. Matanya nyalang memperhatikan wajah Raja Akherat.
"Apa maumu sebenarnya, Raja Akherat"!" tanya Iblis Baju Sutera dengan suara berwibawa.
"Ha... ha... ha...! Bukankah tadi sudah kukatakan, kalau aku menghendaki menjadi pemimpin kalian," sahut Raja Akherat enteng.
"Bodoh! Kau tahu, Istana Sembilan Iblis tak ada yang memimpin! Semuanya berkedudukan sama. Bila kau memang berkeinginan untuk bergabung, pintu selalu terbuka. Tentunya..., ha ha ha...! Bila kau berhasil mengalahkan kami. Tetapi, jangan terlalu banyak berharap. Karena, nyawa busukmu akan melayang-layang meninggalkan jasad mu!" Kata-kata Iblis Baju Sutera disambut tawa yang lainnya. Gegap gempita dan penuh ejekan.
Sementara para gadis yang meringkuk di pojok ruangan semakin ketakutan saja. Dan tawa yang menggema itu pun runtuh ketika terdengar suara tawa Raja Akherat yang sangat keras berisi tenaga dalam tinggi.
"Ha... ha... ha...! Bagus, bagus sekali! Sekarang kalian lihat baik-baik...."
Wusss! Mendadak saja tubuh Raja Akherat menjadi dua orang. Kedua-duanya mirip satu sama lain.
"Hhhh! Ilmu siluman!" desis Dwipolko alias Iblis Rembulan.
Lelaki ini paling pendek di antara Sembilan Iblis. Tubuhnya setengah bulat. Di kedua tangannya terdapat gelang bahar yang besar. Kepalanya mengenakan ikat berwarna merah, di tengah-tengahnya bergambar bulan sabit. Dwipolko sudah berdiri. Kesaktian yang dimiliki mampu menghancurkan bangsa siluman.
Makanya, melihat Raja Akherat memperlihatkan kembali ajian 'Melayang Dua'nya dia hanya mendengus saja, seperti menganggap ringan. Dalam
benaknya, sekali gebrak saja Raja Akherat sudah terkapar. Bahkan lelaki berwajah seram ini akan segera mengakui kalau ajian 'Melayang Dua'nya
bukanlah suatu ilmu yang sangat dahsyat.
"Ha... ha... ha.... Buntet! Apakah kau merasa mampu menghadapiku?" kata Raja Akherat mengejek.
"Lebih baik kalian semua maju menyerangku. Karena kali ini..., aku tidak ingin main-main lagi! Kalian akan menyesal karena masih membangkang pada Raja Akherat!"
Iblis Rembulan tidak mau banyak omong lagi. Tubuhnya yang bulat tiba-tiba bergerak, bagaikan berguling! Putaran tubuhnya sangat cepat, mengarah pada salah satu Raja Akherat yang masih terbahak-bahak.
"Grrrrr! Kau akan menyesal karena berani bertingkah di Istana Sembilan Iblis!" geram Dwipolko, langsung menyerang gencar.
Raja Akherat bergerak ke kiri, langsung memapak serangan. Dan tangannya kontan bergetar hebat. Seketika Raja Akherat yakin kalau manusia
bertubuh bulat ini memang mempunyai ajian untuk melawan sihir. Sementara itu, Sembilan Iblis yang lain harus berpencaran. Karena Raja Akherat yang seorang lagi tiba-tiba menyerbu. Upasonto yang sangat penasaran sekali segera mengurung dibantu Sridorsa, Majenar, dan Wediwoso. Sementara Jenggolo, Grisoko, Kahyunpati, Bresatar telah terjun membantu Dwipolko. Maka pertarungan sengit tak dapat dihindari lagi, sampai menggetarkan dinding Istana Sembilan Iblis. Padahal, istana itu dibangun dari kumpulan tanah dan batu-batu yang sangat kuat.
Meskipun Raja Akherat yang telah menggunakan ajian 'Melayang Dua' dikeroyok Sembilan Iblis, namun belum kelihatan terdesak. Bahkan serangan kedua Raja Akherat terlihat tangguh dan mengerikan."Sridorsa! Gunakan ajian mu yang hebat itu!" Tiba-tiba Upasonto berseru sambil menghindari gempuran sengit Raja Akherat. Sridorsa pun mendadak saja berputar beberapa kali, sehingga menimbulkan pusaran angin yang kuat sekali. Bukan hanya bekas makanan dan kendi-kendi tuak saja yang berterbangan, kursi dan meja yang tadi habis digunakan berpestapun berterbangan. Seketika terdengar jeritan gadis-gadis yang meringkuk tadi. Namun mereka segera beringsut masuk ke dalam. Dan kesempatan itu dipergunakan untuk melarikan diri melalui pintu belakang. Melihat Sridorsa berputar kencang, sementara yang lainnya bersiap pula untuk menyerang, Raja Akherat hanya tertawa terbahak-bahak saja.
"Bagus! Tetapi, mengapa kalian tidak langsung mengeroyokku saja seperti tadi, hah"! Biar kalian cepat mampus!"
Begitu ejekan Raja Akherat terlontar, tubuh Sridorsa tiba-tiba melayang cepat. Serangannya mengandung hawa panas luar biasa. Itulah ajian 'Mambang Kahyangan' yang memang dipergunakan untuk menghancurkan bangsa siluman. Namun ajian 'Mambang Kahyangan' yang dilepaskan Sridorsa rupanya tidak membawa hasil yang diharapkan. Bahkan justru Sridorsa yang melayang ke belakang hingga menabrak dinding, ketika tangan Raja Akherat menghantam telak dadanya. Gerakan Raja Akherat memang sungguh tidak terlihat mata. Tahu-tahu, tubuh Sridorsa sudah melayang ke belakang.
Bukan hanya Upasonto saja yang terkejut melihatnya. Begitu pula yang lain. Maka, serentak mereka kembali mengeroyok Raja Akherat yang semakin membabi buta menyerang. Sementara Raja Akherat yang satunya mengamuk pula. Serangan demi serangan yang dilakukannya benar-benar luar biasa, mampu merontokkan jantung siapa pun juga. Bahkan Dwipolko yang dibantu tiga orang temannya yang lain, justru harus pontang-panting
menyelamatkan diri.
"Ha... ha... ha...! Mengapa kalian tidak mau mengakui aku ini sebagai raja kalian hah"! Daripada kalian mati konyol?"
Tetapi, tak seorang pun dari Sembilan Iblis yang berniat menyerahkan kekuasaan ke tangan Raja Akherat. Kalaupun Raja Akherat ingin bergabung, sudah tentu akan diizinkan. Toh, mereka sama-sama dari golongan sesat yang berniat menghancurkan golongan lurus. Namun, kedatangan Raja Akherat yang ingin dianggap sebagai ketua tentu saja ditolak mentah-mentah. Dan sekarang, kenyataan yang sangat tidak mengenakan di hati harus ditelan Sembilan Iblis. Terbukti, mereka kini terdesak dengan hebat. Bahkan Bresatar pun sudah ambruk pingsan setelah kaki Raja Akherat menyampok kepalanya. Menyusul Wediwoso yang juga telah mempergunakan ajian 'Mata Maut'nya. Ajian yang memancarkan kekuatan dahsyat itu rupanya tak ada gunanya menghadapi Raja Akherat. Iblis Juling yang berambut panjang itu pun jatuh pingsan, setelah menerima hantaman telak di dadanya.
Menyadari hal itu, sisa dari Sembilan Iblis yang lain, semakin meningkatkan tempo serangan. Namun meskipun mereka telah bergerak laksana kilat dengan susul-menyusul yang gencar, jelas terlihat kalau Raja Akherat tidak goyah sedikit pun. Namun, Sembilan Iblis tetap berusaha mempertahankan harga diri, jangan sampai Istana Sembilan Iblis dikuasai Raja Akherat!
***
"Tuan Penolong pasti sudah jelas dengan kata-katamu yang panjang lebar itu!" lanjut Lelaki Berbulu Hitam.
"Nah! Apa kubilang?" Pendekar Dungu justru berkata dengan bangganya.
"Dia pasti mengertikan" Huh! Tidak sepertimu yang dungu itu!"
Sedangkan Andika tetap terdiam. Otaknya tengah merenungkan kata-kata Pendekar Dungu. Istana Sembilan Iblis" Hmmm... samar-samar telinganya memang pernah mendengar istana yang katanya dikuasai manusia-manusia kejam berjuluk Sembilan Iblis. Tetapi, Pendekar Dungu mengatakan kalau
dalam mimpinya Andika telah tewas di istana itu" Dan ini justru membuat Pendekar Slebor menjadi penasaran.
"Hei! Sudah jangan bertengkar terus! Kalian ini kok seperti anak kecil saja?" seru Andika pada Lelaki Berbulu Hitam dan Pendekar Dungu yang sedang berdebat mulut.
"Dia ini!" seru Pendekar Dungu, seraya dengan enaknya mendorong kening Lelaki Berbulu Hitam yang langsung melotot.
"Orangnya memang dungu! Masa kau dibilang tidak mengerti penjela-sanku?"
"Siapa bilang?" sambar Lelaki Berbulu Hitam sewot.
"Aku tidak mengatakan seperti itu?"
"Nah, benarkah kubilang" Tuan Penolong! Jangan bergaul dengan dia! Nanti kau ketularan dungu! Andika terbahak-bahak mendengar katakata Pendekar Dungu yang mengejek temannya. Terkadang si pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan tidak mengerti dengan sifat dua tokoh aneh yang berilmu tinggi ini. Mereka samasama keras kepala dan mau menang sendiri. Tetapi, meskipun mereka terkadang kelihatan berjalan beriring, tetap saja pertengkaran terus berlangsung.
"Kalau begitu, siapa yang tahu di mana letak Istana Sembilan Iblis?" tanya Andika kemudian.
"He he he... yang tahu kuberi hadiah!"
"Aku!" Pendekar Dungu langsung mengangkat tangannya.
"Dimana?"
Pendekar Dungu menunjuk ke satu tempat. Dan Lelaki Berbulu Hitam langsung mendorong kepalanya.
"Dasar dungu! Andika, kita akan mencari Istana Sembilan Iblis! Dasar mimpi manusia dungu ini saja yang tidak karuan! Masa ia mengatakan kau sudah mampus" Eh! Kau tahu, aku senang bertemu denganmu lagi!"
"Genit!" cibir Pendekar Dungu, cemberut.
"Apa urusannya denganmu?"
"Mana aku tahu?"
Andika mengangguk dalam hati, sebenarnya Pendekar Slebor segan berjalan bersama kedua tokoh yang aneh ini. Lebih baik menunggu malam saja. Dan bila mereka lengah, dia akan mencari Istana Sembilan Iblis sendirian.
"Kalau begitu, kita bermalam saja di sini. Setelah fajar esok pagi, kita akan segera berangkat mencari Istana Sembilan Iblis!" ujar Pendekar Slebor.
"Cihui!" Pendekar Dungu bersorak.
"Kita akan berjalan-jalan! Bor! Yang jauh, ya?" Lelaki Berbulu Hitam mencibir.
"Lebih cepat memang lebih baik. Terus terang, aku tidak percaya dengan mimpi Pendekar Dungu! Sok hebat! Masa cuma dia saja yang diberi wangsit sih?" kata Lelaki Berbulu Hitam.
"Sudah! Lebih baik kita beristirahat saja dulu! Aku mau mencari sungai mau mandi!" ujar Andika. Lelaki Berbulu Hitam mengangkat sebelah tangannya dan mencium pangkal lengannya. Bibirnya meringis.
"Kecut! Aku juga ingin mandi!" Pendekar Dungu melotot.
"Jangan sembarangan omong! Tadi sudah kukatakan, aku tidak tahu di mana Istana Sembilan Iblis! Kau justru menghasut Pendekar Slebor, ya, dengan mengatakan aku tahu di mana letak Istana Sembilan Iblis?" sambarnya salah arah.
***
== 4 ==
Karena begitu selesai mandi, pakaiannya tidak ada di tempat.
"Ini namanya nekat!" Sebentar Pendekar Slebor celingukan, mencari-cari. Namun sampai sejauh itu tak juga ditemukan pakaiannya.
"Kodok jelek! Monyet buduk! Keluar kau! Kembalikan pakaianku! Hei, orang jelek! Aku kedinginan nih!" teriak Andika, memaki-maki. Tak ada sahutan apa-apa. Dan Andika jadi gemas. Rupanya, dia terlalu asyik berenangrenang, hingga tidak memperhatikan pakaiannya. Toh, pikirnya dia meletakkannya di tempat yang agak tersembunyi.
Apakah Lelaki Berbulu Hitam atau Pendekar Dungu yang mengerjainya"
"Dunguuuu! Hitaaam! Jangan main-main dong! Aku malu kalau keluar, nih!" teriaknya lagi.
Bahkan lebih keras daripada yang pertama.
"Hei, jangan main-main! Aku bisa kedinginan nih! Hei, Dunguuu! Hitaaam! Ayo cepat berikan pakaian itu kepadaku!"
"Kenapa tidak keluar saja?" Mendadak terdengar sahutan.
"Hei!" Andika celingukan. Jelas, sahutan itu bukan suara Pendekar Dungu atau Lelaki Berbulu hitam.
"Siapa kau" Keluar cepat dan kembalikan pakaianku! Kita bertarung seribu jurus!"
"Dalam keadaan seperti itu, apakah kau bisa bertarung?"
"Makanya, berikan dulu pakaianku!"
"Keluar dari sungai itu, baru kita bertarung."
"Masa bodoh! Kembalikan pakaianku!"
"Kalau itu maumu, baik, baik!"
Mendadak saja satu sosok tubuh melenting dari sebuah pohon. Gerakannya sangat ringan. Andika yang sudah jengkel dan bermaksud mengirimkan pukulan jarak jauhnya cepat mengurungkan niatnya, Ketika melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Di tanah pinggir sungai berdiri gadis cantik
dengan rambut digelung ke atas. Sepasang matanya indah dengan bulu mata lentik. Dua alis hitam yang berbentuk bagai gemulainya seorang penari, menghiasi kedua matanya. Pipinya memerah delima. Hidungnya bangir dengan sepasang bibir tipis menggairahkan. Gadis itu berpakaian putihputih, dengan sebuah ikat pinggang terbuat dari sutera berwarna merah. Di pinggangnya terdapat sebuah pecut yang tergulung rapi.
Bukan hanya itu saja yang membuat Andika mengurungkan niatnya untuk menyerang. Karena di tangan kanan gadis itu terlihat onggokan pakaian berwarna hijau pupus dan selembar kain bercorak catur.
"Pencuri iseng! Kembalikan pakaianku!" bentak Pendekar Slebor.
"Enaknya menuduhku pencuri!" semprot gadis itu.
"Kalau tidak pencuri, apa namanya" Maling" Ya sama saja toh, Manis," tukas Andika.
"Aku menemukan pakaian ini di tanah. Aku tidak mencurinya. Jadi yang tepat, aku menemukan pakaian ini!"
"Sudah, sudah! Kembalikan!"
Kali ini dara jelita itu tersenyum manis.
"Banyak omong! Tadi katanya kau berani menantang aku, hah"! Aku terima tantangan itu, hingga seribu jurus! Kalau menang, kau akan mendapatkan pakaianmu ini kembali. Tetapi kalau kalah, kau akan menanggung malu seumur hidup," kata gadis ini penuh ejekan.
Andika memaki-maki tanpa suara. Siapa sih gadis ini" Nekat amat! Kalau melihat sikapnya yang setengah berandalan, menandakan kalau gadis ini dari rimba persilatan yang bebas. Tetapi bi-la mendengar nada suaranya, gadis ini tampak terlatih yang penuh disiplin.
"Ayo, kalau kau berani! Hhh! Memang, kebanyakan pemuda cuma hanya berani jual lagak saja! Padahal kosong setengah mati!" kata gadis ini, melecehkan.
Sebenarnya hati Andika panas sekali mendengar ejekan itu. Tetapi mau bagaimana" Kalau keluar dari sungai ini, sudah jelas 'barang rahasia'nya akan kelihatan. Kalau tidak keluar, akan menjadi bahan ejekan dara jelita ini.
"Hei, Nona! Kalau aku keluar dari sungai ini dan bertarung denganmu, apakah kau tidak akan lari"!" seru Andika, sambil nyengir.
"Memangnya kenapa?" tanya gadis itu lugu.
"Pakai bertanya lagi! Memang kau mau lihat burung kesayanganku" He he he...." Wajah dara jelita itu memerah mendengarnya.
"Jorok! Jorok!" seru gadis itu setengah menjerit. Gadis itu membuang pakaian Andika ke tanah.
"Nah, ambillah sendiri!"
Andika tersenyum geli. Hatinya merasa menang karena bisa membuat gadis itu justru menjadi malu.
"Iya! Tetapi pergilah dari sini!" ujar Andika
"Kalau aku mau di sini, kau mau apa, hah"!" balas gadis itu membentak.
"Aha..., ketahuan, kan" Kau memang mau melihat burungku yang indah itu?"
Gadis itu mengangkat dagunya dengan sikap sombong. Tangannya di lipat, seolah tidak mendengar selorohan Andika.
"Kenapa kau tidak segera keluar, hah"!" tantang gadis ini, membuat Andika melongo.
Gila! Kok ada ya gadis yang tak tahu malu"
tetapi diam-diam Andika yakin kalau gadis itu sebenarnya hanya menahan diri saja. Padahal, dalam hatinya malu juga, itu terlihat dari sikapnya yang mengangkat kepala.
"Hei!" seru Andika sambil tertawa.
"Kalau kau memang ingin melihat burungku, kenapa tidak lebih dekat lagi" Bagaimana?"
"Iih! Jorok!"
Andika terbahak-bahak. Kena juga! Bisa terlihat jelas kalau kedua telinga gadis itu semakin memerah. Mimik dari wajahnya yang kelihatan menjadi gelisah sekarang.
Tiba-tiba saja tanpa berkata apa-apa, gadis itu bersiul cukup nyaring. Lalu, mendadak terdengar suara ringkikan sangat keras, disusul munculnya seekor kuda tinggi besar berwarna hitam pekat mendekati gadis itu.
"Manis! Kau lihat itu! Ada pemuda jelek sedang kedinginan! Hhh! Ternyata dia sebangsa manusia cabul juga!" leceh gadis itu.
Si gadis lantas menaiki kudanya, lalu menoleh pada Andika.
"Hei, Jorok! Kau ambil pakaianmu itu! Setelah berpakaian, aku akan datang lagi ke sini! Ki-ta akan bertarung sampai mampus!" ujar si gadis, menantang.
"Lho, Iho..." Kenapa lagi ini?" seru Andika yang masih geli melihat sikap gadis itu. Apalagi wajah si gadis memancarkan sinar bermusuhan.
"Diaaam! Pokoknya, kenakan kembali pakaianmu! Kita akan bertarung nanti! Karena..., kau adalah bangsa cabul yang memang harus dibunuh! Heaaa!"
Si Gadis langsung menggebuk kudanya yang langsung melesat cepat.
"Hei!" Teriak Andika "Kenapa harus pergi?"
Tak ada sahutan. Dan Andika celingukan sebentar, sebelum merangkak keluar dari sungai sambil menutupi barang rahasianya. Lalu dengan
cepat disambarnya pakaian yang menumpuk di tanah. Kini dia merasa terbebas dari 'belenggu' yang membuatnya kerepotan.
"He he he.... Kok, dia malah kabur" Dasar, gadis iseng! Tahu-tahu menyembunyikan pakaian saja! Tetapi, dia cantik juga, ya" Ilmunya cukup tinggi. Buktinya aku tidak tahu saat dia mengambil pakaianku" Alah..., itu kan hanya kebetulan saja. Sayang..., aku tidak tahu namanya!"
"Untuk apa kuberitahu namaku padamu, hah"!" Mendadak terdengar bentakan keras, disusul bersaltonya satu sosok berpakaian putih.
Dan tahu-tahu sosok itu mendarat ringan di hadapan Andika sambil menatap tajam.
***
"Lho, lho...! Apakah kau penasaran ingin melihat burungku?" seloroh Pendekar Slebor sambil nyengir.
Gadis itu mendengus gemas. Tangannya menuding.
"Hei, Pemuda Otak Kotor! Katakan siapa namamu, hah"! Apakah kau sebangsa manusia busuk seperti Sembilan Iblis yang telah membunuh kakekku?" bentaknya, penuh amarah.
Sementara Andika jadi mengerutkan kening. Lagi-lagi Sembilan Iblis. Dan rasa penasarannya pun semakin menjadi-jadi saja untuk mengetahui, siapakah sesungguhnya Sembilan Iblis itu.
"Tenang dulu, tenang dulu. Aku tidak mengenalmu, kakekmu, dan Sembilan Iblis. Tetapi..., he he he..., aku yakin, kau pasti sudah mengenalku, kan" Siapa sih yang tak kenal pemuda berwajah ganteng seperti ini?"
Gadis itu menghentakkan kakinya.
"Diaaam! Namaku Lasni! Kakekku Panembahan Reso Tunggal yang dibunuh Sembilan Iblis. Kau puas itu" Sekarang, mengaku saja. Siapa kau
sebenarnya" Tetapi aku yakin, kau pasti salah seorang dari Sembilan Iblis!"
"He he he.... Kau salah. Heeeiitt!"
Andika langsung melompat ketika merasakan hawa dingin menderu ke arahnya. Rupanya Lasni sudah cepat menyerangnya.
"Hei, sabar dulu! Kita salah paham! Aku orang baik-baik! Masa tampang ganteng begini disamakan dengan Sembilan Iblis!" ujar Andika mencegah serangan.
"Jangan banyak mulut! Kau harus membayar nyawa kakekku yang kalian bunuh dengan kejam!" bentak gadis bernama Lasni sambil terus menyerang ganas.
Serangan demi serangan gadis ini benarbenar mematikan. Dan setiap kali tangan atau kakinya digerakkan serangkum angin berhawa dingin selalu mengancam keselamatan Pendekar Slebor.
"Aduh..., ini salah paham, Nona! Aku tidak mengenal kakekmu! Tetapi terus terang, nama besar Panembahan Reso Tunggal pernah kudengar!
Nah, kau sendiri ke mana saat kakekmu dibunuh Sembilan Iblis?" kata Andika sambil berkelebatan menghindari serangan Lasni.
Pendekar Slebor memang tidak mau membalas, karena tahu ini hanyalah salah paham belaka. Akan tetapi, matanya pun harus benar-benar jeli dan waspada, karena setiap serangan Lasni begitu mematikan. Tidak mengherankan kalau ilmu gadis ini cukup tinggi, karena merupakan cucu Panembahan Reso Tunggal.
"Kau dan teman-teman busukmu memang manusia sesat yang harus dimusnahkan! Kalau saja kakekku tidak diserang selagi bertapa, mungkin meskipun kalian berjumlah dua puluh orang, tidak akan mampu membunuhnya! Jangankan membunuhnya. Mengalahkannya saja kalian akan
mendapat kesulitan yang sangat besar!" desis Lasni sambil menyerang dengan gencar. Saat pertama kali bertemu Andika tadi, sebenarnya Lasni tidak tahu kalau pakaian berwarna hijau pupus dengan sehelai kain bercorak catur yang tergeletak di tanah itu ada yang punya. Saat gadis ini melihat pakaian, Andika sedang menyelam. Tanpa maksud mencuri dan didasari rasa ingin tahu, Lasni meraih seluruh pakaian Andika. Tetapi ketika melangkah tiga tindak, gadis ini mendengar suara riak air, disusul munculnya sebuah kepala dari air. Dengan cepatnya Lasni melenting ke atas. Dan tanpa sadar pakaian Andika ikut terbawa. Diperhatikannya pemuda yang baru mandi itu.
Begitu sadar kalau pakaian yang dipegangnya itu adalah milik si pemuda, Lasni sebenarnya ingin mengembalikan secara baik-baik. Tetapi karena sikap si pemuda sudah menjengkelkannya, makanya dia mempermainkan Andika. Sayang yang dihadapi adalah Pendekar Slebor yang terkenal sebagai Pendekar Urakan. Maka hasilnya justru berganti arah. Karena, justru Lasni sendiri yang kena dipermainkan oleh pemuda itu. Hingga kemudian disadari kalau perjalanannya ini adalah untuk mencari Sembilan Iblis yang telah membunuh kakeknya selagi bertapa di tepi Sungai Kuning.
"Hei, aku tidak bertanya itu! Aku bertanya ke mana kau sebelumnya?" sergah Andika.
"Kalau kau tahu, saat itu aku pun hendak kalian bikin mampus, bukan?" tukas Lasni dengan kegeraman semakin menjadi-jadi.
Dia tidak bisa lagi membayangkan, bagaimana hancur hatinya melihat jasad kakeknya yang telah terpisah-pisah.
"Lalu dari mana kau tahu kalau Sembilan Iblis yang melakukannya?" caci Andika, tidak mempedulikan seruan marah Lasni.
Pendekar Slebor benar-benar penasaran ingin mengetahui siapa Sembilan Iblis itu. Apalagi menurut wangsit mimpi yang diterima Pendekar
Dungu, dirinya dinyatakan telah tewas. Kini ditambah lagi dengan kabar kalau Panembahan Reso Tunggal telah tewas di tangan mereka. Maka
semakin geram saja pemuda dari Lembah Kutukan ini.
"Dan kau ketakutan sekarang, bukan" Karena aku mengetahui kau adalah salah seorang dari anggota Sembilan Iblis?" tuding Lasni.
"Salah besar! Kau salah, Nona! Namaku Andika..., aku...."
"Tidak peduli siapa namamu! Pokoknya kau harus membayar nyawa kakekku!" potong Lasni. Serangan gadis ini semakin dipergencar.
Namun lama-kelamaan hatinya merasa kesal sendiri, karena sampai tiga puluh jurus berlangsung belum sekali pun berhasil menjatuhkan pukulan
pada pemuda yang dianggapnya sebagai salah seorang anggota Sembilan Iblis. Tiba-tiba saja Lasni melenting ke belakang. Dan ketika hinggap di bumi di tangannya sudah tersampir sebuah pecut yang cukup panjang dengan hulu terbuat dari tembaga hitam.
Ctarr...! Gadis ini memain-mainkan pecutnya, sehingga menimbulkan suara cukup keras.
"Pemuda setan! Kau akan merasakan keampuhan Pecut Brajakirana ku ini! Kalau kau memang bisa lolos dari pecut ini, itu hanya kebe-runtungan saja! Jangan terlalu bangga! Ketahuilah! Justru kau akan mampus dengan tubuh terencah pecah seperti yang dialami kakekku!"
Tiba-tiba saja si gadis berbibir tipis memerah itu menggerakkan tangan kanannya.
Ctaaarr! Andika cukup tercekat mendengar ledakan pecut. Untung saja Pendekar Slebor sudah melenting ke belakang, sehingga jelas-jelas luput dari sambaran pecut.
Namun yang mengejutkan, mendadak Pendekar Slebor merasakan kedua kakinya bagaikan dililit hawa dingin yang cepat merambat ke sekujur tubuhnya. Saat itu juga Andika mengalirkan hawa panas dari tubuhnya untuk mengusir hawa dingin yang menjalar itu. Kini, Pendekar Slebor dapat membayangkan bagaimana jadinya bila salah satu anggota tubuhnya termakan pecut itu. Hawa dingin yang mengenainya bisa membuat jantungnya membeku! Lasni yang melihat keterkejutan di wajah pemuda itu tersenyum penuh kemenangan.
"Kau akan mampus, Pemuda Busuk!" desis gadis ini.
"Hei, hei! Tahan dulu kenapa sih" Kita ngomong-ngomong saja dulu" Soalnya ini hanya salah paham belaka. Nanti kalau salah satu dari kita sudah celaka, maka...."
Ctar! Kata-kata Andika terpotong oleh sambaran pecut Brajakirana yang dikibaskan Lasni kembali. Dengan ringannya, pemuda sakti pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan itu melenting ke belakang. Baru saja Andika mendarat kembali Lasni mengibaskan kembali jurus-jurusnya dengan cepat. Bahkan kali ini terlihat jurus-jurusnya dikeluarkan disertai permainan pecut yang sangat diandalkannya. Dia yakin, pemuda yang dihadapinya ini adalah salah seorang dari Sembilan Iblis.
"Hei, mana kebisaan mu hah"!" ejek Lasni sambil terus mengejar Andika.
Sampai sekarang ini Pendekar Slebor belum juga mau membalas. Karena dia merasa ini hanyalah kesalahpahaman belaka, yang harus segera diluruskan. Namun untuk menenangkan kemarahan si gadis sangat sulit sekali. Dan Andika masih bingung, kenapa dirinya dianggap sebagai anggota
Sembilan Iblis" Pendekar Slebor hanya bisa memaki dalam hati. Tetapi biar bagaimanapun Andika harus menenangkan gadis ini. Karena bila diteruskan, hanya membuang waktu dan tenaga percuma.
Namun yang jelas sekarang ini dia tahu, siapa gadis ini. Dan, apa yang sedang dialaminya. Mendadak saja pemuda sakti itu bergerak tak ubahnya kilat yang menyambar. Gerakannya begitu cepat sehingga Lasni tidak merasakan kalau tangannya tahu-tahu kaku dan pecut Brajakirana yang sangat dibanggakannya sudah berpindah tangan ke tangan Andika.
"Kau?" seru gadis ini terkejut.
Pendekar Slebor tersenyum.
"Nona manis..., kita ini salah paham. Kok kau masih terus menyerangku saja" Apakah kau tidak kasihan melihat pecutmu yang mengerikan ini menggores kulitku?"
"Lepaskan totokan sialan ini! Ayo kita bertarung! Bertarung hingga seribu jurus!!"
"Nyebut, nyebut. But, but, begitu. He..., he..., he.... Pertama-tama hendak kukatakan sejujurnya, kalau aku tidak pernah berjumpa Panembahan Reso Tunggal meskipun namanya pernah kudengar. Kedua, aku tidak pernah membunuhnya. Ketiga, aku bukanlah anggota Sembilan Iblis yang telah membuat hatimu terluka, karena kakek yang kau sayangi mereka bunuh. Keempat, namaku Andika.... Orang-orang menjuluki Pendekar Slebor." Lasni mendengus.
"Pantas kau dijuluki seperti itu! Memang edan! Sudah, sudah! Lepaskan totokanmu ini! Kau harus mampus!"
"Lho?" Andika menggaruk-garuk kepalanya.
"Apakah kau masih belum mengerti dengan kata-kataku tadi?"
"Kembalikan pecut ku!" seru Lasni tiba-tiba. Andika tersenyum.
"Berjanjilah untuk tidak menyerangku kembali. Aku akan mengembalikan pecut ini kepadamu, asal kau segera menyimpannya. Janji?" ujar Pendekar Slebor.
"Iya!"
"Jangan membentak, dong" Senyum dikit..., ya! Jelek!"
"Biar!" seru Lasni.
"Kembalikan pecut ku! Dan, lepaskan totokan ini!"
"Janji tidak akan menyerangku lagi?" cecar Andika.
"Iya, ya!"
"Nah! Begitu lebih bagus. Kita akan membicarakan kembali soal kakekmu yang dibunuh Sembilan Iblis."
Andika segera menggerakkan tangan kanannya. Seketika, tangan Lasni yang kaku tadi bisa diturunkan.
"Kembalikan pecut ku!" bentak gadis ini langsung, dengan mata melotot.
Andika hanya nyengir saja dilemparkannya pecut itu yang langsung ditangkap dengan sigap oleh Lasni. Lalu seperti yang dilakukan semula, gadis itu bersiul cukup keras. Maka kembali kuda hitam kesayangannya muncul.
"Kita pergi dari sini, Manis!" serunya seraya melompat ke punggung kudanya.
"Hei! Kenapa tidak sama-sama?" tegur Andika.
"Jalan dengan pemuda cerewet sepertimu pasti akan makan hati!" sahut gadis itu sambil menggebrak kudanya.
Andika menggaruk-garuk kepalanya. Ah!
Banyak sekali dia berjumpa gadis-gadis jelita yang sakti dalam perjalanannya. Rata-rata bertabiat galak. Dan diam-diam, Andika juga cemas memikirkan nasib Lasni yang diyakini sedang berusaha mencari Sembilan Iblis.
Kalau begitu, Lasni memang harus dibantu. Maka saat itu juga Pendekar Slebor melesat kembali ke tempat semula. Dan yang dilihatnya justru membuatnya menggeleng-gelengkan kepala.
Lelaki Berbulu Hitam dan Pendekar Dungu sedang beradu mulut dengan sengitnya.
"Kau memang penghasut!" maki Pendekar Dungu.
"Kau ini benar-benar dungu! Nggak ketulungan! Aku tidak mengatakan seperti itu!" sahut Lelaki Berbulu Hitam sambil menghentakkan kakinya jengkel.
"Meskipun pendengaranmu baik, tetapi otakmu tetap saja dungu!"
"Ala, kau memang pandai bicara!"
"Hei! Kau bisa mampus kubunuh!"
"Enaknya ngomong! Apa kau pikir kepalaku ini kusediakan untuk di pukul, hah"!"
Andika tersenyum memperhatikan dua tokoh aneh yang berilmu tinggi itu saling ngotot. Justru ini kesempatan yang ditunggu-tunggunya. Tanpa banyak kata lagi, Pendekar Slebor pun melesat ke arah timur. Hendak dicarinya Istana Sembilan Iblis, sekaligus membalaskan sakit hati Panembahan
Reso Tunggal yang telah dibunuh secara kejam.
***
== 5 ==
Malam ini pun pertarungan masih berlangsung sengit. Kini yang bertahan tinggal Upasonto saja, karena satu persatu kawan-kawannya sudah ambruk pingsan. Mereka tak mampu menandingi ilmu Raja Akherat.
Sementara itu Upasonto alias Iblis Baju Sutera masih berusaha menaklukkan Raja Akherat yang tetap dengan ilmu 'Melayang Dua'nya ganti mengeroyok Upasonto. Hasilnya, sudah tentu Iblis Baju Sutera itu terdesak hebat.
"Ha... ha... ha...! Kau akan mengakui kehebatanku, Iblis Goblok!" ejek salah seorang Raja Akherat.
Wusss! Wuuut! Berkali-kali anggota tubuh Iblis Baju Sutera terhantam serangan yang sangat dahsyat. Sakitnya sudah tidak alang-kepalang. Serangan yang datang beruntun dan susulmenyusul itu bukan hanya membuatnya kewalahan. Bahkan membuatnya yakin kalau ajal akan segera menjemputnya. Mungkin ia tidak hanya dibuat pingsan seperti yang lain, malah dibunuhnya!
Dan ketika dua Raja Akherat menyerang ke arah Upasonto secara serentak, Upasonto mengangkat kedua tangannya.
"Tahan! Aku mengakui keunggulanmu!" cegah Iblis Baju Sutera dengan suara geram.
Seketika serangan dua Raja Akherat terhenti, menyusul suara terbahak-bahak keras. Begitu kerasnya, sehingga mampu mengguncangkan Istana Iblis yang kokoh itu. Lalu perlahan-lahan dua sosok tubuh Raja Akherat menyatu kembali. Semuanya tak luput dari perhatian Upasonto yang kali ini benar-benar sudah kehabisan tenaga.
"Ha... ha... ha...! Mengapa kau tidak mau mengakuinya sejak semula, hah"!"
Upasonto meskipun geram bukan alang kepalang, diam-diam masih merasa beruntung. Karena, toh yang mengalahkannya adalah orang yang sealiran dengannya. Kalau misalnya yang dihadapinya dari golongan lurus, semua ini tidak akan dibiarkan terjadi. Ia melirik delapan kerabatnya yang dalam keadaan terkapar pingsan.
"Sekarang katakan, apa maumu?" tanya Iblis Baju Sutera penuh geram.
"Bagus, bagus sekali! Pertama, akui aku sebagai ketua kalian. Dan, ingat! Kalian harus mengikuti seluruh kata-kataku! Bila membantah, aku tak segan-segan untuk menghancurkan kalian!" ujar Raja Akherat dengan tatapan terbuka lebar. Matanya memancarkan sinar merah berkilatan.
Upasonto hanya menganggukkan kepala. Sembilan Iblis memang tak pernah menganggap seseorang sebagai ketua. Namun tak ada salahnya bila sekarang Raja Akherat mengakui dirinya sebagai ketua. Namun diam-diam, Iblis Baju Sutera berniat untuk menghancurkannya. Saat ini, lebih
baik menurut daripada nyawa melayang.
"Kuakui kau sebagai ketua dari Sembilan Iblis, sekaligus menduduki kursi tertinggi di Istana Sembilan Iblis," katanya sambil menekan semua kegeraman.
"Ha... ha... ha...! Bagus, bagus sekali! Ketahuilah! Hidupku tidak akan pernah tenang bila belum memusnahkan musuh besarku! Sembilan
Iblis kuperintahkan untuk mencari!" ujar Raja Akherat.
"Siapa yang kau maksudkan?" tanya Iblis Baju Sutera, meski sudah bisa menduga.
Tangan Raja Akherat tiba-tiba bergerak.
Wussss! Des! Tubuh Upasonto kontan terguling ke belakang. Dia hanya sanggup bangun dengan merangkak. Dadanya nyeri luar biasa, setelah muntah darah.
"Panggil. aku Ketua!!" perintah Raja Akherat, tak ubahnya lolongan Serigala.
Upasonto terpaksa menganggukkan kepala. Dia benar-benar merasa kalau kebebasan Sembilan Iblis kini sudah terinjak-injak.
"Baik, Ketua...."
"Ha... ha... ha...! Bagus, bagus sekali! Aku suka mendengarnya! Ketahuilah, Upasonto.... Musuh besarku adalah Pendekar Slebor! Cari dia sampai dapat! Hidup atau mati. Dan, hadapkan kepadaku! Mengerti?"
"Baik, Ketua...."
Tiba-tiba Raja Akherat melemparkan sebutir benda bulat kecil berwarna hitam seperti obat pulung kepada Upasonto.
"Telan!" ujar Raja Akherat, setelah Iblis Baju Sutera menangkapnya.
"Untuk apa?" tanya Upasonto sambil menatap obat yang kini berada di tangannya.
"Jangan banyak tanya kalau tidak ingin mampus!" Dengan kegeraman yang menjadi-jadi, Upasonto menelan pil itu. Raja Akherat terbahak-bahak melihatnya.
"Bagus! Bagus sekali! Yang kau telan barusan itu adalah hati burung padang pasir yang telah ku campur dengan bisa ular sendok. Setiap minggu, bila masih ingin hidup, kau akan kuberikan obat pemusnahnya. Tetapi bila memberontak dari perintahku, maka kau akan mampus secara perlahan-lahan!"
Sambil terbahak-bahak Raja Akherat melangkah mendekati delapan iblis lain yang pingsan. Dengan paksa dimasukkannya benda hitam itu ke mulut
mereka. Semua tindakannya diperhatikan oleh Upasonto penuh kegeraman yang semakin menjadi-jadi. Raja Akherat kemudian menyadarkan mereka. Begitu bangun, mereka siap menyerang Raja Akherat.
"Jangan bertingkah bila kalian tidak ingin mampus!" seru Raja Akherat.
Biang tokoh sesat ini terbahak-bahak, lalu melangkah tenang. Dan pantatnya di henyakkan di sebuah kursi yang masih utuh.
"Kalian telah menelan racun racikan ku sendiri yang sangat berbahaya! Bila kalian masih ingin hidup, silakan bersikap hormat kepadaku! Seperti Upasonto yang telah menyerahkan seluruh hidupnya kepadaku! Kalian dengar itu?"
Mereka saling pandang, tak percaya. Tetapi ketika Upasonto menganggukkan kepala, mereka pun yakin apa yang dikatakan laki-laki bercodet di pipi kirinya itu benar. Lalu satu persatu para iblis ini berdiri dengan geram.
"Apa maumu sebenarnya?" bentak Kahyunputi dengan tatapan geram.
"Ha... ha... ha...! Seperti yang tadi sudah kukatakan, aku ingin kalian menganggapku sebagai Ketua. Dan, ingat! Jangan ada yang membantah perintah ini!"
Kahyunputi mengepalkan tangannya. Sementara Raja Akherat terbahak-bahak kembali.
"Tak ada gunanya kalian melawanku! Lebih baik turuti perintahku saja! Cari Pendekar Slebor sampai dapat! Hidup, atau mati!" Tak ada yang membantah. Masing-masing dari Sembilan Iblis hanya mengangguk meskipun kegeraman sudah menjadi-jadi. Memang, mereka telah merencanakan untuk membunuh Pendekar Slebor. Tetapi, bukan diperintah semacam ini!
Namun saat ini, mereka tak berani membantah. Kalau melawan, toh tak ada gunanya. Apalagi, nyawa mereka berada di tangan Raja Akherat.
"Kami akan mencarinya, Ketua...," kata Upasonto pelan sambil menekan seluruh dendamnya.
"Ha... ha... ha...! Aku senang mendengarnya! Bila kalian taat kepadaku, setiap minggu akan kuberikan penangkal dari racun yang kalian telan! Tetapi yang perlu diketahui, bila dalam tenggang seminggu racun itu tidak diberikan penangkalnya, maka kalian akan mati perlahan lahan."
***
"Ala! Jangan mempermainkan aku! Otakku cerdik! Aku tahu, kau hendak mengatakan aku dungu, kan?" Dengus Pendekar Dungu.
"Dengar! Ke mana Tuan Penolong kita"!" tanya Lelaki Berbulu Hitam sambil mengedarkan pandangannya.
"Nah, nah! Mau main-main lagi! Kapan kita pernah melihat Pendekar Slebor, hah"!"
Manusia Berbulu Hitam menggeleng-geleng dengan gemas.
"Masa kau lupa, sih?"
"Lupa! Oho, ingatanku masih sehat, Kawan. Sudah, ayo kita berkelahi saja! Aku masih ingin mengemplang kepalamu! Jangan mencari alasan! Kalau kau takut, bilang saja takut?"
"Jangan sesumbar!"
"Buktinya, kau tidak mau berkelahi lagi denganku, kan" ayo, sini maju! Maju!"
"Dengar, Dungu!" ujar lelaki Berbulu Hitam, jengkel.
"Sebelumnya Pendekar Slebor bilang hendak mandi! Lalu dia muncul di sini. Dan sekarang, sudah tidak ada! Ke
mana dia?"
"Mana aku tahu" Dia tidak bilang kepadaku, kok. Atau...." Pendekar Dungu menyipitkan matanya.
"Jangan-jangan, kau tahu ke mana dia pergi!"
"Kalau aku tahu, kenapa harus bertanya?" tukas Lelaki Berbulu Hitam.
"Nah! Kalau aku tahu, aku kan bisa menjawab! Memang pusing punya teman dungu seperti kau ini!" cibir Pendekar Dungu sambil menggeleng-geleng.
"Kasihan, punya kawan sudah pikun."
Lelaki Berbulu Hitam tidak lagi menghiraukan kata-kata Pendekar Dungu. Dia tidak tahu secara pasti, sudah berapa lama bertarung dengan Pendekar Dungu. Dan tahu-tahu baru disadari kalau Pendekar Slebor sudah tidak ada di tempat. Dengan cepat tubuh lelaki keturunan serigala ini berkelebat ke satu tempat.
"Hei! Mau tinggal aku, ya"! Sana pergi! Aku tidak takut!" seru Pendekar Dungu sambil mengibaskan tangannya.
"Hhh! Memangnya dipikir aku takut" Tetapi, lho..."
Jangan-jangan si Hitam memang benar. Tadi ada Pendekar Slebor di sini. Dan dia tidak tahu kalau dalam wangsit mimpi ku Pendekar Slebor akan tewas di Istana Sembilan Iblis" Hei, Hitam! Keluar kau! Kau harus mengaku kepadaku kalau tadi Pendekar Slebor ada di sini! Hei, Hitam jelek! Keluar! Kita berkelahi lagi!"
Untuk sesaat, sosok Lelaki Berbulu Hitam belum keluar dari balik semak. Pendekar Dungu semakin sewot.
"Hei! Kalau kau takut bilang saja takut! Tidak usah berlagak berani!"
Lelaki Berbulu Hitam belum keluar juga. Seketika Pendekar Dungu mengibaskan tangannya dengan jengkel.
Wusss! "Blaaarrr!"
Sebatang pohon besar kontan ambruk bagaikan disambar kilat yang dahsyat. Suaranya menimbulkan bunyi berdebam keras. Seketika, sosok lelaki Berbulu Hitam keluar dari sana. Wajahnya nampak jengkel sekali.
"Brengsek! Lihat-lihat dong, kalau ingin menebang pohon!" makinya jengkel.
"Mengapa kau tidak bergeser saja tadi?"
Lelaki Berbulu Hitam membuang kekesalan dengan melepas napas melalui hidungnya.
"Ke mana sih pemuda itu" Brengsek! Padahal begitu banyak yang aku ingin ngobrolkan?" maki Lelaki Berbulu Hitam.
"Bagus itu. Aku juga! Tetapi, di mana dia sekarang?"
"Sudah kubilang aku tidak tahu!"
"Ala, kau ini memang licik!" Tadi kau bilang dia ada di sini" Nah, mana dia?"
"Dungu! Aku tidak tahu!" jerit lelaki Berbulu Hitam keras sambil membuang rasa jengkelnya pada kawannya yang dungunya tidak ketulungan
lagi.
"Dasar licik! Memangnya dia apamu sih" Pacarmu" Istrimu" Kan bukan" Jadi aku boleh bertemu dengannya, kan?" sahut Pendekar Dungu, semakin dungu saja.
Lelaki Berbulu Hitam tidak meladeni katakata Pendekar Dungu.
"Hitam! Kau tahu, di mana Istana Sembilan Iblis?" tanya Pendekar Dungu, membuat Lelaki Berbulu Hitam menoleh.
Lelaki keturunan Serigala ini menggeleng.
"Jangan-jangan si Slebor itu ke sana," tunjuk Pendekar Dungu ke satu arah. Kali ini sikapnya kelihatan yakin.
Lelaki Berbulu Hitam langsung menolehkan kepala pada Pendekar Dungu. Lalu bibirnya tersenyum yang justru membuat wajahnya semakin jelek.
"Tumben kau bisa punya pikiran yang cemerlang itu," puji Lelaki Berbulu Hitam. Pendekar Dungu tersenyum.
"Kalau dia ke sana, kita harus mencarinya. Nanti kita tanya di mana letak Istana Sembilan Iblis. Baru kita menyusul dia ke sana!"
***
== 6 ==
"Kau ini benar-benar dungu tak ketulungan!" semburnya kesal.
"Lho, lho" Kenapa lagi sih?" seru Pendekar Dungu tersinggung.
"Aku sudah mengatakan apa adanya! Memang susah punya teman dungu seperti kau!"
"Sudah, sudah! Kita harus segera mencari pemuda sakti itu! Aku juga ingin membuktikan kebenaran mimpimu! Masa iya sih, dia bisa dikalahkan Sembilan Iblis!"
"Eh, kau tidak percaya" Aku juga tidak! Mungkin mimpi ku itu hanya gombal saja, ya?"
"Atau kau mengada-ada?" tebak Lelaki Berbulu Hitam. Pendekar Dungu melotot.
"Enaknya kau ngomong! Aku ini orang pilihan dewa!" Sahut Pendekar Dungu bangga sambil menepuk dadanya.
"Setiap kali aku bermimpi, pasti itu wangsit yang benar. Tetapi..., ah! Itu bohong. Benar, bohong. Masa pemuda sakti itu bisa mati, ya?"
"Kubilang apa! Kau mengakuinya juga, kan?" seru Manusia keturunan Serigala ini dengan wajah puas.
Pendekar Dungu hanya menggedikkan bahunya saja. Kelihatan jengkel pada kawannya ini.
"Memang, sekali-sekali orang yang cerdik dan pintar itu berbuat salah. Buktinya... ya, seperti aku ini," kata Pendekar Dungu, bernada sombong. Lelaki Berbulu Hitam terbahak-bahak mendengar kata-kata Pendekar Dungu yang diucapkan dengan nada sombong sekali.
"Sekarang, bagaimana?" kata Lelaki Berbulu Hitam, bernada mengejek.
Pendekar Dungu menyeringai menang.
"Nah! Memang, orang dungu sering bertanya kepada yang pintar. Silakan, Hitam.... Kau mau bertanya apa?"
Lelaki Berbulu Hitam memaki-maki menyadari kesalahan bicaranya.
"Aku akan mencari Pendekar Slebor! Sialan juga dia, main tinggal saja! Akan ku jitak kepalanya!"
"Aku juga! Kau sebelah kanan atau kiri?"
"Kiri!"
"Aku ambil yang kanan!" kata Pendekar Dungu. Dan tahu-tahu di jitaknya kepala Lelaki
Berbulu Hitam. Bletak! "Waadddooowww!"
Jitakan Pendekar Dungu mengandung tenaga dalam kuat. Hingga tak heran kalau Lelaki Berbulu Hitam menjerit keras.
"Sialan! Kurang ajar! Dungu!" maki Lelaki Berbulu Hitam sewot.
Kening Pendekar Dungu berkerut.
"Heran! Dia yang menyuruh aku menjitak kepalanya bagian kanan! Kok, aku yang dimakimaki! Memang susah berteman dengannya!" kata Pendekar Dungu.
"Ada orang dungu, tetapi tidak seperti kau!"
"Itu lebih baik. Jadi tidak ada yang menyamai ku! Eh, Hitam! Bagaimana kalau kita bertanya pada gadis berbaju Kuning yang kalau berjalan mengegol-egolkan pinggulnya! Barangkali saja dia tahu, di mana Andika?"
Lelaki Berbulu Hitam mendengus.
"Payah!"
***
Sebenarnya keinginan untuk membunuh Pendekar Slebor sudah merupakan rencana mereka. Tetapi kini, atas perintah orang lain. Dan mereka pun menjadi jengkel. Meskipun, rencana itu akan tetap dijalankan. Mereka melangkah menyusuri lembah yang panjang. Alang-alang tinggi yang tumbuh diterobos begitu saja. Beberapa ekor burung yang hinggap terjuntai segera berterbangan lincah.
"Kita akan membuat perhitungan kembali dengan Raja Akherat," dengus Majenar alias Iblis Cakar Harimau dengan hati panas. Bagi Majenar ini adalah kekalahan yang sangat pahit. Seumur hidupnya, belum pernah dia mengalami masalah yang sangat menjengkelkan seperti ini. Diperintah layaknya budak belaka!
"Kau benar, Majenar," sahut Bresatar alias Iblis Kaki Seribu.
"Aku sudah muak melihat sikapnya! Sayang, racun itu telah masuk ke tubuh kita! Setelah kita mendapatkan Pendekar Slebor baik hidup atau mati, barulah bisa meminta obat pemusnah dari Raja Akherat."
"Memang! Raja Akherat harus menerima pembalasan dari kita!" seru Wediwoso alias Iblis Juling dengan tatapan mata sukar diartikan.
"Aku benar-benar merasa heran dengan ajian 'Melayang Dua'nya itu. Bukan hanya dahsyat, namun juga menakjubkan!"
Lima dari Sembilan Iblis itu terus melangkah dengan hati panas. Keinginan untuk menyingkirkan Raja Akherat semakin menjadi-jadi saja, tanpa boleh sirna dari hati mereka. Apalagi setelah di perut masing-masing tertanam racun yang dipaksa masuk oleh Raja Akherat.
"Setelah Pendekar Slebor tewas, kita akan segera menghancurkan raja tengik itu!" desis Kahyunputi alias Iblis Lidah Api.
"Tetapi, bagaimana cara mengatasinya bila mempergunakan ajian 'Melayang Dua'nya?" tanya Sridorsa alias Iblis Kahyangan.
"Ajian 'Mambang Kahyangan'ku saja tidak banyak membawa arti. Terbukti aku pun dibuatnya pingsan! Kalau dia hanya seorang diri, dengan mudah tubuhnya akan kita rencah menjadi beberapa bagian. Namun, bila telah mempergunakan ajian 'Melayang Dua'nya yang sangat dahsyat, kita seperti menghadapi dua kelompok yang sama-sama ganas, tangguh, dan kejam." Kini tak ada yang bersuara. Mereka terus melangkah.
"Apakah di antara kalian ada yang tahu rahasia ajian 'Melayang Dua' milik Raja Akherat?" tanya Iblis Kahyangan lagi.
Sekali lagi tak ada yang bersuara. Mereka kemudian sama-sama mendengus ketika menyadari kehebatan Raja Akherat memang tangguh, Apalagi saat ini racun yang dalam waktu seminggu akan terus bekerja, telah bersemayam di perut mereka. Inilah yang sangat menyulitkan. Mereka pun tiba di tepi Hutan Angosko, setelah menempuh perjalanan dua penanak nasi. Matahari pun sudah menggeser dari ubun-ubun kepala mulai miring ke kanan.
"Kalau begitu, kita tidak perlu membicarakannya lagi. Bila kita mendapatkan kunci dari ajiannya, maka akan bisa mengalahkannya," tandas Majenar.
"Bahkan, bisa menjadikannya seorang budak!"
Rombongan itu tertawa-tawa. Dan tanpa disadari, sepasang mata tengah memperhatikan seksama. Sesekali keningnya berkerut. Tangannya
menghitung jumlah orang-orang itu.
"Heran," desis si pengintai dengan kening berkerut.
"Menurut mimpi Pendekar Dungu, jumlah mereka sembilan orang. Kok ini hanya lima?"
Si pengintai menghitung sekali lagi agar jangan meleset. Tetapi hasilnya tetap sama. Jangan-jangan mereka bukan Sembilan Iblis. Huh! Di mana sih sebenarnya mereka berada?
Belum lagi si pengintai berpakaian hijau pupus dengan selembar kain bercorak catur yang melingkar di bahunya mendapatkan jawaban dari pertanyaannya sendiri, tiba-tiba saja telinganya menangkap ringkik kuda yang keras. Menyusul, satu sosok tubuh berpakaian putih-putih dengan
ikat pinggang berwarna merah, melenting ke arah lima orang itu.
Begitu mendarat di tanah dengan ringan, sosok ramping itu berdiri gagah dengan sikap menantang di hadapan lima dari Sembilan Iblis.
"Busyet! Kenapa Lasni menghadang langkah orang-orang itu?" desis si pengintai lagi yang tak lain Pendekar Slebor.
Untuk keluar dari hutan yang lebat dan panjang itu membutuhkan waktu berhari-hari. Dan penglihatan Pendekar Slebor yang tajam tadi pun melihat lima sosok tubuh bertampang menyeramkan sedang melangkah ke arahnya. Pendekar Slebor yang tidak ingin mencari urusan, segera melenting ke atas pohon dan mengintai. Tetapi yang tak disangka sekarang ini, justru gadis yang memang Lasni, terlihat sudah berdiri menghadang langkah orang-orang itu yang sekarang terbahak-bahak saling pandang.
"Ha ha ha.... Ayam bulat mana yang berani-beraninya menghalangi langkah kita?" seru Wediwoso, alias Iblis Juling sambil tertawa. Matanya yang tidak kompak jadi kelihatan lucu ketika menatap Lasni. Gadis baju putih bisa melihat kalau tatapan itu penuh sinar birahi. Akan tetapi, Lasni adalah gadis gagah dan tabah. Dendamnya atas kematian kakeknya telah berakar di hatinya, tekadnya tidak akan pudar sebelum menemukan Sembilan Iblis.
"Hhh! Orang-orang menyeramkan! Siapakah kalian"!" tanya Lasni, berusaha berwibawa.
"Ha ha ha.... Nona Manis..., mengapa kau bertanya seperti itu?" sahut Sridosa sambil menyeringai.
"Sudah tentu kami berlima ini adalah kakang masmu yang akan membuatmu gembira. Mari sini, Manis.... Mari.... Kau bisa menghibur kami, kan?"
Lasni jijik mendengar kata-kata itu. Sehingga telinganya memerah dan tatapannya semakin nyalang.
"Kurang ajar! Kalian rupanya orang-orang busuk yang tak ubahnya seperti Sembilan Iblis!" dengus gadis itu.
Mendengar julukan Sembilan Iblis disebut, mereka berpandangan. Lalu sama-sama mereka terbahak-bahak.
"Rupanya kau mencari Sembilan Iblis, Nona Manis" Bagus! Bagus sekali.... Kebetulan, kami adalah lima orang dari anggota Sembilan Iblis yang ditakuti. Nah, apakah kau sekarang akan lari ke pelukan kami?"
Mendengar kata-kata itu, dengan sigap Lasni mencabut pecut Brajakirana nya dari pinggang.
"Rupanya, kalianlah yang telah membunuh kakekku!" geramnya marah.
Sementara Andika tersenyum dingin.
"Ha ha ha.... Kami sudah banyak membunuh orang! Bahkan tak terhitung banyaknya!" seru Bresatar jumawa.
"Siapakah kakekmu itu, Nona Manis?"
"Nama kakekku Panembahan Reso Tunggal yang kalian bunuh secara keji!"
Kelima Iblis ini terbahak-bahak.
"Rupanya dia cucu dari orang tua goblok itu!" seru Bresatar.
"Ha ha ha...! Bagus sekali. Tetapi, rasanya sayang bila kita langsung membunuhnya sebelum dinikmati," tambah Kahyunputi sambil tertawa-tawa.
"Kau benar, Kahyunputi. Kita bisa mengundinya sekarang," timpal Wediwoso sambil menelan ludahnya.
"Siapa yang pertama kali berhak menguliti ayam bulat itu?"
Ctaaarrr! Lasni yang tak tahan mendengar ocehan itu sudah menggerakkan pecut pusakanya yang menebarkan hawa dingin. Seketika, kelima orang
itu berlompatan sambil terbahak-bahak dan mengurungnya. Di atas pohon, Andika menepuk keningnya.
"Gila! Nekat juga si Lasni ini! Dia bukan hanya bisa mati konyol, tetapi akan hancur luar dalam!" Sementara Lasni dengan kemarahan luar biasa mengayunkan pecutnya berkali-kali ke arah lima orang yang telah membunuh kakeknya. Dia tidak kelihatan takut sedikit pun. Bahkan wajahnya begitu tegas untuk membalas dendam.
"Ayo, maju kalian semua! Biar arwah kakekku puas!" serunya, keras.
Ctar! Ctaarrr! Kelima anggota Sembilan Iblis berkelit menghindari serangan sambil terbahak-bahak. Terkadang, tubuh mereka sengaja dibiarkan untuk
terjilat pecut Brajakirana.
"Manis.... Mengapa kita harus membuangbuang waktu lagi" Sebentar lagi malam akan menjelang. Dan kita bisa saling menghangatkan bukan?" kata Wediwoso sambil balas menyerang dengan kedua tangan terbuka, siap memegang bagian-bagian terlarang tubuh Lasni.
Begitu pula yang lainnya, yang tak ubahnya sekumpulan elang sedang mengeliling anak ayam. Hal ini justru membingungkan Lasni. Sehingga diam-diam kekeliruannya disadari karena terlalu menganggap enteng lawan-lawannya. Semua ini terjadi karena hatinya terlalu geram akibat kematian kakeknya.
Kalau tadi Lasni bisa mengumbar setiap serangannya, namun kali ini justru merapatkan pecutnya. Karena begitu tangannya mengibas pada salah seorang lawannya, para iblis yang lain segera memburu dengan kedua tangan terbuka. Mereka berusaha menyentuh bagian-bagian terlarang dari tubuh Lasni cara ini membuat gadis itu benar-benar kalang kabut.
"Lepaskan aku! Lepaskan!" seru Lasni ketika tangan Majenar berhasil memegangi kedua tangannya dan merangkul dari belakang. Sementara,
yang lain mendekati sambil menyeringai lebar.
"Ha ha ha.... Kita berpesta malam ini!" kata Majenar sambil terbahak-bahak.
Namun mendadak Iblis Cakar Harimau tersentak seketika.
Dukk! "Augh...!" sebuah pukulan keras menghantam pangkal lengannya. Saat itu juga tubuhnya sempoyongan ke belakang.
"Siapa kau, Manusia Lancang?" bentak Bresatar sambil bersiaga.
Sementara Lasni yang merasa terbebas dari rangkulan Majenar segera berbalik. Pecutnya langsung diayunkan ke arah Majenar.
Ctarr! Majenar yang masih sempoyongan ternyata memang memiliki kemampuan cukup tinggi. Serangan Lasni berhasil dihindari. Namun teman-teman Majenar menjadi terkejut, karena tidak menyangka gadis itu akan mempergunakan kesempatan selagi mereka kebingungan mencari siapa penyerang Majenar.
Tetapi nasib Majenar kali ini sungguh malang. Meskipun berhasil menghindari serangan Lasni, tetapi kembali suatu bayangan berkelebat dan langsung menghantam dadanya hingga tubuhnya kembali sempoyongan. Begitu bisa mengembalikan keseimbangannya, begitu teman-temannya membuka mata, maka lima anggota Sembilan Iblis melihat di sisi Lasni telah berdiri seorang pemuda tampan dengan sepasang alis menukik bagaikan kepakan
sayap elang!
***
Sosok bayangan yang tak lain Pendekar Slebor hanya tersenyum saja.
"Ini akibatnya bila terlalu nekat dan tidak memperhitungkan akibatnya!!" kata Pendekar Slebor seperti mengomeli.
"Pendekar Slebor!"
Kelima anggota Sembilan Iblis secara serempak berseru. Andika menjura bagaikan seorang petinju yang baru memenangkan sebuah pertandingan.
"Terima kasih, terima kasih. Rupanya kalian menaruh hormat pula padaku. Baik, baik.... Kuterima hormat kalian," lanjut pemuda urakan ini.
Lasni yang terkejut sekaligus senang melihat kehadiran Pendekar Slebor, jadi tersenyum geli. Tetapi dia pun segera bersikap waspada, berdiri berdampingan dengan Pendekar Slebor. Sementara pecut pusakanya siap diayunkan kembali, ketika kelima anggota Sembilan Iblis mendengus penuh kegeraman.
"Rupanya kami tidak perlu mencarimu jauh-jauh, Pendekar Slebor karena, kau datang untuk mengantarkan nyawa!" seru Kahyunputi dengan tatapan dingin.
Andika hanya nyengir saja, sambil menggunakan otaknya yang cerdik untuk memperhitungkan segala sesuatu.
"Lho" Jadi kalian selama ini sudah memendam keinginan yang dalam untuk berkenalan denganku, ya" Wah, bagus! Bagus! Perkenalan kalian kuterima! Sini, sini semuanya.... Biar ku jitak!"
"Jangan banyak tingkah!" dengus Kahyunputi.
"He he he.... Kudengar kalian berjumlah sembilan orang. Nah, mengapa sekarang cuma lima" Apakah yang empat orang lagi sedang mengerami telurnya yang cuma dua?" ejek Andika.
Mata Pendekar Slebor terus bekerja, memperhitungkan jaraknya. Dia tahu Lasni akan mampu menjaga diri. Namun, dia pun tahu kalau kelima orang ini memiliki kesaktian di atas rata-rata. Bisa repot kalau harus bertarung sambil memikirkan Lasni. Bukannya sahutan yang didapatkan Andika. Mendadak Kahyunputi membuka mulutnya.
Dan.... Wrrr! Api besar bagaikan keluar dari mulut naga, siap menyambar wajah Andika dan Lasni. Dengan sigap Pendekar Slebor memiringkan tubuhnya. Sementara, Lasni melompat dua tindak ke samping. Dan gerakan yang dilakukan secara serempak itu pun menemukan ganjalan berarti. Karena, Kahyunputi, Wediwoso, Majenar, dan Bresatar secara serempak menyerang. Mereka langsung mempergunakan ajian pamungkas yang dimiliki. Sementara Sridorsa menyerang Lasni. Namun gadis ini segera menyambutnya dengan pecut pusakanya. Menghadapi satu orang, ternyata Lasni masih mampu mengimbanginya, meskipun berkali-kali harus keteter pula.
Sedangkan Andika sudah berkelit kesana kemari. Pemuda sakti pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan itu mempergunakan kecepatannya untuk menghindari serangan dari empat anggota Sembilan Iblis yang cepat dan beruntun. Menghadapi keempat orang dari Sembilan Iblis saja, Andika sudah bisa merasakan kedahsyatannya. Apalagi mereka tergabung dalam Sembilan Iblis" Tetapi, pendekar urakan itu tidak mempedu-likannya lagi. Baginya mereka harus bisa diatasi.
Maka dengan mempergunakan tenaga 'inti petir' tingkat kedelapan belas, Andika mencoba menerobos ruang gerak serangan para iblis itu.
Wuuut! "Heeaaa!"
Namun hal itu tidak gampang dilakukan. Karena selain serangan yang rapat dan cepat, keempat lawan Iblis itu pun dapat merapat sekaligus.
"Edan! Konyol!" maki Pendekar Slebor jengkel. Dan kembali Andika harus menghindari serangan beruntun itu. Berkali-kali dicoba untuk menerobos ruang gerak serangan keempat lawannya. Pendekar Slebor memang berhasil, dengan cara mengirimkan pukulan telak ke dada Wediwoso. Sehingga ruang gerak serangan lawan sedikit terbuka. Akan tetapi, hal itu harus dibayar dengan pukulan Majenar dan tendangan Bresatar. Buk! Des! Pendekar Slebor kontan terjajar, namun cepat menguasai keseimbangannya lagi.
"Yeee..., tidak sakit! Tidak sakit!" ejeknya sambil mengulurkan lidahnya seperti anak kecil. Ejekan Andika membuat kemarahan empat dari Sembilan Iblis semakin menjadi-jadi. Teruta-ma, Majenar dan Wediwoso.
Keduanya menyerang gencar, membuat Andika jadi kewalahan. Belum lagi menghadapi serangan Bresatar yang menggunakan jurus 'Kaki Seribu'nya. Juga, ditambah semburan lidah api Kahyunputi. Semuanya membuat Andika melompat-lompat seperti monyet kebakar ekornya.
"Gawat! Bisa-bisa aku yang konyol nih!" maki Pendekar Slebor dalam hati.
Memang serangan yang datang semakin lama semakin terasa dahsyat dan mengerikan. Sementara itu, Sridorsa berusaha menekan Lasni dengan serangan-serangan rapat, cepat, dan berbahaya. Karena bila jaraknya merenggang maka pecut yang berada di tangan Lasni bisa memakan tubuhnya. Lasni pun seorang gadis cerdik. Dia tahu lawan memaksanya bertarung dari jarak lebih dekat. Makanya setiap kali Sridorsa merapatkan serangan, gadis itu langsung melompat mundur sambil mengibaskan pecutnya.
"Setaaannn!" maki Sridorsa.
Iblis ini menyadari kalau gadis itu mengetahui maksudnya. Namun dia tetap berusaha merapatkan serangan, kalau tak ingin salah satu anggota tubuhnya dimakan pecut Lasni.
Ctaaar! "Hei"! Mengapa kau seperti anak kecil yang ketakutan seperti itu, ha ha ha..."!" ejek Lasni.
Sudah tentu kata-kata gadis itu membuat Sridorsa bertambah murka. Mendadak saja, tangannya dikibaskan ke depan.
Wress! Seketika serangkum angin panas menderu ke arah Lasni. Akan tetapi, menghadapi lawan seorang diri seperti itu, bagi Lasni lebih mudah. Apalagi ilmu pecutnya memang sudah sangat terlatih.
Tiba-tiba saja sambil melenting ke atas, Lasni membuat lingkaran cepat dari pecutnya, yang digerakkan hingga menimbulkan hawa dingin. Maka hawa panas yang dilancarkan Sridorsa pun harus runtuh oleh hawa dingin yang keluar dari pecut Lasni. Semakin bertambah murka saja Sridorsa
dibuatnya. Dia benar-benar marah, karena menghadapi seorang gadis saja belum juga berhasil menaklukkannya.
"Kau memang harus diajar adat!" geramnya.
"Hei" Apakah tadi kau hanya main-main saja?" kata Lasni, mengejek.
"Atau..., memang hanya begitu saja kemampuanmu?"
Wajah Sridorsa memerah mendengar ejekan yang menjengkelkannya. Tiba-tiba saja tubuhnya meluruk ke arah Lasni dengan gerakan bagai meluncur.
"Kau akan membayar ucapanmu itu dengan nyawamu! Heaaaa!" seru Iblis Kahyangan dengan hati jengkel.
***
== 7 ==
Ctar! Pecut yang mampu menghancurkan batu karang sebesar kerbau, ternyata tidak membawa hasil yang diharapkan. Bahkan tubuh Sridorsa terus meluncur deras!
Gadis itu melenguh pelan. Baru disadari kalau lawan yang dihadapinya ini benar-benar tangguh. Mau tak mau tubuhnya melenting ke atas. Namun yang membuatnya terkejut, tubuh Sridorsa terus melayang mengejarnya.
"Setan alas!" maki gadis itu.
Seketika Lasni memutar tubuhnya, seraya menendang ke arah Sridorsa. Namun, Iblis Kahyangan segera mengibaskan tangannya saja.
Plak! Lasni hampir saja terpental karena kehilangan keseimbangan. Namun untungnya dia masih bisa menguasai dirinya, sehingga jatuh dengan ringan. Ketika celananya disingkap terlihat kaki kanannya membiru. Namun gadis itu tidak bisa berlama-lama menyesali kakinya yang putih mulus berubah membiru, karena Sridorsa terus meluruk ke arahnya. Tak ada jalan lain lagi baginya selain memutar pecut dengan putaran cepat.
Rrrrt...! Sridorsa masuk ke dalam lingkaran pecut. Dan secepat kilat, Lasni menarik pecutnya yang melilit tubuh Sridorsa, hingga terjerunuk ke depan. Dan dengan gerakan lincah sekali, tubuhnya berputar sambil mengibaskan kaki kirinya.
Des! "Ughh...!"
Tubuh Sridorsa makin tersuruk ke depan.
Sementara itu Andika kini benar-benar kewalahan menghadapi serangan-serangan gencar kaki Sembilan Iblis. Terutama, menghadapi semburan api Kahyunputi yang membakar semak belukar. Saat itu juga sekitar tempat itu jadi terang benderang, karena malam sudah datang. Andika juga harus pontang-panting menghindari serbuan 'Kaki Seribu' yang dilakukan Bresatar.
"Kampret bau! Kentut busuk! Bisa mampus nih!" dengus Andika. Kali ini Pendekar Slebor benar-benar tidak diberi kesempatan lagi untuk membalas. Namun si pemuda yang kepribadiannya sudah tertempa oleh kehidupan keras di kotapraja itu masih berusaha meloloskan diri dari kepungan serangan beruntun dan membabi buta. Karena kalau terus menerus berada dalam pusaran serangan lawan-lawannya, bisa dipastikan ajalnya akan lebih cepat tiba.
Dan mendadak saja, Andika bergulingan ke depan. Sejenak tadi Pendekar Slebor terkejut juga melihat serangan Sridorsa pada Lasni. Tetapi dia bisa menarik napas lega setelah melihat Lasni berhasil meloloskan diri dari sergapan maut Iblis Kahyangan. Bahkan mampu mengirimkan serangan balasan yang tak kalah hebat.
Sambil bergulingan Pendekar Slebor mengibaskan tangannya yang telah terangkum tenaga 'inti petir' pada tingkat kesepuluh. Dengan serangan balasan ini, ia berhasil meloloskan diri. Meskipun, cakar harimau Majenar sempat menggores kulit lengan kanannya. Kali ini memang tak ada jalan lain lagi. Mendadak saja, Andika melenting ke atas ketika sergapan yang datang berikutnya meluruk begitu cepat. Dan seketika di tangannya telah tergenggam kain pusaka warisan Ki Saptacakra. Dengan kain pusaka Andika mengibaskannya ke arah semburan api Kahyunputi.
Wutt...! Api yang menyambar ke arah Andika terlempar ke arah Wediwoso. Iblis Juling langsung bergulingan kalau tidak mau ajian andalan kawannya menjilat-jilat tubuhnya. Dan Andika tidak mau lagi membuang kesempatan yang cukup sempit itu. Hanya sebuah celah sedikit. Seketika kain pusakanya dikebutkan pada Wediwoso yang masih bergulingan. Brrt! "Aaakh...!"
Iblis Juling menjerit keras bagai lolongan serigala. Lalu terlihat sesuatu terlepas dari tubuhnya. Ternyata tangan kirinya yang tersambar kain pusaka Andika putus! Darah seketika mengalir dari tangannya. Melihat Iblis Juling bergulingan menahan sakit, ketiga temannya semakin ganas.
Serangan-serangan mereka bertambah cepat dan berbahaya. Namun kesempatan yang sangat langka, setelah berhasil menjatuhkan Wediwoso, secara tidak langsung Andika mendapatkan celah serangan. Pendekar Slebor melihat serangan empat penjuru yang dilakukan lawan-lawannya menjadi terbuka. Maka dengan cepat tubuhnya bergerak ke kiri dan kanan sambil mengebutkan kain pusakanya. Wurrr...!
Wutt...! Lagi-lagi api semburan Kahyunputi berhasil dibuang Andika. Bahkan tubuhnya cepat melenting cepat ke depan sambil mengibaskan kain
pusakanya. Kakinya terangkat dengan gerakan memutar, memapaki serangan Iblis Kaki Seribu yang bergerak cepat.
Des! Tubuh Bresatar yang bergerak dalam keadaan kepala ke bawah dan kaki ke atas langsung tersungkur cepat. Andika pun bergerak cepat pula.
Langsung diinjaknya leher Bresatar, sehingga.... Krekk...! Seketika, patahlah leher Bresatar. Dan nyawanya pun melayang-layang meninggalkan jasadnya. Sudah tentu Majenar dan Kahyunputi semakin marah. Namun, dua serangan yang mereka lakukan secara serempak, sepertinya telah kehilangan gigi. Karena dua penjuru yang bebas itu membuat Andika melompat ke sana kemari, sambil menghindari setiap serangan.
"Ayo, ayo! Mau ke mana kalian?" seru Pendekar Slebor sambil mengebut-ngebutkan kain pusakanya, hingga menimbulkan angin keras yang menderu-deru. Kahyunputi yang merasa semburan lidah apinya sudah tidak banyak gunanya, kini menyerang dengan tangan dan kaki, mengikuti gerakan Iblis Cakar Harimau. Melihat kalau kedua lawannya kini sudah 'kehilangan' kepandaiannya, Andika cepat menyampirkan kembali kain pusakanya yang bercorak catur ke punggungnya. Dan dengan tenaga 'inti petir' tingkat ke delapan langsung disambutnya setiap serangan.
"He he he.... Mau ke mana sih, Kang?" ejek Andika ketika Iblis Lidah Api berkali-kali berlompatan menghindari setiap serangan.
Sementara Iblis Cakar Harimau masih dengan gencar mengibaskan tangannya. Namun tak satu pun serangannya yang masuk!
Kelicikan memang begitu lekat dengan orang-orang golongan sesat. Melihat Andika tidak menggunakan kain pusakanya lagi, Kahyunputi mendadak saja menyemburkan lidah apinya. Namun kelicikan itu pun harus dibayar mahal. Karena dengan gerakan tak terduga dan cepat sekali, tahu-tahu kain bercorak catur sudah berada di tangan Pendekar Slebor. Bahkan dengan cepatnya dikebutkannya, sehingga api yang menjilat-jilat itu justru pulang ke pemiliknya sendiri!
Waaa....
"Hah..."!"
Kahyunputi terkejut melihatnya. Namun api yang menderu ke arahnya lebih cepat. Sehingga.... Blap! Iblis Lidah Api sendiri termakan oleh api yang menjilat-jilat ganas. Tubuhnya kontan bergulingan sambil menjerit-jerit keras. Melihat hal itu, keberanian Iblis Cakar Harimau menjadi surut. Kepengecutannya yang selama ini disembunyikannya terlihat. Selama ini dia telah merasa besar bersama anggota Sembilan Iblis. Dan mendadak saja disambarnya tangan Wediwoso yang terdiam pingsan, karena tak kuasa menahan rasa sakit. Seketika dia lari lintang pulang. Sedangkan Andika hanya
terkekeh saja.
"Enteng!" kata Andika, padahal tadi sudah hampir mampus! Dan mendadak saja telinga Pendekar Slebor mendengar geraman keras di belakang.
"Gadis setan! Mampuslah kau!"
***
Ctaaarr! Bagaikan telah kehilangan rasa sakit, tubuh Sridorsa terus meluruk ke arah Lasni. Sejenak gadis itu terkejut. Sudah dua kali dia melihat Sridorsa begitu kebal terhadap pecutnya. Lasni tidak tahu kalau Iblis Kahyangan kembali mempergunakan ajian 'Mambang Kahyangan'nya yang
sanggup mematahkan serangan siluman. Melihat gadis itu terdesak, Andika pun segera bergerak. Tubuhnya langsung meluruk deras.
"Lasni! Menghadapi manusia seperti ini sih encer! Serahkan dia padaku!" seru Andika dengan pukulan tenaga 'inti petir'nya.
Sridorsa yang merasakan gerakan Andika di belakang segera membatalkan serangan. Seketika tubuh berbalik langsung dipapakinya serangan Andika. Plak! Plak. Tubuh Sridorsa terpental dua tindak. Sementara Andika yang sudah sok hebat, melirik tangannya yang memerah.
"Busyet!" makinya.
"Yang ini sih benar-benar kedot rupanya!"
Pendekar Slebor langsung mencerna kalau ternyata kekuatan anggota Sembilan Iblis tidak sama. Kini, dia bisa menilai kalau mereka itu merupakan kekuatan sangat sukar untuk dikalahkan. Jalan satu-satunya sekarang ini, memang memusnahkan satu persatu. Andika sendiri langsung melenting ke depan, melewati tubuh Sridorsa yang sudah meluruk kembali dengan cepatnya.
"Pendekar sialan! Kau harus mampus di tanganku malam ini juga?" geram Iblis Kahyangan.
"Ah, masa?" sahut Andika ringan.
"Jangan-jangan kau yang iri ingin ikut kedua temanmu yang telah menjadi mayat itu! Tidak usah berkecil hati. Aku akan berbaik hati untuk mengirimmu menyusul kedua temanmu tanpa ongkos sepeser pun!" Sridorsa yang merasa kalau tenaga Pendekar Slebor biasa-biasa saja, setelah memapak serangan tadi kembali mengerahkan ajian 'Mambang Kahyangan'nya. Hatinya tidak khawatir lagi kalau terjadi benturan. Karena diyakini tenaga dalamnya lebih kuat. Tetapi secara diam-diam, Andika telah merangkum ajian 'Guntur Selasa', salah satu dari ajian yang sangat dibanggakannya. Dibiarkannya saja Iblis Kahyangan menyerangnya dengan bertubi-tubi. Dan pada satu kesempatan, Pendekar Slebor pun mengempos tubuhnya menerjang. Lasni yang tengah mengatur pernafasannya kontan terbelalak. Meskipun hanya sekejap, dia tahu kalau kekuatan Pendekar Slebor tadi kalah oleh tenaga Sridorsa.
"Hati-hati!!" serunya memperingatkan.
Glarr...! Tetapi, benturan sudah terjadi. Terdengar suara salakan petir yang cukup keras. Dan dari pusat benturan tampak mengepul asap cukup pekat. Namun keadaan masih bisa terlihat karena api yang dikeluarkan Iblis Lidah Api tadi semakin merembet memakan pohon-pohon kecil dan ilalang. Tiba-tiba, terlihat satu sosok tubuh terlontar deras ke belakang, menabrak sebuah pohon besar! Tubuh Sridorsa!
Seluruh tulang Iblis Kahyangan langsung patah-patah. Dan nyawanya pun melayang menyusul kedua rekannya. Sedangkan Andika masih berdiri tegak di tempatnya.
"Andika!" seru Lasni gembira. Gadis ini tadi khawatir sekali kalau sampai terjadi apa-apa terhadap Andika. Andika hanya cengengesan saja.
"Kecil! Itu urusan kecil!" katanya jumawa.
Lasni tersenyum.
"Kau memang hebat."
"Itu sih kecil! Masa buat Andika yang kayak begitu jadi takut, sih"! Eh, maaf!" Andika mendadak melompat ke balik semak. Di sana dia mengibas-ngibaskan tangan kanannya.
"Wadoooww! Sakit sekali!" teriak Pendekar Slebor. Lasni terkejut mendengar jeritan itu. Namun dia menjadi cekikikan geli. Rupanya, Andika
menyembunyikan rasa sakitnya tadi. Kini Andika tampak keluar dengan langkah gagah.
"Kenapa" Digigit semut?" sambar gadis itu, membuat Andika tersenyum kecut.
"Biasa," sahut Pendekar Slebor enteng.
"Makanya, jangan sok!"
"Kau yang jangan sok!" sergah Andika tiba-tiba.
"Sudah ketahuan kalau Sembilan Iblis itu terdiri dari orang-orang sakti. Tapi, kau masih nekat juga untuk mencari mereka! Kau tahu, Lasni.... Hampir saja kau menjadi sasaran empuk mereka!" Lasni menghela napas panjang. Kini apa yang dikatakan Andika dibenarkan. Dia memang terburu nafsu, karena rasa dendam dan marah yang menyelimutinya ketika menemukan mayat kakeknya.
"Hei, kenapa diam" Kau bersedia ya, dijadikan 'hidangan' mereka" Memang enak sih, ya" Itu juga barangkali, lho!" ledek Andika sambil terkekeh, seperti menyembunyikan sesuatu. Lasni tersenyum.
"Aku mengerti. Tetapi Kang Andika, aku tidak pernah tenang sebelum melihat manusia-manusia biadab itu mampus semuanya!"
"Siapa bilang aku tenang" Aku juga ingin menumpas mereka! Tetapi pakai otak. Bukan pakai dengkul!"
"Sialan! Siapa yang bilang otakku di dengkul"!" Mendadak terdengar suara sahutan bernada memaki.
"Hitam, kau yang bilang ya?" lanjut suara itu.
Lalu muncul dua sosok tubuh yang membuat Andika mendengus. Lagi-lagi dua tokoh aneh yang memang Lelaki Berbulu Hitam dan Pendekar Dungu. Lelaki Berbulu Hitam melotot.
"Kau ini sudah aku tidak bilang apa-apa kok!"
"Jangan banyak omong! Kau berani menghina hanya dari belakang! Ayo, bilang sekali lagi! Bilang!" seru Pendekar Dungu ngotot.
Lelaki Berbulu Hitam hendak menyahut, tetapi urung ketika melihat sosok yang dikenalinya.
"Nah, ini dia orangnya!" teriaknya.
Pendekar Dungu pun melihat Andika.
"Tuhkan, apa kubilang" Kita pasti akan bertemu dengannya lagi! Hei, Bor! Sudah lama ya, kita tidak bertemu?" kata Pendekar Dungu.
Andika tertawa. Padahal baru tiga hari yang lalu mereka bertemu. Tetapi Pendekar Dungu sudah lupa. Pendekar Dungu lantas menoleh ke arah
Lasni.
"Lho" Mengapa gadis itu sudah mengenakan pakaian putih" Seingatku..., kalau tidak salah dia kan memakai baju kuning ya, Hitam" Iya tidak?"
"Tauk!" sembur Lelaki Berbulu Hitam.
"Pemarah!"
Andika semakin tertawa melihat dua tokoh aneh itu yang selalu bertengkar, namun selalu beriringan.
"Hei, mayat-mayat siapakah itu?" tanya Lelaki Berbulu Hitam, menunjuk tiga mayat yang tergolek tak jauh dari tempat ini.
"Tiga orang dari Sembilan Iblis!" sahut Pendekar Slebor.
"Kan dalam mimpi ku Pendekar Slebor akan mati di Istana Sembilan Iblis! Tidak bisa! Bor! Hidupkan mereka lagi! Aku ingin wangsit mimpi ku benar!" tuntut Pendekar Dungu.
Andika hanya cekakakan saja. Sementara Lasni yang baru mengenal keduanya mau tak mau mengerutkan kening. Menurutnya, baru kali ini dijumpainya tokoh-tokoh aneh seperti itu.
"Dungunya! Mana ada orang sudah mampus dihidupkan lagi!" sahut Lelaki Berbulu Hitam, mendengus.
"Kalau tidak ada, ya diadakan!"
Andika langsung menarik lengan Lasni, untuk meninggalkan tempat itu. Karena bila berlama-lama berhadapan dengan dua tokoh aneh itu, bisa-bisa jadi gila!
***
Prak! Meja itu langsung hancur berantakan.
"Bodoh! Nama Sembilan Iblis hanya omong kosong belaka!" makinya murka.
"Majenar! Di ma-na dia berada?"
"Dekat, dekat sekali dari sini," sahut Majenar alias Iblis Cakar Harimau sambil menatap tajam Raja Akherat. Kalau saja tidak ada manusia ini, sudah bisa dipastikan mereka akan mencari Pendekar Slebor bersama-sama.
"Jangan bertele-tele! Di mana"!" bentak Ra-ja Akherat.
"Di Hutan Angsoko!"
"Upasonto! Cari dia, dan bunuh! Bawa semua kawan-kawanmu keluar dari sini! Dan si Juling yang telah buntung lengannya pasti akan menyusahkan kalian saja!"
Tanpa terduga Raja Akherat mengibaskan tangannya. Wuusss!
"Aaakh...!"
Wediwoso kontan menjerit kesakitan tubuhnya terjengkang dan kelojotan karena dadanya bagaikan dihantam benda yang tajam dan kuat sekali. Dari gerakan kesakitan yang keras dan menyentak tadi, perlahan-lahan pun melemah dan tidak bergerak lagi.
Majenar langsung menderu ke arah Raja Akherat dengan kedua tangan terbuka. Seruannya yang keras itu menyadarkan yang lain kalau Wediwoso sudah tewas.
"Keparat! Kau harus membayar nyawa Wediwoso dengan nyawamu!" bentak Majenar tak mampu menahan amarahnya. Kedua tangannya yang membentuk cakar harimau mengibas. Namun Raja Akherat hanya mengibaskan tangan kanannya saja Dua kali.
Plak! Des! Pukulan pertama menghalau cakar harimau Majenar yang memburu kepalanya. Sedangkan pukulan kedua menghantam tepat di dada Iblis Cakar Harimau yang terluka dalam akibat bertarung dengan Pendekar Slebor.
Tubuh Majenar langsung terlempar deras ke belakang dan menabrak dinding. Lalu bagai dipantulkan, tubuhnya terlempar lagi ke depan, tak begitu jauh. Namun sentakan tubuh yang terjadi itu terasa sangat menyakitkan. Itu menandakan kekuatan lemparan yang dilakukan Raja Akherat begitu dahsyat.
Majenar jatuh tergolek tak berdaya. Mati!
Upasonto dan yang lain hanya bisa menggeram marah saja, tanpa bisa berbuat apa-apa. Padahal di hati mereka, sudah tidak sabar untuk menghancurkan kepala laki-laki berpakaian merah menyala itu. Tetapi, kali ini mereka lebih baik mengalah dulu. Karena keadaan jelas tidak memungkinkan. Di samping memang sudah merencanakan untuk membunuh Pendekar Slebor, mereka juga akan mencari sela untuk menghancurkan Raja Akherat!
Memang, mereka tidak merasakan adanya Raja Akherat sebagai pimpinan. Dan yang dirasakan justru sesuatu yang menikam dari belakang.
Belum lagi dengan racun yang bersemayam di tubuh mereka. Karena tak ada yang bergerak, Raja Akherat terbahak-bahak.
"Jangan coba-coba melalaikan tugas dariku! Bunuh Pendekar Slebor!" Upasonto dan ketiga kawannya tidak lagi banyak cakap. Sambil menatap dingin dan sikap tak puas, ketiga kawannya diajak untuk segera meninggalkan Istana Sembilan Iblis, di mana mereka sebelumnya berada dalam alam kebebasan yang sangat mengasyikkan. Tetapi sekarang" Hhh!
Melihat keempatnya berlalu, Raja Akherat terbahak-bahak.
"Pendekar Slebor! Sampai di mana pun juga, kau akan kucari! Kau harus membayar semua perbuatanmu padaku! Ha..., ha..., ha! Kau akan
mampus, Pendekar Slebor!"
Raja Akherat kembali terbahak-bahak dengan perut terguncang. Rasanya akan puas menyaksikan Pendekar Slebor mampus!
***
Andika nyengir. mereka berhenti di sebuah tempat yang cukup luas. Samar dalam pandangannya yang tajam, matanya melihat sebuah bangunan besar di kejauhan. Itukah Istana Sembilan Iblis"
"Kenapa sih, kau ingin tahu tentang mereka" Naksir, ya" Wah, wah...! Masa iya sih, kau doyan sama orang-orang yang sudah bau tanah!
Kan di sini ada yang lebih ganteng lagi?" tukas Andika, meledek.
Lasni yang tahu kalau digoda Andika, tiba-tiba celingukan seperti mencari sesuatu.
"Lho" Di sini cuma ada kita berdua, Kang," sahut Lasni. Andika yang tidak mengerti sekarang.
"Memangnya kenapa?"
"Kalau aku, sudah tentu cantik. Kang Andika jelek. Lalu, siapa yang ganteng itu, kang?"
Andika menepuk keningnya. Dan dia jadi terkekeh-kekeh ketika sadar kalau sedang dibalas Lasni.
"Kalau manusia yang banyak bulunya itu aku tidak tau namanya. Yang jelas dia Lelaki Berbulu Hitam. Seorang aneh yang berilmu tinggi. Sedangkan yang seorang lagi bernama Pendekar Dungu."
"Kang Andika tau namanya?"
"Kata siapa" Aku hanya tahu julukannya saja. Keduanya memang sama-sama membingungkan. Bahkan sama-sama memusingkan. Pertama, mereka berjalan beriringan tak ubahnya sahabat kental. Akan tetapi, di setiap perjalanan akan diselingi pertengkaran yang langsung dilanjutkan dengan pertarungan yang tidak dianggap ringan. Jurus-jurus tinggi pasti akan segera muncul."
Lasni hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Eh, dimana kudamu itu?" kata Andika tiba-tiba. Ku tinggalkan disana, ketika melihat kelima orang laki-laki itu datang."
"Kasihan kudamu itu"
"Dia bisa mengurus diri sendiri."
"Tidak seperti majikannya ya?" kata Andika sambil tertawa-tawa.
Lasni hanya tersenyum kecut.
"Aku tidak seperti yang kau bayangkan." Dengusnya.
"Saat itu amarahku terpancing dengan dendam para pembunuh kakek! Aku tidak ingin mereka berkeliaran di muka bumi ini, sementara kakekku sudah menjadi mayat."
"Lasni, jika kau menghadapi sesuatu namun masih terbawa arus amarah mu sendiri, sudah bisa dipastikan justru kau sendirilah yang akan hancur, maka akan celaka," kata Andika, bisa berkata bijak juga. Tetapi kemudian kepalanya digaruk-garuk sambil nyengir.
"Kadang-kadang aku juga suka marah, sih!"
Lasni tersenyum. Dia tidak mengerti, mengapa bisa begitu cepat akrab dengan pemuda ini. Meskipun kelihatan agak urakan, namun Andika begitu baik. Dan belum ada yang membuka suara lagi....
"Wah, wah...! Memang enak kalau pacaran di sini! Terlindung dari pandangan mata, dari sinar matahari, dan dari segala-galanya. Dibelai angin
sejuk yang mampu melenakan! Ih! Sialan! Kenapa sih dengan bajuku ini!"
Tiba-tiba terdengar suara kekehan keras, membuat Pendekar Slebor dan Lasni langsung bersiaga. Keduanya sama-sama mengerutkan keningnya ketika melihat sosok yang tahu-tahu muncul di depan.
Dia adalah seorang laki-laki yang sangat pendek. Boleh dikatakan kuntet. Bentuk tubuhnya sangat lucu dengan sebuah anggota tubuh serba kecil. Kepalanya bulat dengan rambut panjang dan hidung pesek. Pakaiannya biru dan panjang sekali. Sepertinya pakaian itu bukan miliknya. Entah dicurinya dari mana. Ketika lelaki kerdil ini melangkah lagi, mendadak saja tubuhnya berguling, karena pakaiannya terinjak kakinya sendiri.
"Heit! Heit! Sialan!" makinya setelah beberapa kali bergulingan dan berdiri tegak kembali. Andika dan Lasni tak kuasa menahan tawanya melihat sesuatu yang menggelikan.
"Hei! Jangan tertawa!" bentak si kontet.
"Kurang ajar kalian, ya?"
"Paman Kerdil.... Siapakah kau ini?" tanya Andika sambil menahan tawa.
Si Kontet tersenyum-senyum mendengar panggilan yang bernada hormat.
"Bagus, bagus! Namaku Srundul! Tetapi orang-orang lebih mengenalku sebagai Tapak Darah! Bagaimana" Hebat bukan" Makanya jangan main-main denganku! Kau bisa kubuat nyungsep tahu! Eiiit! Sialan banget nih baju. Eh, Gondrong! Buka bajumu untukku! Baju yang kupakai ini kepanjangan, jadinya selalu ku injak ujungnya!"
Andika tersenyum geli.
"Sama saja, Paman Srundul. Toh, pakaian yang kau kenakan itu seukuran denganku."
Srundul alias si Tapak Darah menganggukanggukkan kepalanya mengerti. Tetapi kemudian pandangannya tertuju kepada Lasni yang tanpa sadar menjadi kecut.
"He he he.... Gadis itu kan tubuhnya lebih kecil dari kau" Pasti pakaiannya cocok untukku.
Ayo, mintakan padanya agar pakaian itu diberikan kepadaku!" ujar Srundul.
Andika terbahak-bahak begitu melihat wajah Lasni yang memerah padam.
"Hei, Tapak Darah! Hati-hati kalau ngomong!" sentak Lasni.
"Lho, kenapa" Apa aku salah?" tukas Tapak Darah sambil melotot.
"Aku hanya minta, kan" Kalau tidak dikasih ya..., akan kurebut sendiri!" Semakin terbahak-bahak Andika mendengar kata-kata itu. Apalagi begitu melihat perubahan wajah Lasni yang menunjukkan kegeraman.
"Kalau kau memang menginginkan pakaiannya, mengapa tidak minta sendiri saja" Barangkali saja dia berbaik hati hendak memberikannya kepadamu?"
"Kang Andika!" teriak Lasni sewot.
"Hei, Manis! Cepat buka bajumu untukku! Pakaianku ini kebesaran! Tidak tahu pakaian siapa, kutemukan di sungai saat mandi! Setelah kupakai, sekarang sudah kering, kan" Hei, kenapa diam saja! Ayo, buka bajumu!" ujar Tapak Darah.
Lasni tidak kuasa lagi menahan geramnya.
"Brengsek! Apa kau pikir aku bersedia melakukannya, hah"!" bentaknya.
"Lho, kenapa" Malu" Ala, kan hanya ada kita bertiga saja. Tidak usah malu. Tidak ada orang lain lagi kok di sini," kata Tapak Darah sambil menggoyang-goyangkan tangannya.
"Ayo, cepat! Aku ingin mencocokannya! Kalau cocok, biar untukku. Dan yang ini untukmu! Itu juga kalau kau mau! Kalau kau tidak mau ya,
tidak apa-apa. Kedua baju ini untukku saja! Ayo, buka! Kenapa masih bengong saja, sih?"
Justru Andika yang semakin terpingkal-pingkal. Sejenak dibayangkannya sesuatu yang hanya diketahuinya sendiri. Lalu tiba-tiba tawanya semakin keras. Lasni yang tak kuasa menahan malu dan marahnya dikerjai seperti itu, langsung mengayunkan pecut Brajakirana nya dengan cepat.
Ctaaarr! "Hei! Kenapa jadi bermain kuda-kudaan seperti ini" Ayo, lebih baik serahkan saja pakaianmu kepadaku! Atau, kau malah menyuruhku
untuk merebutnya" He he he.... Baik, baik.... Kau boleh mengetahui, siapa Tapak Darah yang tampan ini sesungguhnya," desak Tapak Darah, membuat Pendekar Slebor semakin terpingkal-pingkal mendengarnya. Lasni yang jengkel karena Pendekar Slebor justru memojokkannya, mengibaskan pecutnya,
"Brengsek!"
Ctar! Pecut itu menghantam sebuah batu di depan Andika, hingga pecah berantakan, sementara Andika masih nyengir.
"Jangan mempermainkan aku!"
"Lho" Siapa yang mempermainkan?" sahut Andika.
"Yang kau hadapi kan bukan aku, tetapi si Tapak Darah," sergah Pendekar Slebor.
"Tetapi kau tidak menolongku?"
"Apa yang harus kutolong" Membukakan pakaianmu untuknya" Baik, sini!"
Andika langsung melangkah dan bersikap seolah-olah hendak membuka baju Lasni. Tetapi Pendekar Slebor langsung melompat ke samping ketika ayunan pecut yang berada di tangan Lasni kembali menyambar cepat.
Ctaaar! Ctaaarr!
Lasni terus mencecar Andika karena jengkel dipermainkan begitu.
"Hei! Katanya kau ingin bertarung denganku" Ayo, sini! Pemuda berbaju hijau itu tidak usah diladeni! Dia masih kalah ganteng denganku, kan?" kata Tapak Darah. Sambil menghindari sambaran-sambaran pecut Lasni, Andika terbahak-bahak mendengar kata-kata Tapak Darah. Luar biasa, dia kembali bertemu tokoh aneh lagi!
"Hei, Tapak Darah! Kalau memang ingin mengambil sendiri pakaian yang kau inginkan itu, mengapa masih diam saja" Ayo, bukai pakaiannya!" teriak Andika, keterlaluan.
"Kang Andika!"
Andika mengedipkan matanya. Seketika Tapak Darah mengempos tubuhnya.
"Baik! Lihat, dalam dua kali gebrak, pakaiannya sudah terlepas dari tubuhnya!"
Tubuh yang kuntet itu bergerak luar biasa cepat. Andika sendiri sampai terkejut melihat gerakan Tapak Darah. Sementara Lasni menghentikan serangan pada Andika cepat pecutnya diayunkan ke arah Tapak Darah. Namun dengan sigapnya lelaki kuntet itu menghindari serangan.
"Hei, Gondrong! Kau lihat nih! Satu!"
Tiba-tiba saja tubuh Tapak Darah berputar mengelilingi Lasni. Dan gadis itu menjadi kebingungan. Sementara Andika sendiri sangat sulit menangkap gerakan si Tapak Darah. Tahu-tahu gerakan memutari tubuh Lasni itu terhenti. Dan ketika sudah berdiri kembali, di tangannya tergenggam pecut Brajakirana milik Lasni. Lasni sungguh-sungguh tidak menyangka kalau pecut kesayangannya akan pindah tangan. Seketika gadis itu langsung menyerang ganas.
"Kuntet jelek! Kembalikan pecut ku!"
Tapak Darah segera mengempos tubuhnya.
"Dua!" serunya keras.
Begitu mendengar teriakan, Andika dengan cepat melenting ke depan. Meskipun habis-habisan menggoda Lasni, tetapi dia tidak mau cucu Panembahan Reso Tunggal itu dibuat malu.
Makanya ketika Tapak Darah sudah siap melucuti pakaian Lasni, Andika cepat memotong gerakannya. Wuuuut! Des! Plak! Pecut Brajakirana yang dipegang Tapak Darah langsung terlepas, ketika Pendekar Slebor cepat menyambarnya. Lalu disambarnya pula tubuh Lasni, dan dibopongnya.
"Hei, apa-apaan ini?" bentak Tapak Darah sambil bergulingan ke belakang, dan berdiri tegap kembali. Andika pun hinggap ringan di tanah. Lasni sendiri tidak menyangka kalau Andika yang tadi terus menerus mengerjainya akan menolongnya. Dan kini gadis itu tersenyum lega. Rupanya pemuda ini tergolong baik juga. Dan terus terang, Lasni sangat senang berada dalam rangkulan pemuda tampan yang urakan, namun baik hati ini. Makanya matanya kini terpejam menikmati pesona rangkulan itu.
"Auuuw...!"
Tetapi tiba-tiba saja Lasni menjerit keras. Dan tubuhnya tahu-tahu jatuh ke tanah.
Brukkk! "Kang Andika!" makinya jengkel. Andika terkejut.
"Oh! Kupikir tidak ada orang tadi dalam rangkulan ku," sahutnya dengan nyengir kuda.
Sementara Lasni berdiri sambil merengut. Diambilnya pecut Brajakirananya yang berada di tangan Pendekar Slebor.
"Hei, Gondrong! Kau ini bagaimana, sih" Tadi, kau sudah setuju dengan rencanaku untuk mengambil pakaian gadis itu, lalu sekarang malah melarang?"
"Tapak Darah.... Biarpun kau memakai bajunya, pasti kebesaran juga," sahut Pendekar Slebor, kalem.
"Mana bisa! Tubuhnya ramping seperti itu, kok" Tetapi, di dadanya itu ada benjolan besar yang montok, ya" Boleh kupegang?" tanya Tapak Darah lugu. Lasni langsung menyumpah-nyumpah.
"Serba salah!" maki Tapak Darah.
"Meminta pakaiannya tidak boleh. Sekarang memegang yang montok-montok di dadanya, tidak boleh. Huh! Apalagi yang montok itu kuminta, ya?"
Andika terbahak-bahak.
"Hei, Tapak Darah! Kau ini lugu atau bego, sih" Sudah tentu yang montok-montok itu tidak akan diberikannya."
"Pelit!"
Tapak Darah melipat kedua tangannya dengan wajah mendongak ke atas.
"Kalau tidak diperbolehkan ya, sudah! Tidak kusangka, gadis seperti dia itu pelit sekali! Dasar! Tetapi tidak apa-apa, kok! Sudah, sudah! Aku mau pergi saja...." Segera Srundul melangkah.
Tetapi tubuhnya harus bergulingan lagi, karena pakaiannya yang kebesaran terinjak kakinya sendiri. Andika benar-benar geli sekali melihat tingkah laku Tapak Darah itu. Ah! Siapa sebenarnya tokoh kontet yang aneh itu"
"Hati-hati kalau melangkah!" teriak Pendekar Slebor.
"Brengsek! Kau menghinaku ya" Aku bisa langsung menghilang tahu!"
"Percaya, percaya!"
Tapak Darah membuktikan ucapannya. Lalu.... Wwuuut! Tubuh Kontet itu pun menghilang, membuat Pendekar Slebor menggaruk-garuk kepalanya. Lalu tahu-tahu, tubuhnya berkelit ke kiri.
Ctaaar! "Hei, kenapa lagi ini?"
"Brengsek! Mata keranjang! Cabul! Jangan mempergunakan kesempatan dalam kesempitan, ya"!" maki Lasni sambil mengibaskan ayunan pecutnya berkali-kali.
"Heran! Tadi pacaran sekarang malah bertengkar!" Lasni segera menghentikan serangan ketika terdengar seruan keras.
"Kuntet! Mau apa lagi kau, hah"!" maki Lasni dengan mata melotot geram.
"He he he.... Cuma sebentar. Nanti setelah itu kalian bisa berkelahi lagi."
"Apa yang ingin kau ketahui?" bentak Lasni lagi. Hatinya benar-benar jengkel pada Tapak Darah. Srundul mengangkat bahunya.
"Aku cuma ingin tahu, apakah kalian mengenal Pendekar Slebor"! Tetapi, ah! Pasti kalian tidak tahu! Sudah teruskan lagi deh, pertarungan kalian!"
Wussss! Tubuh Tapak Darah sudah lenyap kembali dari pandangan. Andika sejenak melongo. Pendekar Slebor" Kan hanya dia saja yang berjuluk Pendekar Slebor"
"Hm.... Mau apa dia mencariku" Tetapi yang terpenting, aku tidak pernah mengenal dia sebelumnya." gumam Andika.
Tetapi pikiran itu buyar karena Lasni sudah menyerang kembali.
"Hei, Jelek! Kau harus merasakan pecut ku!" Kembali Andika terkejut dan gelagapan menerima serangan Lasni yang begitu gencar. Mendadak, Pendekar Slebor berkelebat, membuat gadis itu menjadi gelagapan. Karena tahu-tahu, Pendekar Slebor sudah merangkulnya. Ketika akan memberontak....
"Jangan ribut. Ada yang datang ke sini," bisik Pendekar Slebor.
Lalu dengan ringan sambil membopong tubuh Lasni, Andika melenting ke atas pohon!
***
== 9 ==
"Kang Andika.... Aku yakin, mereka pasti anggota Sembilan Iblis pula. Bukankah waktu itu jumlah mereka lima orang" Dan sekarang, empat orang?" bisik Lasni sambil memperhatikan langkah bergegas orang-orang itu.
"Kau benar. Tetapi, ingat. Jangan gegabah. Kau sudah menyaksikan kehebatan mereka, bukan?" Lasni mengangguk.
Keempat Iblis itu terus melangkah tergesagesa, seolah yang dicari akan lenyap hari ini juga. Andika sendiri lebih suka menyelidik ke Istana Sembilan Iblis sendiri. Dia ingin tahu, ada apa gerangan di sana. Pendekar Slebor lantas membisiki rencananya pada Lasni. Gadis itu mengangguk perlahan tanda setuju. Kali ini setiap amarahnya harus ditekan. Otaknya harus dipergunakan daripada tenaga dan amarahnya yang justru menjadi senjata makan tuan. Namun belum lagi Pendekar Slebor dan Lasni melompat turun, tiba-tiba saja....
"Hayyooo! Siapa kalian orang-orang jelek?" Terdengar sebuah bentakan keras, disusul munculnya satu sosok tua keropos yang tak lain Pendekar Dungu.
Andika melihat Pendekar Dungu berusaha memasang tampang garang, tapi hasilnya malah seperti kakek telat buang air. Sementara Lelaki Berbulu Hitam tak lama muncul kemudian diperhatikannya keempat orang itu dengan tatapan tajam. Kening Upasonto berkerut. Dia merasa aneh melihat dua laki-laki yang kira-kira tua bangkotan itu di hadapannya.
"Dan kalian sendiri siapa"!" Upasonto balas membentak.
"Hei!! Dia bertanya namaku, Hitam?" tukas Pendekar Dungu.
"Kau ingat namamu sendiri?" Lelaki Berbulu Hitam menggelengkan kepalanya.
"Tidak."
"Aku juga tidak. Lalu, bagaimana menjawab pertanyaan orang berbaju sutera itu?" Pendekar Dungu menggaruk-garuk kepalanya.
"Bilang saja kita sudah lupa nama kita sendiri," sahut Lelaki Berbulu Hitam sebenarnya.
Lelaki keturunan serigala itu berusaha mengingat-ingat namanya sendiri. Namun, tak ketemu juga. Telah puluhan tahun dia tidak memakai namanya yang asli, sehingga sudah sulit sekali mengingatnya.
"Nah! Kau dengar kata-kata temanku ini" Kami sudah lupa dengan nama sendiri. Eh, benar begitu, kan?"
Lelaki Berbulu Hitam mengangguk.
Pendekar Dungu melipat kedua tangannya di dada dengan sikap puas. Upasonto memicingkan matanya, mengira-ngira siapa kedua orang aneh ini.
"Hhhh! Orangtua-orangtua aneh, katakan kepada kami! Apakah kalian melihat Pendekar Slebor" Kalau tidak, lebih baik segera pergi dari sini sebelum terjadi pertumpahan darah!" kata Iblis Baju Sutera merandek.
Andika menegakkan telinga. Hmm.... Rupanya manusia-manusia ini ingin bermain-main denganku" Sekarang biarkan saja mereka bermain-main dulu dengan Pendekar Dungu dan Lelaki Berbulu Hitam. Kalau berhasil meloloskan diri, mereka akan sangat terkejut sekali bila kembali karena Istana Sembilan Iblis sudah porak poranda. Andika sudah tersenyum-senyum geli membayangkan rencana yang akan dilakukan. Lalu, diajaknya Lasni untuk segera menuju Istana Sembilan Iblis.
***
"Memangnya di sini ada ayam yang akan dipotong, ya" Kok pakai darah tumpah segala sih?" tanyanya lugu, menyahuti kata-kata Upasonto.
"Hei"! Kau dengar tidak, kalau dia menyebutkan nama Tuan Penolong?"
"Aku tidak tuli!"
"Nah! Kalau begitu, aku bisa tahu siapa dia" Pasti orang-orang jelek ini adalah anggota Sembilan Iblis. Eh, kau yakin tidak dengan mimpimu waktu itu?" tanya Pendekar Dungu.
"Yakin sekali! Bisa jadi kau benar! Coba aku tanya dulu. Manusia-manusia.... Heeiiittt!!
Lho" Kok, pakai serang-serangan segala sih?" seru Pendekar Dungu sambil melenting ke belakang dengan ringan ketika Upasonto menyerangnya.
Secara serempak pula Jenggolo alias Iblis Tangan Dewa membantu mengeroyok Pendekar Dungu. Sedangkan Grisoko, si Iblis Pincang dan Dwipolko si Iblis Rembulan, secara serempak menyerang Lelaki Berbulu Hitam. Upasonto yang langsung bisa menebak siapa kedua orang ini, tidak mau membuang waktu lagi. Dalam perhitungannya, sangat mudah menghadapi dua laki-laki aneh ini. Namun pada kenyataannya, justru tenaganya banyak terkuras menghadapi Pendekar Dungu. Begitu pula Jenggolo yang dengan telapak tangannya sudah bergetargetar.
"Heran"! Kok ada orang yang tidak bosan-bosannya berkelahi, sih?" seru Pendekar Dungu sambil melepas serangan-serangan cepat dan berbahaya.
"Kau benar! Lawan-lawan begini sih enteng banget!" sambut Lelaki Berbulu Hitam sambil melenting ke sana kemari, mengirimkan serangan balasan. Namun rupanya, keadaan menguntungkan yang dialami Pendekar Dungu dan Lelaki Berbulu Hitam hanya sesaat saja. Karena kejap berikutnya, keempat iblis itu menyerang secara bergantian.
Kalau tadi Upasonto dan Jenggolo yang menyerang Pendekar Dungu, secara mendadak saja mereka menyerang Lelaki Berbulu hitam. Begitu pula Grisoka dan Dwipolko. Serangan secara aneh dan mendadak membuat Pendekar Dungu dan Lelaki Berbulu Hitam menjadi terkejut pula. Setiap kali kedua lelaki bangkotan itu hendak membalas, lawannya sudah menghindar dan berganti penyerang. Begitu seterusnya.
"Busyet, deh! Kita dimainkan seperti ini!",maki lelaki Berbulu Hitam jengkel.
"Hitam! Kau ini terlalu sombong! Masa serangan maut begini di bilang main-main!" seru Pendekar Dungu.
Sambil berkata demikian Pendekar Dungu harus berjumpalitan menghindari serangan serempak yang mematikan. Itu terlihat dari gerakan keempat iblis ini yang mempersempit ruang gerak Pendekar Dungu dan Lelaki Berbulu Hitam.
Pendekar Dungu dan Lelaki Berbulu Hitam, benar-benar kelimpungan. Sehingga sulit bagi mereka untuk menemukan jalan keluar dari pusaran empat serangan yang cepat itu. Akan tetapi, meskipun terdesak, sikap aneh keduanya pun tetap muncul.
"Busyet deh! Dungu! Apa kita akan mampus sekarang?" kata Lelaki Berbulu Hitam.
Ketika lelaki keturunan serigala itu hendak membalas, dua penyerang pertama sudah digantikan dua lawan selanjutnya. Ini sangat menyulitkan sekali.
"Brengsek! Kau mau mampus ya mampus saja! Tidak usah mengajak-ajak!" maki Pendekar Dungu.
"Tetapi..., maksudmu..., apa kita akan mampus sekarang ini?"
"Kau betul."
"Barangkali saja. Aku juga ingin merasakan mati. Bagaimana sih rasanya, ya" Kalau enak, aku akan terus saja mati. Tetapi kalau tidak enak, ya minta hidup kembali."
"Kalau kau ingin merasakan mati, biarkan saja tubuhmu dihajar manusia-manusia ini!"
"Yee...! Keenakan mereka dong! Eh, masa sih kita tidak bisa membalas" Apa kau sudah kehilangan kepandaianmu, Hitam" Nah, nah.... Kini
kau mengakui kehebatanku, bukan?"
Lelaki Berbulu Hitam menoleh.
"Dungu! Coba gabung jurus-jurus yang kita miliki menjadi satu!" usul Lelaki Berbulu Hitam.
"Enak saja! Nanti kau mencurinya!" tuduh Pendekar Dungu, tak beralasan.
"Sialan! Ayo, cepat! Kita tidak banyak waktu lagi! Serangan mereka semakin cepat dan dahsyat!" Saat itu juga dua rangkaian jurus yang menakjubkan pun diperlihatkan Lelaki Berbulu Hitam dan Pendekar Dungu. Tiba-tiba saja dengan gerakan cepat sekali tubuh lelaki keropos berotak bebal itu sudah berada di punggung Lelaki Berbulu Hitam. Lalu dengan gerakan aneh dan menakjubkan, keduanya menyerang ganas. Upasonto dan tiga kawannya terkejut melihat penggabungan jurus yang aneh. Diam-diam diakui, kalau mereka terpisah seperti ini, pasti bukanlah tokoh unggulan. Bila saja masih tergabung dalam Sembilan Iblis, bisa dipastikan ilmu mereka akan sulit ditumbangkan.
Dan kini justru keempatnya yang kocar-kacir oleh rangkaian jurus Lelaki Berbulu Hitam dan Pendekar Dungu. Dengan Pendekar Dungu berada di punggung Lelaki Berbulu Hitam, pemusatan tenaga dalam yang biasanya dilakukan masing-masing melalui saluran tali pusar, kini terangkai menjadi satu. Dari tali pusar Pendekar Dungu menuju tubuh Lelaki Berbulu Hitam demikian pula sebaliknya. Gerakan itu memang sangat sukar dilakukan. Tetapi bagi kedua tokoh aneh yang berilmu tinggi itu bukanlah hal yang aneh. Sehingga pergantian tenaga dalam masing-masing berlangsung begitu cepatnya. Dan yang terpenting lagi, dengan keadaan seperti itu, serangan yang dilakukan ke bagian atas bisa diatasi Pendekar Dungu yang mengalirkan pula tenaga dalam pada Lelaki Berbulu Hitam yang menjadi dasar tumpuan.
Empat dari anggota Sembilan Iblis ganti dibuat kocar-kacir. Mereka benar-benar pontangpanting. Hingga....
"Kawan-kawan! Lebih baik kita berpisah di sini! Kita selamatkan nyawa masing-masing! Karena, kita masih memiliki dendam pada Pendekar
Slebor dan Raja Akherat! Kelak, bila saatnya tiba, kita akan berkumpul kembali untuk menghimpun kekuatan!" teriak Upasonto, keras sekali.
Sesudah berkata seperti itu, Iblis Baju Sutera mengambil sesuatu dari pundi yang ada di pinggangnya.
"Aku telah mencuri obat pemusnah racun di tubuh kita, selagi Raja Akherat lengah! Kalian bisa menelannya satu persatu!
Tangkap!" ujar Upasonto.
Dengan sigap, Bresatar, Dwipolko dan Jenggolo menangkap obat pemusnah racun yang masuk ke tubuh dan langsung menelannya. Sementara itu, Iblis Baju Sutra langsung melompat ke belakang dan lenyap dari pandangan. Mendengar kata-kata yang diucapkan Upasonto, ketiga temannya membenarkan pula. Maka dengan segera mereka langsung memutuskan untuk mengikuti jejak Upasonto. Mereka pun berlarian menyelamatkan diri dengan satu tujuan, kelak akan kembali lagi untuk mencari Pendekar Slebor dan menuntut dendam pada Raja Akherat.
"Hei, hei..."! Kenapa berhenti" Kan masih asyik nih"! Kalian belum dapat memukul kami!" seru Pendekar Dungu.
"Sudah, sudah! Turun dong!" ujar Lelaki Berbulu Hitam.
Pendekar Dungu melompat turun.
"Baru juga sebentar!" makinya sebal.
"Dungu! Apakah sekarang kau masih membenarkan wangsit mimpimu kalau Pendekar Slebor telah mampus di Istana Sembilan Iblis?"
Pendekar Dungu Nyengir.
"Sepertinya tidak."
"Kau tahu kenapa?"
"Kalau kau tahu, kenapa tidak segera menjelaskannya sih!"
"Karena, kulihat mereka sedang mencari Pendekar Slebor. Dan kalau melihat jumlah mereka yang tinggal empat orang, berarti Sembilan Iblis telah runtuh. Berarti, wangsit dalam mimpi itu salah. Pasti Tuan Penolong dalam keadaan segar bugar sekarang."
Pendekar Dungu mengangguk-angguk layaknya orang yang mengerti kata-kata temannya.
"Kalau begitu, aku ingin meneruskan perja-lananku saja," kata lelaki Berbulu Hitam.
"Mau ke mana?"
"Kau mau ikut"
"Bersamamu" Hhh! Tidak usah, ya! Lebih baik aku pergi sendiri!"
"Baiklah kau begitu! Dungu, sampai ketemu lagi!" pamit Lelaki Berbulu Hitam, bersiap hendak berlari.
"Hitam jelek! Kau mau meninggalkan aku, ya" Tidak mengajak-ajak, ya" Padahal kalau tidak ada aku, tadi kau sudah mampus tahu!" Lelaki Berbulu Hitam hanya melongo.
***
== 10 ==
"Edan! Enak banget ya, kalau tidur di sini," kata si pemuda, lalu nyengir pada Lasni.
"Terutama kalau bersamamu. He... he... he...!"
"Ih! Jorok!" Maki Lasni cemberut. Tetapi entah mengapa, dia suka dengan selorohan Pendekar Slebor.
"He he he.... Kita akan hancurkan istana ini, biar Sembilan Iblis terbengong-bengong melihat istananya berantakan! Itu pun kalau mereka berhasil meloloskan diri dari tangan Lelaki Berbulu Hitam dan Pendekar Dungu!
Ayo, Lasni! Kita segera ke sana! Makan dulu atau segera ke kamar?"
"Kang Andika!" jerit Lasni.
Andika sudah berlari ke arah Istana Sembilan Iblis disusul Lasni yang mengejarnya. Kalau sepintas, mereka tak ubahnya bagai sepasang remaja yang tengah di mabuk asmara. Biarpun kelihatannya tidak menduga buruk pada istana itu, sebenarnya Andika mencium sesuatu yang tidak enak. Naluri kependekarannya yang sangat terlatih mengatakan kalau ada ancaman maut yang siap menghadang. Tiba-tiba saja Pendekar Slebor menghentikan larinya, tepat di pintu masuk Istana Sembilan Iblis yang terpentang lebar. Dari luar matanya bisa melihat bangunan yang indah dengan lorong yang
panjang di istana itu.
"Mengapa kita tidak segera menghancurkan istana ini saja, Kang Andika?" tanya Lasni.
"Tunggu, Lasni. Aku mencium sesuatu yang tidak enak. Ada bahaya yang tengah mengancam kita," sergah Andika.
"Ha.... Ha.... Ha.... Pendekar Slebor...! Selamat berjumpa kembali denganku!"
Tiba-tiba terdengar suara keras dari atap Istana Sembilan Iblis.
"Raja Akherat!"
"Bagus, bagus! Kau masih mengingat ku, bukan" Dan, bawalah nama besarku ini ke kuburmu!" Tiba-tiba saja Raja Akherat menggerakkan
tangannya ke arah Pendekar Slebor.
Wusss! Saat itu juga serangkum angin keras menderu ke arah Pendekar Slebor dengan cepatnya. Dengan sigap Andika mendorong tubuh Lasni.
"Pergilah dari sini! Jangan dekat-dekat!" ujar Andika.
"Kenapa, Kang?"
"Aku tidak ingin melihat kau mati dan menyesali diriku yang tak bisa menolongmu. Mengerti?" Andika menekan suaranya agar Lasni paham. Padahal, sebenarnya, dia tidak ingin kalau gadis itu sampai terlibat pertikaiannya dengan Raja Akherat. Andika sendiri tahu kalau lawan yang dihadapinya memiliki kesaktian yang sangat luar biasa. Lasni pun mengangguk.
"Kalau kukatakan lari, kau lari!" ujar Andika lagi. Seketika Pendekar Slebor menggerakkan tangannya pada Raja Akherat yang berdiri kukuh di wuwungan sana.
"Lari, Lasni!" teriak Pendekar Slebor.
Dengan cepat gadis jelita berbaju putih itu mengikuti saran Pendekar Slebor. Padahal, dia ingin sekali membantu Pendekar Slebor menghadapi
Raja Akherat. Namun, bagi Andika sendiri, kalau bertarung ada perempuan, malah merepotkannya saja.
"Hei, Raja buduk! Kenapa tidak turun, hah"!" serunya keras sambil mengejek.
"Ha... ha... ha.... Pendekar Slebor! Rupanya kau memang ditakdirkan untuk mampus di tanganku! Buktinya kau datang untuk mengantarkan nyawamu, bukan?" ejek Raja Akherat.
"Sialan! Aku datang justru ingin meminta nyawamu! Iya toh, iya toh?"
Raja Akherat rupanya tidak mau membuang waktu lagi. Kebenciannya pada Pendekar Slebor memang sudah sampai diujung ubun-ubun, karena Pendekar Sleborlah yang menggagalkan rencananya untuk menguasai rimba persilatan. Baik dari golongan lurus maupun golongan sesat. Dengan gerak meluncur Raja Akherat sudah langsung merangkum 'Himpunan Surya BayuTanah'nya. Dia tahu, pemuda itu bukanlah orang sembarangan. Begitu pula Andika. Begitu tubuh Raja Akherat meluruk ke arahnya, Pendekar Slebor segera melenting memapaki dengan tenaga 'inti petir' tingkat ketiga. Mengingat, lawan bukanlah orang sembarang pula.
Benturan keras pun terjadi menimbulkan suara ledakan keras. Andika merasakan tangan kanannya bergetar. Dan perlahan-lahan terlihat membiru.
"Gila! Rupanya tenaga dalam raja buduk ini semakin tinggi saja. Tentunya dia telah berlatih sebelum mencariku?" sentak Pendekar Slebor.
Yang membuat Pendekar Slebor bertanya-tanya, apakah di balik kekejaman Sembilan Iblis berdiri Raja Akherat" Kalau memang iya, sungguh
hebat sekali Raja Akherat bisa menutupi semuanya ini.
"Ha... ha... ha.... Kalau sekarang, tanganmu saja yang membiru. Tetapi kini..., tanganmu akan patah, Pendekar Slebor!" seru Raja Akherat.
Kini biang tokoh sesat itu sudah bergerak lagi dengan cepatnya. Serangannya lebih dahsyat dari yang pertama. Andika sendiri harus menaikkan tenaga 'inti petir'nya. Tingkat pamungkas yang dirasakannya sangat berguna untuk memapaki serangan dari Raja Akherat. Blarr.... Kembali benturan terjadi. Suara yang ditimbulkannya lebih kencang. Ternyata yang diduga Andika benar. Kalau tadi tangannya gemetar dan membiru, sekarang hanya gemetar saja. Sementara Raja Akherat pun terlihat pias. Rupanya dia terkejut dengan perubahan tenaga yang dilakukan Pendekar Slebor.
Namun belum lagi Andika menikmati kemenangan gebrakan yang kedua, tiba-tiba saja tubuh Raja Akherat berpisah. Dan kini berdiri tegap dua sosok berwajah mirip satu sama lain. Kedua Raja Akherat kini sama-sama terbahak-bahak.
"Inilah yang memusingkan kepalaku!" dengus Andika. Pendekar Slebor langsung berpikir keras untuk mencari sela yang paling tepat untuk memusnahkan ajian yang cukup dikenalnya. Ajian 'Melayang Dua' yang pernah membuatnya tertipu. Dia pikir saat itu Raja Akherat sudah tewas, justru ternyata belum. Yang tewas adalah jelmaannya yang segera kembali pada yang aslinya (Baca : "Raja Akherat").
"Pendekar Slebor...! Apakah kau masih ingat ajian 'Melayang Dua'ku ini?"
"Iya, ya.... Bahkan kau akan kuhadapi dengan ajian 'Melayang-layang'!" sahut Andika santai. Padahal, Pendekar Slebor tengah berpikir keras bagaimana caranya mengatasi serangan yang akan dilakukan Raja Akherat. Karena dia tahu dan pasti, kalau dua Raja Akherat sama-sama sakti luar biasa.
Kedua tubuh Raja Akherat mendadak saja secara serempak meluruk ke arah Pendekar Slebor. Dan Andika langsung menghindari serangan. Namun pemuda ini harus tersungkur, karena sebelah kakinya berhasil ditangkap Raja Akherat yang berdiri di kanan. Bahkan tiba-tiba Raja Akherat membantingnya!
"Heeigggkkk!"
Andika terjerembab, namun dengan cepat bergulingan ketika merasakan satu sentakan kuat siap menghujam dadanya.
"Ampun deh! Bisa mati konyol aku!" sentak Pendekar Slebor.
Andika merasa harus segera berdiri. Namun baru saja bangkit, Raja Akherat satunya telah melepaskan tendangan dahsyat.
Dess...! "Augh...!"
Sekali lagi tendangan telak dari Raja Akherat mendarat di dada Pendekar Slebor. Setelah bergulingan beberapa kali, Pendekar Slebor mengambil kain pusakanya yang bercorak catur. Dengan bantuan kain pusaka itu Andika masih bisa bertahan, meskipun lama kelamaan kain pusakanya terasa panas sekali.
"Ha... ha... ha.... Kau akan mampus, Pendekar Slebor! Kau akan mengakui kehebatan Raja Akherat!" Tiba-tiba saja Andika bergerak ke depan, seraya merangkum ajian 'Guntur Selaksa' yang langsung dialirkan pada kain pusakanya. Dengan cara seperti itu, kekuatannya bertambah. Dengan gerakan mengagumkan Pendekar Slebor melompat ke kiri, ketika Raja Akherat yang di sebelah kanan menyambar kepalanya. Dan dengan seruan keras, kain pusakanya dikebutkan pada Raja Akherat yang berada di sebelah kiri.
Blarr...! Seketika terdengar ledakan keras sekali.
Dan tubuh Raja Akherat yang berada di sebelah kiri seperti pecah berantakan. Namun yang membuat mata Andika terbelalak, tiba-tiba saja tubuh yang terpecah-pecah menghilang. Sementara Raja Akherat yang satunya lagi terbahak-bahak.
"Bodoh! Bodoh sekali!" ejek Raja Akherat keras. Sadarlah Andika kalau telah tertipu lagi. Ternyata yang baru saja dibunuhnya adalah Raja
Akherat jelmaan. Untuk menentukan yang mana yang asli dan yang jelmaan, memang sangat sulit.
Dan mendadak saja tubuh Raja Akherat kembali menjadi dua. Bahkan sama-sama langsung menyerang Pendekar Slebor dengan cepat. Andika benar-benar kedodoran sekarang. Ajian 'Guntur Selaksa' yang telah dialirkan pada kain pusaka saja sudah tidak mampu menghadapi serangan-serangan hebat Raja Akherat.
Dengan demikian Pendekar Slebor kini hanya bisa menghindari serangan sebisanya sambil mencoba membalas.
"Hiaa...!"
Dan tiba-tiba terdengar teriakan keras dari dua Raja Akherat yang menyerang secara bersamaan. Untuk memapaki serangan itu, Andika merasa sangat kesulitan. Karena dia tahu, bila nekat berarti hanya mengantarkan nyawa percuma. Sementara untuk menghindari serangan sudah merupakan hal yang tidak mungkin. Karena keadaannya benar-benar tersudut.
Dalam satu pikiran Andika, hanya ada dua kata. Bertahan hidup! Namun sebelum serangan dua Raja Akherat mengenai sasaran, tiba-tiba melesat satu bayangan yang langsung memapak.
Blarr! Terjadi benturan keras, disusul mentalnya dua tubuh Raja Akherat ke belakang. Andika terkejut melihatnya. Lebih terkejut lagi ketika melihat Srundul alias si Tapak Darah tahu-tahu telah berdiri di dekatnya. Dia masih berpakaian yang bukan ukuran tubuhnya. Rupanya, si kontet itulah yang telah menolongnya.
"He he he, Gondrong! Kau mempermainkan aku, ya" Rupanya kau ini Pendekar Slebor, kan"
Bagus! Bagus! Aku sudah lama mendengar nama besarmu itu. Tetapi, baru kali ini menjumpai mu!"
Andika masih terpaku melihat kenyataan kalau Srundul bukan hanya mampu memapaki serangan dua Raja Akherat yang dahsyat, bahkan membuat biang tokoh sesat itu terpental ke belakang. Sementara itu Raja Akherat yang terkejut karena serangannya justru terpental, membelalakkan matanya melihat sosok yang menyelamatkan Andika. Dan sosoknya pun sudah kembali menjadi satu.
"Si Tapak Darah!" desisnya terkejut.
Dan tiba-tiba saja wajah Raja Akherat memucat. Tubuhnya bergetar. Lalu seketika biangs tokoh sesat itu berlari meninggalkan tempat itu.
"Hei!" seru Andika keras.
"He he he.... Gondrong! Kau tidak akan bisa membunuhnya sebelum mengetahui kelemahannya! Dia adalah adik seperguruanku di Goa Akherat! Dia pula yang telah mencuri Kitab Melayang Dua yang dirahasiakan Guru. Bahkan dengan kejinya, meracuni ku dan guru dengan masakan yang dibuatnya. Untungnya, aku berhasil selamat dari maut. Hanya sayang, Guru menemui ajalnya saat itu juga. Kau tahu, Gondrong! Telah berbulan-bulan aku mencari manusia sesat yang memuakkan itu hingga akhirnya kudengar kabar kalau dia pernah bertarung melawan seorang pendekar muda yang berjuluk Pendekar Slebor! Dan sekarang, manusia itu sudah ada di depan mataku!" urai Srundul.
Andika masih tetap terpaku seperti tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Bunuh dia, Gondrong! Pukulkan tanganmu ke tangannya yang sebelah kanan! Mungkin kau tidak pernah memperhatikan. Setiap kali menggunakan * ajian 'Melayang Dua', dia tidak pernah membiarkan tangan kanannya beradu denganmu. Nah, bunuh dia sekarang! Aku akan kembali ke Goa Akherat!" lanjut si Tapak Darah menyadarkan Pendekar Slebor.
Wussss! Tubuh si Tapak Darah pun melesat menghilang dari pandangan. Andika yang mendapat petunjuk yang berharga, langsung mengejar Raja
Akherat yang belum jauh. Hingga sebentar saja, Pendekar Slebor sudah berhasil menghadangnya.
"He he he.... Mau ke mana kau" Mengapa kau jadi pengecut, sih?" ejek Andika yang langsung mempergunakan ajian 'Guntur Selaksa'nya. Dan sasaran ajian Andika adalah tangan kanan Raja Akherat. Seperti yang dikatakan Tapak Darah, Raja Akherat memang tak sudi membiarkan tangannya beradu dengan tangan Pendekar Slebor. Namun hal ini justru menguntungkan Andika. Karena biarpun Raja Akherat berusaha menangkis, tetap saja yang diburu Andika adalah telapak kanannya. Yang lebih mengerikan lagi, karena Pendekar Slebor mempergunakan ajian 'Guntur Selaksa'.
Raja Akherat kini benar-benar bagaikan orang yang kehilangan kepercayaan diri lagi. Dia sudah begitu ketakutan dan ngeri sekali menyadari kelemahan dari ajian 'Melayang Dua'nya yang telah diketahui Pendekar Slebor.
Dengan masih mengandalkan jurus 'Himpunan Surya-Bayu-Tanah' biang tokoh sesat itu berusaha mencecar Andika. Namun dengan mempergunakan ajian 'Guntur Selaksa', Andika mampu membuat Raja Akherat kalang kabut.
Tiba-tiba Raja Akherat melenting ke belakang. Begitu berbalik, dia melesat melarikan diri. Andika yang tidak ingin membiarkannya lolos untuk kedua kalinya segera mengejar. Kejar-mengejar antara dua tokoh tinggi di malam buta itu pun terjadi. Mereka menerobos hutan dan ilalang tanpa sedikit pun ada hambatan. Raja Akherat yang benar-benar sudah mati kutu mendadak saja melemparkan suatu benda sebesar telur burung puyuh ke arah Andika. Untungnya dengan sigap Pendekar Slebor melompat.
Busss...! Dan ketika benda itu terjatuh ke tanah, menimbulkan asap tebal pekat. Dan ini langsung membuat pandangan Andika terhalang.
"Brengsek!" maki Andika.
Pendekar Slebor berusaha menajamkan pandangannya. Namun, Raja Akherat sudah lenyap entah ke mana dengan membawa sakit hati dan dendam untuk kedua kalinya. Andika kesal bukan main. Untuk kedua kalinya manusia sesat itu lolos dari tangannya. Bila terjadi pertempuran yang ketiga, Pendekar Slebor tak akan membiarkannya lolos. Pendekar Slebor kini tiba di Istana Sembilan Iblis. Di sana sosok Lasni sudah menunggu.
Begitu melihat Andika, Lasni yang sudah cemas ketika melihat Andika mengejar Raja Akherat, berlari memeluknya.
"Oh, Kang Andika.... Kau selamat, Kang?" tanya gadis itu, mengandung kegembiraan teramat sangat.
"Aku beruntung, karena Tapak Darah tahu-tahu muncul. Eh! Ngomong-ngomong, apa kedua tanganku juga boleh kulingkarkan di pinggangmu?"
"Ih...!"
SELESAI
INDEX PENDEKAR SLEBOR | |
Rahasia Sang Geisha --oo0oo-- Siluman Hutan Waringin |