Life is journey not a destinantion ...

Manusia Muka Kucing

INDEX PENDEKAR SLEBOR
Samurai Berdarah --oo0oo-- Iblis Segala Amarah



ANDIKA
Pendekar Slebor
Karya: Pijar El
EP: MANUSIA MUKA KUCING

Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Cover oleh Henky
Editor: Puji S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit


ǂǂǂ↕ ( 1 ) ↕ǂǂǂ

Angin dari selatan bertiup dingin. Puncak Bukit Lingkar nampak diliputi gumpalan kabut tebal, seolah membekali diri dengan keangkeran Kesunyian menyelimuti kendati malam belum sepenuhnya datang. Di langit barat masih nampak bias-bias sinar matahari senja yang agak kemerahan dan beberapa ekor burung nampak membentuk siluet-siluet yang indah.
Di bawah paduan binar kuning kemerahan matahari yang hampir masuk ke peraduan dan menjemput kegelapan malam yang segera datang membawa suasana serba hitam nampak satu sosok tubuh hentikan kelebatannya di jalan setapak menuju ke Bukit Lingkar.
Sosok tubuh yang ternyata seorang pemuda berpakaian hijau pupus ini perhatikan sekelilingnya sejenak, sebelum melempar pandangan ke Bukit Lingkar. Wajahnya yang tampan dan dihiasi oleh sepasang alis hitam legam yang menukik laksana kepakan sayap elang agak memerah karena hawa dingin Pemuda yang di lehernya melilit kain bercorak catur ini tarik napas pendek Desiran angin mengurai rambutnya yang bertambah acak acakan. Masih pandangi Bukit Lingkar, pemuda yang tak lain Andika alias Pendekar Slebor adanya berkata sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal,
"Busyet! Seram amat nih bukit! Apa aku tidak salah jalan"! Lagi pula, bagaimana ceritanya sih aku bisa kesasar di tempat jin buang anak ini?" Kembali pemuda urakan dari Lembah Kutukan ini arahkan pandangan ke sekelilingnya. Keheningan merajai sekitarnya
"Hmm.. mendingan aku cari tempat dulu sebelum malam makin menyelimuti alam." Gerakan yang akan dilakukan Andika tertahan tatkala telinganya menangkap derap langkah kuda yang agak keras Segera dia arahkan pandangan pada jalan yang tadi dilaluinya Nampak seekor kuda putih berlari sangat cepat ke arahnya. Dari gerakan kuda itu jelas dia tak peduli apakah akan menabrak sesuatu atau tidak di hadapannya
"Kura kura bau' Apa apaan ini" Jangan jangan kuda itu kuda gila!!" desis Andika begitu menyadari kalau dirinya akan diterjang kuda putih itu.
Lalu dengan gerak yang cepat Andika menyingkir. Kuda itu terus berlari tanpa terganggu oleh kehadirannya Namun justru Andika yang jadi kerutkan kening Karena saat menyingkir ke kanan tadi, dilihatnya ada noda noda merah pad; kuda itu. Dan pemuda urakan ini tahu betul kalau itu adalah noda darah.
Busyet! Kenapa tuh kuda. Kalau memang darah itu keluar dari tubuhnya sudah tentu ada darah yang tercecer. Tetapi tak kulihat sama sekali ada tetesan darah di lanah! Berarti... kuda itu sebelumnya ditunggangi seseorang yang terluka!! Kalau memang iya. apakah si penunggangnya terjatuh atau terlempar" Atau justru malah sudah tewas?" Bcrpikir demikian. dengan kerahkan ilmu peringan tuhuhnya pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini segera berkelebat menyusul kuda putih itu. Hanya lima kejapan mata saja dia sudah berhasil mem- perpendek jarak. Lalu dengan gerakan ringan, Andika melompat, dan sosoknya tepat duduk di punggung kuda itu yang sekejap keluarkan ringkikan tetapi tak hentikan larinya.
Semula Andika bermaksud untuk menghentikan lari kuda putih yang begitu cepat dengan napas mendengusdengus ini. Namun begitu disadarinya kalau kuda putih ini menuju ke satu tempal. maka dia pun membiarkan saja.
Kuda putih gagah itu terus berlari. Dengan mudah melompati batu-batu, akar yang menyembul keluar, bahkan ranggasan semak setinggi dada.
"Busyet! Jelas kuda ini sangat hafal jalan-jalan di tempat ini! Ke mana ya dia akan membawaku?" desisnya dengan tubuh agak membungkuk.
Tepat tengah malam, kuda itu lelah memasuki sebuah hutan lebat. Kegelapan makin menyelimuti mata, tetapi hewan ini terus berlari tanpa kenal lelah. Padahal dari desah napasnya jelas kalau hewan mi sudah kelelahan.
Tatkala terdengar kokok ayam jantan di kejauhan, hewan ini telah keluar dari hutan lebat yang luas tadi.
Mendaki sebuah bukil kecil, lalu berbelok ke kiri melewati rerumputan yang langsung rebah terinjak.
Dari alas punggung kuda itu. Andika melihal sebuah bangunan yang nampak sudah runtuh di sana-sini.
"Apakah tempat itu yang dituju kuda ini?" desisnya dengan pandangan tak berkedip.
"Cukup menyeramkan." Apa yang diduganva memang betul. Karena kuda putih itu tahu-tahu berhenti seraya keluarkan ringkikan keras.
Bila saja Andika tidak segera melompat, sudah tentu dia akan terbanting ke tanah karena kuda itu berdiri dengan kedua kaki terangkat ke atas. Saat kedua kaki depannya itu menyentuh tanah kembali, kuda ini keluarkan lagi ringkikan kerasnya.
Bersamaan terdengar ringkikan kuda, dua orang pemuda gagah telah keluar dari bangunan itu.
"Si Putih!!"
"Oh! Di mana Paman Guru"!" Yang berseru pertama tadi seorang pemuda bcr paras tampan dengan bibir agak memerah. Rambutnya gondrong acak-acakan dengan ikat kcpala warna biru di keningnya.
Dia mengenakan pakaian warna putih dengan celana pangsi biru. Di pinggangnya melilit sebuah angkin hitam.
Yang berseru kedua tadi seorang pemuda tinggi besar.
Wajahnya agak kasar dengan tatapan mata dingin.
Mengenakan pakaian biru gclap dengan celana hitam. Dari keterkejutan mereka melihat si Putih, seolah baru menyadan kehadiran orang asing, segera masing- masing orang arahkan pandangan pada Pendekar Slebor.
Yang dipandang cuma cengar-cengir saja padahal pandangan itu begitu tajam dan menusuk.
"Kang Arya.. siapakah kira-kira pemuda berpakaian hijau pupus itu?" bisik yang pertama dengan pandangan tak berkedip pada Andika.
Kali ini dia berdiri dengan kedua kaki agak dibuka. tanda bersiaga penuh.
Pemuda berpakaian biru gelap yang bernama Arya Sempala terdiam dulu sebelum buka mulut,
"Hhh! Siapa lagi kalau bukan salah seorang anak buah manusia terkutuk dari Pulau Hantu"! Dan sudah tentu dia yang membunuh Paman Guru, lalu sengaja menunggangi si Pulih untuk mengetahui di mana kita bersembunyi! Jahanam! Jaya Lantung! Beritahu Werdaningsih dan lin dungi Guru! Biar aku yangmenghadapi manusia keparat ini!!" Mendengar perintah itu, yang diperintah seperti tidak suka. Bukan dikarenakan dia disuruh seperti itu, melainkan karena memiliki keinginan untuk membunuh pemuda berpakaian hijau pupus di hadapannya yang masih nyengir.
Setelah keluarkan dengusan, pemuda yangdi pinggangnya melilit angkin hitam ini langsung berkelebat kembali kedalam bangunan. Sementara itu Arya Sempala sudah maju tiga langkah ke muka. Berdiri dengan kedua kaki agak dipentangkan sejarak tujuh langkah dari hadapan Andika.
"Manusia terkutuk! Kau datang hanya unluk mengantarkan nyawa saja!! Mengapa bukan Manusia Muka Kucing yang muncul di hadapanku"!" Mendengar ucapan itu, cengiran di bibir Andika langsung putus. Kendati sejak pertama tadi dia memang sudah menangkap nada kemarahan dari pemuda di hadapannya ini, namun sama sekali tak disangkanya kalau dia menangkap satu tuduhan jelek.
"Manusia Muka Kucing" Busyet! Kayak apa sih tuh orang?"
"Jangan berJagak pilon di hadapanku!! Kedatangan Manusia Muka Kucing beserta gerombolannya telah menimbulkan petaka yang tak bisa dimaafkan! Termasuk kau!!"
"Busyet! Enak betul dia membentak-bentak seperti itu!" rutuk Andika dalam hati. Lalu bersuara sopan,
"Maafkan aku. . aku sama sekali tidak dapal memahami apa yang kau katakan. .. Kalau kau maksud aku punya kucing atau tidak, ya kujawah tidak!"
"Berlagak mulia di hadapanku sungguh percuma! Orang-orang sepertimu lebih baik mampus ketimbang menimbulkan kekacauan di tanah yang indah ini!" seru Arya Sempala bertambah gusar Mendadak dia berseru laksana menggeram.
"Terimalah kematian!!" Habis seruannya, pemuda berwajah agak kusam namun memiliki hati lembut ini sudah menerjang dengan jotosan tangan kanan lurus ke wajah Andika. Menilik angin yang keluar dari jotosannya, jelas kalau si pemuda mempergunakan sebagian tenaga dalamnya.
Andika yang tidak mengerti mengapa pemuda itu menyerangnya, jelas tak mau menerima nasib konyol.
Segera saja dia miringkan rubuh. Jotosan yang dilancarkan Arya Sempala hanya menjangkau tempat yang kosong.
Saat menghindar seperti itu, sebenarnya Andika bisa langsung lancarkan balasan. Tetapi itu tidak dilakukannya, karena dia sadar kalau ini hanyalah kesalahpahaman belaka. Bahkan dia jadi penasaran untuk mengetahui apa yang telah terjadi.
Tetapi Arya Sempala tidak mau tahu soal itu. Dia terus menerjang dengan ganas diiringi makian-makian menjengkelkan. Kali ini dorongan angin setiap kali dia gerakkan anggota tubuhnya, terasa lebih keras dan dingin.
"Busyet!" desis Andika dalam hati.
"Dia bertambah beringas"! Benar-benar kutu monyet! Perut lagi kelaparan begini harus menghadapi orang beringas seperti dia?" Lalu dengan pergunakan ilmu peringan tubuhnya, Andika Iuput dari serangan ganas Arya Sempala. Sekali pun dia tidak membalas.
Namun lama kelamaan kejengkelan mulai masuk pula ke hatinya.
"Hei, hei! Sabar dulu, Tong! Jangan main serang begini"!" serunya sambil melompal ke belakang.
"Nanti kujitak juga nih kepalamu!"
"Manusia terkutuk! Kau berhasil membunuh orang orang yang tak menyukai kehadiran partaimu! Tetapi. kau tak akan dapat mcmadamkan semangat yang ada di dada kami!!" sahut Arya Sempala bertambah ganas.
Bahkan mendadak saja dia mundur tiga langkah kebelakang. Pandangannya makin menusuk dengan napas agak terengah. Menyusul dia saling usap tangan kanan dan kirinya. Tiba-tiba saja terlihat cahaya putih bening di kedua tangannya. Rupanya dia telah keluarkan jurus 'Tebar Cahaya Maut', yang diwarisi dari gurunya.
Sebelum dia lakukan serangan, terdengar seruan keras,
"Kakang Arya! Tahan dulu seranganmu!!" Seorang gadis jelita berambut dikucir kuda telah berkelebat dari dalam bangunan dan berdiri tiga tindak di sisi kanan Arya Sempala.
"Werdaningsih! Apa-apaan kau menahanku, hah"!!" seru Arya Sempala gusar. Lalu palingkan la tatapannya lagi ke arah Andika yang sedang garuk-garuk kepalanya.
"Kakang... aku tak bermaksud menahanmu! Manusia terkutuk seperti pemuda ini memang harus mampus! Tetapi aku ingin tahu nasib Paman Guru!!" sahut si gadis yang bernama Werdaningsih. Dia sudah tahu kehadiran pemuda itu dari Jaya Lantung. Bahkan didengarnya suara serangan demi serangan yang tcrjadi.
"Justru kau hanya akan membangkitkan kesombongannya belaka!!" Gadis berpakaian putih-putih ilu tak pedulikan kala kata Arya Sempala. Dia berseru dengan tatapan tak berkedip pada Andika.
"Pemuda celaka! Iblis terkutuk! Katakan, di mana Paman Guruku, hah"!" Sudah tentu Andika terheran-heran mendengar perlanyaan yang dilontarkan dengan cara membentak itu.
Dia tak segera buka mulut. Dan berkata dalam hati
"Menilik sikap mereka, jelas ada satu masalah besar rupanya. Dan mereka tengah menantikan Paman Guru mereka yang tentunya pergi dengan menunggang kuda putih itu, namun kuda putih kembali tanpa penunggangnya. Hmmm.. aku jadi ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi." Memutuskan demikian, Andika rangkapkan kedua tangannya di depan dada, agak membungkuk sedikit. Lalu berkata sopan,
"Maaf. . aku sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi. Aku juga tidak mengerti mengapa kalian menuduhku anak buah dari orang yang berjuluk Manusia Muka Kucing?"
"Terkutuk!!" Mengkelap wajahWerdaningsih.
"Kurobek mulutmu!!" Sebelum Andika buka mulut, .Arya Sempala yang sudah tidak sabar untuk lancarkan serangan berkata,
"Manusia jahanam seperti dia, mana mungkin buka mulut! Ingat, Werdaningsih. . kehadirannya bersama partai terkutuknya telah menumpahkan darah!! Bunuh pemuda celaka itu!!"
"Tunggu!! Kalian salah paham! Aku sama sekali tidak mengerti dengan yang kalian maksud! O ya, namaku Andika. Aku bisa tiba di sini, karena tertarik melihat kuda putih itu yang berlari ke arahku. Terus terang, semula kupikir itu kuda gila. Tetapi begitu kulihat ada noda darah di punggungnya, aku jadi ingin tahu ada apa sebenarnya.
Dan tak kusangka sama sekali kalau kuda itu akan membawaku ke sini."
"Manusia hina! Kau lerlalu banyak bicara! Kupulangkan jasadmu pada Manusia Muka Kucing!"
"Wah! Jadi berabe nih! Kalau kudiamkan, bisa-bisa aku kena sasaran serangan mereka! Tapi kalau kuajak bicara, mereka semakin ganas! Tapi juga kalau aku pergi dari sini, justru aku tidak tahu apa yang membuat mereka begitu beringas! Benar-benar berabe! Apakah aku harus.. ." Kata batin Andika terputus tatkala terdengar hentakan Werdaningsih,
"Katakan apa yang telah kau lakukan pada Paman Guru, hah"!" '
"Busyet! Mana aku tahu?" dengus Andika dalam hati.
Lalu katanya,
"Dengar dulu dong apa yang kukatakan tadi! Aku sudah bilang, aku tidak mengerti dengan semua ini! Kalian kan bisa mendinginkan kepala dulu" Kalau tidak bisa juga ya.. nyebur saja di sungai!" Selorohan Andika justru membuat Arya Sempala bertambah kalap. Dia berseru keras; 'Terkutuk' Lebih baik kau mampus ketimbang. .." Seruan Arya Sempala terputus tatkala terdengar suara Jaya Lantung keras,
"Arya! Werdaningsih! Keadaan Guru gawat!!" Werdaningsih langsung bcrkelebat masuk ke dalam bangunan, sementara Arya Sempala berkata dulu pada Andika,
"Bila kau punya nyali. tetap berada di situ! Karena aku akan tetap mengirimmu ke neraka!!" Lalu dia segera masuk ke dalam bangunan yang sebagian dindingnya sudah runtuh dan sebagian lagi dihinggapi lumut.
Di tempatnya, Andika agak mangkel juga diancam seperti itu. Tetapi dia pun sadar kalau semuanya hanyalah salah paham belaka.
Kendati demikian, dia tetap penasaran ingin mengetahui apa yang terjadi. Terutama, mendengar kata-kata pemuda yang bernama Jaya Lantung tadi. Di dalam bangunan, nampak tiga remaja itu sedang berlutut mengelilingi seorang letaki tua berpakaian putih bersih. Kendati wajahnya pucat pasi, tetapi mata orang tua itu bersinar teduh. Di bagian perut lelaki tua itu nampak noda darah yang besar. Rupanya perut lelaki itu terluka besar.
"Kakang Arya! Apa yang akan kita lakukan?" seru Werdaningsih menahan sedih.
Arya Sempala cuma menahan napas. Dia sendiri sudah berusaha untuk mengobati luka-luka yang diderita gurunya, namun tak membawa hasil yang memuaskan.
Jaya Lantung membawa sebuah baki terbuat dari tanah liat. Dari dalam baki itu mengepul asap putih yang berbau agak menusuk. Lalu dengan hati-hati. ramuan yang terbuat dari akar dan bubukan daun kering itu ditaburkan pada luka si kakek. Terdengar desisan kesakitan dari lelaki tua itu.
Sepasang matanya yang menyipit makin menyipit. Keringat semakin membanjiri tubuhnya.
"Kang Jaya.. ," mendesis ngeri Werdaningsih.
"Jangan legang. Kita berdoa saja agar ramuan ini dapal menyumbat darah yang terus menerus keluar," sahut Jaya Lantung. Lalu berhati hati dia mengambil air ramuan itu. Ditiupnya sejenak sebelum diminumkan secara hati-hati pada si kakek Si kakek tcrsedak dan air ramuan itu langsung keluar lagi. Menyusul terdengar keluhannya, tertahan.
"Rasanya.. sudah lerlambat. .," desis Jaya Lantung pasrah.
Kata-kata Jaya Lantung membuat Werdaningsih mau tak mau lerisak. Gadis jelita ini sangat menyayangi gurunya yang berjuluk Malaikat Keadilan. Sementara Arya Sempala hanya herdiri kaku dengan pandangan lurus. Raut wajah pemuda ini pun menunjukkan ke pedihan yang dalam.
Selagi suasana dieekam keheningan, terdengar suara di ambang pintu,
"Bila kalian menghendaki, biarkan kucoba untuk mengobati luka yang diderita Guru kalian.. ."

***

ǂǂǂ↕ ( 2 ) ↕ǂǂǂ

Masing-masing orang yang berada di sana segera palingkan kepala. Arya Sempala langsung berdiri tcgak dengan kedua kaki dibuka agak lebar.
"Manusia terkutuk! Keluar dari sini!!" Orang yang tadi bicara dan tak lain Andika cuma tersenyum, padahal dalam hati dia berkata mangkel.
"Brengsek juga! Huh! Kalau tidak sabar-sabar, sudah kujitak kepalanya!!" Kemudian katanya,
"Aku tak peduli kalian menganggapku anggota gerombolan yang telah mencelakakan kalian atau tidak. Tetapi percayalah, aku bukan orang yang kalian duga!"
"Diaaammm!!" Tetapi Andika tak peduli. Hanya sekali lihat saja dia tahu kalau leiaki tua yang tergolek lemah itu bertambah parah.
"Tak ada waktu untuk berdebat sekarang. Izinkan aku membantu mengobati guru kalian.. ."
"Manusia jahanam! Pantang kami meminta bantuanmu!!" geram Arya Sempala bertambah gusar. Dan dia nampak sudah hendak lepaskan serangan.
Namun gerakannya tertahan tatkala terdengar suara Werdaningsih.
"Kakang Arya! Biarkan dia... "
"Tidak!" sahut Arya Sempala tanpa palingkan kepala.
"Manusia seperti dia, hanya menjadi racun di muka bumi ini!"
"Brengsek juga mulutnya! Huh! Benar-benar ingin kujitak nih!" kata Andika dalam hati lalu berkata.
"Biarkan aku mengobati guru kalian. Setelah itu, aku akan pergi dari sini."
"Kau harus mampus!!" Sebelum Andika berkata, Jaya Lantung buka mulut lebih dulu,
"Kau dan gerombolanmu telah membuat malapetaka yang lak pernah habis! Untuk saat ini, nyawamu kami bebaskan! Lekas menyingkir dari sini!!"
"Kutu monyet! Bila terus menerus seperti ini. tak mustahil nyawa kakek itu tak akan tertolong!' kata Andika dalam hati.
Lalu tanpa perdul kan tatapan bengis dari Arya Sempala dan Jaya Lantung, pemuda dan Lembah Kutukan ini melangkah. Sikap yang dilakukannya membuat Arya Sempala tak bisa menahan sabar lagi. Tinjunya sudah menderu ke wajah Andika.
Pemuda ini cuma angkat tangan kanannya Des!! Benturan dua langan ilu memang cukup menyakitkan.
Sosok Arya Sempala terhuyung tiga tindak ke belakang yang dengan cepat segera ditahan oleh Jaya Lantung.
Sementara Andika yang surut lima tindak tahu- tahu menggerakkan tangannya cepat. Entah apa yang dilakukannya. Kejap kemudian dia sudah melangkah mendekati Malaikat Keadilan yang bertambah parah.
Anehnya, kali ini kedua pemuda itu tak mencoba menahannya. Bahkan mereka hanya memperhatikan saja.
Werdaningsih sebenarnya cukup heran. Namun gadis yang mencemaskan keadaan gurunya tak mempeduli kannya.
Dipehatikan bagaimana pemuda berpakaian hijau pupus itu sudah berlutut dan memeriksa luka di perut gurunya
"Lukanya parah sekali. Nampaknya bekas ditoreh oleh senjata yang sangat tajam.
Menilik warna kehitaman ini,"jelas kalau senjata itu telah dibubuhi racun." Lalu berhati-hati Andika memegang kedua ibu jari kaki Malaikat Keadilan. Dialirkannya tenaga 'Inti Petir' tingkat kesembilan.
Begitu kedua ibu jarinya dipegang, si kakek nampak melonjak dengan keluarkan suara tertahan.
Werdaningsih terkejut hingga bersuara,
"Apa yang kau lakukan, hah"!!" Tetapi Andika tidak peduli. Dia terus alirkan tenaga Inti Petir. Sementara Werdaningsih sendiri urung Iontarkan suara kcmbali, apalagi dilihatnya kedua kakak seperguruannya hanya terdiam saja. Diam-diam di dalam hati dia berharap, agar pemuda itu dapat menyembuhkan luka yang diderita gurunya.
Beberapa kejap berlalu, Andika nampak mulai di banjiri keringat. Bahkan nampak napasnya sudah megap-megap sekarang. Wajahnya merona merah dengan tubuh agak bergetar. Cukup lama dia alirkan tenaga 'Inti Petir' melalui kedua lbu jari Malaikat Keadilan. Setelah dilihatnya si kakek muntah darah dan dari luka di perutnya keluar darah hitam yang kental, Andika menarik napas panjang.
Hati-hati dilepasnya kedua ibu jari Malaikat Keadilan yang dipegangnya.
"Beri dia minum .,' katanya entah pada siapa.
Werdaningsih buru-buru mengambil bubung bambu berisi air yang diminumkan secara hati-hati pada gurunya.
Sementara Andika duduk dengan kedua tangan dirangkapkan di depan dada. Jelas kalau dia tengah memulihkan keadaannya lagi.
Werdaningsih yang selesai memberikan minum pada gurunya, kembali keheranan melihat sikap dua kakak seperguruannya, yang tetap berdiri tanpa berbuat apa- apa.
Werdaningsih berpikir,
"Mereka tak berbuat apa- apa, mungkin dikarenakan pemuda itu memang telah berhasil menolong Guru." Suasana kembali hening. Tak ada yang keluarkan suara, kecuali sesekali terdengar batuk Malaikat Keadilan.
Andika yang telah selesai pulihkan tenaganya, berdiri lagi. Sejenak diperhatikannya wajah si kakek sebelum berkata pada Werdaningsih,
"Selama sepenanakan nasi, alirkan tenaga dalam kalian pada guru kalian.
Kuharap, kalian bergantian melakukannya. Tenaganya begitu lemah sekali.
" Hanya itu yang dikatakan Andika, karena kejap berikutnya dia sudah keluar dari sana. Ada keinginan di hati Werdaningsih untuk mengucapkan terima kasih.
Namun karena kedua kakak seperguruannya tidak berbuat apa-apa kecuali tetap berdiri tegak, Werdaningsih pun urung melakukannya.
Di luar Andika berkata dalam hati,
"Aku ingin tahu apa yang terjadi. .
" Lalu dia pun meninggalkan tempat itu.
Pagi terus beranjak menuju siang. Sebagian bangunan yang agak runtuh itu, mulai disusupi sekaligus diterangi sinar matahari.
Werdaningsih masih berlutut sambil pandangi wajah gurunya yang kini tidak pucat seperti semula. Bahkan napas gurunya mulai terdengar teratur.
Cukup lama gadis berkuncir kuda ini memperhatikan gurunya sebelum akhirnya menyadari kalau tak mendengar suara kedua kakak seperguruannya. Cepat- cepat dipalingkan kepalanya. Mereka masih berdiri tegak.
"Kang Arya! Kang Jaya! Bantu aku alirkan tenaga dalam pada Guru!!" seru Werdaningsih sambil palingkan kepala lagi pada gurunya.
Dia berucap lagi lalkala melihat kedua kakak seperguruannya masih berdiri tegak tanpa berbuat apaapa. Bahkan tak keluarkan suara.
Kali ini Werdaningsih berdiri dengan pandangan berkerut.
"Aneh, apa yang terjadi dengan mereka" Apakah mereka berdiam diri karena merasa geram seorang musuh yang telah menyelamatkan Guru" Atau.. ke duanya mulai menduga kalau pemuda yang di lehernya melilit kain.
bercorak catur bukanlah anggota Manusia Muka Kucing?" Werdaningsih berkata,
"Apa-apaan kalian ini" Ayo, bantu aku!!" Tetapi setelah tak mendapati sahutan, Werdaningsih perlahan-lahan mendekali keduanya. Dipandangi nya wajah masing-masing orang satu per satu.
"Mereka tak membuka mulut. Hanya mata mereka yang bergerak-gerak seperti mengisyaratkan sesuatu. Apakah... hei! Sejak tadi mereka tetap berdiri tegak seperti ini"!" Merasa heran Werdaningsih berkata,
"Apa yang terjadi dengan kalian" Mengapa kalian diam saja" Apa kalian..
" Memutus kata-katanya sendiri Werdaningsih membatin,
"Gila! Mereka dalam keadaan tertolok! Oh! Bagaimana bisa mereka tertotok" Dan siapa yang melakukannya" Sejak tadi hanya pemuda itu saja yang berada di sini!" Tiba-tiba Werdaningsih menghela napas panjang.
"Yah, siapa lagj yang melakukannya kalau bukan pemuda tadi" Sungguh hebat!! Pantas Kang Arya dan Kang Jaya lidak berbuat apa-apa kecuali seperli membiarkan pemuda itu menolong Guru. Karena bila dalam keadaan tidak tertotok. tak mungkin mereka mengizinkan pemuda itu mengobati Guru." Lalu dengan hati-hati diperiksanya tubuh kedua kakak seperguruannya yang kini nampak agak malu. Tetapi pancaran mata Arya Sempala begitu geram.
Setelah diperiksa tukup lama. Werdaningsih gagal menemukan di mana totokan yang telah membuat kedua kakak seperguruannya berubah laksana patung berada.
Hal ini membuatnya bertambah penasaran. Namun makin dicari, makin tak ditemukan di mana totokan itu.
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya, pasrah. Ada pcrasaan kecut menyadari kalau dia menggantungkan harapan pada kedua kakak seperguruannya.
"Jalan satu-satunya.. aku harus mencari pemuda itu untuk membebaskan kedua kakak seperguruanku ini dari totokan yang dilakukannya," desisnya dalam hati. Lalu berkata,
"Maafkan aku.
Kang Arya, Kang Jaya.. . Aku tidak tahu di mana totokan itu berada. Kalaupun tahu, aku juga ragu apakah dapat membebaskan kalian atau tidak." Namun sebeium dia berbuat apa-apa. mendadak saja tcrdengar keluhan pelan. Menyusul kedua kakak seperguruannya itu ambruk seperti ditiup angin.
"Kang Arya! Kang Jaya!!" Kedua pemuda itu geleng-gelengkan kepala, karena merasa agak pusing. Cukup lama mereka dalam keadaan terduduk sebelum terdengar seruan gusar Arya Sempala seraya berdiri,
"Jahanam! Aku harus mencari pemuda itu"!"
"Kang Arya! Tunggu! Jangan bertindak gegabah!!" Sementara Arya Sempala hentikan gerakannya dan palingkan kepala gusar, Jaya Lantung berkata,
"Werdaningsih! Ini urusan laki-laki! Kau tetap menjaga Guru!!"
"Tidak! Maksudku. . aku.. . Sudahlah, kalian tak perlu meributkan soal pemuda tadi."
"Dia telah menotokku!!" seru Arya Sempala gusar
"Aku juga baru tahu soal itu! Tetapi, apakah kalian tidak berpikir, kalau dengan cara yang tidak kelihatan pemuda itu berhasil mcnotok kalian" Bila dia hendak membunuh kalian, tentunya dengan mudah akan dilakukan!" Mendengar kata-kata si gadis, dua pemuda itu samasama kertakkan rahangnya. Namun sedikit banyaknya membenarkan apa yang dikatakan Werdaningsih.
Werdaningsih berkata lagi,
"Sebaiknya.. kita tinggalkan tempat ini sebelum manusia-manusia keparat itu datang! Atau paling tidak, kita mencari tahu keadaan Paman Guru.
Bagaimana menurut kalian?" Arya Sempala nampak masih gusar. Tetapi dia membenarkan juga kata-kata Werdaningsih tadi,
"Kau benar. Werda. Keadaan nampaknya bertambah buruk saja scmenjak kila bersama-sama Guru berusaha mengatasi sepak terjang Manusia Muka Kucing. Yah, kita tinggalkan tempat ini. Kau dan Jaya membawa Guru menjauh dan sini, sementara aku akan mencari kabar tentang Paman Guru."
"Lain bagaimana dengan pemuda itu, Kang Arya?" tanya Jaya Lantung.
Arya Sempala tcrdiam dulu sebelum menjawab,
"Aku tidak tahu siapa dia adanya. Tetapi terus terang kukagumi kehebatannya. Tadi kupikir, saat dia terhuyung dan menggerak-gerakkan tangannya, hanya untuk membantu kuasai keseimbangannya belaka. Tidak tahunya. dia lakukan totokan dari jarak jauh. Dan totokan yang dilakukannya akan terlepas bila sudah lewat dari batas waktunya. Kupikir, untuk saat ini kita tak perlu mempersoalkannya lagi."
"Bila pemuda itu hendak membunuh kita, maka dengan mudah akan dilakukannya.
Bukan hanya akan membunuh kalian berdua, tetapi juga aku dan Guru." kata Werdaningsih menimpali.
"Tidakkah kalian memikirkan soal itu?" Kedua kakak seperguruannya mengangguk-angguk.
Arya Sempala berkaia lagi.
"Tak usah kita membicarakan siapa sebenarnya pemuda itu. Tetapi tempat persembunyian kita secara tidak sengaja telah diketahui olehnya. Berarti, bisa jadi orang-orang Manusia Muka Kucing cepat atau lambat akan tiba di sini juga. Sekarang kalian bawa Guru menjauh dari sini, naikkan ke tubuh si Putih. Pergi ke arah timur. Aku akan mencari tahu tentang Paman Guru."
"Kang Arya... bagaimana kami bisa tahu keadaanmu?" tanya Werdaningsih.
Arya Sempala terdiam. Nampak wajahnya sarat dengan keragu-raguan. Lalu katanya pelan,
"Biarlah aku yang akan mencari kalian...." Ketiga remaja itu saling tatap. Kejap kemudian, dengan dibantu Werdaningsih, Jaya Lantung telah menggendong tubuh gurunya yang masih belum pulih benar.
Keduanya masih pandangi sejenak Arya Sempala yang berdiri tegak. Kejap berikutnya, Jaya Lantung mulai melangkah keluar diiringi Werdaningsih Namun baru saja mereka menginjak ambang pintu, langkah mereka tertahan laksana dihadang setan.
Pandangan masing-masing orang terbeliak lebar.
Di hadapan mereka, telah berdiri lima orang lelaki tinggi besar dengan wajah bengis berpakaian hitam - hitam! Si Putih sendiri sudah tidak ada di tempatnya.

***

ǂǂǂ↕ ( 3 ) ↕ǂǂǂ

Arya Sempala langsung melompat ke depan, berdiri dl hadapan Jaya Lantung dan Werdaningsih. Tatapannya lajam lak berkedip pada kelima orang berpakaian hitamhitam yang hanya saling pandang disusul tawa keras.
Ketiga wajah murid Malaikat Keadilan ini cukup tegang.
Terutama Werdaningsih yang segera merapati Jaya Lantung. Tak ada yang keluarkan suara kecuali tawa keras dari kelima orang berpakaian hitam-hitam itu.
Tanpa setahu orang-orang yang berada di sana, sepasang mata dari balik ranggasan semak belukar memperhatikan. Pemilik sepasang mata ini yang ternyata Pendekar Slebor adanya membatin,
"Untung aku masih sempat melihat kedatangan kelima Orang berpakaian hitam-hitam. Menilik sikap mereka dan ketegangan yang melanda tiga remaja itu, jelas kalau sesungguhnya mereka telah saling mengenal.
Atau paling tidak, mempunyai dugaan yang tepat. Sebaiknya, kulihat dulu apa yang akan terjadi." Rupanya, Pendekar Slebor yang memutuskan untuk meninggalkan tempat itu, melihat kelima orang berpakaian hitam-hitam sedang berkelebat menuju ke bangunan di mana Malaikat Keadilan dan ketiga muridnya berada.
Merasa ada sesuatu yang harus diketahuinya, Andika mengurungkan niat unluk segera menyelidiki masalah apa sampai Malaikat Keadilan menderita luka sedemikian parah. Karena diam-diam, anak muda urakan ini merasa kehadiran kelima lelaki berpakaian hitam hitam merupakan sebagian jawaban yang dicarinya.
Semen tara itu Arya Sempala diam-diam agak bergetar juga. Tetapi hanya sekejap. karena kejap berikutnyu sorot mutanya memancar dingin dengan dendam yang tinggi.
Tanpa palingkan pandangan dia herbisik pada Jaya Lantung,
"Selamatkan Guru" Jaya Lantung sejenak nampak meragu. Tetapi begitu dilihat kekerasan wajah kakak seperguruannya, dia pun segera bergerak ke arah timur disusul oleh Werdaningsih.
Namun tiga lelaki berpakaian hitam hitam itu lelah melompat menghadang, sementara yang dua orang lagi maju salu langkah ke hadapan Arva Sempala. Salah seorang yang menghadang Jaya Lantung dan Werda?ningsih berkata sambi terbahak,
"Mau ke mana, hah" Bukankah sudah ada jalan yang paling aman menuju ke neraka"!"
"Bawung! Apakah kau tidak melihat kelinci gemuk yang tentunya enak bila digarap heramai ramai?" bersuara yang berwajah tirus pada orang penuh bulu yang berbicara pertama tadi. Pandangan orang ini menyipit dan sorot matanya berkilat penuh birahi pada Werdaningsih.
Serta-merta wajah gadis berkuncir kuda ini merah padam mendengar kata-kata orang Namun gadis ini masih bisa menahan diri untuk tidak segera bertindak gegabah.
Dari pandanga.nnya pada Jaya Lantung, Bawung alihkan pandangannya pada Werdaningsih. Dengan seringaian lebar dia buka mulut lagi,
"Benar-benar kelinci gemuk! Dan sungguh nikmat dinikmati di saat seperti ini!!"
"Tutup mulutmu!!" bentak Werdaningsih keras.
"Hmm.. liar juga rupanya! Aku masili bermurab bati pada kalian untuk tidak mencabut nyawa kalian! Serahkan Malaikat Keadilan untuk kami serahkan pada Manusia Muka Kucing!"
"Iblis terkutuk! Begundal-begundal tengik! Panggil Manusia Muka Kucing untuk berhadapan dengan kami!!" menyengat Werdaningsih dengan kedua tinju dikepalkan.
Bersamaan Werdaningsih keluarkan bentakan, Andika yang masih bcrada di balik ranggasan semak membatin lagi,
"Manusia Muka Kucing! Hmm.. jadi orang- orang itu anak buah orang yang berjuluk Manusia Muka Kucing" Busyetl Apa mukanya memang mirip kucing" Atau kakinya yang berjumlah empat yang kayak kucing" Huh! Pasti kucing garong!!" Bawung keluarkan tawanya yang keras.
"Tidakkah kalian ingat kalau guru kalian tak berdaya menghadapi Manusia Muka Kucing"! Masih untung dia dapat melarikan diri hinga tidak mampus tercabik-cabik oleh kuku-kukunya yang mengandung racun!! O ya, tidakkah kalian ingin tahu nasib Paman Guru kalian yang bernama Paksi Uladara" Dia telah mampus dengan tubuh robek terkena cakar Manusia Muka Kucing!!" Bukan hanya Werdaningsih yang terkejut, Java Lantung sendiri bergetar dadanya. Pandangan pemuda itu makin tajam. Namun dia juga tak mau bertindak gegabah Karena dia harus menyelamatkan gurunya.
Semertara itu Werdaningsih membatin,
"Mungkin. . ini jawaban dari kata-kata pemuda berpakaian hijau pupus itu.Jelas dja bukanlah salah seorang anak buah Manusia Muka Kucing." Lalu hati-hati dia berbisik pada Jaya Lantung,
"Kau bawa Guru dari sini, Kang. . Biar aku yang menahan mereka. . "
"Tidak!" balas Jaya Lantung dalam bisikan.
"Kau yang membawa Guru, aku yang menghadapi mereka." Bawung berkata dengan seringaian lebar,
"Kau benar! Ya, kau benar! Tetapi.. kita urus dulu Malaikat Keadilan yang sudah sekarat iluj" Habis kata-katanya terdengar, lelaki brewok ini sudah mencelat ke depan dengan jotosan lurus ke wajah Jaya Lantung. Namun sebelum jotosan itu mengenai sasarannya Werdaningsih sudah maju memapaki seraya berseru,
"Selamatkan Guru, Kang Jaya!!" Des!l .
" v Jotosan Bawung jadi melenceng. Bukannya geram karena niatnva digagalkan gadis berkuncjr itu, lelaki ini justru terbahak-bahak hingga perutnya yang agak buncit bcrgcrak.
"Sangat menyenangkan! Kalian langkap gadis itu! lngat, jangan sampai terluka! Biar kuurus pemuda celaka yang sudah mau mampus ini!!" Dua, orang kaWan Bawung sudah mengurung Werdaningsih dan langsung lancarkan serangan yang ganas.
Bawung sendiri segera mencecar Jaya Lantung yang dalam keadaan menggendong gurunya sudah tentu pemuda ini cukup kerepotan.
Makanya setelah berhasil hindari serangan Bawung, dia segera turuhkan sosok gurunya. Lalu mencelat ke depan.
Memang itulah yang ditunggu Bawung sebenarnya. Karena apa yang dikatakannya tadi adalah scbuah rencana lidk.
Salah seorang yang mengurung Werdaningsih dan hcrtubuh jangkung segera melompat memburu ke arah Malaikat Keadilan. Tangan kanannya yang mengandung tenaga dalam penuh, siap menghajar dada si kakek yang masih dalam keadaan lemah itu.
Jaya Lantung terperanjat melihat hal itu. Dia cepat melompat ke samping setelah kaki kanannya dijejakkan lebih keras ke tanah. Jotosan lawan yang siap menghancurkan kepala Malaikat Keadilan terhalang oleh tendangannya. NamunJaya Lantung sendiri harus merasakan betapa kerasnya pukulan Bawungyang mendarat didadanya.
Pemuda itu sampai terpental hingga menabrak pohon.
Sementara itu Arya Sempala sudah harus menghadapi dua lelaki berpakaian hitam-hitam lainnya. Pemuda berwajah agak kasar ini tak mau bertindak ayal. Kedua tangannya sudah pancarkan cahaya bening yang begitu digerakkan, langsung mencelat dua cahaya bening ke arah dua lawannya.
Tersentak masing-masing orang menerima serangan itu yang kontan langsung bergulingan. Cahaya-cahaya bening yang keluarkan suara menggemuruh itu menghantam rengkah ranggasan semak belukar yang langsung terbongkar ke udara.
Berhasil membuat jarak dengan dua lawannya, Arya Sempala menggerakkan tangannya ke arah Bawung yang sedang mengejar Jaya Lantung.
"Keparat sial!!" maki Bawung sambil membuang diri.
Blaaarrr! Cahaya bening itu menghantam ranggasan semak hingga pecah berhamburan.
Sementara itu seorang Iain bertubuh jangkung sudah siap menjejakkan kaki kanannya pada kepala Malaikat Keadilan. Namun mendadak saja dirasakan satu tenaga tak nampak mcnahan injakan kakinya, menyusul satu sentakan keras yang membuatnya terlempar ke belakang.
"Aaaakhhh!!" Lelaki jangkung ini terjengkang di atas lanah dan langsung muntah darah. Setelah menggeliat sejenak.
nyawanya pun melayang. Rupanya Malaikat Keadilan yang sudah merasa tenaganya agak pulih berhasil halangi maksud orang itu.
Andika yang tadi bermaksud untuk halangi niat si Jangkung menarik napas lega.
"Tak kusangka... dalam keadaan masih lemah seperti itu, si kakek mampu hadang serangan. Sekaligus, memutus nyawa orang yang menyerangnya." Bawung yang melihat kematian si Jangkung berteriak setinggi langit. Dia mengamuk sejadi-jadinya dengan serangan demi serangan ganas pada Jaya Lantung. Angin keras berkesiur mendahului setiap serangannya.
Lama kelamaan Jaya Lantung menjadi kewalahan juga.
Melihat hal itu Andika memutuskan untuk membantu.
Namun gerakannya tertahan, tatkala dilihatnya gadis berpakaian putih-putih yang kendati agak terdesak telah bertindak cepat.
Tangan kanannya pun telah keluarkan cahaya bening yang langsung didorong ke muka, sementara tangan kiri didorong ke arah Bawung. Lawannya yang sedang lancarkan tendangan, tak menyangka kalau satu gelombang angin keras yang disertai cahaya bening telah melabrak ke arahnva.
Tanpa ampun lagi dadanya terhantam telak hamparan angin yang keluar dan dorongan tangan kanan Werdaningsih. Terdengar jeritan tertahan menyusul tubuh yang terpental. Begitu ambruk ke tanah, lelaki itu telah menjadi mayat dengan dada menghitam yang keluarkan asap.
Sementara hamparan angin dan cahaya bening yang melesat dari tangan kiri Werdaningsih menghalangi niat Bawung untuk kirimkan serangan kembali pada Jaya Lantung. Begitu melihat Bawung melompat kesamping, Jaya Lantung langsung menerjang ke depan. Kedua tangannya pun telah keluarkan cahaya bening dan dihantamkan pada dada Bawung yang keluarkan pekikan tertahan. Seketika itu juga Bawung terpental kebelakang dan muntah darah. Dia masih sempat kelojotan saat tubuhnya ambruk. Dua kejap kemudian sosoknya diam tak bergerak dengan dada menghitam keluarkan asap.
"Hebat!" desis Andika.
"Tetapi jurus itu agak kejam.
Rasanya tak pantas dilakukan oleh gadis seperti Werdaningsih. Namun keadaan memang.. heil!" Melihat sesuatu yang janggal, Andika memutus katakatanya sendiri. Menyusul tubuhnya berkelebat cepat melalui arah sebelah kanan.
Sementara itu. mendapati kawan-kawan yang lain sudah tewas, dua lelaki berpakaian hitam hitam yang sedang menghadapi Arya Sempala menjadi ngeri.
Serangan yang mereka lancarkan menjadi kacau balau karena mereka berusaha untuk melarikan diri. Namun pemuda berpakaian biru gelap ini tak mau membiarkan orang-orang itu melarikan diri. Dengan jurus 'Tebar Cahaya Maut', dicecarnya kedua lelaki berpakaian hitam yang kini memucat.
"Kalian tak akan bisa lolos dari tanganku, Manusia-manusia celaka!!" gcram Arya Sempala terus mencecar.
Serangan demi serangan yang dilancarkan tak mampu dihadang oleh kedua lawannya. Dua gebrakan kemudian, kedua lawannya sudah terbaring di tanah dan nyawa melayang ke neraka.
Arya Sempala meludahi kedua mayat itu dengan geram.
"Manusia-manusia celaka seperti kalian lebih baik mampus!!" makinya jengkel.
Tatkala dipalingkan kepalanya, dilihatnya Werdaningsih sedang alirkan tenaga dalamnya pada Jaya Lantung. Arya Sempala segera mendekatinya.
"Biar aku yang meneruskan, Werda. Kau lihat keadaan Guru...." Arya Sempala segera alirkan tenaga dalamnya pada Jaya Lantung yang duduk bersila. Baru saja dia selesai alirkan tenaga dalamnya, terdengar seruan tertahan Werdaningsih,
"Kang Arya! Kang Jaya Lantung! Guru tidak ada"!"

***

ǂǂǂ↕ ( 4 ) ↕ǂǂǂ

Kedua pemuda itu segera berkelebat mendekati Werdaningsih. Jaya Lanlung langsung bergerak cepat. Dia bukan hanya mendatangi tempat di mana tadi diletakkan tubuh gurunya di sana, tetapi juga mengelilingi tempat itu.
Tiga tarikan napas berikutnya, dia sudah kembali lagi ke tempat semula dengan wajah tegang.
"Tidak ada. .," desisnya gelisah dengan napas berat.
"Tadi di mana kau letakkan Guru, hah"!" seru Arya Sempala agak keras.
Jaya Lantung tergagap sejenak. Dia tak segera membuka mulut karena sedikit banyaknya merasa bersalah.
"Aku... aku... tadi kuletakkan di sini, Kakang...."
"Lalu di mana sekarang, hah'"!" suara Arya Sempala bertambah gusar. Sebagai murid yang tertua dia merasa bertanggungjawab atas hilangnya sang Guru.
"Aku... aku...."
"Berpencar! Kau pergi bersama Werdaningsih ke arah timur! Aku akan menyusuri arah barat!!" kata Arya Sempala kemudian dan langsung berkelebat Sepeninggalnya tak ada yang buka mulut. Jaya Lan tung masih tergugup dengan suasana yang tak disangkanya.
Werdaningsih diam-diam merasa tidak enak dengan situasi yang baru saja lerjaili.
Apalagi melihat wajah Jaya Lantung yang nampak bersalah.
"Kang Jaya. . sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan. Kita harus mencari Guru. .."
"Seharusnya aku lidak menurunkan Guru tadi," kata Jaya Lantung resah.
"Kang Jaya... apa yang kau lakukan ladi benar. Karena secara tidak langsung kau lelah menyelamatkan Guru.
Sungguh sulit menghadapi lawan sambil menggendong Guru," kata Werdaningsih bijaksana Padahal saal ini hatinya resah bukan main.
"Seharusnya tadi kau tak perlu membantuku memulihkan tenaga, Werda. Kau harusnya langsung menemui Guru."
"Kang Jaya... jangan bicara begitu. Lebih baik kita segera mencari Guru," kata Werdaningsih. Lalu berkata,
"Kira-kira siapa yang telah membawa Guru" Atau mungkinkah Guru yang memang meninggalkan kita?" Jaya Lantung menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dugaan yang ada. Guru telah dilarikan seseorang yang tentunya bermaksud jahat Kalaupun Guru yang sengaja berlalu, tak mungkin. Kendati dia sudah mulai membaik, namun lentunya belum memiliki tenaga penuh." Merasa gembira karena Jaya Lantung dapat diajak bercakap-cakap lagi sccara normal, Werdaningsih berkata, 'Kita berangkat ke arah timur sekarang juga." Pilihatnya Jaya Lantung masih terdiam. Setelah menghela napas dia berkata,
"Aku bersumpah.. bila terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan pada Guru, akan kucincang orang Itu." Werdaningsih tak menghiraukan sumpah yang di katakan Jaya Lantung. Dia sudah berkelebat ke arah timur dengan hati gelisah.
Jaya Lantung sendiri segera menyusul adik seperguruannya itu.
Tanah yang cukup luas di hadapan bangunan yang sebagian telah runtuh itu kembali ditindih sepi. Matahari terus beranjak naik ke titik paling atas, menerangi lima mayat berpakaian hitam-hitam yang tergeletak di atas tanah. Jauh dari tempat itu, Pendekar Slebor terus berkelebat dengan cepat. Sejarak lima belas tombak di hadapannya.
satu sosok tubuh berpakaian merah-merah terus berlari dengan membopong tubuh Malaikat Keadilan.
"Kurang asem! Siapa orang itu?" desis Andika jengkel.
"Semakin kupercepat lariku, semakin dia menjauh. Jelas-jelas kalau orang itu memiliki ilmu peringan tubuh yang lebih tinggi." Sambil memaki panjang pendek, anak muda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini terus menambah ilmu peringan tubuhnya. Namun seperti yang dikatakannya tadi, semakin dia mempercepat larinya, orang yang membopong Malaikat Keadilan justru semakin menjauh.
Rupanya, di saat Andika mcmutus kata-katanya tadi, karena dia melihat seseorang berpakaian merah- merah muncul begitu saja tanpa diketahui dari mana datangnya.
Lelaki berkumis tebal dengan luka di pipi kanan itu.
langsung menyambar tubuh Malaikat Keadilan dan langsung mcmbawanya pergi.
Andika sendiri segera berkelebat menyusul.
Di depan. lelaki berpakaian mcrah-merah yang membopong tubuh Malaikat Keadilan dan mengetahui kalau dia di kuti membalin,
"Hmmm... rupanya pemuda itu masih mengikutiku.
Bagus! Dia akan mengalami kejutan yang besar di ujung jalan sana!" Merentanakan sesuatu untuk pemuda yang mengikutinya, lelaki berkumis tebal ini sengaja memperlambat gcrakannya, hingga jarak antara dia dengan Andika semakin dekat. Andika sendiri yang sudah jengkel terus kerahkan ilmu pcringan tubuhnya.
Dan dia berseru tatkala sudah memasuki ujung jalan,
"Orang celaka! Turunkan Malaikat Kecfdilan!!" Tanpa berpaling dari larinya, orang itu berseru,
"Mengapa hanya bisa bicara" Mengapa tidak kau sendiri yang mengambil lelaki tua yang mau mampus ini"!"
"Kutu monyet! Akan kujitak kepalanya sampai benjol!!" maki Andika sambil pereepat larinya.
Sejarak delapan langkah, lelaki berpakaian merahmerah itu tiba-tiba saja hentikan larinya. Tatkala berpaling dia langsung berseru keras,
"Sekarangl!" Belum lagi Andika mengerti apa yang terjadi, mendadak saja meluncur empat buah tambang yang langsung menjerat kedua kaki dan tangannya Menyusul dirasakan betotan yang coba untuk menarik putus kaki dan tangannya.
"Kura-kura baulT" rutuk anak muda ini sambil kerahkan tenaga dalamnya guna menahan betotan empat buah tali itu. Empat buah tambang sebesar lengan seorang bocah itu menyentak dan empat sosok tubuh berpentalan ke luar dari arah yang berlainan melompat keluar akibat tarikan Andika. Namun dengan kaki kanan menahan tanah, masing-masing orang dapat menahan tarikan tenaga dalam Andika. Andika mendengus,
"Monyet-monyet pitak! Rupa nya kalian termasuk orang-orang iseng, hah"!" Di depan, lelaki berpakaian merah-merah terbahakbahak keras.
"Anak muda... siapa pun yang mencoba menyelamatkan pemberontak celaka ini harus mampus!! Hmmm. . ingin kulihat kebisaanmu dulu sebelum mampus!! Tarik dia sampai putus anggota tubuhnya!!" Mendengar perintah itu, keempat orang berpakaian hitam-hitam langsung tarik tali yang masing-masing pegang. Tubuh Andika sejenak meregang, namun dengan cepat ditahannya. Hingga terjadilah tarik menarik yang kuat antara Andika dengan empat orang berpakaian hitam-hitam itu.
"Kutu monyet!!" maki Andika sambil terus bertahan.
Sungguh sulit mengatasi keadaan ini sebenarnya.
Karena kedua kaki yang menjadi tumpuan keseimbangannya harus diperlahankan dari betotan orang-orang itu.
Bila saja kakinya berhasil dilarik, sudah bisa dipastikan kalau dirinya akan terjengkang dan mudah untuk dijatuhkan. Tetapi memang sulit memperlahankan keseimbangannya. Apalagi Secara mendadak dua orang yang memegang tambang yang mengikat kedua kakinya, mengendurkan tenaganya. Hingga mau tak mau Andika yang sedang kerahkan tenaganya terpelanting ke samping akibat betotan tenaganya sendiri. Baru saja tubuhnya terjatuh, dua orang yang memegang tambang dan mengikat kedua tangannya sudah menarik ke depan.
Kembali mau tak mau tubuh pemuda berpakaian hijau pupus ini tcrtarik ke depan. Belum lagi dia dapat kuasai keseimbangannya dua orang yang memegang tambang dan mengikat kedua kakinya, sudah mencelat ke depan dengan tendangan lurus.
Des! Des! Dua tendangan telak itu langsung menghantam dada Andika yang tersentak kaget. Darah segar menyembur keluar. Menyusul dirasakan tarikan pada kedua tangannya lagi. Lelaki berpakaian merah merah tertawa keras,
"Rupanya tak memiliki kepandaian apa-apa tetapi sudah berani lancang untuk menghalangi niat anak buah Manusia Muka Kucing! Hmmm.. sebelum mampus, kau boleh bcrkenalan dulu denganku! Ingat, kau boleh memanggilku, si Kaki Kilat karena kepandaianku dalam hal ilmu peringan tubuh!!"
"Monyet pitak! Kenapa kau tidak turun sekalian !" sentak Andika gusar dan berusaha untuk mengatasi setiap penderitaan yang dialaminya. Dan mendadak saja terdengar seruannya, terlahan Karena mendadak tiga orang lelaki berpakaian hitamhitam lainnya telah muncul dari tiga arah yang berlawanan, Langsung menebarkan jala besar yang mengurung tubuhnya.
Gelagapan Andika berseru keras,
"Kucing-kucing bau!!" Cepat dialirkan tenaga 'Inti Petir' ke seluruh tubuhnya, mencoba memutuskan jala itu. Bersamaan dengan itu.
satu tendangan keras menghantam punggungnya.
Rupanya salah seorang yang memegang tambang besar dan mengikat kaki kanannya, sudah melompat.
Kendati tubuh Andika terhuyung ke depan, namun orang yang menendangnya tadi memekik keras. Karena dirasakan satu sengatan mendera kaki kanannya. Pe gangannya pada tambang itu terlepas dan orang ini jatuh tersungkur dengan kaki melepuh. Melihat hal itu, leiaki berkumis tebal terhenyak kaget.
Segera saja dia mencelat ke depan setelah melempar begitu saja tubuh Malaikat Keadilan. Gerakan kedua kakinya sangat cepat sekali hingga keluarkan angin berdesir-desir.
Andika terhenyak mclihatnya. Dia mencoba menahan dengan kedua tangan yang segera diangkat, namun saat itu pula tangan kanan kirinya menyentak ke samping karena dua orang yang memegang tambang telah menariknya. Maka tanpa ampun lagi, tendangan kaki kanan dan kiri yang dilancarkan si Kaki Kilat telak menghantam dadanya.
Des! Des! Saat itu pula tubuhnya terhuyung ke belakang. Si Kaki Kilat sendiri yang telah berdiri tegak agak terkejut, karena dirasakan sengatan pada kedua kakinya. Bila saja saat itu Andika tidak dalam keadaan kehilangan keseimbangan, sudah dipaslikan kaki kanan kiri si Kaki Kilat akan langsung melepuh terkena tenaga 'Inti Petir' yang telah dialirkan pada sekujur tubuhnya. Andika sendiri merasakan tubuhnya dibetot keras disertai jala yang makin mengikatnya.
"Busyet!" makinya jengkel.
Hanya dalam tiga kejapan mata saja, tubuh anak muda urakan ini telah tertekuk. Dadanya terasa sakit sekali karena kedua tangannya yang ditarik ke belakang seperti menindih dadanya sendiri. Wajahnya sendiri sudah mencang mencong karena tarikan jala yang kuat.
"Kura-kura bau!!" makinya gusar dalam hati.
"Kalau aku terlepas dari jala keparat ini, akan kujitak kepala mereka satu per satu sampai benjol!!" Lalu Ia berseru konyol,
"Hoooii !! Aku bukan ikan nih! Lepaskan dong!!" Tetapi sudah tentu orang-orang itu tak mau melepaskannya. Bahkan si Kaki Kilat sudah memberi abaaba untuk menghantami tubuh Andika. Kejap itu pula dalam keadaan tcrikat kuas, Andika menenma hantaman yang keras, bertubi-tubi hingga akhirnya pemuda dari Lembah Kutukan ini jatuh pingsan.
Melihat hal itu, lelaki berkumis tebal terbahak-bahak lebar seraya melangkah mendekati Andika.
"Hhhh! Tak seorang pun yang dapat menyelamatkan nyawa Malaikat Keadilan! Satu-satunya stsa pemberontak yang menentang kebijaksanaan Manusia Muka Kucing!" Lalu dengan kaki kanannya, dia menyepak tubuh Andika hingga terlentang. Nampak darah segar keluar dari hidung dan mulut pemuda urakan itu. Seringaian bertambah lebar di bibir Kaki Kilat.
"Aku tidak tahu siapa pemuda ini. Kubunuh pun tidak jadi masalah karena yang dihendaki oleh Manusia Muka Kucing adalah Malaikat Keadilan. Hmmm.. entah apa yang di nginkan oleh Manusia Muka Kucing sebenarnya. Hingga hari ini, aku belum tahu apa yang di nginkannya kendati dia telah menaklukkanku.
Menjadi salah seorang tangan kanannya sungguh menyenangkan. karena aku dapat berlindung dari segala yang merintangi kesenanganku." Habis membatin begitu, dengan tawa keras lelaki berkumis lebal ini berseru
"Bunuh dia!!" Serentak orang-orang berpakaian hitam hitam melangkah mendekati Andika sambil bersorak-sorai Membunuh bagi mereka adalah sebuah kesenangan tiada banding. Namun belum lagi mereka melakukan perinlah si Kaki Kilat, satu gelombang angin raksasa telah menderu dengan keluarkan angin menggidikkan.
Hebatnya, gelombang angin itu tidak menghantam sosok Andika yang pingsan. melainkan orang-orang berpakaian hitam hitam yang saat itu pula langsung terpental. Lima orang langsung tewas tanpa keluarkan suara.
Sementara dua orang lagi jatuh pingsan. Akibat lain dari gelombang angin yang mendadak muncul, ranggasan semak belukar langsung terseret pecah dan tanah munerat ke udara.
Terkesiap si Kaki Kilat melihat anak buahnya moratmarit seperti itu. Segera saja dia balikkan tubuh dan siap keluarkan bentakan.
Namun mulutnya laksana terkunci.
Kedua matanya terbeliak kaget.
Kejap itu pula dia langsung jatuhkan tubuh, di hadapan seseorang berpakaian terbuat dari bulu berwarna belangbelang yang berdiri sejarak lima langkah dari hadapannya
"Ketua...."

***

ǂǂǂ↕ ( 5 ) ↕ǂǂǂ

Orang yang berdiri di hadapan Kaki Kilat dan tadi lepaskan gelombang angin yang menghantam tujuh orang anak buah Kaki Kilat, merandek dingin. Orang yang tingginya hanya sebahu Kaki Kilat ini memandang lelaki itu dengan sorot mala memerah Ada kengerian dalam bagi siapa saja yang melihatnya. Rambut orang ini panjang tak beraturan dan kenakan pakajan terbuat dari bulu herwarna belang-belang. Pada jari-jari tangannya terdapat kuku-kuku runcing warna hitam. Dari wujudnya yang aneh, ada sebuah keanehan sekaligus kengerian bagi yang melihatnya. Wajah lelaki ini mirip kucing! Saat menyeringai, unlaian kumis jarangnya seperti meregang Suaranya agak sengau,
"Bagus kau berhasil mendapatkan Malaikat Keadilan!" Kaki Kilat yang tadi geram melihal anak buahnya dibuat tunggang langgang dan lima orang mampus sekaligus, lamat-lamat bangkit. Kepalanya masih tertunduk saat berkata,
"Manusia terkutuk ini kupersembahkan unlukmu, Ketua..."
"Bagus! Manusia celaka itu akhirnya akan mampus juga! Ini semua kebodohan dari mulutnya yang selalu terkuncil Kaki Kilat.. tahukah kau siapa pemuda berpakaian hijau pupus yang pingsan itu?" Sejenak Kaki Kilat arahkan dulu pada orang yang dimaksud sebelum berkata,
"Maafkan aku, Ketua.. aku tidak tahu siapa dia. Tetapi agaknya dia bukanlah orang yang menakutkan, karena tak memiliki ilmu tinggi kendati berusaha untuk selamatkan Malaikat Keadilan." Kaki Kilat yang mengharapkan pujian lagi dari lelaki muka kucing itu harus menelan keinginannya dalam dada saat si leiaki muka kucing geleng-gelengkan kepala.
"Kau salah besar. Pemuda itu memiliki ilmu yang tinggi.
Hanya dikarenakan serangan mendadak secara bertubilubi saja hingga dia dengan mudah kau kalahkan. Bahkan aku yakin, untuk mengalahkanmu, dia hanya memberimu bernapas tiga gebrakan saja."
"Kurang ajar! Dianggapnya aku ini apa, hah"!" maki Kaki Kilat dalam hati. Bila saja yang berbicara tadi bukan Manusia Muka Kucing, saat itu pula yang berbicara sudah robek mulutnya. Lalu katanya hormat,
"Siapakah pemuda itu sesungguhnya, Ketua?"
"Dia adalah Pendekar Slebor. .
" Melengak Kaki Kilat mendengar ucapan Manusia Muka Kudng. Tanpa sadar dia arahkan pandangan pada pemuda yang pingsan itu dan herucap pelan,
"Pendekar Slebor.. ."
"Ya! Dialah pemuda yang berjuluk Pendekar Slebor! Pemuda urakan yang kerjanya hanya menghalangi niat orang-orang seperti kita untuk berkuasa!" Kaki Kilat arahkan pandangannya lagi.
"Ketua. dia kini sudah berada di tangan kita! Lebih baik membunuhnya ketimbang nanti menjadi duri dari segala rencana yang telah Ketua susun."
"Dia memang tidak tahu apa yang kuhendaki dari Pendekar Slebor," kata Manusia Muka Kucing dalam hati sambil gelengkan kepalanya. Seringaiannya bcrtambah mengerikan.
"Mengapa harus merepotkan diri dengan membunuh pemuda itu?" katanya kemudian.
"Karena tanpa kita bunuh pun dia akan mampus sccara mengerikan"
"Mengapa, Ketua" Bukankah pemuda itu akan mcnghalangi segala rencana yang telah Ketua susun?" tanya Kaki Kilat yang scsungguhnya ingin mengetahui rencana apa yang telah disusun oleh Manusia Muka Kucing.
"Kupikir.. sebaiknya dia dibunuh saja ketimbang akan menyusahkan Ketua kelak." Justru yang didapati hanyalah bentukan keras,
"Sejak kapan kau berani banyak bertanya, hah"! Dan sejak kapan kau kubiarkan mengeluarkan pendapat?" Ciut hati Kaki Kilat mendengar bentakan orang kendati hatinya sungguh geram. Namun sudah tentu dia tak mau memperlihalkan kegeramannya karena dia tahu kesaktian yang dimiliki lelaki muka kucing ini. Bahkan dua bulan lalu, dia harus pontang panting menghadapi serangan Manusia Muka Kucing. Karena dia bersedia untuk bergabung dengannya saja maka hingga hari ini nyawanya masih melekat di badan. Demikian pula dengan para anak buahnya yang berpakaian serba hitam.
"Ketua... apa yang harus kulakukan sekarang?"
"Bunuh Malaikat Keadilan'!"
"Bagaimana dengan Pendekar Slebor?"
"Keparat!! Kau jadi banyak bertanya sekarang" Aku mempunyai sebuah rencana yang tentunya sangat mengejutkan pemuda dari Lembah Kulukan itu! Jalankan perintahku!!" Setelah anggukkan kcpala, perlahan-lahan Kaki Kilat melangkah mendekati sosok Malaikat Keadilan yang dalam keadaan tertotok. Lelaki tua gagah yang baru saja sembuh setelah diobati oleh Pendekar Slebor. hanya sunggingkan senyum dengan tatapan lemah.
"Manusia celaka.. ." desisnya pelan.
"Kau hanya menurunkan sengsara pada umat manusia dengan menjadi pengikul inanusia celaka bcrjuluk Manusia Muka Kucing.
Padahal, kau tidak tahu apa yang direncanakan lelaki sesat berparas kucing itu sebenarnya.. ."
"Diaaammm!!" bentak Kaki Kilat keras.
"Nyawamu sudah berada di tanganku! Bila saja kau mau menuruti apa yang di nginkan Manusia Muka Kucing, sudah tentu hingga hari ini kau masih dalam keadaan segar bugar!"
"Yang menentukan apakah aku masih schat atau sekarat, bukanlah manusia itu! Tetapi Yang Maha Kuasa telah menentukan lain untuk nasibku.. ."
"Bagus! Dan rupanya kali ini dia benar-benar hendak tentukan nasib sial padamu, Malaikat Keadilan!!" Malaikat Keadilan cuma tersenyum saja. Bahkan makin tersenyum tatkala tangan kanan Kaki Kilat yang mengandung tenaga dalam tinggi itu bergerak ke arah wajahnya. Namun seperti dihadang oleh satu tenaga kuat, jotosan Kaki Kilat laksana membentur dinding keras.
"Aaakhhh!!" menjerit tertahan lelaki berkumis tebal itu hingga surut dua tindak ke belakang. Kepalanya digerak-gerakkan lalu dengan tatapan gusar dia berseru,
"Jahanam! Rupanya kau masih punya kebolehan, hah"!"
"Bukankah tadi kukatakan Yang Maha Kuasa menentukan lain?" sahut Malaikat Keadilan sambil tersenyum lemah.
"Setan alas!! Kucabik-cabik tubuhmu!!" Dengan kegusaran setinggi langit apalagi Kaki Kilat tahu kalau Manusia Muka Kucing menghendaki dia bertindak cepat, berulangkali dia lepaskan jotosannya pada dada, wajah, bahkan perut Malaikat Keadilan yang masih terluka. Namun lagi-lagi serangan yang dilancarkannya tak dapat mengenai sasaran yang di nginkan. Padahal Malaikat Keadilan masih terbaring tanpa daya, apalagi dalam keadaan terlotok.
Tak hiraukan keinginan keji Kaki Kilat, Malaikat Keadilan berkata pada Manusia Muka Kucmg yang tegak dengan wajah kucingnya tertekuk,
"Apakah kau kini sudah puas setelah menemukan Pendekar Slebor"! Bahkan dengan mudah kau bisa membunuhnya sekarang! Tetapi aku yakin, kau tak akan membunuhnya! Karena di balik semua ini. . ada seseorang yang telah membuatmu seperti kerbau dicucuk hidung! Lebih baik.. katakan saja siapa orang itu?"
"Tutup mulutmu!!" menggelegar suara Manusia Muka Kucing keras.
Kaki Kilat yang telah mundur dan hentikan rangkaian serangannya sejenak pandangi Manusia Muka Kucing.
Diam-diam lelaki berkumis tebal ini membatin,
"Ada orang di balik Manusia Muka Kucing" Siapakah dia sebenarnya" Dari ucapan Malaikat Keadilan dan amarah yang ditampakkan leiaki berwajah kucing itu, sebenarnya memang Pendekar Sleborlah orang yang dicari oleh Manusia Muka Kucing. Tetapi mengapa dia tidak segera membunuhnya" Apa yang di nginkan sebenarnya'.'" Terdengar lagi suara Malaikat Keadilan,
"Lelaki sesat bermuka kucing.. lebih baik kau panggil keluar orang yang telah membodohimu! Katakan padanya, dia tak akan pernah berhasil untuk menjalankan semua rencana busuknya!"
"Jahanam! Kurobek mulutmu!!" Habis makiannya dengan penuh murka membara, kedua tangan Manusia Muka Kucing langsung merobek anggota tubuh bagian bawah Malaikat Keadilan. Bukan wajah, dada dan luka pada perut yang menjadi sasaran.
Melainkan betis kaki kanan Malaikat Keadilan. Karena, di sanalah sesungguhnya letak kekuatan lelaki tua gagah ini.
Kalaupun dia terluka parah karena bertarung dengan Manusia Muka Kucing sebelumnya, ini disebabkan karena racun yang terdapat pada kuku-kuku Manusia Muka Kucing yang telah masuk melalui robekan pada perulnya, telah menjalar ke kedua kakinya Terutama pada kaki kanannya. Begilu kaki kanannya tercabik hingga bukan hanya darah yang keluar melainkan sebagian dagingnya yang tercacah berhamburan. terdengar lolongan keras Malaikat Keadilan.
Sementara Kaki Kilat hanya memperhalikan tertegun, Manusia Muka Kucing terus mencabik-cabik kaki kanan Malaikat Keadilan, yang terus menerus menjerit keras tanpa mampu berbuat apa-apa. Bahkan bergerak pun tidak. Bila saja dia tidak dalam lerluka, totokan yang dilakukan Kaki Kilat dapat dengan mudah dilepaskan.
Hingga mau lak mau, lelaki tua perkasa itu harus membiarkan kaki kanannya dicabik-cabik.
Hanya tiga kejapan mata saja, tumit kaki kanan Malaikat Keadilan telah robek besar. Tubuhnya semakin lama semakin melemah.
Kaki Kilat yang masih memperhatikan tersentak tatkala terdengar bentakan Manusia Muka Kucing,
"Bunuh dial!" Hanya dengan sekali loncat saja, kaki kanannya telah menghantam rengkah kepala Malaikat Keadilan yang melengak dan keluarkan seruan tertahan. Darah merah bercampur dengan cairan putih keluar dari kepalanya yang pecah.
Menyusul didengarnya kata-kata lelaki berparas kucing itu.
"Letakkan mayat lelaki tua celaka itu disamping sosok Pendekar Slebor yang pingsan!!" Tak berani banyak bertahya, Kaki Kilat melakukan pcrinlah itu. Diletakkannya mayat Malaikat Keadilan di samping kanan Pendekar Slebor.
"Jangan terlalu dekat, beri jarak dan letakkan pada posisi yang berlawanan!" Kembali Kaki Kilat melakukannya.
"Angkut jala-jala pada tubuh Pendekar Slebor!" Dengan hati masih diliputi beberapa pertanyaan, Kaki Kilat melakukannya dengan cepat. Setelah semuanya selesai. terlihat Manusia Muka Kucing terbahak- bahak lebar.
"Permainan akan segera dimulai.. Dan kuharap, permainan ini tak akan mamakan waktu terlalu lama untuk mcmberi pelajaran pada Pendekar Slebor sebelum kuba...." Memutus kata-katanya sendiri, dengan masih diiringi tawa, lelaki berparas kucing segera meninggalkan tempat itu. Sementara si Kaki Kilat masih memandangi dua sosok tubuh yang tergolek. Cukup lama dia memperhatikan sebelum akhirnya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Hmmm. . cerdik, sungguh cerdik. .," katanya kemudian.
"Pendekar Slebor akan mengalami sesuatu yang sangat mengejutkan. Luar biasa kecerdikan Ketua ..." Lalu dibawa langkahnya pada dua anak buahnya yang jatuh pingsan akibat sambaran gelombang angin yang dilepaskan oleh Manusia Muka Kucing.
Sejenak diperhatikannya sebelum dia lakukan tindakan yang mengejutkan. Dengan gerakan cepat kepala kedua anak buahnya itu langsung di njaknya sampai rengkah, yang sesaat mengejut kemudian terkulai. Darah pun mengalir perlahan-lahan.
Dengan penuh kemuakan diludahinya mayat kedua anak buahnya itu.
"Tak berguna sama sekali!!" Kemudian dia segera berkelebat menyusul Manusia Muka Kucing.

*****

Angin terus berhembus dan rambatan waktu makin bergulir. Senja telah menaungi segenap persada. Beberapa helai daun berguguran dihembus angin semilir dan dua buah helai tepat mengenai mata Pendekar Slebor.
Sesaat anak muda dari Lembah Kutukan itu menggeliat pelan disertai keluhan tertahan. Saat dibuka sepasang matanya, dilihatnya alam mulai meredup.
"Kutu monyet!" desisnya begitu menyadari apa yang telah terjadi.
"Rupanya aku pingsan. . dan sudah tentu kutu-kutu monyet itu sudah tak ada lagi di sini.
Brengsek betul! Mereka harus ku.. heil!" Teringat kalau dia sedang berusaha menyelamatkan Malaikat Keadilan, Andika buru-buru bangkit. Saat berdiri dia agak limbung sejenak karena sekujur tubuhnya masih terasa ngilu akibat pukulan dan lendangan orang- orang berpakaian hitam-hitam.
Buru-buru dialirkan tenaga dalam pada seluruh tubuhnya. Ditahannya napas beberapa saat. Setelah itu dihembuskannya pcrlahan lahan. Kembali tubuhnya dirasakan mulai agak segar kendati rasa ngilu masih dirasakan.
Begitu kepalanya ditolehkan ke kanan, dilihatnya satu sosok tubuh tergolek menjadi mayat dengan luka- luka mengerikan. Buru-buru Pendekar Slebor menghampirinya.
"Keparat! Sungguh keji!" desisnya. Kejap kemudian.
nampak kedua tangannya bergetar tanda amarah mulai naik.
"Aku memang belum dapat mengetahui sepenuhnya.
ada urusan apa sebenarnya Tetapi yang kuketahui adalah si Kaki Kilat, juga orang yang berjuluk Manusia Muka Kucing yang berada di balik semua ini" Kembali diarahkan pandangannya pada mayat Malaikat Keadilan.
"Apa yang sebenarnya ditentang oleh kakek perkasa ini" Sepak terjang apa yang telah dilakukan Manusia Muka Kucing beserta antekanteknya?" Pertanyaan itu langsung ditelan bulat-bulat oleh Andika sendiri karena dia memang belum mengetahui jawabannya. Lamat-lamat pemuda yang di lehernya melilit kain bercorak catur ini berdiri. Begitu pandangannya diedarkan ke sekeliling, dilihatnya mayat-mayat berpakaian hitam-hitam bergeletakan.
"Gila! Apa yang terjadi sebenarnya" Siapa yang telah membunuh orang-orang ini?" Lalu dihampirinya mayat-mayat itu.
"Lima orang mati dengan dada agak menghitam, seperti terhantam pukulan yang keras. Dua orang lagi dengan kepala pecah. Apakah ada seseorang yang telah muncul ke sini" Orang itu berusaha menyelamatkan Malaikat Keadilan namun gagal karena lebih dulu dibunuh oleh Kaki Kilat" Kalau memang iya, tentunya saat ini orang itu yang sedang dikejar oleh Kaki Kilat alau malah scbaliknya?" Kembali anak muda urakan ini terdiam. Keningnya nampak dikerutkan dalam dalam tanda dia berpikir keras.
"Bagaimana bila lernyata yang datang itu justru orang yang berpihak pada Kaki kilat" Atau paling tidak, katakanlah orangyang berjuluk Manusia Muka Kucing sendiri" Dia yang membunuh orang-orang berpakaian hitam-hitam itu, lantas membunuh Malaikat Keadilan" Ya, ya... kemungkinan itulah yang lebih tepat. Dan bisa jadi.. oh!!" Menyadari ada masalah yang akan dihadapinya.
pandangan Pendekar Slebor tertuju pada mayat Malaikat Keadilan. Cukup lama dia terdiam dengan sorot tak berkedip sementara keningnya dikemyitkan.
"Gila! Licik sekali!" dcsisnya setelali mencernakan apa yang ada di pikirannya.
"Sudah tentu yang muncul memang Manusia Muka Kucing! Dia sengaja membunuh Malaikat Keadilan dan meletakkannya tak jauh dariku yang tadi pingsanl Tentunya dengan maksud, agar orang-orang yang mcncari Malaikat Keadilan mengira aku yang telah membunuhnya! Monyet pitak! Kucing buduk! Licik sekali manusia itu!!" Kembali pemuda dari Lembah Kutukan ini terdiam.
Kepalanya digeleng-gelengkan menyadari kelicikan yang telah terjadi dan akan menimpa dirinya.
"Aku belum tahu rencana apa sebenarnya yang disusun oleh Manusia Kucing Garong itu! Tetapi biar bagaimanapun juga, aku akan mencari tahu!!" Sadar kalau kcsalahpahaman akan segera terjadi, buruburu anak muda ini mcngangkat mayat Malaikat Keadilan dengan maksud untuk segera mcnguburkannya.
Akan tetapi gerakannya tertahan. karena tiba-tiba saja terdengar bentakan menggelegar.
"Pemuda keparat! Sejak semula aku yakin kau bermaksud membunuh Guru! Kendati kau telah mengobatinya, namun sudah tentu itu hanya berpura-pura belaka karena kau sedang mencari kesempatan unluk membunuhnya dengan mudah Jahanam keparat!! Aku harus membalas semua perlakuan busukmu itu!!"

***

ǂǂǂ↕ ( 6 ) ↕ǂǂǂ

Bersamaan suara yang terdengar keras, satu hamparan cahaya bening di ringi angin yang menggemuruh telah melabrak ke arahnya. Sejenak Andika tertegun scbelum akhirnya melompat cepat ke samping.
Hamparan cahaya bening yang dipadu dengan labrakan angin dahsyat itu menghantam tanah yang dipijaknya tadi, yang serta-merta terdengar lelupan cukup keras. Menyusul terbongkarnya tanah itu yang segera membubung ke udara.
"Kutu mbnyet! Bisa konyol kalau aku tidak segera menghindar!!" maki Andika gusar.
Namun baru saja kedua kakinya menginjak tanah kembali, dua hamparan cahaya bening di ringi bentakan keras telah menggebrak lagi,
"Pemuda celaka!! Kau harus mampus!!" Tersentak Pendekar Slebor karena dua cahaya bening tadi lebih cepat menderu dan yang pertama. Gemuruh yang terdengar laksana topan hantam pesisir. Tak ada jalan lain kecuali mengangkat tangan kanannya ke atas.
Blaaarr!! Kendati berhasil atasi dorongan dua cahaya bening tadi, namun tubuhnya mau tak mau terhuyung ke belakang. Ini disebabkan karena keadaan Andika sendiri belum pulih benar, di samping juga dia masih membopong mayat Malaikat Keadilan.
"Kau bukan hanya akan mampus, tetapi akan kusiksa dulu seperti tentunya kau siksa lebih dulu guruku sebelum kau bunuh!! Pergilah ke neraka!!" seruan itu kembali terdengar bersamaan lima cahaya bening yang keluarkan suara menggemuruh menderu lagi ke arah Andika.
Kali ini si anak muda hanya berusaha untuk hindari cahaya-cahaya ganas itu sambil berseru dengan wajah menekuk jengkel,
"Arya Sempala! Tahan setiap seranganmu! Kau salah paham tentang semua ini!!" Pemuda yang lancarkan jurus 'Tebar Cahaya Maut' dan ternyata Arya Sempala adanya, sudah tentu tak mau hiraukan seruan Andika. Sejak pertama kali jumpa dia memang tak mempercayai Andika kendati sudah mengetahui kalau Paman Guru-nya lelah tewas di tangan Manusia Muka Kucing dari ucapan Bawung.
Pemuda berwajah agak kasar namun memiliki hali lembul ini sudah tentu semakin tak suka melihat keadaan gurunya. Apalagi begitu dilihatnya mayat-mayat berpakaian hitam-hitam. Dia berpikir, kalau gurunya telah diculik oleh pemuda berpakaian hijau pupus itu. Dan orang-orang berpakaian hitam-hitam mencoba mengambilnya namun akhirnya mati dibunuh oleh pemuda itu.
Berpikiran demikian, semakin ganas serangan yang dilancarkan oleh Arya Sempala. Karena gurunya telah mati, dia tak lagi menghiraukan keselamatan gurunya.
Hingga saat itu pula terdengar letupan demi letupan dan terbongkarnya tanah di beberapa bagian yang membubung halangi pandangan.
Lain halnya dengan Andika. Kendati dapat menjadikan mayal Malaikat Keadilan sebagai tameng. namun dia tak mau melakukannya.
"Lama-lama aku bisa celaka bila tak segera kuhentikan tindakan Arya Sempala.
Kendati perbuatannya membuatku agak jengkel, aku masih bisa memaklumi mengapa dia lakukan tindakan ini. Sebaiknya, kucoba saja mengatasi dan memberikan penjelasan padanya...
" Memutuskan deinikian, mendadak saja anak muda ini membuat gerakan seperti menyongsong cahaya bening yang meluncur ke arahnya. Dua jengkal lagi cahaya itu menghantamnya, cepat anak muda ini memutar tubuh kesamping sambil gerakkan tangan kanan karena cahaya bening Iainnya telah menderu.
Tenaga Inti Pelir' tingkat kedelapan telah dipergunakan.
Dan.... Blaammm!! Cahaya bening itu langsung putus terhantam pukulan yang mengandung tenaga 'Inti Petir'. Kejap berikutnya, dia telah maju sambil gerakkan tangan kanannya lagi pada Aiya Sempala yang kali ini tersentak kaget.
Cepat dia buang tubuh ke kin bersamaan dengan kaki kanan coba hanlam selangkangan Andika.
Sudah lentu Andika tidak mau kantong menyannya pecah.. Seraya geser kaki kirinya ke belakang, cepat ditahan tendangan itu dengan turunkan tangan kanannya.
Desss!! Masing-masing orang surut dua tindak ke belakang dan sama-sama goyah. Tetapi Andika yang ingin kesalah pahaman itu tidak berlarut-larut, segera meluncur kembali Kaki kirinya disapukan setengah lingkaran coba hantam kedua kaki Arya Sempala yang langsung melompat.
Bersamaan dengan itu, jotosan segera dilepaskan.
Andika sengaja tidak lagi alirkan tenaga 'Inti Petir" karena dia tak mau membuat pemuda berpakaian biru gelap itu cidera. Kendati demikian, tubuh Arya Sempala terbanting deras di atas tanah saat dadanya telak terhantam pukulan Pendekar Slebor.
Menggeram setinggi langit pemuda berwajah agak kasar itu seraya mencoba untuk bangkit. Akan tetapi totokan yang dilancarkan Andika dengan tetap masih memanggul mayat Malaikat Keadilan. telah membuat pemuda itu rebah kembali.
Tak bergerak kecuali mata yang gusar dan suara yang keras,
"Manusia terkutuk Lepaskan lotokanmu! Kita bertarung sampai mampus!!" Di tempatnya Andika yang telah berdiri tegak mencoba untuk mengatur napas. Rasa ngilu yang masih tersisa akibat hajaran orang-orang berpakaian hitam- hitam sebelumnya, terasa agak menyengat.
Setelah dirasakan agak pulih dia berkata,
"Arya Sempala. . jangan turuti kemarahan dalam dadamu sebelum mengetahui keadaan yang sebenarnya. Kau hanya...."
"Manusia hina! Kau terlalu banyak berbuat dosa!! . Aku mati saat ini pun akan penasaran bila belum membunuhmu!!" putus Arya Sempala dengan mata terbuka lebar.
Andika mendengus dalam hati,
"Brengsek juga! Ternyata tidak mudah menguraikan kebenaran pada pemuda ini. Tetapi yah.. aku maklum kalau dia berlaku seperti itu." Kemudian katanya,
"Sejak pertama, telah terjadi kesalahpahaman di antara kita yang tak mudah untuk diluruskan. Bahkan kesalahpahaman ini berlambah menjadi setelah kau lihat keadaan gurumu.. ."
"Karena kau telah membunuhnya!" Andika tidak hiraukan kata-kata Arya Sempala,
"Sewaklu. kalian menghadapi orang-orang berpakaian hitam-hitam tadi, kulihat seorang lelaki berpakaian merah-merah membawa lari gururmu. Kucoha untuk mcnyusulnya. Tetapi sial nasibku karena beberapa orang berpakaian merah-merah yang sekarang kau lihat sudah mati, telah meringkus dan membuatku pingsan. Kupikir nyawaku akan melayang saat itu juga. Akan tetapi, urusan berada di tangan lelaki berpakaian hitam-hitam yang mengaku berjuluk si Kaki Kilat. Aku sengaja dibiarkan hidup. Dan malang nasib gurumu karena dia harus mati.
Aku tidak lahu siapa yang lelah membunuhnya dan juga membunuh orang-orang berpakaian hitam-hitam. Yang kuketahui sekarang, kalau orang itu telah mencoba memfitnahku sebagai orang yang lakukan pembunuhan terhadap gurumu...."
"Karena itu memang perbuatanmu!" bentak Arya Sempala.
"Lepaskan aku! Kita berlarung sampai mampus!!"
"Kutu monyet! Betul-belul keras kepala banget nih orang! Huh! Kalau terus menerus kuhadapi sikapnya, hisa banyak waktuku yang terbuang! Padahal aku harus mcncari kcjelasan lentang semua urusan ini! Terulama Manusia Muka Kucingl!" Berpikir demikian, tanpa hiraukan makian-makian keras Arya Sempala, anak muda urakan ini segera turunkan jenazah Malaikat Keadilan. Lalu dengan pergunakan sebatang ranting, digalinya sehuah lubang. Dan segera dimakamkan jenazah Malaikat Keadilan.
Lalu kalanya pada Arya Sempala,
"Urusan ini memang tak bisa diselesaikan sekarang! Kuharap.. kau mau berpikir jernih dan mencoba mcmpergunakan olakmu untuk mcncari kebenaran dari apa yang kujelaskan...."
"Terkutuk! Lepaskan aku!!" Andika tak mcnghiraukan makian itu. Dia cuma garukgaruk kepalanya saja.
"Sulit kuduga ke mana Kaki Kilat atau entah siapa lagi berlalu dari sini.
Scbaiknya, kujalani saja arah timur!" Memutuskan dcmikiai , Andika berkata pada Arya Sempala yang masih tergelelak dalam keadaan terlotok,
"Pergunakan sedikit otakmu! Dan akan kubuktikan hahwa aku tidak bersalah dalam urusan matinya Malaikat Keadilan! Bahkan, akan kuserahkan orang yang berjuluk Manusia Muka Kucing serta Kaki Kilat di hadapanmu!! Hanya sayang, padahal aku ingin tahu dari mulutmu dulu, apa yang telah terjadi sebenarnya!!"
"Lepaskan aku!!" Tanpa hiraukan seruan Arya Sempala, Andika sudah berkelebat ke arah limur. Tinggal Arya Sempala yang memaki-maki keras, hingga suaranya serak dengun sendirinya.
"Jahanam terkutuk! Akan kubunuh dia! Akan kubunuh dia!" janjinya geram.
Dan mendadak saja Arya Sempala terkejut. Karena tiga kejapan mata kemudian, dirasakan tubuhnya dapat digerakkan kembali.
"Keparat!!" makinya gusarseraya melompat berdiri Pandangannya ditujukan ke arah yang ditempuh Andika tadi.
"Pemuda itu benar-henar lihai! Dia dapat menotok ku sekaligus mengatur batas totokannya! Huh! Seperti iblis neraka kesaktiannya pun aku tak akan urungkan niat untuk membunuhnya!!" Lamat-lamat pemuda berwajah kasar namun sesungguhnya memiliki hati lembut ini melangkah mendekati makam gurunya yang baru saja dibuat oleh Andika. Pemuda ini langsung berlutut dengan kedua tangan dirangkap di depan dada.
"Guru.. maafkan aku.. . Aku gagal menjagamu, Guru," desisnya pelan. Suaranya agak bergetar tanda dia dilanda kepedihan dalam. Namun diusahakan untuk tindih segala kesedihannya itu.
Angin berhembus dingin. Beberapa helai daun jatuh menimpa kepalanya, dan langsung terhempas ke bumi.
"Tak akan kubiarkan orang-orang celaka yang telah memhunuhmu hidup lebih lama lagi. Terutama. . Manusia Muka Kucing!! Dialah orang yang telah hancurkan seluruh kebahagiaan yang telah kita dapati. Guru.. ." Lalu terlihat kepalanya digeleng-gelengkan keras seolah buang seluruh persoalan yang mengganggunya.
"Pendekar Slebor. . ya, dialah kunci dari semua urusan ini.. . Manusia Muka Kucing menghendakinya.. dan karena Guru tak mengatakan di mana dia berada.. .
Guru harus menjadi korban. Ah. aku tidak tahu siapakah yang harus disalahkan. Pendekar Slebor-kah yang secara tak langsung telah menghancurkan seluruh kebahagiaan yang telah kudapat" Atau memang nasib kami yang sedang sial" Huh! Sudah tentu semua ini tanggung jawab Manusia Muka Kucing!! Urusannya dengan Pendekar Slebor telah melibatkan Guru dan para pendekar yang Iainnya!!" Arya Sempala terdiam sejenak. Masih arahkan pandangannya pada makam gurunya, pemuda ini berdiri.
"Guru.. akan kubalaskan sakit hanmu. .. Akan kubunuh pemuda berpakaian hijau pupus yang telah membunuhmu secara keji...." Setelah tarik napas pendek, pemuda ini segera balikkan tubuh. Kejap itu pula dia berkelebat ke arah yang telah ditempuh Andika tadi.
Rambatan malam telah naungi kegelapan alam gulita.
Arakan awan hitam menggantung di malam langit, sepertinya sebentar lagi akan segera turun hujan.
Dua sosok tubuh terus melangkah di jalan selapak. Di kanan kiri jalan itu ranggasan semak belukar tumbuh sepanjang jalan. Kepekatan malam ditambah lagi dengan tingginya jajaran pepohonan. Namun dua sosok tubuh itu jelas lak mau hentikan Iangkah mereka sekali pun.
Namun liba di persimpangan jalan, masing-masing orang hentikan Iangkah. Pandangan mereka sekarang tertuju ke arah kanan, ke arah berkelebatnya seseorang yang membuat mereka hentikan Iangkah.
"Kakang Jaya.. apakah aku salah melihat, kalau ada orang yang barusan berkelebat?" bersuara yang di sebeIah kiri.
"Tidak, Werda! Kau tidak salah melihat! Aku juga melihat kelebatan orang," sahut yang di sebelah kanan.
"Werdaningsih, sebaiknya kita ikuti saja orang itu! Barangkali saja orang itu akan membawa kita untuk mengetahui keadaan Guru!" Habis kata-katanya, pemuda yang bersuara dan lak lain Jaya Lanlung adanya segera berkelebat. Menyusul gadis manis berkuncir kuda yang lak lain Werdaningsih.
Masing-masing orang segera kerahkan ilmu peri- rigan tubuh mereka untuk mengejar orang yang mereka lihat berkelebat tadi. Cukup lama mereka coba untuk buntuti orang yang berkelebat, sampai mereka akhirnya hentikan Iari di sebuah persimpangan. Kedua murid Malaikat Keadilan ini perhatikan sekelilingnya dengan seksama. Setelah saling pandang, Jaya Lantung berkata,
"Gagal! Dari caranya berkelebat, tentunya orang itu memiliki ilmu peringan tubuh yang linggi!"
"Lantas, apa yang kita perbual sekarang, Kang Jaya" Mengelahui keadaan Guru hingga saat ini masih buntu.
Sementara kita sendiri tidak tahu apa yang dialami oleh Kang Arya," kata Werdaningsih sambil arahkan pandangannya ke kejauhan. Sebuah gunung membentang tinggi dilapisi kabul tebal.
Mendengar kata-kata itu Jaya Lantung tarik napas pendek. Perasaannya menjadi tidak enak bila mengingat nasib gurunya. Tiba-tiba terdengar seruannya,
"Ini semua gara-gara Manusia Muka Kucing!! Manusia bangsat yang telah turunkan petaka!!" Sesaat Werdaningsih melengak mendengar kerasnya suara Jaya Lantung. Dia yang sama sekali tidak bermaksud untuk mengusik perasaan Jaya Lantung menjadi tidak enak. Namun dalam hati membenarkan juga apa yang dikatakan Jaya Lantung barusan.
Tanpa selahu kedua remaja itu, sepasang mata memperhatikan dari balik rimbunnya dedaunan sehuah pohon besar tak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Rupanya Jaya Lantung dan Werdaningsih. Ah, sungguh sulit bila aku keluar saat ini. Apalagi kukabarkan tentang kematian guru mereka," dcsis pemilik sepasang mata ini yang ternyata adalah Pendekar Slebor.
Andika yang tadi berkelebat tahu kalau dia di kuti. Lalu dengan'gerakan yang sangat cepat dia langsung melompat ke sebuah pohon untuk melihat siapa orang yang mengikutinya. Andika juga berpikir untuk tidak segera keluar dari tempat persembunyiannya, mengingat mereka masih menganggapnya sebagai salah seorang anak buah Manusia Muka Kucing.
Sementara itu Werdaningsih sedang berkata,
"Kang Jaya.. maksudku tadi. . "
"Aku paham maksudmu, Werda!" potong Jaya Lantung sambil turunkan nada suaranya.
"Tetapi. . semua ini dikarenakan Manusia Muka Kucing! Orang bengis berwajah mirip kucing itu telah memhunuh beberapa orang tokoh rimba persilatan! Bahkan dia mencelakakan Guru yang tidak mau mengatakan di mana Pendekar Slebor berada!" Di tempatnya Andika kerutkan kening.
"Busyet! Apaapaan Jaya Lantung berkata begitu" Mengapa jadi aku yang dibawa-bawa" Apa urusannya aku dengan Manusia Muka Kucing kalau ternyata dia memang mencariku" Kutu monyet! Ada apa sebenarnya ini" Aku makin penasaran saja!!" Terdengar suara Werdaningsih,
"Kau benar, Kang Jaya.
Padahal Guru tidak pernah berjumpa dengan Pendekar Slebor, bahkan Guru tidak tahu nama asli Pendekar Slebor.
Guru memang pernah mendengar tentang sepak terjang seorang pemuda dari Lembah Kutukan. Tetapi tidak pernah berjumpa dengannya."
"Yah! Gara-gara Pendekar Slebor Iah Guru menjadi sasaran kebengisan Manusia Muka Kucing!"
"Kang Jaya. . jangan berkata begitu. Walaupun Manusia Muka Kucing tidak menanyakan tentang Pendekar Slebor, Guru tetap akan menghalangi sepak terjangnya. Bukankah Bibi Naga Biru telah tewas di tangan manusia celaka itu, gara-gara dia tidak mau mengatakan di mana Pendekar Slebor berada?" Jaya Lantung angguk-anggukkan kepalanya.
"Yah.. padahal yang kita ketahui, Bibi Naga Biru cuma mendengar sepak terjang Pendekar Slebor saja tanpa pernah berjumpa dengan pemuda dari Lembaji Kutukan itu."
"Kang Jaya... kita tak perlu berpegang pada Pendekar Slebor. Biar bagaimanapun juga, kita harus mencari tahu keadaan Guru. Dan mengalasi sepak terjang Manusia Muka Kucing beserta antek-anteknya sekuat tenaga." Jaya Lantung hanya anggukkan kepala. Wajah pemuda ini nampak begitu geram sckali. Kedua tinjunva dikepalkan crat-erat. Lamat-lamat dia berkata.
"Bila saja kita tahu seperti apa ciri Pendekar Slebor, tentunya aku akan berusaha untuk mencarinya dan meminta bantuannya.
Sayangnya. kita lidak tahu siapa dia dan di mana dia berada. .-" Masing-masing orang tak ada yang buka suara.
Di tempat persembunyiannya Andika berkata dalam hati,
"Wahh! Kalau kalian tidak tahu siapa aku. nggak ngetop juga rupanya! Hmmm.. apakah sebaiknya aku keluar saja dan kukatakan akulah Pendekar Slebor" Tetapi... mereka masih mencungaiku sebagai kaki ta?ngan Manusia Muka Kucing yang juga telah membunuh Paman Guru mereka. Urusan hisa jadi kapiran. Sebaiknya.
kubiarkan saja saat ini. Biar hagaimanapun juga. aku ingin tahu siapa Manusia Muka Kucing sebenarnya dan mengapa dia mencariku. Ada apa sebenarnya di balik semua ini hingga manusia Kucing Sarong iu membunuh para pendekar yang tidak lahu alaupun kalau lahu menolak mcngatakan di mana aku berada. Brcngsek belul! Akan kujitak kepala kucing barong ilu!!" Sementara ilu, Jaya Lantung sedang berlanya,
"Werdaningsih. . apakah kau lelah atau mengantuk?" Gadis berhidung mancung berkuncir kuda itu menggelengkan kepalanya.
"Seluruh rasa kantuk dan Ielahku telah hjlang, Kang Jaya. Bahkan aku tak akan merasakan kantuk dan lelah bila belum mengetahui keadaan Guru."
"Bagus! Haliku pun lak akan tenang bila belum mengetahui keadaan Guru dan meringkus orang yang lelah menculiknva. Sebaiknya kita leruskan langkah untuk mencari Guru!" Ujar Jaya Lantung. Kemudian katanya pelan,
"Sungguh. kusesali mengapa aku tidak menjaga Guru?" Werdaningsih yang tidak mau Jaya Lantung terbawa lagi arus rasa bersalahnya buru-buru berkala,
"Sudahlah, Kang Jaya. Kau tak perlu mcngingal soal ilu. Kita berangkat sekarang" Jaya Lanlung anggukkan kepalanya.
Kejap berikutnya kedua murid Malaikat Keadilan ini mencruskan langkah. ke arah gunung yang jaraknya masih rulusan lomhak dari tempat mereka berdiri.
Sepeninggal kedua murid Malaikat Keadilan, Andika segera melompat dari tempat persembunyiannya. Anak muda urakan pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini tarik napas panjang.
"Manusia Muka Kucing mencariku... Hmm, ada urusan apa sebenarnya" Benar-benar kutu tikus! Kucing Barong ilu lelah turunkan tangan telengas pada beberapa orang pendekar! Hhh...! Sampai kapan pun juga, aku ingin tahu urusan ini! Dan kuhajar Kucing Barong itu sampai lunggang langgang!!" Sesaat Pendekar Slebor terdiam. Setelah tarik napas pendek, anak muda slebor ini segera berkelebat ke arah berlawanan yang ditempuh Jaya Lantung dan Werdaningsih.

***

ǂǂǂ↕ ( 7 ) ↕ǂǂǂ

Pagi kembali datang dengan hamparan pesona vang indali Dalam naungan pagi. satu bayangan berkelebat laksana dikejar sclan. Gerakannva yang luar hiasa cepat mcmbuat sosoknya hanya menyerupai bayang-bayang yang menyeruak di antara rimbunnya semak belukar dan jajaran pohon tinggi. Orang vang lak lain Manusia Muka Kucing adanya, terus bergerak cepat menuju kc Gunung Kertimbang yang masih jauh dari lempatnya.
Pada.scbuah tempat. tiba tiha saja leiaki muka kucing ini hentikan kelebatannya. Kepalanya berputar cepat.
sementara scpasang matanya yang memerah liar memandang lak herkedip kc hadapannva.
"Keparat! Kudengar ada gerakan yang mengikutiku tadi! Di mana orang yang mau mampus itu berada"!" desisnya dingin dalam hati.
Merasa tak perlu mencari tahu siapa orang yang mengikutinya, lelaki muka kucing ini kembali teruskan kelebatannya. Kali ini mcmasang kedua alat pendengarannya lebar-lebar.
Begilu didengarnya kelebatan orang kembali di belakangnya, Manusia Muka Kucing langsung putar tubuh.
Kali ini seraya dorong kedua tangannva.
Wuuss! Wusss!! Serta-merta menghampar dua gelombang angin yang keluarkan suara menggemuruh melabrak. Orang yang mengikutinya terkesiap, karena tak menyangka kalau lelaki berkumis jarang itu lepaskan serangan mendadak.
Dan mendadak saja orang ini juga dorong kedua tangannya ke depan.
Suasana lengang mendadak sontak dibuncah dengan terdengarnya letupan keras tatkala gelombang angin yang keluar dari dorongan kedua tangan Manusia Muka Kucing berbenturan dengan gelombang angin yang dilepaskan orang itu. Tempat itu kontan bergetar keras.
Manusia Muka Kucingyang hanya surut satu tindak ke belakang tertawa lebar. Muka kucingnya terlihat lebih angker dan mengerikan.
"Hmmm... seorang perempuan jelita bercadar biru! Mengapa harus mengikutiku bila mau menjadi pengikutku, hah"!" Orang yang mengikuti Manusia Muka Kucing yang tadi surut tiga tindak ke belakang merandek gusar. Sepasang matanya yang indah membuka lebih lebar. Dan cadar biru tipis yang dikenakannya, nampak bibir memerah itu merapat. Hidung mancungnya bergerak-gerak.
Sejurus kemudian perempuan berpakaian serba biru dengan sebuah konde kecil yang dihiasi ronce mawar di sekeliling kondenya berucap,
"Manusia keparat! Kau telah membunuh kakak kandungku, si Naga Biru! Pagi ini juga seluruh kehidupanmu akan kututup!! Akulah Dewi Cadar Biru yang akan hentikan seluruh sepak terjang busukmu!" Tertawa lebar Manusia Muka Kucing mendengar bentakan orang.
"Jadi kau adik kandung Naga Biru" Sungguh menyenangkan! Naga Biru memang patut mati! Pertama, dia tak mau mengalakan di mana Pendekar Slebor berada! Kedua, dia tak mau menjadi pengikutku!"
"Kucing buduk celaka! Siapa pun orangnya tak perlu berpikir lagi untuk menolak mengikuti sepak terjangmu!!" Tawa Manusia Muka Kucing terputus.
"Ucapan perempuan ini sungguh menyakitkanl Hmmm. .
padahal aku harus secepatnya menemui Pimpinan untuk mengatakan tentang Pendekar Slebor! Tetapi perempuan ini mesti kubunuh lebih dulu ketimbang nanti akan menjadi duri! Karena tugas yang lebih besar telah diberikan Pimpinan padaku!" Berpikir demikian, lelaki bermuka kucing ini berkata dingin,
"Dewi Cadar Biru! Hari ini juga kau akan menyusul Naga Biru ke akherat!!" Hahis seruannya, mendadak saja Manusia Muka Kucing dorong tangan kanan kiri ke depan. Dewi Cadar Biru yang memang sudah bersiaga, keluarkan dengusan pendek.
Kejap itu pula dia mundur hindari serangan, menyusul kedua tangannya didorong ke depan.
Terdengar dentuman keras. Sosok bercadar biru sesaat nampak terlihat mundur. Sementara lelaki berparas kucing yang pukulannya sempat tertahan sudah mencelat ke depan dengan kedua tangan berkelebat.
Terkesiap Dewi Cadar Biru mendapati serangan lawan yang demikian cepat. Kedua tangannya diangkat dan disilangkan di alas kepala.
Bukkk! Bukkk!! Dua benturan keras terdengar. Dewi Cadar Biru mundur dua tindak dengan tangan terasa ngilu. Di depannya, lelaki muka kucing sudah tarik pulang kedua tangannya Dirasakan kalau tangannya juga agak ngilu. Tetapi, lelaki yang bermaksud menjumpai orang yang dianggap Pimpinan ini lak mau membuang waktu lagi.
Kedua tangannya kembali lepaskan pukulan. Malah jelas terlihat kalau tenaga yang dikerahkan lebih besar dari pukulan yang pertama. Dewi Cadar Biru sendiri mencoba unluk Iakukan bentrokan kembali. Begitu bentrokan terjadi, dia memekik lerlahan. Karena kepalan tangan lawan kini sudah mengembang mcmbentuk cakar. Langsung menyabet ke arah muka! Wutttt!! Angin keras berkesiur. Bila saja Dewi Cadar Biru lak segera tarik kepalanya ke belakang, sudah bisa dipastikan wajah jelitanya akan robek alirkan darah.
"Jahanam! Kini aku tahu dari mana asal luka pada dada Naga Biru! Rupanya kukukuku manusia kucing sialan ini" yang bukan hanya tajam laksana pisau tetapi juga mengandung racun keji'" Menyusul dirasakan bagaimana gelombang angin menderu mendahului terjangan Manusia Muka Kucing lalkala lelaki berpakaian terbuat dari bulu itu melompat dengan kedua tangan mencakar ke depan.
Dewi Cadar Biru terkesiap kaget dan dia berusaha untuk tidak lagi lakukan bentrokan. Karena dipahaminva betul akibat apa yang akan dialaminya bila saja dia tergores oleh kuku-kuku tajam lawan.
Mendapali kalau serangannya belum juga mengenai sasaran. kegeraman semakin merajai dada Manusia Muka Kucing. Dengan lepaskan pukulan jarak jauhnya, dia mcmbuat Dewi Cadar Biru harus pontang-panting.
Menyusul dengan cara melompat laksana seekor kucing, lel berparas kucing ini mcnerkam ganas dengan gerakkan tangan kanan dan kirinya.
Beett! Bett!! Dewi Cadar Biru memaki-maki tak karuan. Dia terus berusaha untuk hindari serangan ganas yang dilancarkan Manusia Muka Kucing. Sampai satu ketika, kaki kiri Manusia Muka Kucing berhasil menjegal kakinya hingga perempuan ini kehilangan keseimbangan.
Menyusul salu tendangan memular lelah menghantam dada si perempuan hingga terhuyung.
Manusia Muka Kucing lak mau bertindak ayal Di ringi teriakan keras menyusul suara mirip kucing marah. dia mclompat dengan gerakkan kedua tangannya yang telah berbentuk cakar.
Dewi Cadar Biru berusaha untuk hindari serangan itu dengan cara bergulingan. Namun gulingan tubuhnya justru tertahan oleh sebuah pohon yang berdiri tegak. Saat itulah Manusia Muka Kucing meluruk dengan kaki siap dijejakkan pada kepala Dewi Cadar Biru.
"Celaka! Aku bisa mampus sekarang!" desis perempuan ini dengan wajah pias.
Namun scbelum maut yang dilurunkan Manusia Muka Kucing mengenai sasarannya, mendadak saja satu bayangan hijau telah mencelat. Kaki kanan bayang hijau ini menyepak pergelangan tangan Manusia Muka Kucing sementara tangan kanannya menyambar sosok Dewi Cadar Biru.
"Terkutuk!!" menggelegar suara Manusia Muka Kucing seraya mundur tiga langkah ke belakang Tangan kanannya yang tersepak tadi nampak bergetar.
Di Iain pihak, bayangan hijau yang lelah menyambar tubuh Dewi Cadar Biru telah berdiri legak sejarak tujuh langkah dari hadapan Manusia Muka Kucing.
"O. . jadi ini loh orangnya yang berjuluk Cacing Muka Buduk" Iiih! Kok geli amat ya julukannya"!"

*****

Di seberang, Manusia Muka Kucing menggereng keras tatkala melihat siapa yang telah menyelamatkan Dewi Cadar Biru, Sementara perempuan bercadar biru yang telah diturunkan, pandangi pemuda berambut gondrong acak-acakan.
"Siapa pemuda ini" Menilik cirinya, aku teringat katakata Naga Biru tentang Pendekar Slebor. Apakah dia pemuda berjuluk Pendekar Slebor?" batinnya dalam hati.
Manusia Muka Kucing yang sedang geram mendengus.
Nampak dia hendak buka mulut, namun segera ditutupnya rapat-rapat. Otak liciknya telah menelurkan satu permainan lain yang diciptakannya. Mendadak saja dia tertawa keras.
"Pendekar Slebor! Pemuda yang dijunjung tinggi oleh orang-orang dungu yang harus mampus di tanganku! Tetapi sayang sekali, orang-orang itu tidak tahu siapa kau sebenarnya"!"
"Kutu monyet! Kenapa dia bicara seperti itu" Ada apa ini?" tanya Andika dalam hati. Lalu sambil garuk-garuk kepalanya, anak muda yang memiliki sepasang alis hitam legam menukik laksana kepakan sayap elang ini berkata,
"Eh, sebenarnya kau kenapa sih mencari-cari ku" Mau kenal ya" Mau minta tandatangan" Sini, sini! Akan kujitak kepalamu sebagai tanda tangan!! Ngomongngomong... mukamu jelek begitu pakai topeng atau memang asli, sih"!" Mengkelap Manusia Muka Kucing mendengar ejekan orang. Mata merahnya berkilat penuh ancaman. Namun bukan umbar kemarahan, justru tawanya yang kembali terdcngar.
"Sungguh bodoh orang-orang yang menyanjungmu, Pendekar Slebor! Bila saja mereka tahu siapa kau adanya.
sudah tentu kau akan dikutuk hahis-habisan!!" Sementara Andika cuma nyengir, Dewi Cadar Biru diamdiam membatin,
"Benar dugaanku, dia adalah Pendekar Slebor. Orang yang diinginkan oleh Manusia Muka Kucing hingga membunuh orang-orang seperti kakak kandungku karena tak mau mengatakan di mana Pendekar Slebor berada. Tetapi yang mengherankanku, mengapa dia tidak langsung menangkapnya. padahal orang yang dicari sudah berada di hadapannya." Bersamaan Dewi Cadar Biru berkata dalam hati, Andika membuka mulut,
"Manusia Kucing Barongl Lebih baik kau berlutut dan mohon ampun di hadapanku, untuk kuserahkan pada orang-orang golongan lurus yang akan mengadilimu!!"
"Huh! Apakah tidak sebaliknya, justru aku yang akan menyerahkan kau untuk diadili" Pendekar Slebor! Secara keji kau telah membunuh Malaikat Keadilan! Apakah ini bukan sebuah bukti dari kcjahatan yang telah kau lakukan"!" Terkcjut Andika mendengar ucapan orang. Dewi Cadar Biru sendiri seketika arahkan pandangannya pada Andika.
Mendadak pula terlihat perempuan yang kondenya dihiasi ronce mawar ini bergeser dua Iangkah dari sisinya.
Sementara itu Andika mendengus dalam hati,
"Keparat! Dia tengah memancing di air keruh! Menilik ucapannya, jelas kalau dia memang tahu kematian Malaikat Keadilan! Hmm... bisa jadi memang dialah orang yang telah memhunuh Malaikat Keadilan dan meletakkan mayatnya di sisiku hingga Arya Sempala menjadi salah paham! Celaka betul! Urusan bisa jadi kapiran padahal aku belum tahu niatan apa sesungguhnya vang ada di hati Manusia Muka Barong ini"!" Di lain pihak Dewi Cadar Biru membatin.
"Malaikat Keadilan telah lewas" Dan tewas di tangan Pendekar Slebor" Oh! Urusan apa yang akan terjadi ini" Kalau memang Pendekar Slebor orang yang berdiri di jalan kebenaran. mengapa dia membunuh Malaikat Keadilan"!"
"Hhh! Membunuhmu sekarang bukanlah urusanku, Pendekar Slebor! Karena secara tidak langsung kau telah membantuku membunuh orang yang menentang jalanku! Biarlah orang lain yang akan menghukum seluruh perbuatanmu yang lelah menewaskan Malaikat Keadilan! seru Manusia Muka Kucing menyeringai lebar.
"Celakal Dia telah sebarkan fitnah!" desis Pendekar Slebor dalam hati. Diam-diam diliriknya Dewi Cadar Biru yang masih memperhatikannya.
"Bisa berabe kalau fitnah ini makin tersebar! Huh! Biar kuurus sckarang manusia celaka ini!!" Memutuskan demikian, anak muda ini berseru,
"Kau telah dapatkan jalan unluk tutupi belangmu dengan cara tebarkan fitnah padaku.
padahal kaulah yang telah membunuh Malaikat Keadilan! Sekarang....
"Mengapa kau masih mungkir?" putus Manusia Muka Kucing dengan seringaian bertambah lebar.
"Kebetulan sekali aku melihat perbuatan terkutukmu itu! Pendekar Slebor! Ternyata kita orang-orang segolongan yang suka membantai orang-orang golongan putih"! Mengapa kita tak segera bergabung saja" Dan sasaran pertama, kita bunuh perempuan bercadar biru itu!!" . Dewi Cadar Biru yang sejak tadi perhatikan Pendekar Slebor, lamat lamat pandangannya mulai berbalut kemarahan. Nuraninya coba buang segala yang tersirat, namun dia tak kuasa lakukan.
"Keparat! Sungguh tak kusangka kalau Pendekar Slebor telah membunuh Malaikat Keadilan! Tetapi.. ," perlahan diarahkan pandangannya pada Manusia Muka Kucingyang masih menyeringai,
"Bisa jadi lelaki keparat ini hanya tebarkan filnah belaka! Huh! Mengapa aku harus memikirkan soal fitnah celakanya itu" Sudah tentu Manusia Muka Kucingyang telah membunuhnya!!" Terdengarsuara Pendekar Slebor.
"Dosa-dosa yang kau buat terlalu banyak! Bahkan. . ..
" Lagi-lagi Manusia Muka Kucingyang mulai melihat keraguan meliputi wajab Dewi Cadar Biru memotong katakata Pendekar Slebor,
"Apakah dehgan ucapan itu kau bermaksud mencuci tangan" Baik! Bila kau memang tak mau mengakui perbuatanmu lerhadap Malaikat Keadilan, jawab beberapa pertanyaanku!!"
"Celaka! Manusia ini benar-benar telah rentangkan jaring fitnah yang keji!" dengus Andika dalam hati. Tetapi dia berucap pula,
"Apa yang hendak kau lanyakan?" Manusia Muka Kucing menycringai.
"Apakah Malaikat Keadilan telah mampus?" Sesaat Andika tak mau menjawab, namun akhirnya dia buka mulut juga,
"Ya! Dia memang telah mati! Kaulah yang membunuhnya"!!"
"O ya?" suara lelaki muka kucing itu sarat dengan ejekan.
"Apakah kau melihat aku yang telah membunuhnya?"
"Tidak! Tetapi aku tahu kalau Kaki Kilat adalah kaki tanganmu! Dialah yang telah men...."
"Dari mana kau bisa mengatakan kalau Kaki Kilat adalah kaki tanganku" Mengenalnya saja tidak! Pendekar Slebor.. kau ternyata tak jauh berbeda denganku! Sungguh sangat menyenangkan karena memiliki kawan tangguh yang sejalan denganku!!"
"Keparat celaka! Mulutmu sungguh keji!!"
"Dan perbuatanmu yang membuat tewas Malaikat Keadilan justru meringankan segala keinginanku untuk membunuhnya! Dewi Cadar Biru, apakah sekarang kau tetap akan menutupi siapa Pendekar Slebor sebenarnya?" Mendapati pertanyaan ilu, si perempuan yang di kondenya melingkar ronce bunga mawar melengak sesaat.
Pandangannya tajam menusuk pada Manusia Muka Kucing yang sedang tersenyum sinis. Kejap kemudian dia berseru,
"Peduli setan dengan urusannya! Kau tetap akan naampusdi tangankul!"
"O ya" Dan kau mau mempertahankan selembar nyawa pemuda itu kendati jelas-jelas dia telah membunuh Malaikat Keadilan" Hahaha.. kau akan ditohok dari belakang, Dewi Cadar Biru!!"
"Tutup mulutmu!!" bentak Dewi Cadar Biru. Sesaat diliriknya Pendekar Slebor yang nampak mulai geram.
"Tak akan kupercayai sedikit juga apa yang dikatakan keparat bermuka kucing itu! Tak akan pernahl!" Dalam keadaan tak ada yang buka suara. terdengar tawa Manusia Muka Kucing.
"Pendekar Slebor! Mengapa kau pakai berlagak kembali hah"! Bunuh perempuan bercadar biru itu! Toh sekarang penyamaranmu sebagai orang baik-baik telah usai!!"
"Manusia celaka!! Kau hams katakan yang sebenarnya!" Hahis seruannya, anak muda dari Lembah Kutukan yang seperti kehilangan omongan, langsung melompat ke depan dengan jotosan lurus. Sementara itu Dewi Cadar Biru mulai meyakinkan diri kalau apa yang dikatakan Manusia Muka Kucing hanyalah fitnahan belaka. Makanya dia tak lakukan apa-apa di saat pemuda berpakaian hijau pupus itu lancarkan jotosan pada Manusia Muka Kucing.
Paling tidak. dia juga mengharapkan agar Pendekar Slebor mampu mengatasi manusia celaka yang telah membunuh kakak kandungnya dan beberapa pendekar lain.
Di tempatnya, Manusia Muka Kucing tersenyum angker Dia siap untuk angkat kedua tangannya guna papaki jotosan Pendekar Slebor. Namun belum lagi serangan Pendekar Slebor berbenturan dengan kedua tangannya.
mendadak saja terdengar teriakan keras,
"Pemuda keparat!! Kau harus membayar nyawa guruku dengan nyawamu!"

***

ǂǂǂ↕ ( 8 ) ↕ǂǂǂ

Bukan hanya Pendekar Slebor yang urungkan serangannya pada Manusia Muka Kucing yang segera palingkan kepala. Dewi Cadar Biru pun segera arahkan pandangan. Kejap itu pula terdengar suaranya,
"Arya Sempala!!" Orang yang ladi bersuara keras sejenak anggukkan kepalanya pada Dewi Cadar Biru,
"Bibi.,.," desisnya hormat.
Kejap berikutnya, pandangan tajamnya kembali diarahkan pada Pendekar Slebor. Disusul kata-kata dingin,
"Kini aku telah terbebas dari totokan! Urusan nyawa Guru harus dituntaskan!!" Andika sendiri saat itu mengeluh dalam hati,
"Kutu kampret! Urusan belum diselesaikan, sudah mengembang lebih keruh! Bisa-bisa Dewi Cadar Biru akan mencurigaiku pula sebagai pembunuh Malaikat Keadilan! Ini gara-gara...." Kata-kata ilu terputus tatkala tak dilihatnya lagi sosok Manusia Muka Kucing di tcmpatnya.
"Brengsek!" maki anak muda ini lagi dalam hati.
"Rupanya Kucing Barong ilu pcrgunakan kesempatan untuk berlalu! Berabe! Sudah tentu akan bertambah sukar jelaskan semua ini pada Arya Sempala!" Apa yang dipikirkan Andika memang terbukti.
Sesungguhnya. begitu melihat Manusia Muka Kucing lari, Arya Sempala sudah tak sabar untuk lepaskan serangan mengingat manusia itulah yang telah membuat kebahagiaan yang dimiliki bersama dua saudara dan gurunya menjadi sirna. Namun dikarenakan dia masih diliputi pikiran kalau yang mcnghabisi nyawa gurunya adalah pemuda berpakaian hijau pupus di hadapannya, maka sejenak dilupakan soal Manusia Muka Kucing.
Bahkan tak dihiraukannya kepergian Manusia Muka Kucing kendati tadi sempat dilihatnya.
"Pemuda keparat! Kali ini kau tak akan bisa lari dari maul yang akan kuturunkan!!"
"Betul-betul sulit sekarang! Dengan kehadirannya jusiru membuat Manusia Muka Kucing memiliki kesempatan melarikan diri! Padahal inilah kescmpatanku untuk mengetahui apa yang direncanakannya! Huh! Aku tak boleh buang waktu! Akan sulit menemukan Manusia Muka Kucing selanjutnya! Sebaiknya. . kucoba untuk menjelaskan semua ini pada Arya Sempala!" Berpikir demikian, anak muda urakan ini segera berkata.
"Arya Sempala... sudah kukatakan kalau kau jangan turuti segala emosi yang akan menyesatkanmu! Aku sama sekali tak turunkan tangan pada gurumu! Jusiru aku bermaksud untuk menyelamatkannya dari orang yang berjuluk Kaki Kilat yang telah menyambarnya!"
"Bukti sudah kulihat di depan mata!"
"Kau hanya melihat aku mcmbopong mayat gurumu, bukan"! Kau tidak melihat apakah memang aku yang telah turunkan tangan pada gurumu?"
"Pada kenyataannya. Guru mati di tanganmu!!" Sebelum Andika buka mulut.Dewi Cadar Biru yang sejak tadi terdiam buka mulut,
"Arya.. mengapa kau bisa mengatakan kalau pemuda inilah yang telah membunuh Kakang Malaikat Keadilan?"
"Bibi.. ." sahut Arya Sempala tanpa palingkan kepala,
"Sejak kedatangan pemuda ini dengan menunggangi kuda Paman Guru, keadaan menjadi kacau balau! Sudah tentu dia adalah salah seorang kaki tangan Manusia Muka Kucing yang memang diutus untuk menaiki kuda Paman Guru yang lelah dibunuhnya! Dengan berlaku sopan dan membantu mcngobati Guru, dia mencoba menarik simpatiku, Jaya Lantung dan Werdaning sih! Padahal dia mencari kesempatan untuk menjalan kan maksudnya!!" Mendengar ucapan Arya Sempala. Dewi Cadar Biru sejenak terdiam. Sementara Andika sildah gelisah. Ada keinginan untuk segera menyusul Manusia Muka Kucing, tapi diyakininya betul kalau Arya Sempala tak akan mcmberikan kesempatan padanya. Dan dia berharap agar dewi Cadar Biru tidak termakan ucapan Manusia Muka Kucing. Didengarnya lagi suara perempuan setcngah baya yang masih berparas jelita itu pada Arya Sempala,
"Seperti yang dikatakan pemuda ini tadi, lihatkah kau kalau ia menurunkan tangan telengas pada Kakang Malaikat Keadilan" Terlihat tatapan Arya Sempala berbinar tidak senang mendengar pertanyaan itu. Namun rasa hormatnya pada Dewi Cadar Biru. hampir setara dengan hormatnya pada Malaikat Keadilan.
Dengan berat hati dia menggelengkan kepalanya.
"Bila memang demikian, bagaimana kau bisa menuduhnya?" tanya Dewi Cadar Biru yang rupanya masih bisa berpikir jernih.
"Karena... karena.. kulihat Guru telah meninggal dalam bopongannya."
"Dan kau menuduhnya?"
"Ya, Bibi!"
"Arya semula aku juga sempat dibuat bimbang tatkala mendengar ucapan Manusia Muka Kucing tentang pemuda ini yang telah membunuh Kakang Malaikat Keadilan.
Tetapi, aku tak dapat mempercayai ucapannya."
"Bibi! Dia adalah antek-antek manusia celaka itu!" seru Arya Sempala sambil menuding Andika.
Yang dituding cuma mendengus pendek.
Dewi Cadar Biru berkata lagi,
"Kau salah besar dalam hal yang satu itu, Arya.
Pemuda ini bukanlah antek-antek Manusia Muka Kucing!"
"Bibi jangan terpengaruh oleh ucapannya!!" sahut Arya Sempala masih berusaha untuk mempertahankan pendapatnya.
"Dia bahkan belum berucap apa-apa. Tetapi perlu kauketahui... dialah pemuda yang berjuluk Pendekar Slebor!!" Mendengar kata-kata bibiriya, Arya Sempala sampai melengak kaget. Sesaat dia masih arahkan pandangannya pada Andika. Masih ada binar kcraguan pada mata itu.
."Bibi. . bisa saja dia menyamar sebagai Pendekar Slebor! Toh Bibi belum pernah berjumpa dengan Pendekar Slebor!" serunya kemudian.
"Dan untuk membuktikannya, akan kuminta padanya untuk membunuh Manusia Muka Kucing beserta kaki tangannya!!" Arya Sempala arahkan pandangannya lagi pada De?wi Cadar Biru yang sedang menatapnya pula.
"Tetapi Bibi... apakah...." Seruan Arya Sempala terputus, tatkala dia melirik kembali ke tempat di mana Pendekar Slebor berada, sosok pemuda itu lelah lenyap dari pandangannya. Sesaat pemuda berwajah agak kasar namun memiliki hati lembut ini terdiam dengan mulut menganga.
Sikap Arya Sempala memancing perhatian Dewi Cadar Biru yang segera palingkan kepala ke tempat di. mana Andika tadi berdiri. Lamat-lamat terlihat kepala perempuan jelita ini menggeleng-geleng.
"Sungguh luar biasa. Aku bertambah yakin kalau pemuda itu memang Pendekar Slebor adanya."
"Bibi.. ," terdengar kata-kata Arya Sempala, tidak sekeras tadi.
"Kepalaku semakin berlambah pusing.
Kematian Guru membuatku tak dapat berpikir jernih, Bibi...."
"Arya... apa yang kau lakukan itu sesuatu yang wajar.
sesuatu yang lumrah dan berhak dilakukan oleh siapa pun juga. Beruntunglah karena kau tak terlalu dalam terjemurus pada kemarahanmu sendiri. .."
"Maafkan aku. Bibi...."
"Terus terang, aku pun sempat goyah begitu mendengar ucapan Manusia Muka Kucing.
Lelaki itulah yang telah menjadi pangkal tolak dari bencana ini. Hanya yang tak kumengerti, beberapa waklu lalu dia membunuhi siapa saja yang tidak bisa atau tidak mau mengatakan di mana Pendekar Slebor berada. Tetapi, mengapa di saat berjumpa dengan pemuda yang dicarinya dia justru tidak berbuat apa-apa" Sungguh, aku tidak mengerti tentang semua ini...." Tak ada yang keluarkan suara. Arya Sempala masih berdiri mematung. Dia masih lak bisa percayai keterangan bibinya sekaligus pandangannya karena hanya sekejap dia palingkan kepala pada Dewi Cadar Biru sebelum arahkan kembali pada sosok Pendekar Slebor. Namun pemuda itu sudah tak ada di lempatnya.
Didengarnya suara Dewi Cadar Biru,
"Arya.. ke mana Jaya Lantung dan Werdaningsih?" Arya Sempala segera cerilakan apa yang terjadi sebelumnya. Setelah itu Dewi Cadar Biru berkata lagi,
"Lebih baik, kita bersama-sama menyusuri jejak Manusia Muka Kucing!!" Tanpa menunggu jawaban dari pemuda ilu, perempuan yang pada kondenya dikelilingi untaian mawar merah sudah berkelebat. Arya Sempala tarik napas dulu sesaat sebelum menyusul bibinya.
Tatkala senja hampir berujung dan mcmasuki satu kawasan penuh berumput, Jaya Lantung memperlambat larinya. Di sebelah kanannya, Werdaningsih melakukan hal yang sama.Sekitar berjarak seratus tombak, Gunung Kerambang tetap berdiri tegak.
Melewati separuh tempat berumput, mendadak Jaya Lantung hentikan larinya dengan tangan kanan terangkat memberi tanda pada Werdaningsih. Wcrdaningsih yang mengerti mengapa Jaya Lantung hentikan larinya. tegak di samping pemuda itu.
"Kalau sebelumnya kita lihat satu bayangan hijau berkelebat, kali ini bayangan merah-merah," desis Jaya Lantung dengan mata agak menyipit ke depan.
"Kang Jaya... ingatkah kau akan seorang lelaki biadab yang kenakan pakaian merah merah?" tanya Werdaningsih yang juga melihat bayangan merah berkelebat sejarak sepuluh tombak dari saat mereka berlari tadi.
Jaya Lantung sesaat tak buka mulut. Kcjap kemudian dia mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kaki Kilat!" desisnya kemudian.
"Werda! Manusia itu adalah kaki tangan Manusia Muka Kucing! Ayo, kita susul dia!!" Habis katakatanya, Jaya Lantung segera melompat ke depan dan berlari kembali. Werdaningsih pun bergerak pula. Bayangan merah yang berkelebat tadi dan memang Kaki Kilat adanya, rupanya sempal pula melihat kehadiran kedua remaja itu.
Sambil berlari dia berpikir.
"Hmmm... kalau tidak salah lihat, mereka adalah murid- murid Malaikat Keadilan. Huh! Bila saja Malaikat Keadilan belum mampus, sudah kuganyang keduanya! Tetapi lebih baik aku menuju Gunung Kerambang. Memang sulit mengejar Manusia Muka Kucing yang larinya sangat cepat. Hmmm... hingga saat ini, aku belum tahu apa yang di nginkan oleh lelaki muka kucing itu.
Baiknya, kucoba mencari keterangan. .
" Berpikir demikian, Kaki Kilat terus berlari.
Di belakang, Jaya Lantung dan Werdaningsih kerahkan ilmu peringan tubuh yang mereka miliki. Namun Kaki Kilat yang mempunyai ilmu peringan tubuh lebih tinggi ketimbang tenaga dalam yang dimilikinya, sudah tentu tak akan tersusul oleh kedua murid Malaikat Keadilan itu.
Sambil terus kerahkan ilmu peringan tubuh, keduanya mendengar suara letupan yang sangat keras. Dan letupan yang terjadi ilu justru menambah semangat keduanya.
Di satu tcmpat, keduanya berhasil melihat sosok Kaki Kilat. Bukan dikarenakan mereka lebih cepat berlari dari Kaki Kilat, melainkan karena Kaki Kilat sedang tegak berdiri sambil memandang lak berkedip ke depan.
Sejarak sepuluh Iangkah dari tempatnya berdiri, nampak scbuah lubang menganga di atas tanah yang di bagian samping kanan kirinya ditumbuhi rumput tebal. Di sekitar lubang tcrlihat hamburan tanah tak beraturan.
"Sialan! Siapa yang harusan lepaskan serangan padaku?" desis lelaki berpakaian merah merah ini dengan tatapan waspada.
Rupanya, di saat Kaki Kilat terus berlari, mendadak saja serangkum angin deras menderu. Bukan ke arahnya, melainkan pada tanah di depannya yang langsung terhantam rengkah.
Kejap ilu pula Kaki Kilat palingkan kcpala ke kanan, dari mana datangnya gelombang angin tadi. Matanya tetap tak berkedip. Menyusul desisannya bernada jengkel terdengar,
"Jahanam! Tak ada batu besar di sini, tak ada pohon yang dapat mengganggu pandangan kecuali rumput setinggi lutut. Seharusnya orang iseng yang lepaskan serangan dapat kulihat sosoknya. Tetapi dia justru tak nampak di depan mataku." Kembali lelaki berkumis tebal dengan luka di pipi kanan ini edarkan pandangan ke sekelilingnya. Yang nampak di matanya hanyalah jajaran rerumputan setinggi lutut belaka. Angin senja terus berhembus, mulai terasa dingin.
Selang tiga tarikan napas berikutnya, Jaya Lantung dan Werdaningsih yang mengejar lelaki itu telah tiba. Masing-masing orang segera hentikan larinya sejarak dua i irtojK uari tempat Kaki Kilal berdiri.
Jaya Lantung langsung keluarkan bentakan,
"Rupanya memang benar. kalau manusia celaka seperti kaulah yang berlari seperti diburu setan!" Kaki Kilat bersuara tanpa putar tubuh,
"Jaya Lantung! Tak kuhendaki lagi nyawamu dan nyawa gadis itu! Tetapi.
aku menghendaki tubuh gadis itu!!"
"Jahanam!!" maki Werdaningsih geram.
"Lebih baik kau mampus. Manusia Keparat!!" Tangan kanannya segera diangkat dan didorong kedepan. Serta-merta mcnghampar gelombang angin yang keluarkan suara nienggemuruh ke arah Kaki Kilat.
Kaki Kilat yang masih berdiri tegak membelakangi keduanya, hanya mendengus pendek. Kejap ilu pula dia segera menggeser kaki kirinya ke samping. Gelombang angin yang dikeluar dari dorongan tangan kanan Werdaningsih menghantam tempat kosong.
Namun gadis yang sudah marah mendengar ucapan kotor Kaki Kilat, sudah mencelat ke depan dengan jotosan tangan kanan dan kiri.
Kaki Kilat yang sebenarnya sudah tak berkeinginan membunuh kedua remaja ini karena Malaikat Keadilan telah mampus, kembali mendengus. Bersamaan jotosan tangan kanan kiri Werdaningsih siap hantam punggungnya, dia segera berhalik dan gerakkan kedua tangannya pula.
Buukk! Buuukk! Bcnturan dua pasang tangan itu terjadi. Begitu berbenturan, sosok Werdaningsih agak surut tiga tindak ke belakang, sementara Kaki Kilat tetap legak. Pandangannya begitu gusar sekali. Namun lelaki berkumis tebal ini tak segera buka mulut, karena dia masih memikirkan tentang orang yang sebelumnya lepaskan serangan dan secara tak langsung halangi langkahnya.
Melihat Werdaningsih surut, Jaya Lantung segera mencelat ke depan. Anak muda gagah ini tak mau bertindak ayal.Dia langsung keluarkan jurus 'Tebar Cahaya Maut' yang serta-merta kedua tangannya membias cahaya bening. Saat itu pula disertai teriakan mengguntur. tangan kanan dan kirinya didorong ke depan. Dua cahaya bening segera menggebrak cepat.
Tcrsentak Kaki Kilat mendapati betapa ganasnya dua cahaya bening yang diiringi gemuruh angin itu mengarah padanya. Tetapi rupanya leiaki berpakaian merah ini tak mau bertindak ayal. Dia segera mendorong kedua tangannya pula ke depan.
Blaaarrl! Letupan keras terdengar begitu gelombang angin yang keluar dari dorongan kedua tangan Kaki Kilat bertemu dengan cahaya bening yang dilepaskan Jaya Lantung.
Kontan cahaya itu muncrat ke udara.
Kendati berhasil atasi dorongan dua cahaya bening tadi, sosok leiaki berkumis tebal ini terhuyung ke belakang. Dan belum lagi dia berdiri tegak. Werdaningsih sudah lakukan serangan yang sama dengan Jaya Lantung.
"Terkutuk!!" maki Kaki Kilat mulai geram. Kalau tadi dia tak ingin membunuh keduanya, kali ini niatan itu lenyap.
Namun untuk maju mendekat lancarkan serangan, sudah tentu lak mudah dilakukan. Karena seranganserangan cahaya bening discrtai labrakan angin keras yang dilepaskan kedua murid Malaikat Keadilan itu terus menutupi gerakan Kaki Kilat.
Hanya karena ilmu peringan tubuh yang dimilikinya lebih tinggi saja, hingga saat ini Kaki Kilat masih bisa hindari setiap serangannya. Namun seliap kali dia mencoba maju dengan lancarkan tendangan kedua kakinya yang sangat cepat. kejap itu pula dia langsung mundur karena cahayacahaya bening telah melingkari setiap langkahnya.
"Celaka!! Kalau kubiarkan begini, aku bisa konyol!!" Mendadak saja begitu serangan cahaya-cahaya bening ilu menderu kembali ke arahnya, Kaki Kilat langsung membuang tubuh ke belakang. Bersamaan kedua kakinya menjejak tanah, tubuhnya langsung mencelat ke belakang dan langsung mencelat ke depan dengan memhuat gerakan setengah lingkaran kc samping kanan.
Kejap ilu pula kedua kakinya menderu, bergerak dengan tubuh seperti meluncur namun kedua kaki mendahului.
"Kalian akan mampus menyusul guru kalian!!" Terkesiap Werdaningsih karena serangan itu mengarah padanya, lebih kaget lagi mendengar ucapan Kaki Kilat. Terburu-buru dia merunduk untuk hindari hajaran kedua kaki lawan yang mengarah pada kepalanya.
Namun begitu dia merunduk, kedua kaki lelaki berumis tebal yang dapat bergerak laksana kilat kembali bergerak.
Kali ini kedua tangan lelaki itu berpijak pada tanah.
sementara kedua kakinya menyepak laksana seekor kuda liar. Bahkan gerakannya lebih cepat dan ganas.
Melihat bahaya yang akan menimpa adik seperguruannya, Jaya Lantung cepat kibaskan tangan kanannya. Wuuuttil l Cahaya bening melabrak ke arah kaki leiaki berkumis tebal yang kejap itu pula segera tarik pulang kedua kakinya. Akan tetapi, kaki kirinya masih sempat mendarat pada lutut Werdaningsih yang seketika terjengkang ke depan. Bila saja Jaya Lantung tak bergerak sigap, dapat dipastikan kalau Werdaningsih akan terjerembab.
Dan itulah keuntungan yang didapat Kaki Kilat. Begitu Jaya Lantung menangkap tubuh Werdaningsih, kaki kanan kirinya kembali bergerak.
Terkejut Jaya Lantung berusaha untuk menghindar Namun karena kaki kanan kiri lawan lebih cepat dari gerakannya, tanpa ampun lagi punggungnya terhantam dua kali. Tersungkur pemuda berbaju putih ini ke depan.
Kesempatan semacam itu sudah tentu tak disia-siakan oleh Kaki Kilat, yang serta-merta melesat ke depan.
Akan tetapi, satu papakan yang cukup keras menghentikan serangannya dan membuatnya mundur ke belakang. Serta-merta kepalanya diarahkan ke kanan. Ker jap itu pula terdengar geramannya dengan kedua tinju kuat terkepal. Menyusul bentakannya,
"Keparat! Rupanya kau belum puas kubuat pingsan waktu iiu, Pendekar Slebor!!"

***

ǂǂǂ↕ ( 9 ) ↕ǂǂǂ

Orang yang tadi membuat Kaki Kilat urungkan niat untuk menghantam Jaya Lantung dan memang Pendekar Slebor adanya, cuma nyengir saja sambil garuk- garuk kcpalanya. Sementara itu, Jaya Lantung yang telah balikkan tubuh dan bersiaga bila ada serangan yang datang kembali padanya, nampak beliakkan matanya. Tak jauh darinya Werdaningsih terdiam dengan kening berkerut. Gadis berkucir kuda yang sama sekali tak melihat gerakan yang dilakukan pemuda berpakaian hijau pupus itu di saat halangi niat Kaki Kilat berkata dalam hati,
"Diakah orangnya?" Cukup lama gadis ini menatap Pendekar Slebor sebelum mencelat mendekati Jaya Lantung. Sambil membantu pemuda itu untuk berdiri dia bcrbisik,
"Kang Jaya.. tidakkah kau dengar kata-kata lelaki celaka itu tadi?" Masih pandangi pemuda berpakaian hijau pupus yang nyengir itu, Jaya Lantung angguk-anggukkan kepalanya.
"Pendekar Slebor. .," desisnya pelan.
"Ingatkah kau mengapa Guru sampai terlibat urusan dengan Manusia Muka Kucing?" tanya Werdaningsih pelan.
pandangannya pun masih ditujukan pada Andika.
"Ya. Manusia Muka Kucing memaksa Guru mengatakan di mana Pendekar Slehor berada."
"Dan tidak tahunya.. pemuda yang telah menolong Guru waktu itu, adalah Pendekar Slebor, Kang Jaya."
"Ya, aku dan Kang Arya telah salah menduga siapa dia sebenarnya. Ternyata.. dia bukanlah salah seorang antek dari Manusia Muka Kucing, melainkan orang yang justru dicari manusia celaka itu. .
" Sementara keduanya berbisik-bisik dengan pandangan tetap mengarah pada Pendekar Slebor, Kaki Kilat maju dua langkah ke muka.
Sepasang pelipisnya bergerak-gerak hingga luka pada pipi kanannya seperti membuka menutup. Dengan sorot mata tajam, dia berucap dingin,
"Benar-benar pemuda celaka! Rupanya kau belum puas kubuat pingsan"!" Mendengar bentakan orang, anak muda urakan itu cuma angkat sepasang alis hitamnya. Lalu katanya berseloroh,
"Ah, kenapa bicara begitu'.' Aku jadi malu" Ngomong-ngomong.. siapa sih yang telah mencelaka kan orang-orangmu itu?"
"Kalau waktu itu kau kubiarkan hidup, kali ini kau akan mampus!!" geram Kaki Kilat tanpa hiraukan pertanyaan Andika.
"Wah! Mana bisa begitu" Kan waktu itu aku cuma pura-pura saja," sahut Andika sambil angkat sepasang alis hitamnya.
"Eh, ngomong-ngomong lagi. . kau yang telah membunuh Malaikat Keadilan, ya" Bagus kalau kau mengaku!!"
"Dan kau akan menyusul manusia celaka itu ke akherat!!" sengat Kaki Kilat seraya menerjang ke depan.
Kaki kanan kirinya sudah bergerak. seolah menjelma menjadi puluhan.
Namun belum lagi serangan itu kena sasarannya, Werdaningsih sudah memotong dengan satu dorongan keras. Serangkum cahaya bening yang keluarkan angin gcmuruh mcmbuat lesatan tubuh Kaki Kilat menjadi urung.
"Jahanam!!" Bersamaan terdengur suara letupan tatkala cahaya bening yang keluar dari dorongan kedua tangan Werdaningsih menghantam tanah yang seketika terbongkar ke udara, dengan tangan kanan menumpu pada tanah. Kaki Kilat sudah mencelat. Kali ini kedua kakinya bergerak ke atas, siap hantam kcpala Werdaningsih. Terkesiap Werdaningsih yang sedang lancarkan gempuran kembali. Sambil berseru tertahan, gadis berkucir kuda ini melompat mundur. Namun tanpa disangkanya, Kaki Kilat mengejar dengan kedua kakinya yang bergerak Gepat dan keluarkan desingan angin kuat.
Werdaningsih kali ini benar-henar memekik. Jaya Lantung yang siap melompat untuk menahan serangan lelaki berpakaian merah merah itu, hanya bisa lakukan gerakan dua tindak ke depan. Karena mendadak saja dilihatnya satu bayangan hijau lelah mencelat mendahului. Tangan kanan bayangan hijau ilu memukul kaki kanan Kaki Kilat, menyusul kaki kirinya menyepak paha kiri si Kaki Kilat. Tanpa ampun lagi, lelaki tinggi besar ilu langsung terbanting ke tanah.
Menyusul didengarnya suara mengejek.
"Busyet! Kupikir ada nangka busuk"! Eh, tidak lahunya tikus busuk!!" Mengkelap wajah Kaki Kilat mendengar ejekan dari si Bayangan Hijau yang tak lain Pendekar Slebor. Sambil gelengkan kepala cepat disertai gerengan penuh amarah.
lelaki tinggi besar ini cepat berdiri. Namun baru saja dia lakukan, mendadak sosoknya terjatuh kembali.
"Gila!!" desisnya keras karena dirasakan satu sengatan listrik pada kaki kanannya. Tanpa sadar tangan kanan kirinya memegang paha nya.
Wajahnya sekelika berubah memucat. Untuk sesaat lelaki tinggi besar ini terkcjut menyadari apa yang terjadi pada dirinya. Namun kejap itu pula dia angkat kepalanya disertai seruan,
"Pemuda keparat!! Kau telah menotokku, hah'.'!!" Melihat hal itu. Pendekar Slebor yang tadi memukul kemudian dengan gerakan cepat lakukan sebuah totokan pada paha Kaki Kilat dengan pergunakan tenaga Inti Petir tingkat kesembilan, cuma nyengir saja.
"Waduhl Kenapa sih" Kok selalu aku yang disalahkan?" serunya sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal
"Daripada kau marah-marah begitu, lebih baik katakan saja. di mana Manusia Kucing Barong tinggal"!"
"Hhhh! Tak sepatah kata pun akan terucap dari mulutku untuk menjadi seorang pengkhianat'
"Ya, kalau mau begitu, tidak apa-apa. Tetapi rasanya lebih asyik, bila kau kubuat berjingkat-jingkat'" Memucat wajah Kaki Kilat mendengar ucapan Pendekar Slebor.
"Terkutuk! Gerakan yang dilakukan pemuda ini sungguh Iihai dan cepat! Tenaganya seperti memiliki tenaga petir yang mengerikan! Apakah tenaga itu yang diinginkan oleh Manusia Muka Kucing Keparat!! Sampai hari ini pun aku belum tahu apa yang dihendaki Manusia Muka Kucing padanya" Dan sialnya aku sudah dalam keadaan setengah tak berdaya seperti ini!"
"Wah wah! Kau kok belum menjawab juga, ya" Kalau begitu sebaiknya...." Kata kata Andika terputus tatkala terdengar teriakan mengguntur dari Werdaningsih. Rupanya, gadis jelita yang kini tahu kalau gurunya telah tewas dibunuh Kaki ilat sudah menderu ke depan Lesatan tubuhnya begitu cepat sekali hingga yang nampak hanya bayangan belaka. Tangan kanan kirinya nampak keluarkan cahaya bening.
Andika yang hendak mencoba mengorek keterangan dari Kaki Kilat, tersentak melihat maut yang akan diturunkan Werdaningsih pada Kaki Kilat. Cepat anak muda urakan ini hempos tubuh untuk menahan serangan Werdaningsih Namun dua gelombang angin dipadu dua cahaya bening lainnya sudah mcngarah padanya. Rupanya, kendati kini menyadari siapa pemuda berhaju hijau pupus adanya, Jaya Lantungjuga tak ingin pemuda itu halangi maksud Werdaningsih Dia juga geram menyadari gurunya telah tewas.
"Heiiii!!" Lesatan lubuh Andika seketika tertahan karena dia harus mcnghindar dulu. Kejap itu pula dengan cepat pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini gerakkan tangannya ke depan.
Blaaammm!! Dua cahaya bening itu. langsung muncrat berantakan begitu mcnghantam kedua tangannya yang ditekuk ke atas dan telah dialiri tenaga
"Inti Petir". Namun karena gerakannya sempat tertahan, maka Andika tak mampu untuk tahan serangan Werdaningsih pada Kaki Kilat.
Kaki Kilat sendiri yang merasa masih nyeri pada kaki kanannya, cuma dapat gerakkan kaki kiri, berupaya untuk menahan gempuran Werdaningsih. Dia memang dapat melakukannya. Namun tak seberapa kuat. Dan berarti dia tak mampu menolong dirinya dari gempuran Werdaningsih.
Maka tanpa ampun lagi. pukulan Werdaningsih menghantam telak dadanya, Seketika tubuh lelaki tinggi besar itu terseret ke belakang dan langsung rebah di atas tanah dengan napas kembang kempis. Sesaat nampak mulutnya menggembung. Kejap kemudian, dia melengak ke depan. Serta-merta menyembur darah agak hitam tanda dia terluka dalam. Sehagian membasahi pakaiannya yang semakin pekat berwarna merah.
Tahanl!" desis Andika begitu dilihatnya Werdaningsih kembali memburu ke arah Kaki Kilat. Gadis itu menahan langkahnya dan herpaling. Sesaat pandangannya tajam menatap, menyusul kata-katanya,
"Kenapa kau menahanku?"
"Werdaningsih. . aku tahu. pukulan yang telah kau lancarkan tak mematikan, hanya bermaksud untuk menyiksa lelaki itu. Tetapi. apakah dengan yang kau lakukan itu kau justru merasa senang" Atau, kau melakukannya dengan maksud membalas sakit hati gurumu?" Terkejut Werdaningsih mendengar kata-kata pemuda yang berdiri sejarak delapan tindak dari tempatnya berdiri.
Untuk sesaat dia memandang dengan sepasang mata agak membuka. Di lain saat dia membatin,
"Luar biasa! Dia tahu kalau pukulanku tidak mematikan! Dan dia tahu kalau aku bermaksud untuk menyiksa lelaki keparat itu! Sungguh hebat!" Apa yang dibatinkan Jaya Lantung pun sebenarnya tak jauh berbeda. dalam arti keterkejutan. Namun keterkejutannya lain sama sekali.
"Gila! Aku tidak tahu maksud Werdaningsih! Yang kutahu kalau dia ingin membunuh lelaki jahanam itu! Tetapi. . pemuda yang kutaksir usianya tak jauh berbeda denganku dapat mengetahui kalau pukulan yang dilakukan Werdaningsih lidak mematikanl Sungguh luar biasa! Pantas kalau Manusia Muka Kucing bermaksud mencarinya. Sudah tentu dengan tujuan membunuhnya!!" Sementara itu, Andika cuma nyengir saja. Anak muda ini sebenarnya semula tidak menyadari kalau pukulan Werdaningsih tidak mematikan. Itu baru disadarinya tatkala dirasakan gerakan yang dilakukan Werdaningsih lebih dekat. Kejap kemudian dia berkata.
"Lelaki itu yang kutahu adalah kaki tangan Manusia Muka Kucing. Sementara hingga saat ini aku belum mengetahui apa maksud dari Manusia Muka Kucing sebenarnya mencariku. Karena, di saat berjumpa denganku, dia tak lakukan apa- apa...." Bukan hanya Jaya Lantung dan Werdaningsih yang arahkan pandangan. Kaki Kilat yang masih tergelelak dengan dada terasa sakit dan sesak, berusaha untuk angkat kepala memandang pada Pendekar Slebor. Namun keinginan itu tak kuasa dilakukannya, karena saat dia mencoba mengangkat kepala, dadanya seperti kian tertusuk.
"Pendekar Slebor. .," desis Werdaningsih kemudian.
Sebelum dilanjutkan kata-katanya, gadis ini tarik napas pendek, seolah tindih kepedihan yang dirasakan tentang nasib gurunya.
"Mengapa kau berkata demikian" Apakah kau berjumpa dongan Manusia Muka Kucing?" Andika anggukkan kepalanya. Lalu diceritakan tentang fitnah yang dialaminya dan kejadian dengan Arya Sempala dan Dewi Cadar Biru.
"Jadi Kang Arya sudah bertemu dengan Bibi Dewi Cadar Biru," kala Werdaningsih dalam hati.
"Tetapi, bila memang Manusia Muka Kucing menginginkan Pendekar Slebor, mengapa di saat berjumpa dengan pemuda yang dicarinya dia tak lakukan tindakan apa-apa?" Sementara ilu Jaya Lantung membatin
"Semuanya semakin hertambah memusingkan. Sepak terjang telengas yang dilakukan Manusia Muka Kucing, ternyata masih membingungkan. Scbab-sebab dia lakukan tindakan keji itu dikarenakan menginginkan Pendekar Slebor Tetapi.
mengapa dia tak mclakukan apa-apa?" Bukan hanya kedua remaja itu saja yang memikirkan keheranan yang terjadi. Andika sendiri sampai saat ini masih tak bisa mengerti apa yang sebenarnya di nginkan oleh Manusia Muka Kucing.
Masalah telah jelas. namun di balik semua masalah itu. masih ada pertanyaan yang tersembunyi dan dibutuhkan jawabannya.
Tanpa hiraukan pandangan Jaya Lanlung dan Werdaningsih, anak muda berambut gondrong acak-acakan ini melangkah mendekati Kaki Kilat yang langsung berseru geram,
"Bunuh aku bila kau jantan hah"!"
"Busyet! Apa tidak salah kau omong, nih" Mana bisa kutunjukkan apakah aku jantan atau betina bila ada seorang gadis di sini" Wah! Yang benar saja kalau ngomong!!" sahut Andika sambil berlutut.
Tindakan yang dilakukannya justru membuat Kaki Kilat berteriak-teriak. Dalam teriakannya ada nada ketakutan yang kentara. Sementara itu Jaya Lantung dan Werdaningsih memandang lak berkedip.
Jaya Lantung berkata dalam hati,
"Hmmm... rupanya pemuda itu hendak menyiksa Kaki Kilat! Bagus! Aku sangat senang sekali bila dia melakukannya!" Werdaningsih membatin,
"Kalau memang Pendekar Slebor bermaksud menyiksa Kaki Kilat. ini sebuah pemandangan yang mengasyikan! Lelaki celaka itu lelah membunuh Guru! Tak seharusnya memang diberi hati! Lebih enak bila disiksa dulu baru kemudian dibunuh!!" Namun yang diperkirakan keduanya, sungguh berbeda sama sekali dengan apa yang akan dilakukan Andika.

***

ǂǂǂ↕ ( 10 ) ↕ǂǂǂ

Dengan cengiran di bihir anak muda dari Lembah Kutukan itu mcmegang tangan kanan dan kiri Kaki Kilat.
"Jahanam! Lepaskan tanganku, hah"! Lepaskan!!" seru Kaki Kilat keras sambil berusaha tarik kedua tangannya.
Namun karena dia tak memiliki tenaga lagi, gerakan yang dilakukannya hanya berupa tarikan lembut saja.
Bila pun dia masih memiliki tenaga dalam, tak akan mungkin dapat melepaskan diri dari pegangan kedua tangan Andika bila anak muda ini alirkan tenaga 'Inti Petir'.
"Kau ini kenapa sih" Baru juga dipegang sudah begini" Apalagi kujitak kepalamu, hah"!"
"Bunuh saja aku! Bunuh saja!!"
"Busyet! Membunuhmu sangat gampang sekali kulakukan! Tetapi. kenapa kau tidak diam saja sih"!" Andika yang bermaksud untuk menolong Kaki Kilat dari siksaan yang dirasakannya sendiri, lamat-lamat alirkan tenaga 'Inti Petir' melalui kedua pergelangan tangan Kaki Kilat.
Kaki Kilat yang semula meminta di lepaskan, kali Ini terdiam tanda hawa hangat mengaliri sekujur tubuhnya.
Wajahnya yang tadi memucat nampak mulai memerah kembali. Napasnya pun dirasakan agak longgar. Mendadak dirasakan ada satu dorongan keras dari bawah perulnya yang menyeruak naik ke atas. Dan. .
"Huaaakk!!"
"Wah! Bagus tuh! Ayo, lakukan sekali lagi! Habiskan darah hitammu ilu!!" Kali ini Andika menekan urat nadi yang ada di tangan kanan kiri Kaki Kilat dengan jempolnya. Tubuh Kaki Kilat serentak meregang kaku dan dari mulutnya keluar teriakan kesakitan.
"Busyet! Kolokan amat sih kau ini"!" Bersamaan Andika lepaskan tekanan pada tangan kanan kiri Kaki Kilat. lelaki tinggi besar ini muntah darah kembali. Namun rasa segar mulai dirasakan.
Di tempatnya, Jaya Lanlung berpandangan dengan Werdaningsih. Sesaat masing-masing orang tak dapat percayai apa yang mereka lihat. Pemuda berpakaian hijau pupus yang lelah dibuat morat-maril dengan kejadian demi kejadian yang mcnyesatkan sekaligus mengerikan, telah menolong salah seorang yang telah mencelakakan dirinya.
"Gila! Ternyala tak sama dengan yang kuduga! Sungguh suatu sikap aneh sekaligus bijaksana! Tak seharusnya Pendekar Slebor menolong orang yang telah mencelakakannya! Dari yang diceritakannya tadi, Kang Arya masih diliputi rasa percaya kalau pemuda itulah yang telah membunuh Guru, karena dilihatnya pemuda itu sedang membopong mayat Guru. Ah.. aku jadi malu bila mengingat bagaimana aku menuduhnya sebagai kaki tangan Manusia Muka Kucing. Justru dia adalah pendekar besar yang kesohor. Bila saja sebelumnya aku telah mengenalnya sudah tentu tak akan terjadi ke- salah pahaman seperti sebelumnya," kata Jaya Lantung dalam hati.
Di lain pihak Werdaningsih membatin,
"Tak salah bila dia adalah sen rang pendekar besar. Kuharap. . kami dapat menggantungkan harapan padanya untuk mengqar dan mcnangkap Manusia Muka Kucing. Dan menjernihkan mnsalah titnah yang melekat pada dirinya, karena Kang Arya Sempala masih terkena litnahan itu." Sementara itu Andika sedang berkata pada Kaki Kilat,
"Nah, kau telah sembuh sekarang. Silakan kau berlalu dari hadapanku dan baikbaiklah bawa diri." Kaki Kilat yang sebelumnya tak menyangka kalau pemuda yang ingin dibunuhnya justru menolong, menahan sesuatu yang bcrgejolak dalam dadanya Namun dasar manusia jahat tak ada rasa terima kasihnya sekali pun.
Dia segera berdiri, akan tetapi langsung sempoyongan dan ambruk kembali.
"Keparat!! Kau belum membuka totokanmu pada kakiku!!" sentaknva keras.
Andika cuma tersenyum.
"Jangan terlalu manja mcngharapkan pertolongan orang lain. Kerahkan sedikit tenaga dalammu, maka totokan ilu akan terlepas." Habis berkata begitu dia bcrpaling pada Jaya Lantung dan Werdaningsih.
"Kurasa.. sebaiknya kita berpisah di sini. Aku tetap ingin tahu apa yang direncanakan Manusia Muka Kucing sebenarnya."
"Bagaimana dengan manusia tak tahu berterimakasih ilu?" tanya Jaya Lantung sambil lempar pandangan tajam pada Kaki Kilat.
"Kita tak berhak untuk cabut nyawanya. Biarkan dia hidup. karena kehidupan masih membentang di hadapannya..." Sementara itu Kaki Kilat sedang alirkan tenaga dalamnya pada kaki kanannya. Selesai dialirkan, dirasakan sengatan yang seliap kali dia mencoba berdiri muncul kembali, lenyap sama sekali.
"Hhhh! Keparat busuk! Rupanya dia tak memiliki kehebatan sama sekali! Totokannya dengan mudah dapat kulepaskan!!" katanya dalam hali.
Sungguh bodoh sebenarnya Kaki Kilat. Kalaupun dia dapat lepaskan totokan Pendekar Slebor, ini disebabkan si anak muda lelah lepaskan totokan itu melalui tenaga Inti Petir' yang tadi dialirkannya. Bila saja tak dilakukan hal itu, jangankan untuk membebaskan diri dari lotokan, mengetahui letak totokan itu saja tak mungkin ditcmukannya. Merasa dirinya telah terbebas dari totokan dan meiliki kekualannya kembali, mendadak saja Kaki Kilat mencelat ke depan dengan gerakkan kaki kanan kirinya yang sertamerta limbulkan angin berkesiur.
"Mampuslah kau. Pendekar Slebor!!" Mendapati apa yang dilakukan Kiiki Kilal. Andika mendengus.
"Kutu monyet! Benar henar manusia tak tahu diuntung!" Serentak diangkat tangan kanannya.
Bukk! Bukkk! Setelah tangan kanannya halangi dua tendangan sekaligus dari Kaki Kilat, kali ini Andika tidak mau berlindak ayal. Mendadak saja dia putar tubuhnya setengah sempoyongan. Bersamaan dengan itu. tangan kirinya dijotoskan ke depan. Kaki Kilat dapat hindari jotosan itu dengan miringkan tubuh bersamaan kaki kanan kirinya menyapu kc bagian hawah. Hanya dengan satu loncatan pendek. Andika berhasil lepaskan diri dari serangan lawan. Bukan hanya sampai di sana saja yang dilakukannya. Begitu dia melompat. kaki kanannya langsung dijejakkan, kencang ke kaki kanan lawan.
"Gilaaaa!!" maki Kaki Kilat sambil menarik pulang kedua kakinya dan bergulingan menjauh. Akan tetapi, Jaya Lantung yang merasa tak dapat tahan lagi amarahnya melihat sikap Kaki Kilat, langsung menerjang dengan kedua tangan yang telah dialirkan jurus 'Tebar Cahaya Maut'.
Tanpa ampun lagi, dada Kaki Kilal telak terhantam jotosan keras itu. Saat itu pula tubuhnya meluncur deras ke belakang. Masih dalam keadaan terhuyung, dirasakannya dua cahaya bening lainnya menggebrak ke arah kedua kakinya. Dan. .
"Aaaakhhhhh!!" pekikan tertahan Kaki Kilat terdengar keras begitu kedua kakinya telak terhantam.
Saat itu pula sosoknya ambruk berdebam di atas rumput yang sebagian rebah dan sebagian lagi tercabut beterbangan ke udara. Tubuhnya masih mengejut-ngejut menahan sakit pada kedua kakinya yang remuk. Wajah lelaki berpakaian merah ini kembali memucat. Bibirnya digigit kuat-kuat untuk menahan sakil. hingga tanpa disadarinya sampai alirkan darah.
"Pendekar Slebor! Tak perlu lagi membantu manusia celaka seperti dia!" seru Jaya Lantung keras.
Andika cuma anggukkan kepala.
Sekejap kemudian, sosoknya pun sudah berkelebat meninggalkan tempat itu Sepeninggal Pendekar Slebor, Jaya lantung menghampiri Kaki Kilat yang dari mulut serta hidungnya alirkan darah hitam.
"Kau tak pernah tahu apa arti terima kasih. Seharusnya kau sadar, dengan pertolongan yang diberikan Pendekar Slebor, kau urungkan seluruh niat jahat dan kau tutup segera hati busukmu dari setiap kejahatan!!" Kaki Kilat yang masih menahan sakit, mendengus dingin.
"Jangan mengguruiku!!" Mengkelap wajah Jaya Lantung mendengar ucapan orang. Hampir saja dia lancarkan pukulannya lagi bila saja Werdaningsih yang sudah mendekat tidak keluarkan suara,
"Tahan, Kang Jaya! Biarkan manusia itu terbaring tanpa daya! Biar dia merasakan bagaimana tersiksanya lumpuh seperti itu! Sebaiknya, kita ikuti saja Pendekar Slebor! Barangkali saja akan membawa kita pada Kakang Arya Sempala dan Bibi Dewi Cadar Biru Bahkan.. membawa kila pada Manusia Muka Kucing!" Jaya Lantung angguk-anggukkan kepalanya sambil tindih amarahnya. Kaki Kilat yang sudah tak sanggup menahan rasa sakit, keluarkan ejekan-ejekan disertai tawa menyakitkan. Dia berharap agar dapat memancing kemarahan Jaya Lantung hingga pemuda itu akan membunuhnya dan berarti dia akan terbebas dari rasa sakit yang menyiksa.
Jaya Lantung hanya keluarkan dengusan pendek. Tanpa hiraukan seruan-seruan mengejek yang sesekali disertai tawa menyakitkan dari Kaki Kilat dia berkata,
"Baiklah! Kita segera berangkat sekarang, Werdaningsih!"
"Dan suatu saat. . kalian akan mampus di tanganku! Kalian akan menyesal bila tidak membunuhku sekarang! Ayo, bunuh aku bila kalian berani!!" seru Kaki Kilat.
"Atau.. kau telah berubah menjadi banci, Jaya Lantung"!" Jaya Lantung kembali balikkan tubuh dengan pandangan melolot. Hatinya benar-henar murka sekarang.
Namun lagi-lagi begitu mendengar kata Werdaningsih. dia jadi urungkan niat,
"Jangan terbawa amarahmu Kang Jaya! Lelaki celaka ini hanya memancing kita untuk membebaskannya dari rasa sakit! Lebih baik, biarkan dia menderita begitu!" Jaya Lantung kembali mengangguk. Tanpa sahutan apaapa dia segera meninggalkan tempat itu disusul Werdaningsih. Yang terdengar kemudian hanya jeritanjeritan Kaki Kilat yang semakin lama suaranya semakin mengecil. Rasa sakit akibat kedua kakinya yang remuk dan sudah tentu tak dapat digunakan kembali serta napas yang dirasakan bertambah sesak akibat dadanya luka dalam, membuat lelaki tinggi besar ini tak mampu menahan semuanya. Dua kejapan mata berikutnya, dia jatuh pingsan!

***

ǂǂǂ↕ ( 11 ) ↕ǂǂǂ

Malum kembali lingkupi alam dalam rangkulannya yang serba gelap. Di langit limbunan awan hilam bergelut satu sama lain berusaha unluk menahan hembusan angin yang dapat membuat mereka bergerak. Malam langit dinaungi segenap hamparan kelam.
Dalam suasana dingin mcncekam, satu sosok tubuh tiba di Gunung Kerambang. Untuk sesaat, lelaki berpakaian lerbual dari bulu ini terdiam. Pandangannya yang tajam memerah menatap tak berkedip pada Gunung Kerambang.
Kejap berikutnya, kepalanya dilolehkan ke belakang, ke arah dari mana dia muncul ladi.
"Hmmm. . tentunya pemuda urakan itu masih direpotkan oleh Arya Sempala dan Dewi Cadar Biru. Bagus! Dengan begitu. urusanku tak terlalu sulit. Bila saja pimpinan memerintahku untuk menangkap dan membunuhnya, sudah tentu akan kulakukan dengan senang hati. Aku pun ingin merasakan kehebatan pemuda yang julukannya begitu kesohor." Habis desisan dinginnya, lelaki yang memiliki kumis jarang berdiri menjuntai ilu, kembali arahkan pandangannya pada Gunung Kerambang. Wajahnya yang mirip kucing bergerak-gerak aneh.
"Sebaiknya, kukalakan semua ini pada Pimpinan." Memutuskan demikian, lelaki yang tak lain Manusia Muka Kucing adanya. segera berkelebat melalui jalan penuh kerikil dan rumput. Gerakannya sungguh cepat.
Tatkala tiba pada sebuah batu besar yang lerdapat di tengah-tengah jalan seiapak, lelaki bermuka kucing ini berbelok ke arah kanan. Dia tak hentikan gerakannya.
justru tambah ilmu peringan tubuhnya.
Lima belas larikan napas berikutnya, lelaki ini telah liba di balik Gunung Kerambang. Langsung melesat ke balik sebuali ranggasan semak setinggi dada yang di sekelilingnya dipenuhi pepohonan linggi.
Di tempat angker yang semakin gelap ini, Manusia Muka Kucing hentikan larinya. Sejenak dia atur napas sebelum melangkah mendekati sebuah bangunan yang seperti sudah runtuh di sana-sini. Sejarak lima lombak dari tempatnya, tcrdengar suara keras, dingin dan tajam,
"Masuklah! Aku ingin mendengar berita bagus karena selama ini tak kudapatkan berita yang mengenakkanku!!" Sesaat Manusia Muka Kucing hentikan gerakannya.
Wajah kucingnya nampak agak kecut mendengar bentakan itu. Di lain kejap, dia kembali berlari dengan wajah agak tersenyum.
Sosoknya langsung masuk ke dalam bangunan yang di bagian dalamnya juga gelap. Namun mata kucing yang dimiliki lelaki ini dapat melihat satu sosok tubuh kurus terbungkus jubah panjang warna merah Rambut lelaki tua ini disanggul kc alas dan berwarna merah pula. Sorol matanya tajam dengan wajah tirus yang mcnyiratkan kekejian. Manusia Muka Kucing langsung rangkapkan sepasang tangannya di depan dada. Kepalanya agak tertunduk.
Dengan suara sedikit bergetar dia berkata,
"Pimpinan... semua yang kau perintahkan telah kulakukan. ."
"Hmmm... apa kali berita ini hanya untuk melebarkan lubang telingaku saja, atau hanya bualan belaka?" orang tinggi kurus itu keluarkan suara dingin.
"Keparat! Bila saja aku tidak tahu kesaktian yang dimilikinya, sudah tentu akan kurobek mulutnya!" maki Manusia Muka Kucing dalam hati. Lalu katanya,
"Berita yang hendak kusampaikan sudah tentu akan membuatmu lebih tenang sekarang, Pimpinan."
"Jangan bertele-tele! Katakan!!" Manusia Muka Kucing segera jalankan perintah yang diberikan lelaki berambut merah itu.
Mendadak terdengar tawa lelaki tua itu. Begitu kerasnya sampai dinding bangunan di sebelah kiri runtuh!
"Bagus, bagus sekali!! Semuanya akan berjalan lancar! Sangat menyenangkan!" Mendengar ucapan lelaki berjubah merah di hadapannya, Manusia Muka Kucing tersenyum. Sungguh mengerikan saat dia tersenyum seperti itu.
Didengarnya lagi suara lelaki di hadapannya, seolah pada dirinya sendiri,
"Semua akan terlaksana seperti rencanaku... semuanya akan berjalan dengan mulus.."
"Apa yang harus kulakukan lagi. Pimpinan?" tanya Manusia Muka Kucing.
Sesungguhnya dia mulai penasaran ingin mengetahui apa yang dihendaki oleh lelaki berjuhah merah ini"Sekarang... panting dia ke sini!" Manusia Muka Kucing anggukkan kepalanya seraya membatin,
"Mungkin ini saat yang tepat untuk mengetahui apa yang sebenarnya direncanakan oleh manusia ini." Memutuskan demikian, berhati-hati Manusia Muka Kucing ajukan tanya,
"Pimpinan... bukan maksudku untuk banyak tanya. Tetapi, aku sungguh penasaran mengapa Pimpinan lak memerintahkanku untuk menangkap ataupun membunuhnya?" Mendadak lelaki kurus itu keluarkan dengusan. Sepasang matanya yang masuk ke dalam seolah melompat keluar.
"Bila saja kau tak kujadikan sebagai anak buahku, sudah tentu kucabut nyawamu sekarang juga, Keparat!! Tetapi baik, akan kukatakan apa mauku sebenarnya!!" Habis kata-katanya, lelaki berjubah merah ini duduk di sebuah kursi besar.
"Aku mcnghendaki tenaga lnti Petir yang dimiliki oleh Pendekar Slebor!" Sejenak Manusia Muka Kucing terdiam dengan mulut agak menganga.
"Tenaga 'lnti Petir'" Mengapa, Pimpinan?"
"Aku sedang memperdalam sebuah ilmu langka yang kedahsyatannya tiada banding. Siapa pun orang di muka bumi ini tak akan sanggup mengalahkannya. Tetapi semua itu mempunyai syarat yang cukup herat. Aku harus mendapatkan tenaga 'Inti Petir' yang dimiliki oleh Pendekar Slebor bila ingin ilmu yang sedang kuperdalam ini berjalan sempurna. Dan Pendekar Slebor haya kujadikan sebagai perantara saja, karena bukan dialah orang yang hendak kubunuh'" Sesaat tak ada yang buka mulut kecuali suara dengusan keras lelaki berjubah merah itu. Sementara Manusia Muka Kucing hanya mcmperhatikan dengan seksama. Sebenarnya, siapakah lelaki tinggi kurus berjubah merah ini" Dia berjuluk Iblis Segala Amarah, lelaki keji yang dulu bermukim di Makam Iblis yang sepak terjangnya sangat telengas. Tak pandang siapa pun orang yang hendak dibunuhnya, berarti orang itu harus mampus. Dan sepak terjangnya memancing beberapa orang tokoh dari golongan lurus untuk menghentikan segala perbuatannya.
Namun tokoh-tokoh yang mencoba menghentikannya, justru kembali ke tempat asal dengan membawa luka dalam dan beberapa bagian tubuh yang buntung. Bahkan tak jarang ada yang pulang nama.
Sampai kemudian, muncul ah seorang lelaki yang kala itu berusia sekitar empat puluh lima tahun. hanya bertaut dua tahun dari usia Iblis Segala Amarah. Lelaki ilu berjuluk Pendekar Cakra Sakti yang memiliki silat angin-anginan.
Setelah bertarung selama tiga hari tiga malam berhasil mengalahkan sekaligus menghentikan sepak terjang telengas Iblis Segala Amarah.
Sampai empat puluh tahun kemudian julukan itu tak pernah terdengar lagi. Dan rupanya, lblis Segala Amarah tak bisa melupakan segala dendamnya pada Pendekar Cakra Sakti. Dia terus melatih diri siang dan malam.
Bahkan selama enam bulan dia berhasil mengukir sosok Pendekar Cakra Sakti dari sebuah balang pohon. Setiap kali dilihat ukiran yang dlbuatnya, amarah dan dendamnya semakin menumpuk.
Karena kegigihan latihan yang dilakukannya, Iblis Segala Amarah berhasil menciptakan ilmu langka dahsyat yang dipadu antara tenaga dalam panas dan dingin. Hasil dari gabungan dua tenaga itu sungguh mengerikan. Namun ada satu masalah yang mengganggunya Karena perpaduan antara tenaga panas dan dingin itu tidak timbulkan satu gempuran yang diharapkannya. Berulangkali dun tak jenuh-jenuh Iblis Segala Amarah melatih ilmu 'Tenaga Api Air'. Sampai kemudian dia mendengar tentang seorang pemuda bcrjuluk Pende kar Slebor yang memiliki tenaga 'lnti Petir'. Siang malam lblis Segala Amarah terus memikirkan tentang tenaga 'lnti Petir' yang diyakininya dapat digabungkan dengan ilmu Tenaga Api Air'. Mulailah dia menyusun segala rencana. Namun setelah satu tahun meneoba menemukan di mana Pendekar Slebor berada, dia gagal melakukannya. Bahkan mulai dipikirkan kalau dia menyia-nyiakan waktu cukup lama yang seharusnya bisa dipergunakan unluk terus melatih diri. Berpikir demikian, Iblis Segala Amarah memutuskan untuk mencari anak buah.
Dan salah seorang yang berhasil dikalahkan adalah Manusia Muka Kucing. Ilmu 'Tenaga Api Air' berhasil diuji coba pada Manusia Muka Kucing yang sebenarnya dapat menandingi Iblis Segala Amarah bila saja lelaki berjubah merah itu tak pergunakan ilmu 'Tenaga Api Air".
Diperintahnya Manusia Muka Kucing untuk mencari Pendekar Slebor dan membunuh siapa saja yang bermaksud menghalangi. Manusia Muka Kucing sendiri berhasil menjadikan Kaki Kilat sebagai anak buahnya yang ternyata mempunyai lima belas anak buah lainnya.
Hingga hari ini. berita yang ditunggunya pun tiba.
Pendekar Slebor telah muncul untuk hentikan sepak terjang Manusia Muka Kucing Sementara ilu Manusia Muka Kucing angguk-anggukkan kepalanya dan membatin,
"Rupanya.. dia menginginkan tenaga 'Inti Petir' pada tubuh Pendekar Slebor. Pantas dia tak memerintahkanku untuk membunuhnya. Hmmm... aku jadi penasaran. ada apa sebenarnya di balik tenaga 'Inti Petir' milik Pendekar Slebor?"
"Apa yang kau pikirkan, hah"!" mcmbentak Iblis Segala Amarah hingga saat itu pula Manusia Muka Kucing putuskan pikirannya.
Buru-buru leiaki berparas kucing ini berkata,
"Tak ada yang kupikirkan sama sekali, Pimpinan."
"Bagus! Sekarang juga kau arahkan Pendekar Slebor ke tempat ini!"
"Akan kulakukan, Pimpinan!! Tetapi.. bolehkah aku tahu. siapakah sesungguhnya orang yang ingin Pimpinan bunuh?" Mendengar pertanyaan itu, Iblis Segala Amarah arahkan pandangannya ke dinding bangunan sebelah kiri. Tangan kanannya mengusap-usap janggutnya yang lancip.
Mulutnya mengatup rapat dan sepasang pelipisnya bergerak-gerak.
"Setelah aku berhasil memiliki tenaga 'Inti Petir' milik Pendekar Slebor, manusia celaka itu akan mati di tanganku!! Hhh! Bila dia sudah mampus, seluruhnya akan sirna dan berjalan sempurna! Tak seorang pun yang akan mampu halangi niatku untuk bertualang kembali memenuhi nafsu membunuhku!!" Manusia Muka Kucing tak berani buka mulut kendati dia masih penasaran. Ditunggunya apa yang akan dikatakan lagi oleh lelaki tinggi kurus ini.
Apa yang diharapkannya terjadi. Karena lamat-lamat terdengar suara Iblis Segala Amarah,
"Dia adalah. .
Pendekar Cakra Sakti.. "
"Oh!!" terdengar suara Manusia Muka Kucing kaget.
Bahkan kepalanya sampai terangkat dengan kedua mata merahnya membuka lebih lebar.
"Pendekar Cakra Sakti?" desisnya kelu.
"Ya! Dialah yang telah membuatku terkurung selama empat puluh lahun dalam dunia asing seperti ini!!"
"Pendekar Cakra Sakti ," desis Manusia Muka Kucing dalam hati.
"Gila! Aku pernah mendengar julukan itu! Tetapi. . baru kuketahui kalau lelaki celaka ini pernah dikalahkan olehnya. Bila dia memang berhasil membunuh pendekar itu sungguh hehat! Dan ini semua tentunya berkat tenaga 'lnti Petir' bila dia berhasil menyerap dan tubuh Pendekar Slebor! Oh! Tentunya.. tenaga itu sangat dahsyat sekali!"
"Manusia Muka Kucing!" mendadak suara itu menggelegar keras.
"Tinggalkan tempat ini sekarang juga! Atau... kau ingin mampus di tanganku, hah"!l" Gelagapan Manusia Muka Kucing mendengar bentakan menggelegar itu. Buru-buru dia rangkapkan kembali kedua tangannya di depan dada. Lalu dengan suara menghormat dia berkata
"Akan kulakukan semua perintah, Pimpinan!" Habis rangkapkan kembali tangannya di dada dan anggukkan kepalanya, Manusia Muka Kucing segera keluar dari bangunan itu. Dia tak lagi palingkan kepala sebelum tiba dj jalan semula ketika dia datang.
Sejenak lelaki muka kucing ini terdiam di bawah naungan langit yang semakin kelam. Pikirannya kembali pada persoalan tenaga 'lnti Petir' yang diinginkan oleh Iblis Segala Amarah.
"Tenaga 'lnti Petir'.. . Hm, begitu bodoh bila aku tak tertarik dengan apa yang dimiliki Pendekar Slebor! Bisa jadi bila aku yang memilikinya maka kesaktianku akan bertambah! Sudah lama aku hendak lepas dari segala kungkungan iblis celaka itu! Akan kupancing Pendekar Slebor mendalangi tempat ini. Bila aku dapat kesempatan. akan kucoba untuk menyerap tenaga Inti Petir milik Pendekar Slebor!. Ini kesempalan yang juga telah lama kutunggu.. Karena secara tak langsung, aku mengelahui apa yang di nginkan Iblis Segala Amarah pada Pendekar Slebor.. ." Habis kata-katanya, lelaki berparas kucing ini segera berkelebat meninggalkan tempat itu, menerobos malam yang pekat dengan segala rencana di benaknya. Rencana yang membuatnya semakin gigih dalam pertahankan hidup. Tcrutama, usaha lamanya untuk terbebas dari segala pijakan kaki Iblis Segala Amarah.
Sementara itu di dalam bangunan yang tertimbun oleh cahaya pekat hingga tak kclihatan sama sekali, Iblis Segala Amarah masih duduk di kursinya. Wajah tirusnya tertekuk dengan pikiran yangmelayanglayang. Tangan kurusnya mengepal kuat-kuat. Lamat-lamat nampak bibir keriputnya sunggingkan senyuman aneh. Ada tanda kepuasan dan penasaran dalam senyuman itu.
Kemudian terdengar kata-kalanya,
"Pendekar Cakra Sakti.. tak lama lagi kita akan buat perhitungan. Sampai hari ini aku lidak tahu kau berada di mana. Tetapi naluriku mengatakan kalau kau masih hidup. Entah dalam keadaan sakit ataukah masih segar bugar.. ." Kembali dia ferdiam. Beberapa hewan malam ramai bersuara di luar bangunan.
"Sebentar lagi. . semuanya sebentar lagi akan terlaksana dengan sempurna..." Menyusul terdengar tawanya yang keras bertalu- talu.
Hingga bukan hanya bagian-bagian bangunan itu yang runtuh. Ranggasan semak sejauh dua puluh tombak tercabut dan beterbangan ke udara..

SELESAI
PENDEKAR SLEBOR

Segera menyusul:
IBLIS SEGALA AMARAH


INDEX PENDEKAR SLEBOR
Samurai Berdarah --oo0oo-- Iblis Segala Amarah


Berita Top News - ANTARA News

Suara.com - Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini

Copyright@tanztj.2010. Powered by Blogger.

Followers