Iblis Segala Amarah
tanztj
March 12, 2011
INDEX PENDEKAR SLEBOR | |
Manusia Muka Kucing --oo0oo-- Pedang Buntung |
ANDIKA
Pendekar Slebor
Karya: Pijar El
EP: IBLIS SEGALA AMARAH
Pendekar Slebor
Karya: Pijar El
EP: IBLIS SEGALA AMARAH
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Cover oleh Henky
Editor: Puji S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
⸗ǂǂǂ⸗:: ( 1 ) ::⸗ǂǂǂ⸗
Dalam keasrian alam yang indah, nampak satu sosok tubuh berpakaian hijau pupus yang tak lain Pendekar Slebor adanya tiba di sebuah jalan setapak di sebelah barat Gunung Kerambang yang berdiri angkuh. Anak muda urakan yang baru berpisah dari Jaya Lantung dan Werdaningsih ini perhatikan sekelilingnya. Di kanan kiri dipenuhi ranggasan semak belukar dan beberapa pohon yang antara satu dengan lainnya berjarak cukup jauh.
"Kaki Kilat telah lumpuh. Fitnah yang melekat di diriku paling tidak sedikit demi sedikit telah lenyap.
Jaya Lantung dan Werdaningsih telah mendengar dari mulut Kaki Kilat sendiri, kalau dialah yang membunuh guru mereka. Hmmr... hanya tinggal menjelaskan pada Arya Sempala saja, kendati saat itu Dewi Cadar Biru nampaknya tidak percaya kalau aku yang membunuh Malaikat Keadilan...." Sebelum tiba di jalan ini, pemuda yang di lehernya melilit secarik kain bercorak catur ini berjumpa dengan Manusia Muka Kucing yang sedang lancarkan serangan pada Dewi Cadar Biru. Tokoh keji yang membuatnya penasaran untuk mengetahui ada apa di balik semua pembantaian yang dilakukannya, justru tak menangkap atau membunuhnya. Padahal beberapa tokoh telah dibunuhnya karena tak mau mengatakan di mana Andika berada.
Manusia Muka Kucing yang juga turut dalam pembunuhan pada Malaikat Keadilan, mencoba memancing kemarahan Dewi Cadar Biru dengan memfitnah Pendekar Slebor selaku pembunuh. Perempuan jelita bercadar biru untuk sesaat meragu, apalagi setelah mengetahui kalau pemuda itulah yang berjuluk Pendekar Slebor. Di saat itulah muncul Arya Sempala yang sebelumnya memang menuduh Andika sebagai pembunuh gurunya.
Secara bersamaan Manusia Muka Kucing pergunakan kesempatan itu untuk melarikan diri. Andika sendiri tak bermaksud untuk meladeni Arya Sempala.
Ditinggalkannya pemuda itu yang sedang geram di sisi Dewi Cadar Biru.
Lalu dia pun berjumpa dengan Jaya Lantung dan Werdaningsih yang sedang dipermainkan oleh Kaki Kilat. Berkat bantuan Andika, Kaki Kilat dapat dilumpuhkan. Dan anak muda ini bersyukur karena secara tak langsung, Kaki Kilat telah membuka mulut, kalau dirinya dan Manusia Muka Kucing lah yang telah membunuh Malaikat Keadilan.
Sekarang, anak muda berambut gondrong acakacakan ini memandang tak berkedip pada Gunung Kerambang yang berdiri angkuh. Timbunan kabut putih masih melingkupi puncak dan tubuh gunung itu.
"Seperti menyimpan misteri yang dalam, sebuah misteri yang tak pernah terpecahkan dan dapat muncul secara tiba-tiba.... Sama halnya mengapa Manusia Muka Kucing tak lakukan tindakan apa-apa tatkala bertemu denganku, padahal dia membunuhi siapa saja yang tak mau mengatakan di mana aku berada. Ada apa ini" Jangan-jangan... ada orang lain dibelakang Manusia Muka Kucing" Tetapi siapa?" Pemuda cerdik yang memiliki sepasang alis hitam tebal dan menukik laksana kepakan sayap elang, terdiam. Tangan kanannya memegang dagunya.
"Hmm... kalau memang dugaanku benar ada orang lain di belakang Manusia Muka Kucing, apa sebenarnya yang diinginkan orang itu" Bukankah lebih baik bila Manusia Muka Kucing menangkap atau membunuhku" Atau... ada sesuatu yang dikehendaki oleh orang di belakang Manusia Muka Kucing" Kutu monyet! Aku kok jadi makin penasaran saja!!" Pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Benar-benar kutu monyet! Ada apa sih sebenarnya" Huh! Bila berjumpa lagi dengan Manusia Muka Kucing, tak akan kulepaskan dia!! Gara-garanyalah kepalaku bisa pecah sewaktu-waktu!" dengusnya jengkel. Kejap kemudian dia tertawa sendirian, "Eh! Jangan pecah dulu, ah! Aku masih doyan makan nasi uduk!" Kembali Pendekar Slebor edarkan pandangannya ke sekeliling. Lalu arahkan lagi pada Gunung Kerambang. Namun kejap itu pula dipalingkan lagi ke arah kanan. Sejenak nampak keningnya berkerut.
"Busyet! Apakah aku tidak salah lihat" Ada bayangan hitam yang berkelebat cepat! Siapakah...
heiii!" Terputus kata-kata pemuda urakan pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini tatkala secara tiba-tiba satu gelombang angin dahsyat diiringi cahaya hitam yang keluarkan hawa dingin melabrak ke arahnya.
Tak sempat memikirkan dari mana asal angin dan sinar hitam itu, Andika cepat membuang tubuh ke samping kanan. Dan....
Blaaarrr!! Tanah yang tadi dipijaknya langsung terbongkar begitu terhantam angin dan sinar hitam ganas. Bongkaran tanah itu berhamburan ke udara.
Belum lagi Andika berdiri tegak, kali ini dua hamparan angin dipadu dengan dua cahaya hitam melabrak kembali. Udara yang masih cukup dingin, kali ini bertambah sangat dingin.
"Monyet pitak!! Apa-apaan ini"!" makinya sambil melompat ke samping kiri, lalu bergulingan dan berdiri tegak kembali.
Blaarr! Blaarrr!! Dua kali terdengar letupan keras disusul dengan muncratnya ranggasan semak belukar dipadu dengan tanah ke udara.
Sejenak Pendekar Slebor arahkan pandangan berkeliling. Kedua tangannya nampak berada di depan dada, bersiap dan telah dialirkan tenaga Inti Petir' tingkat kesepuluh. Namun tunggu punya tunggu, tak ada lagi serangan yang datang.
Sejenak Andika kerutkan keningnya.
"Kutu monyet! Apakah orang itu sudah jera untuk menyerangku karena gagal terus" Nah! Kalau sudah tahu siapa aku, memang tidak ada yang akan berani nekat menyerang"!" selorohnya konyol. Lalu sambungnya, "Siapa dulu dong orangnya" Andika...." Belum habis kata-katanya terdengar, mendadak menggebrak kembali gelombang angin dahsyat disertai lesatan sinar hitam. Suara yang keluar bukan alang kepalang mengerikannya.
Terkejut Andika mendapati labrakan ganas yang datang. Untuk menghindar pun sulit dilakukan karena sinar hitam dipadu gelombang angin itu menderu lebih cepat dari yang pertama dan kedua. Maka tak ada jalan lain kecuali memapaki.
Sambil geser kaki kirinya sedikit, kedua tangan yang telah dialiri tenaga 'Inti Petir' segera ditekuk ke atas di depan wajah.
Blaaammm!! Letupan terdengar keras begitu bentrokan terjadi.
Sinar hitam itu muncrat ke udara yang untuk sesaat menodai indahnya sinar surya.
Dan... astaga!! Tubuh Pendekar Slebor sampai terhuyung ke belakang tiga tindak, sementara sinar hitam yang entah dari mana datangnya kembali menderu.
"Monyet pitak! Siapa sih yang iseng lancarkan serangan begini" Bisa konyol kalau tidak segera kuselesaikan nih! Huh! Satu urusan belum selesai, sudah dihadang urusan lain!!" Lalu sambil buang tubuhnya kesamping kanan, Andika yang sempat melihat arah datangnya serangan tadi, segera melompat ke depan, ke balik ranggasan semak belukar. Seraya keluarkan suara dia gerakkan tangan kanan nya, "Hayo, Anak-anak! Jangan sembunyi terus! Kau mulai bikin jengkel Pak Guru, nih!!" Ranggasan semak belukar itu langsung tercabut begitu terkena pukulannya. Serta-merta mencelat ke depan satu sosok tubuh yang hanya sekali putar tubuh sosoknya sudah hinggap di atas tanah dengan ringannya. Andika sendiri segera balikkan tubuhnya. Sejenak kedua matanya terbeliak lebar sebelum nyengir, "Wah! Bagus sekali pakaian yang kau kenakan tuh! Di mana belinya, ya" Seharusnya kau beli yang lebih tipis lagi" Kali saja kan... asyik betul!!" Sosok tubuh yang ternyata seorang perempuan itu bergerak ke kanan. Wajahnya begitu jelita sekali dengan kulit putih yang menawan. Mengenakan pakaian serba hitam, panjang dan tipis hingga perlihatkan lekuk tubuhnya. Bahkan bagian bawah pakaiannya terbelah hingga ke pangkal paha. Di kepalanya terdapat sebuah mahkota bersusun tiga yang dipenuhi butiran mutiara. Saat berdiri tegak angin nakal meniup pakaian dan mengibarkannya, hingga gumpalan pahanya yang mulus begitu jelas terpampang. Di tangan kanannya, terdapat sebuah tombak yang di ujungnya terdapat trisula.
Untuk sesaat perempuan ini tak buka suara. Pandangannya tak berkedip pada Andika yang sedang garuk-garuk kepalanya. Kejap kemudian, terdengar katakatanya, "Anak muda... engkaukah yang berjuluk Pendekar Slebor?"
"Wah! Mana bisa kau menebak-nebak begitu" Eh! Kalau aku boleh menduga, apakah kau yang berjuluk Ratu Slebor?" balas Andika tengik. Lalu sambungnya dalam hati, "Tatapan dan cara bicaranya begitu kasar sekali. Aku harus berhati-hati." Wajah jelita si perempuan menekuk. Bibirnya merapat dingin dengan tatapan bertambah menusuk.
Tiba-tiba dia berseru menggelegar, "Jawab pertanyaanku! Jangan sampai kau sesali kebodohanmu ini!!" Justru sikap yang diperlihatkan perempuan itu makin membuat anak muda urakan ini bertambah urakan. Sembari perlihatkan cengirannya dulu, dia berkata.
"Kalau kau tidak mau membenarkan dugaan-ku tadi, mana bisa kujawab"!"
"Baik! Aku datang dari Lembah Hitam! Julukanku Ratu Hitam! Cepat katakan siapa kau sebenarnya, sebelum mampus berkalang tanah!!"
"Ratu Hitam.... Ratu Hitam.... Baru kali ini kudengar julukannya. Begitu angker dan mengerikan. Sikapnya pun sungguh tak ramah. Dari caranya bertanya, jelas dia sangat menginginkanku. Tetapi, dia hanya ta-hu tentang julukanku dan tak mengenal siapa Pendekar Slebor sebenarnya. Aku tak boleh bertindak gegabah." Habis membatin begitu, Andika berkata, "Kau sebenarnya kenapa sih" Kok begitu getol menyangkaku Pendekar Slebor"!"
"Jangan berdalih! Ciri-ciri yang melekat padamu, adalah ciri-ciri Pendekar Slebor!" sentak Ratu Hitam sambil menuding.
"Busyet! Kalau kau berpatokan pada ciri-ciri seseorang, begitu melihatmu aku jadi teringat seseorang juga! Kupikir kau pedagang pecel di pasar Jantung yang genit itu! Eh, tidak tahunya bukan!"
"Keparat!! Aku tak mungkin salah! Orang yang menyuruhku jelas mengatakan seperti pemuda inilah ciri-ciri Pendekar Slebor! Bahkan dia mengatakan, kalau Pendekar Slebor memiliki tenaga 'Inti Petir' yang mengerikan. Tadi memang kudengar seperti salakan petir di saat dia menahan seranganku. Hanya karena gemuruh angin yang terdengar kuat dari seranganku saja suaranya jadi agak tersamar. Baiknya, kuuji saja sekali lagi!!" Memutuskan demikian, tanpa geser tubuhnya, perempuan jelita berpakaian tipis menerawang ini mendadak gerakkan tombak yang dipegangnya. Saat itu pula sinar hitam meluncur deras disertai angin keras ke arah Pendekar Slebor.
"Busyet! Rupanya sinar hitam itu berasal dari tombak yang di ujungnya terdapat trisula!!" desisnya sambil buang tubuh ke kanan. Sementara tanah yang dipijaknya tadi langsung terbongkar begitu terhantam sinar hitam.
Menyusul Ratu Hitam terus menerus gerakkan tangan kanannya yang memegang tombak. Hingga terus menerus pula sinar-sinar hitam yang diiringi gemuruh angin itu menderu dan meletup. Menghantam tanah, batang kayu dan ranggasan semak belukar.
Namun pemuda tampan yang di lehernya melilit kain bercorak catur ini masih terus saja menghindar dengan pergunakan ilmu peringan tubuhnya. Kalau semula Andika tadi memapaki itu disebabkan karena dia tidak tahu dari mana asal serangan. Kali ini orang yang melancarkan serangan berada di hadapannya, sudah tentu dengan mudah akan dihindarinya.
"Jahanam!" maki Ratu Hitam dalam hati.
"Nampaknya dia tahu apa yang kuinginkan! Sejak tadi dia tak coba menahan atau membalas seranganku! Hhh! Sulit bagiku sekarang untuk buktikan apakah dia memiliki tenaga 'Inti Petir' yang membuktikannya sebagai Pendekar Slebor atau tidak. Tetapi... akan kupaksa dia melakukannya!!" Kendati Ratu Hitam ngotot terus menerus lancarkan serangan yang berasal dari tombaknya, Pendekar Slebor tetap hanya menghindar. Ini semata dilakukan karena dia ingin tahu siapa sesungguhnya Ratu Hitam.
Bahkan Andika memutuskan untuk meninggalkan perempuan ini. Karena dia masih penasaran dengan rahasia apa yang ada di balik seluruh rencana Manusia Muka Kucing. Namun untuk menghindar dari sergapan serangan Ratu Hitam pun tak mudah dilakukannya. Karena sekarang perempuan berpakaian hitam tipis itu sudah mencelat ke depan. Bukan hanya gerakkan tombaknya yang semata-mata untuk lepaskan sinar-sinar hitam, melainkan juga mulai memukul, menyabet dan menusuk. Setiap kali tongkat itu digerakkan terasa sekali hawa dingin menusuk.
Lama kelamaan Andika menjadi jengkel juga.
"Ini tak boleh kubiarkan!!" Memutuskan demikian, dengan cara yang aneh yakni melompat-lompat laksana monyet kebakar ekornya, Andika melenting ke atas, memutar dan begitu hinggap lagi di atas tanah langsung melompat kembali.
Serangan tombak yang dilakukan Ratu Hitam makin tak beraturan sekarang, karena gerakan yang dilakukan Andika sungguh tak beraturan. Dia seperti seenak jidatnya saja melompat ke sana kemari.
Bahkan secara tiba-tiba lakukan jotosan ke punggung Ratu Hitam yang begitu rasakan deru angin langsung melompat ke samping kanan.
Wuuuttt!! Tombaknya langsung disabetkan. Yang disabet tarik diri ke belakang sambil lepaskan tendangan ke wajah.
"Jahanam!!" maki Ratu Hitam sambil merunduk dan segera tusukkan tombaknya ke dada Andika.
Kali ini tak mungkin bagi Andika untuk menghindar kembali. Sambil melompat dengan tubuh membujur, tangan kanannya telah menghantam bagian tengah tombak itu. Terdengar suara seperti salakan petir bersamaan dengan suara 'krakk'! Terkejut bukan alang kepalang Ratu Hitam melihat tombaknya yang terbuat dari kayu sangat langka patah menjadi dua. Ujung tombak yang terdapat trisula itu jatuh ke tanah dan pancarkan sinar hitam ke berbagai penjuru.
Bukan hanya Andika yang harus menghindar sekarang, Ratu Hitam sendiri segera bergulingan ke belakang disertai makian keras. Tatkala sinar-sinar hitam itu berhenti, dengan kemarahan tinggi, perempuan jelita ini meluruk ke depan setelah lemparkan patahan tombak ke belakang.
Bersamaan terdengar suara berderak akibat patahan tongkat yang dilempar asal saja itu menghantam sebuah pohon yang tumbang di bagian atas, Ratu Hitam segera rangkapkan kedua tangannya di depan dada. Di seberang, Andika melihat bagaimana tubuh perempuan itu nampak bergetar. Menyusul terlihat asap hitam mengepul ke udara. Bau yang tak sedap segera tercium.
"Celaka! Nampaknya dia telah keluarkan ilmu yang tentunya sangat diandalkan!!" Tubuh bergetar Ratu Hitam lamat-lamat mulai normal kembali. Namun asap hitam itu masih keluar.
Wajah jelitanya terlihat begitu angker dan mengerikan.
Tatapannya menusuk tak berkedip. Mulutnya merapat.
Lamat-lamat terdengar suaranya laksana dari dalam sumur, "Aku yakin, kau adalah Pendekar Slebor! Terbukti dari pukulanmu tadi! Kau harus membayar perbuatanmu yang telah mematahkan tombak kesayanganku!!" Habis bentakannya, mendadak saja dia bergerak.
Kaki kanan kirinya bergerak zig-zag seperti menyeret tanah yang langsung berhamburan ke udara. Gerakannya sungguh cepat. Menyusul kedua tangannya yang tadi dirangkapkan di depan dada digerakkan memutar.
***
⸗ǂǂǂ⸗:: ( 2 ) ::⸗ǂǂǂ⸗
Segera dia alirkan tenaga panas dalam tubuhnya.
"Brengsek! Bikin aku makin jengkel saja!!" rutuk-nya sambil menghindar kembali karena serangan susulan perempuan berpakaian serba hitam itu sudah melabrak ke arahnya.
Kali ini, anak muda dari Lembah Kutukan itu tak mau dirinya dijadikan semacam kelinci percobaan belaka. Begitu berhasil hindari gempuran lawan, tangan kanannya dijotoskan dari bawah ke atas. Kelihatan jelas perempuan berjuluk Ratu Hitam nampak terkejut. Bukan dikarenakan tenaga besar yang mengarah padanya, melainkan gerakan yang begitu cepat yang diperlihatkan Andika. Sambil keluarkan makian jengkel, perempuan setengah baya berparas jelita ini langsung tekuk sikunya.
Desss!! Justru yang terjadi kemudian sesuatu yang mengejutkan. Karena begitu jotosannya dihalangi tekukan siku Ratu Hitam, Andika merasa tangan kanannya bergetar. Tanpa sadar dia surut lima tindak ke belakang.
Tatkala dilihat, tangan kanannya agak membiru.
"Gila! Rupanya tombak yang tadi dipergunakan hanyalah sebagai pelengkap, bukan sebuah senjata yang mematikan, karena serangan dan tenaga yang diperlihatkan yang mematikan! Kutu monyet!!" Andika sendiri tak bisa berdiam dirt lebih lama, karena dengan suara tawa yang keras, Ratu Hitam sudah menggebrak kembali.
"Tak ada yang akan mampu tandingi ajian 'Karang Es'!"
"Kura-kura buduk! Dia hanya merasakan sebagian kecil tenagaku! Biar kuberi pelajaran perempuan ini!" Sambil menghindari ke belakang, Andika segera susulkan jotosan tangan kanannya.
Terdengar suara salakan petir yang cukup keras.
Dan kali ini masing-masing orang surut ke belakang.
Saat berdiri tegak, Ratu Hitam yang tadi sudah tersenyum senang, kali ini terlihat terbeliak kaget. Tak percaya dengan apa yang dirasakannya sekarang.
"Gila! Bagaimana dia bisa mengubah tenaganya lebih besar dalam waktu yang sangat cepat" Apakah tenaga 'Inti Petir' bertingkat-tingkat?" desisnya tanpa lakukan apa-apa kecuali hanya berdiri tegak sambil pandangi tak berkedip pada pemuda di hadapannya.
Di seberang Andika sedang mendesis, "Hmmm...
rupanya tenaga serangan dari ajian 'Karang Es' yang dimiliki perempuan ini dapat ditandingi dengan tenaga 'Inti Petir' tingkat ketiga. Berarti, dengan pergunakan tenaga 'Inti Petir' tingkat kedua dan kesatu sudah tentu dia dapat kuatasi. Hanya saja... aku tak mau lakukan itu sebelum kuketahui secara pasti apa yang diin-ginkannya...." Sementara itu Ratu Hitam sedang menggeram dalam hati, "Jahanam terkutuk! Sia-sia selama ini kujadikan ajian 'Karang Es' sebagai ajian andalan! Tetapi dapat kuketahui sebabnya... karena hawa panas dari tenaga 'Inti Petir' yang dimiliki pemuda itu dapat mere-dam hawa dingin dari ajian 'Karang Es'. Bila tidak, sudah tentu dia akan mampus di tanganku!! Tetapi... aku datang menemuinya bukan untuk membunuhnya! Melainkan untuk...." Memutus kata batinnya sendiri dia berkata, "Pendekar Slebor! Kita hentikan pertikaian ini untuk sementara!"
"Begitu juga boleh!" sahut Andika sambil nyengir.
"Tetapi... apakah kau tidak mau mengatakan mengapa kau mencariku dan menyerangku sedemikian rupa" Kalau kau tidak mau mengatakannya... ya... berarti perutku makin lapar" Busyet! Apa hubungannya?"
"Setan! Sikapnya benar-benar seenak perutnya sa-ja! Tetapi aku harus memperingatkannya!" kata Ratu Hitam dalam hati. Kemudian katanya, "Pernahkah kau mendengar julukan Pendekar Cakra Sakti?" Mendengar pertanyaan orang, Andika tak segera menjawab. Dia justru kerutkan kening dengan pandangan tak berkedip.
"Pendekar Cakra Sakti" Terus terang... baru kali ini kudengar julukan itu.
Tetapi mengapa kau tanyakan soal itu kepadaku?"
"Sudahkah kau mendengar julukan Iblis Segala Amarah?" Ratu Hitam ajukan tanya lagi.
"Busyet! Kok kau banyak tanya betul sih" Jangan-jangan kau petugas dari kantor Kotapraja yang lagi menghitung jumlah penduduknya" Tetapi kalau memang ada jatah makanan, tolong aku diingat-ingat ya?"
"Jawab pertanyaanku!!" bentak Ratu Hitam dengan suara menggelegar.
"Ampun! Kau ini kok galak amat, ya?" desis Andika mencibir. Begitu melihat tatapan sengit Ratu Hitam, anak muda gondrong ini buru-buru berkata, "Iya, iya! Aku sama sekali tidak mengenal orang-orang yang kau tanyakan tadi! Mendingan jelaskan saja biar kepalaku tidak pusing!"
"Aku tak biasa bertele-tele! Iblis Segala Amarah bermusuhan dengan Pendekar Cakra Sakti! Iblis Segala Amarah menghendaki tenaga 'Inti Petir' dalam tubuhmu untuk menyempurnakan ilmu yang sedang didalaminya! Bila dia sudah mendapatkan, maka dia akan membunuh Pendekar Cakra Sakti!"
"Busyet! Mereka yang bermusuhan, mengapa aku yang jadi korban" Huh! Seperti apa sih Iblis Segala Amarah itu" Aku jadi ingin menendang pantatnya! Ngomong-ngomong... mengapa urusan itu dilimpahkan padaku?"
"Tadi kukatakan, aku tak bisa bertele-tele! Kau ca-ri sendiri jawabannya!" Habis kata-katanya Ratu Hitam menjejakkan kaki kanannya ke tanah. Serta-merta potongan tombak yang di ujungnya terdapat trisula terangkat naik mengarah padanya dan langsung ditangkap. Sambil pandangi Pendekar Slebor dia berkata, "Kau harus berhati-hati dalam masalah ini!" Kejap berikutnya sosok perempuan berpakaian hitam panjang terbelah hingga ke pangkal paha ini sudah berkelebat ke arah barat.
Tinggal Andika yang memaki-maki panjang pendek.
"Enak saja ngomong! Huh! Kenapa aku yang jadi korban sih" Mengapa aku yang...." Mendadak saja anak muda ini memutus katakatanya sendiri. Sejenak dia terdiam dengan kening berkerut. Setelah agak beberapa lama, terdengar kembali suaranya, "Jangan-jangan... semua ini yang berada di balik rencana Manusia Muka Kucing" Menilik kata-kata Ratu Hitam, yang menghendaki tenaga 'Inti Petir' dan secara tidak langsung berarti akan memutuskan nyawaku adalah Iblis Segala Amarah. Apakah...." Kembali anak muda ini terdiam, berpikir keras.
Lalu katanya lagi, "Manusia Muka Kucing.... Iblis Segala Amarah... hmm, ya, ya... jelas ini ada hubungannya.
Jelas ini jawaban atas pertanyaanku. Manusia Muka Kucing mendapat perintah dari Iblis Segala Amarah untuk tidak membunuhku, melainkan memancing kemunculanku. Bila aku sudah muncul, kemungkinan besar Iblis Segala Amarah yang menghendaki tenaga 'Inti Petir' dalam tubuhku akan muncul. Dan berarti...
ya, ya.... Orang itulah pangkal dari semua bencana yang terjadi." Saat ini matahari semakin naik. Udara di sekitar tempat itu mulai ditingkahi hawa panas yang cukup menyengat.
"Tetapi... siapa sebenarnya Ratu Hitam" Sebelumnya dia begitu bernafsu menyerangku, bahkan secara tidak langsung dapat membunuhku dari seranganserangannya" Namun justru dia yang mengatakan semua ini. Hmmm... siapa dia sebenarnya" Dan siapa pula sesungguhnya Pendekar Cakra Sakti" Kutu monyet! Semakin banyak urusan yang belum terpecahkan, semakin terasa nyut-nyutan kepalaku! Hhh! Baiknya kuteruskan niat semula untuk mencari Manusia Muka Kucing! Dan tentunya.... Iblis Segala Amarah!!" Habis kata-katanya, pemuda berambut gondrong acak-acakan ini pandangi sekitarnya. Kejap kemudian dia sudah berkelebat meninggalkan tempat itu, ke arah Gunung Kerambang.
*****
Angin siang berdesir dan gugurkan beberapa dedaunan. Setelah itu, sosok perempuan jelita berpakaian biru-biru palingkan kepalanya pada pemuda di samping kanannya.
"Arya... apakah kau masih menduga kalau Pendekar Slebor yang telah membunuh gurumu?" Pemuda berpakaian biru gelap dengan celana pangsi hitam itu tatap perempuan jelita yang sebagian wajahnya ditutupi cadar biru tipis.
Kejap kemudian kepala si pemuda yang tak lain Arya Sempala adanya, menggeleng-geleng.
"Aku tidak tahu, Bibi," katanya.
"Apa yang kulihat waktu itu, memang bukan sebuah jaminan kalau Pendekar Slebor telah membunuh Guru. Dan rasanya...
aku mulai sadar kalau aku telah salah menduga...." Perempuan jelita yang di kepalanya terdapat sebuah konde kecil yang dihiasi ronce bunga mawar di sekelilingnya berkata lagi, "Bagus kalau memang demikian adanya. Arya...
dapatkah kau menebak mengapa Manusia Muka Kucing tidak menangkap atau membunuh Pendekar Slebor?" Arya Sempala kembali terdiam dulu sebelum menjawab, "Aku tidak punya dugaan yang menarik tentang itu. Tetapi terus terang, aku memang heran, Bibi." Perempuan bermata jernih yang tak lain Dewi Cadar Biru adanya tersenyum.
"Aku pun demikian. Tetapi, rasanya kini mulai tergambar di benakku apa yang diinginkan Manusia Muka Kucing sebenarnya."
"Apa itu, Bibi?"
"Tentunya... di belakang semua ini masih ada orang lagi yang menunggangi Manusia Muka Kucing.
Dan lelaki celaka itu hanya diberi tugas oleh orang yang berada di belakangnya untuk memancing keluar Pendekar Slebor dengan menjadikan orang-orang termasuk gurumu sebagai korban."
"Bila memang demikian adanya, dapatkah Bibi menduga siapa orang itu?"
"Aku tidak tahu sama sekali Bahkan aku tidak ta-hu apa maksudnya menginginkan Pendekar Slebor.
Kendati demikian, tentunya orang itu mengharapkan sesuatu yang dimiliki Pendekar Slebor." Masing-masing orang terdiam. Angin terus berhembus. Arya Sempala teringat bagaimana dia bersama Jaya Lantung mencoba menyerang Pendekar Slebor.
Bahkan menghalangi niat baik pemuda itu untuk membantu mengobati gurunya. Dan yang tak pernah diduganya sama sekali, kalau pemuda itulah yang dicari oleh Manusia Muka Kucing dan gurunya menjadi korban karena tak mau mengatakan di mana Pendekar Slebor berada. Sesungguhnya bukan tidak mau, tetapi Malaikat Keadilan memang tidak tahu di mana Pendekar Slebor berada.
Namun Manusia Muka Kucing tak mau peduli.
Dia bukan hanya mencelakakan gurunya, tetapi juga paman gurunya, Paksi Uludara, dan bibi gurunya, si Naga Biru. Sungguh perbuatan terkutuk yang tak pernah bisa dimaafkan.
Dan beberapa waktu lalu dia hampir saja terlibat kesalahpahaman yang sangat fatal, kalau saat itu dia menuduh Pendekar Slebor telah membunuh gurunya (Untuk lebih jelasnya, silakan baca :"Manusia Muka Kucing").
"Bibi... apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Arya Sempala sambil menarik napas.
"Aku akan tetap memburu Manusia Muka Kucing untuk menghentikan semua sepak terjangnya. Akan tetapi, aku masih dibingungkan oleh masalah besar, tentang siapakah orang yang berada di balik semua ini.
Bila kita tidak tahu siapa adanya orang, sudah dapat dipastikan dengan mudah kita dicelakai. Paling tidak diperdaya mentah-mentah." Kembali tak ada yang keluarkan suara. Arya Sempala yang sesungguhnya sudah tidak dapat menahan diri lagi untuk mencari Manusia Muka Kucing pun merasa tidak tenang dengan kata-kata bibinya.
"Bila demikian adanya, urusan justru bertambah melebar. Ah, aku jadi ingin sekali berjumpa dengan Pendekar Slebor, guna meluruskan kesalahpahaman yang telah terjadi...." Selagi pemuda berwajah kasar namun memiliki hati lembut itu membatin, Dewi Cadar Biru buka suara, "Arya... aku juga mencemaskan keadaan kedua adik seperguruanmu itu...." Arya Sempala anggukkan kepalanya.
"Demikian pula denganku, Bibi. Tetapi mudahmudahan Jaya Lantung dapat menjaga Werdaningsih.
Aku pun menjadi tidak enak karena sedikit banyaknya telah bersikap kasar pada Jaya Lantung tentang lenyapnya Guru. Ah... terus terang Bibi, hati dan piki-ranku saat ini begitu kacau...." Dewi Cadar Biru tersenyum.
"Arya... kau masih muda. Terkadang dalam usia muda masih tersimpan emosi yang meledak-ledak. Kalaupun kau bersikap demikian, kupikir sesuatu yang wajar." Kata-kata Dewi Cadar Biru membuat hati Arya Sempala sedikit tenteram.
"Terima kasih, Bibi...."
"Sudahlah, lebih baik kita teruskan langkah kita, Arya. Siapa tahu kita beruntung dapat berjumpa kembali dengan Manusia Muka Kucing. Bahkan, berharap dapat bertemu dengan orang yang berada di balik Manusia Muka Kucing." Arya Sempala anggukkan kepala.
Kejap kemudian, keduanya segera berkelebat ke arah timur Gunung Kerambang.
Lima tarikan napas berikutnya, tahu-tahu melesat satu sosok tubuh berpakaian kuning gading. Sosok lelaki ini tinggi besar. Rambutnya hitam panjang dengan ikat kepala warna kuning gading melingkar di keningnya yang agak nonong.
"Hmmm... orang-orang yang mencari Manusia Muka Kucing" Apa lagi yang diperbuat oleh manusia satu ini" Dan sungguh sialan karena dia tidak mengajakku serta dalam permainan yang nampaknya mengasyikan!" desis lelaki yang kedua tangannya nampak dipenuhi bulu warna loreng hingga ke siku.
Di bibir tebal menghitam lelaki ini mendadak saja terpampang sebuah senyuman.
"Sungguh menyenangkan! Ya, ya... kendati Manusia Muka Kucing tidak mengajakku serta, aku jadi ingin melibatkan diri! Seperti dulu! Seperti masa lalu di saat aku bergabung dengan Manusia Muka Kucing bikin kekacauan di bagian selatan! Hahaha... Manusia Muka Kucing, kau akan senang kedatangan kambrat setiamu ini, Manusia Tangan Harimau!! Aku akan mencarimu dulu! Urusan pemuda dan perempuan bercadar biru urusan belakangan!" Berkumandang keras tawa lelaki yang wajahnya dipenuhi jerawat memerah itu hingga perutnya yang agak membuncit berguncang.
Satu tarikan napas berikutnya, lelaki berjuluk Manusia Tangan Harimau ini sudah berkelebat berlawanan arah dari perginya Dewi Cadar Biru dan Arya Sempala.
***
⸗ǂǂǂ⸗:: ( 3 ) ::⸗ǂǂǂ⸗
Matahari kembali terbangun lagi dari tidurnya. Hamparan bening cahaya keemasannya yang masih belum terlalu panas, telah menerangi persada.
Dalam naungan indahnya sinar matahari, nampak satu sosok tubuh berkelabat cepat di sebuah jalan setapak. Gerakannya lincah sungguh menawan sekaligus menakjubkan. Rintangan seperti ranggasan semak belukar, akar yang melintang keluar, dan jalan berliku penuh pohon, dilewati dengan mudah tanpa terganggu sedikitpun. Dari caranya itu menandakan bahwa orang yang berlari bukan orang sembarangan.
Tak lama kemudian, di sebuah persimpangan yang dihuni oleh ranggasan semak belukar dan pepohonan tinggi, orang yang bergerak tadi menghentikan larinya. Tak ada desah nafas yang terdengar, tanda orang ini memiliki ilmu peringan tubuh yang tinggi.
Sepasang matanya yang kelabu dan menjorok ke dalam, diedarkan kesekelilingnya. Sekejap kemudian terdengar makiannya yang cukup nyaring, menandakan dia seorang perempuan, "Setan alas! Dimana harus kutemui lelaki tua bau tanah itu! Apa dia tidak mendengar kalau Iblis segala Amarah saat ini sedang berusaha mendapatkan tenaga "Inti Petir" dari pemuda berjuluk Pendekar Slebor" Keparat bungkuk! Jangan-jangan... dia justru malah tenang-tenang saja dengan makian-makiannya yang tidak sedap! Huh! Dasar aku sendiri yang bodoh! Mau susah payah mencarinya!" Kembali mulut perempuan tua yang berusia sekitar tujuh puluh tahun ini memaki-maki tak karuan.
Mulutnya keriput sampai mencang-mencong karenanya. Siapa sebenarnya perempuan yang nampak pemarah ini" Dia bernama Mayang Kunting, perempuan tua yang berasal dari Danau Tibar. Sejak muda Mayang Kunting dikenal sebagai perempuan dari golongan lurus yang selalu mengatasi perbuatan makar yang terjadi di depan matanya. Dari sikap dan tutur katanya yang terdengar, jelas kalau si nenek yang kenakan pakaian luar panjang warna biru sementara pakaian dalamnya berwarna kuning, nampak sedang mencari seseorang. Terdengar lagi suara makiannya, "Kalau memang dia masih asyik dengan kegiatannya sendiri yang entah apa dilakukannya, sungguh celaka! Dasar manusia menjengkelkan! Apa dia pikir Iblis Segala Amarah tak akan pernah mengumbar dendam" Atau dia berpikir Iblis Segala Amarah justru senang karena empat puluh tahun lalu lelaki celaka itu dihentikan olehnya" Dasar kapiran! Benar-benar kutu busuk!" Si nenek kembali edarkan pandangannya. Setelah keluarkan makiannya lagi, perempuan tua ini kembali berkelebat. Di sebuah tempat yang agak terbuka, kembali si nenek hentikan kelebatannya dan memaki-maki lagi "Jahanam keparat! Di mana dia berada sebenarnya" Sudah kujelajahi Lembah Jala namun tak kutemukan sosoknya! Jangan-jangan... dia sudah mampus" Huh! Kalau sudah mampus, buat apa aku repotrepot begini memperingatinya! Bila saja aku tak pernah mencintainya, sudah kubiarkan dia mampus! Dipikirnya dia masih mampu tandingi Iblis Segala Amarah bi- la lelaki celaka itu berhasil menyerap Tenaga 'Inti Petir' dari Pendekar Slebor" Dasar tua bangka tak tahu...." Mendadak saja Mayang Kunting memutus makiannya sendiri. Serta-merta sepasang matanya dijerengkan. Kejap kemudian melirik ke arah sebuah pohon yang berjarak empat tombak dari tempatnya berdiri.
"Kurang asem! Ada yang iseng mengintip" Huh! Apa orang itu berpikir kalau aku seorang perawan montok?" Kembali si nenek terdiam dengan tatapan sengit.
Kemudian membatin lagi, "Benar-benar kurang asem! Dipikirnya aku tak lakukan tindakan apa-apa, karena aku tidak tahu dia mengintip" Pengen tahu siapa aku rupanya!!" Habis membatin begitu, mendadak saja Mayang Kunting gerakkan kedua tangannya ke arah pohon besar sejarak empat tombak dari tempatnya.
Serta-merta menggebrak gelombang angin besar begitu kedua tangan si nenek didorong ke depan.
Wuuusss!! Blaaarr!! Saat itu pula pohon besar yang diyakininya ada orang yang mengintip kehadirannya, pecah berantakan. Menyusul terdengar gemuruh suara berdebam keras tatkala pohon itu terbanting di atas tanah. Ranggasan semak belukar yang tertindih langsung tercabut dan berpentalan ke udara.
Mayang Kunting mendengus, tatkala dilihatnya tak seorang pun yang keluar dari tempat itu. Lamatlamat diturunkan tangan kanannya yang siap untuk lancarkan serangan kembali.
"Hebat bila manusia celaka itu dapat hindari gem-puranku tadi! Tetapi, apakah tak mungkin bila manusia itu sudah menjadi serpihan daging karena terhajar pukulanku?" kata Mayang Kunting dalam hati sambil menunggu beberapa saat.
Setelah tak ada sosok tubuh yang keluar, nenek ini membatin lagi, "Jelas kalau pengintip iseng itu sudah mampus! Huh! Salahnya sendiri! Sekarang, baiknya kulanjutkan perjalananku untuk mencari tua bangka itu!" Namun belum lagi perempuan tua ini jalankan maksud, tiba-tiba saja terdengar teriakan keras, "Celaka! Betul-betul perempuan celaka! Sudah menyerangku sedemikian rupa, mau kabur begitu saja! Enak betul! Aku harus membalas! Harus kubalas dulu biar kau tidak kurang ajar!!" Belum lagi habis terdengar bentakan itu, satu sosok tubuh berpakaian putih-putih yang sangat kusam, telah muncul dengan kedua tangan berada di belakang. Tubuh lelaki berambut putih panjang tak beraturan ini agak membongkok. Dan matanya melotot jengkel pada Mayang Kunting.
Yang dibentak sesaat menggeram, tapi kejap kemudian keluarkan suara, "Tua bangka celaka! Sudah kucari ke segenap penjuru, tidak tahunya kau muncul begitu saja! Dasar kurang kerjaan!!"
*****
"Keparat bau tanah! Aku mencarinya justru untuk memperingatkan kemunculan Iblis Segala Amarah, ta-pi dia berkata seenak perutnya saja!" maki Mayang Kunting dalam hati. Lalu berseru, "Sejak muda kau masih juga bicara seenaknya yang terkadang menya-kitkan telinga orang yang mendengar! Apakah kau pi- kir aku senang mendengarnya, hah"!"
"Kalau kau tidak senang! Silakan pergi dari sini!!"
"Kurang asem! Dari dulu lagakmu begitu sengak! Biar kucoba dulu kehebatanmu sekarang, sebelum kusampaikan apa yang hendak kukatakan!!"
"Tunggu, tunggu!" si kakek angkat tangan kanannya.
"Apa yang hendak kau katakan?"
"Huhh! Rupanya kau sudah jeri, hah" Nyalimu sudah ciut! Apa yang sebenarnya kau makan selama ini hingga kau jelmakan dirimu menjadi tikus, Pendekar Cakra Sakti?" Lelaki bungkuk itu keluarkan dengusan.
"Sudah tentu aku makan nasi!!"
"Tak usah banyak mulut! Kuhajar dulu, baru kukatakan!!" Habis kata-katanya, Mayang Kunting segera menerjang ke depan disertai teriakan keras.
Terkesiap Pendekar Cakra Sakti menangkap gebrakan pertama dari Mayang Kunting. Tetapi, tanpa menggeser posisi dari tempatnya, lelaki tua bertubuh bungkuk ini hanya gerakkan tangan kanannya saja.
Wussss! Serangkum angin menderu, menghantam sekaligus mendorong labrakan angin yang siap menghantam pecah kepalanya.
Blaaamm! Serta-merta gelombang angin yang dilepaskan Mayang Kunting pecah berantakan. Namun anehnya, mendadak saja gelombang angin itu seperti bersatu kembali di saat Mayang Kunting tekukkan kedua tangannya dan serta-merta gelombang angin itu menerjang kembali ke arah Pendekar Cakra Sakti.
Kakek berpakaian putih-putih kusam ini sesaat melengak melihat keanehan sekaligus kehebatan serangan yang dilakukan oleh Mayang Kunting.
Tanpa disadarinya Pendekar Cakra Sakti keluarkan seruan tertahan seraya melompat ke samping.
"Sekian tahun tak berjumpa, ternyata kau makin hebat saja, Mayang!!" serunya dan secara mendadak kedua tangannya berputar di depan dadanya. Semakin lama putaran kedua tangan itu semakin hebat dan nampak laksana putaran roda belaka.
Di seberang Mayang Kunting ganti mendengus.
"Kau sudah keluarkan ilmu 'Cakra Seribu' Huh! Apakah kau sudah tak punya kemampuan lagi!"
"Nenek celaka! Sudah tentu aku tak ingin mampus dihajar olehmu! Atau kau pikir... enak dihajar begitu, hah"!"
"Ilmu 'Cakra Seribu' pernah mengalahkan Iblis Segala Amarah! Tetapi aku tak yakin dapat lagi tandingi manusia itu bila dia berhasil menyerap tenaga 'Inti Petir' dari tubuh Pendekar Slebor!!" Habis makiannya, Mayang Kunting sudah menerjang ke depan. Kali ini kedua tangannya segera didorong bergantian. Bukan hanya gelombang angin yang menderu ke arah Pendekar Cakra Sakti, kabut-kabut hitam bergulung-gulung pun melabrak dengan keluarkan suara ganas.
Di depan, sepasang tangan Pendekar Cakra Sakti yang sejak tadi berputaran tanpa keluarkan suara, kali ini seperti berdesingdesing mengerikan. Mendapati hal itu, nampak Mayang Kunting hentikan gerakannya.
"Gila! Ilmu 'Cakra Seribu' nya semakin hebat saja! Setahuku, angin yang keluar tak berdesing laksana hujanan anak panah!" Bukannya teruskan serangan, Mayang Kunting justru hentakkan kaki kanannya di tanah. Hentakan itu sudah tentu mengandung tenaga dalam yang tinggi karena tanah yang terpijak langsung amblas sebatas lutut. Tatkala kakinya ditarik kembali, tanahnya pun ambrol ke udara.
Kejap kemudian si nenek berseru jengkel, "Iblis Segala Amarah hendak teruskan urusan lama!!"
"Aku sudah tahu!!"
"Tetapi tentunya kau tidak tahu apa yang akan dilakukannya"!"
"Aku sudah tahu! Dia sedang memperdalam sebuah ilmu yang diciptakannya! Dan ilmu itu akan hasilkan satu gebrakan yang mengerikan bila digabung dengan tenaga 'Inti Petir'! Semua itu dilakukan, karena dia hendak membunuhku! Bukan main! Sungguh hebat aku ini, ya" Kok ada orang yang mau melatih diri terus menerus dan tega mengorbankan orang lain hanya untuk membunuhku! Betul-betul hebat aku ini!!" Melihat sikap konyol Pendekar Cakra Sakti, Mayang Kunting mendengus.
"Apa yang hendak kau lakukan sekarang?"
"Mencari Pendekar Slebor!!"
"Dasar bodoh! Mengapa tidak langsung mencari Iblis Segala Amarah"!" melotot si nenek.
"Busyet! Kau sendiri yang bodoh, mengapa mengata-ngatai aku bodoh" Kau pikir aku tahu di mana manusia itu berada" Sudah tentu yang harus kuberitahukan adalah Pendekar Slebor! Konon dia adalah pewaris dari Pendekar Lembah Kutukan! Busyet! Kayak apa tuh anak muda, ya" Punya Guru gemblung seperti Saptacakra, sudah tentu dia lebih gemblung lagi!"
"Jaga mulutmu!" sentak Mayang Kunting keras.
"Sejak muda kau selalu bicara seenak jidatmu saja!"
"Kalau seenak perutku ya, bingung! Bisa-bisa keluar dari belakang lagi!"
"Sungguh aku tak pernah mengerti, mengapa sejak muda aku mencintai lelaki kurang asem ini" Dasar cinta itu buta! Aku tak habis pikir mengapa dapat melakukannya"!" maki Mayang Kunting dalam hati. Lalu katanya, "Kau memang tak pernah berterimakasih pa-da siapa pun juga! Apakah kau selalu merasa senang mempermainkan orang dengan kata-kata sialanmu itu, hah" Atau kau... hmmmpphhh!!" Kata-kata si nenek mendadak saja terputus, tatkala secara tiba-tiba Pendekar Cakra Sakti telah berkelebat merangkulnya. Lalu mulutnya yang keriput, mengecup mulut keriput si nenek. Sudah tentu Mayang Kunting yang tak menyangka akan hal itu menjadi gelagapan.
"Hei... hmmpphhh! Lepaskan... hhpmmphhh!!"
"Busyet! Kau ini makan apa, hah" Pasti makan jengkol! Benar-benar kapiran! Sejak dulu kau masih suka makan jengkol saja"!" seru Pendekar Cakra Sakti sambil usap-usap mulutnya dengan punggung tangan kanan setelah melepaskan ciumannya.
Mayang Kunting yang hendak keluarkan makian, menjadi urung. Justru wajahnya yang nampak memerah. Kemudian katanya keras untuk tutupi rasa malu dan senangnya, "Ayo, kita berangkat sekarang! Aku ju-ga ingin menghajar Iblis Segala Amarah! Benar-benar manusia tak tahu diuntung! Seharusnya dulu kau bikin dia mampus hingga tak ada lagi urusan yang merepotkan ini!!"
"Busyet! Itu urusanku! Kenapa kau yang jadi sewot dan repot begitu" Eh, siapa bilang aku mau berjalan bersamamu" Tidak usah, ya"!" Lalu dengan santainya lelaki tua bungkuk berpakaian putih-putih kusam itu melangkah dengan kedua tangan berada di belakang pinggul. Melihat sikap konyol dan seenaknya dari si kakek, Mayang Kunting menggeram.
"Benar-benar cinta itu buta!!" desisnya dalam hati.
"Rupanya dia sudah tahu apa yang akan terjadi. Dan rasanya... hei!! Bagaimana dia bisa tahu"!" Berpikir demikian, si nenek sudah melompat menyusul Pendekar Cakra Sakti, "Kakek keparat bau tanah! Dari mana kau tahu semua itu, hah"!" Tanpa hentikan langkahnya Pendekar Cakra Sakti menggeleng-gelengkan sambil berseru, "Dasar perempuan tua bodoh! Bukankah kau sendiri yang mengatakannya"!!"
***
⸗ǂǂǂ⸗:: ( 4 ) ::⸗ǂǂǂ⸗
Kejap kemudian dia memaki-maki sendiri.
"Keparat! Lelaki tua bau tanah itu mempermainkanku rupanya!!" Segera dia melompat untuk menyusul Pendekar Cakra Sakti. Tetapi yang disusul justru hentikan langkahnya. Mendapati sikap lelaki tua bungkuk berpakaian putih kusam itu, si nenek tak jadi keluarkan makian. Dia justru lakukan sikap yang sama. Terdiam.
Tahu-tahu didengarnya suara Pendekar Cakra Sakti, "Apakah kau memikirkan sesuatu yang sama dengan yang kupikirkan, Nenek peot?" Kendati gusar mendengar panggilan orang, Mayang Kunting menyahut, "Ya! Dan kau tentunya memikirkan hal yang sama denganku, bukan?"
"Belum tentu! Mana kau tahu apa yang kupikirkan"!" suara Pendekar Cakra Sakti membuat Mayang Kunting mendengus.
"Tetapi, sungguh hebat bila kita baru tahu sekarang!"
"Dan patut diberi penghargaan!" sahut Mayang Kunting.
"Siapa yang ingin memberikan penghargaan itu!"
"Bagaimana kau sendiri?"
"Huh! Untuk apa kukotori tanganku" Bagaimana dengan kau?"
"Bilang saja kau takut melakukannya!!" Habis memaki demikian, si nenek yang kenakan pakaian luar panjang warna biru dan pakaian dalam warna kuning ini mendadak saja gerakkan tangan kanannya. Wusss!! Menghampar satu gelombang angin deras ke balik ranggasan semak belukar sebelah kanan. Sebelum angin itu menghantam hancur ranggasan semak, satu bayangan hijau sudah mencelat keluar sambil berteriak-teriak tak karuan, "Ampunn! Ampoounnn!!" Kedua orang tua itu tak ada yang buka suara.
Masing-masing memperhatikan pemuda berpakaian hijau pupus yang masih memutar-mutar dengan menekap kepalanya erat-erat.
Tetapi mendadak saja gerakannya terhenti. Sambil terkekeh dia turunkan kedua tangannya dari kepala.
"Nah! Kaget, kan?" serunya sambil angkat kedua alisnya yang hitam legam.
Sementara si nenek mendengus, si kakek justru terbahak-bahak. Saat tertawa mulutnya hanya membuka sedikit, namun tawa yang keluar begitu keras.
"Mayang Kunting! Rupanya anak kutil yang mengintip! Nah, nah! Bila kau ingin tahu dialah Pendekar Slebor!"
"Dari ciri-cirinya, aku sudah tahu kalau dia Pendekar Slebor!!" Pemuda yang memang Pendekar Slebor adanya nyengir lagi. Rupanya, semenjak kedua tokoh tua itu bercakap-cakap, Andika memang berada di sana.
Sebelumnya, setelah meninggalkan Ratu Hitam, Andika terus berkelebat dan dilihatnya si nenek yang tak lain Mayang Kunting adanya berkelebat. Dengan pergunakan ilmu peringan tubuhnya, anak muda ini sengaja mengikuti Mayang Kunting. Dan dia semakin tertarik tatkala mendengar kata-kata si nenek. Lebih tertarik lagi begitu melihat si kakek berpakaian putih kusam muncul. Dan dia sungguh terkejut tatkala kedua tokoh tua itu bertempur. Hampir saja Andika meninggalkan tempat itu atau keluar dari persembunyiannya karena salah-salah bisa terkena serangan salah satu dari keduanya.
Lalu dengan sikap tengik dia berkata, "Maaf nih, ah! Aku mengintip dan mencuri dengar percakapan kalian tadi! Ngomong-ngomong... aku ingin tahu lebih jelas, mengapa kau bermusuhan dengan Iblis Segala Amarah, Kek?" Yang ditanya tertawa dulu sebelum menjawab, "Katanya kau berotak cerdik! Tetapi kenapa pakai bertanya lagi, hah" Cuma aku ingin tahu... apakah betul tenaga 'Inti Petir' yang kau miliki begitu hebat?"
"Wah! Mana bisa kujawab itu" Nanti kalau kukatakan hebat, aku dibilang sombong" Kalau kukatakan tidak, berarti aku tidak hebat!"
"Jangan asal ngomong! Cepat kau perlihatkan kepada kami seperti apa tenaga 'Inti Petir' yang kau miliki itu?" bentak Mayang Kunting jengkel.
"Memangnya kenapa sih" Lagi pula, aku tidak mengerti, mengapa Iblis Segala Amarah menghendaki tenaga 'Inti Petir' ku untuk menyempurnakan ilmu yang sedang didalaminya" Ini kan bikin pusing kepalaku saja!"
"Pemuda slebor! Cepat kau perlihatkan kepada kami!!" seru Mayang Kunting lagi.
Andika mengangkat kedua bahunya.
"Kalau kau penasaran Nek, ya... akan kuperlihatkan! Tetapi jangan ditertawakan ya kalau ternyata tenaga 'Inti Petir' yang kumiliki ini tak begitu hebat seperti yang kalian duga?"
"Banyak omong!!" Tanpa hiraukan makian Mayang Kunting, anak muda ini segera mundur lima langkah ke belakang.
Kendati sekarang dia berdiri tegak. tetapi wajahnya tetap cengar-cengir. Bahkan dia masih menyempatkan diri untuk garuk-garuk kepalanya.
Mayang Kunting mendengus, "Menjengkelkan!!" Pendekar Cakra Sakti tertawa, "Kau tak berbeda dengan si bangkotan Saptacakra, Anak muda!" Di depan, mendadak saja Andika menggerakkan kedua tangannya ke depan. Lalu mengadunya dengan cara menyilang. Serentak terdengar salakan petir yang sangat keras. Kejap kemudian, dia sudah mencelat ke depan dan ke samping seraya dorong kedua tangannya. Menyusul salakan petir yang terdengar lagi, lima buah pohon yang ada di tempatnya langsung tumbang bergemuruh tatkala terkena dorongan angin. Rupanya, anak muda ini telah perlihatkan tenaga 'Inti Petir' tingkat pamungkas.
Kemudian disilangkan kembali kedua tangannya yang serta-merta terdengar salakan petir lebih keras.
Ranggasan semak di sekitarnya langsung tercabut.
Sementara itu baik Mayang Kunting maupun Pendekar Cakra Sakti merasa tubuh mereka bergetar begitu kedua tangan Andika disentakkan di atas tanah.
Serta-merta tanah itu membuyar ke atas dan menutupi tubuhnya. Tanah itu masih belum luruh, sosok Pendekar Slebor telah bergeser lima tindak ke samping kanan. Tatkala semuanya luruh, terlihat tanah yang tadi dihantam oleh kedua telapak tangan yang telah dialiri tenaga 'Inti Petir' telah terbentuk sebuah lubang yang cukup dalam.
Pendekar Cakra Sakti berdecak kagum.
"Hebat! Pantas Iblis Segala Amarah menghendaki tenaga 'Inti Petir' yang kau miliki! Karena, aku saja sudah merasa bergetar melihatnya... hahahaha" Andika cuma tersenyum kecut. Lalu katanya, "Kalau aku boleh tahu, seperti apakah ciri-ciri Iblis Segala Amarah?"
"Jelas kau boleh tahu! Karena dengan kehadiranmu, aku tak perlu lagi mengurusi soal Iblis Segala Amarah! Mayang Kunting, bagaimana kalau urusan ini kita limpahkan saja padanya?" Mayang Kunting melirik sekilas lalu mendengus.
"Busyet! Kok tengik amat sikapmu itu?" kata Pendekar Cakra Sakti sambil tertawa.
"Bila telah kita limpahkan urusan ini padanya, bukankah kita akan tenang dan nyaman" Kalaupun pemuda itu mampus bukan urusan kita!"
"Brengsek! Ngomongnya kok tak jauh dengan Eyang Buyut?" mendumal Andika dalam hati.
"Hei, Mayang! Kenapa kau diam saja" Kita sudah sama-sama tua! Dan aku tahu kau mencintai aku yang ganteng ini" Nah! Terus terang, aku juga mencintaimu! Bagaimana kalau kita kawin saja?" Mendengar ucapan Pendekar Cakra Sakti, seketika Mayang Kunting palingkan kepala. Wajahnya seketika nampak sumringah. Lalu katanya bergetar, "Benarkah?"
"Huh! Kalau kawin saja kau mau!" dengus Pendekar Cakra Sakti dalam hati. Lalu katanya seraya anggukkan kepala, "Iya, kita kawin! Kau setuju?" Seperti gadis usia belasan, si nenek tertunduk malu. Andika yang tak menyangka perubahan itu, justru kerutkan kening.
"Busyet! Malu-maluin saja!!" katanya dalam hati.
Didengarnya suara Pendekar Cakra Sakti, "Nah, anak muda! Kau sudah dengar sendiri kalau nenek peot itu telah menerima lamaranku, kan?"
"Kek! Dia mau terima lamaranmu atau tidak, kan bukan urusanku"
"Ya, ya! Bukan urusanmu! Sekarang, berjanjilah padaku, kalau kau akan menggantikanku untuk menghadapi Iblis Segala Amarah?"
"Memangnya kau takut menghadapinya?" balas Andika konyol.
"Mana bisa aku takut" Kau kan tadi dengar sendi-ri, kalau aku mau kawin dengan Mayang Kunting tercinta itu" Nah! Bila kau mau menggantikanku, akan kukatakan seperti apa Iblis Segala Amarah itu! Kemudian aku kawin dengan... hei, Mayang Kunting! Kalau dia tidak mau teruskan urusanku dengan Iblis Segala Amarah, jangan salahkan aku kalau aku tidak jadi kawin denganmu, ya?"
"Anak muda! Cepat kau bilang 'iya'!" Andika tertawa. Sungguh, dia tak pernah mengerti dengan sikap para tokoh rimba persilatan yang terkadang sangat sulit sekali ditebak.
Lalu dengan mantap dia anggukkan kepala.
Dilihatnya bagaimana wajah Mayang Kunting menjadi ceria kembali. Dengan sikap manja dia melangkah mendekati Pendekar Cakra Sakti.
"Cepat kau katakan padanya!!" Pendekar Cakra Sakti tertawa dulu sebelum menjelaskan tentang ciri-ciri Iblis Segala Amarah.
"Itulah ciri-cirinya! Tetapi, aku tidak tahu apakah kesaktiannya memang sudah bertambah atau belum! Itu urusanmu! Seperti yang kukatakan tadi, kalaupun kau mampus bukan urusanku!! Hanya yang perlu kau ingat, dia tak akan membunuhmu, karena dia menginginkan tenaga 'Inti Petir' milikmu! Berarti, satu keun-tungan telah kau miliki karena kau tak akan mampus! Tetapi setelah dia mendapatkan apa yang diinginkannya, jangan salahkan aku bila dia akan membuatmu mampus! Mayang, ayo kita tinggalkan pemuda itu!!" Sambil melingkarkan tangan kanannya pada bahu Mayang Kunting yang dibalas oleh si nenek dengan lingkarkan tangan kirinya pada pinggang Pendekar Cakra Sakti, kedua tokoh itu mulai melangkah meninggalkan Andika yang cuma garuk-garuk kepalanya.
Dan tertawa lebar melihat Pendekar Cakra Sakti tahutahu monyongkan mulut untuk mengecup pipi Mayang Kunting. Si nenek nampak tersipu-sipu sambil tundukkan kepalanya. Dan baru delapan tindak kedua orang tua itu melangkah, mendadak saja Pendekar Cakra Sakti balikkan tubuh disertai tanya, "O ya... kau sudah bertemu dengan Ratu Hitam?" Tak menyangka akan mendapat pertanyaan itu, Andika sejenak melengak. Lalu mengangguk.
"Bagus! Kau bisa meminta bantuannya kalau perlu! Tetapi aku yakin, justru dia yang akan meminta bantuanmu! Ayo, Mayang, kita segera menuju ke pelam..."
"Apa-apaan kau ini, hah" Rupanya kau masih berhubungan dengan perempuan celaka itu, hah"!" se-ru Mayang Kunting tiba-tiba seraya lepaskan diri dari rangkulan tangan kanan Pendekar Cakra Sakti.
"Busyet! Sudah setua ini kau masih cemburu saja dengan perempuan itu! Dia juga sudah tua, tahu! Lagi pula, aku tidak punya hubungan apa-apa!"
"Lelaki di mana-mana memang bermulut manis! Bicara manis di sana, bicara manis di sini! Padahal semua hatinya busuk! Aku tak mau kau jadikan habis manis sepah dibuang!"
"Busyet!" Pendekar Cakra Sakti melotot.
"Kau ini apa yang manis, Mayang" Ibarat kelapa kau sudah tidak memiliki santan! Sudah, sudah! Aku mau kawin denganmu! Bila saja Ratu Hitam tidak kusadarkan, sudah tentu sampai sekarang dia tak ubahnya seperti Iblis Segala Amarah!"
"Tetapi...."
"Sudah, sudah! Tak perlu memikirkan perempuan itu lagi! Pokoknya, kita akan bahagia! Ayo, jalan!!" Dengan masih siratkan keraguan pada wajahnya, si Nenek mengikuti langkah Pendekar Cakra Sakti.
Di tempatnya Andika kerutkan kening mendengar kata-kata Pendekar Cakra Sakti tadi.
"Ratu Hitam" Perempuan jelita itu dikatakan sudah tua" Busyet! Apa aku tak salah dengar?" desisnya heran. Lalu geleng-geleng kepala seraya mendesis, "Pasti perempuan itu memiliki ilmu awet muda! Yah...
kalau aku yang mendapat pilihan, sudah tentu ku pilih Ratu Hitam ketimbang nenek peot itu?" Baru saja habis kata-kata Andika, mendadak saja serangkum angin menderu ke arahnya.
Wusss!! Blaaammm!! Beruntung karena anak muda urakan ini masih sigap. Bila tidak, sudah pasti tubuhnya akan tercacah pecah! Menyusul didengarnya bentakan Mayang Kunting, "Bicara kurang ajar sekali lagi, kurobek mulutmu!!"
"Busyet! Apa yang kuucapkan tadi padahal pelan sekali dan jarak si nenek pun sudah menjauh! Tetapi dia masih dapat mendengarnya!!" Andika masih berdiri terkagum-kagum sampai kedua tokoh itu menghilang dari pandangan. Kejap kemudian, anak muda dari Lembah Kutukan ini segera meninggalkan tempat itu.
***
⸗ǂǂǂ⸗:: ( 5 ) ::⸗ǂǂǂ⸗
Masing-masing orang tak ada yang buka suara.
Kejap kemudian, terdengar suara pemuda berpakaian putih dan bercelana pangsi biru, "Werda... hingga jauh perjalanan kita, namun orang yang kita cari belum ju-ga dapat ditemukan. Rasanya, aku sudah tidak sabar untuk membunuh Manusia Muka Kucing!!" Yang diajak bicara, dan tak lain Werdaningsih adanya anggukkan kepalanya. Sambil pandangi pemuda yang di keningnya terdapat ikat kepala warna biru itu gadis ini berkata, "Begitu pula denganku, Kang Jaya. Biar bagaimanapun sulitnya, aku tetap tak akan hentikan segala keinginan ini." Kembali tak ada yang buka mulut. Masing-masing orang perhatikan sekelilingnya dengan seksama.
Terdengar lagi suara Jaya Lantung, "Aku benarbenar kagum dengan tindakan Pendekar Slebor. Kendati dirinya dijadikan bulan-bulanan fitnah, namun dia masih mau menolong Kaki Kilat dari kematian. Ah, bila mengingat aku dan Kang Arya pernah menuduh-nya sedemikian rupa, aku jadi malu." Apa yang dikatakan Jaya Lantung memang benar adanya. Semula dia bersama Arya Sempala memang menuduh Pendekar Slebor sebagai salah seorang antek dari Manusia Muka Kucing. Namun pada kenyataannya, justru pemuda itulah yang berjuluk Pendekar Slebor. Bahkan pemuda dari Lembah Kutukan itu lakukan satu tindakan yang mengejutkan. Karena Pendekar Slebor justru menolong Kaki Kilat dari kematian (Baca: "Manusia Muka Kucing").
"Bagaimana keadaan Kang Arya sekarang ini, ya?" tanya Werdaningsih seperti ditujukan pada dirinya sendiri.
"Mudah-mudahan dia juga dalam keadaan baikbaik saja. Menurut Pendekar Slebor, saat ini dia bersama Bibi Dewi Cadar Biru yang tentunya sedang memburu Manusia Muka Kucing."
"Tetapi, Kang Jaya...," suara Werdaningsih mendadak menjadi sendu.
Jaya Lantung segera arahkan pandangan pada gadis jelita berkuncir kuda itu.
"Kenapa, Werda?"
"Guru...." Mendengar sahutan singkat pelan itu, Jaya Lantung menarik napas pendek. Dia tahu betul kalau adik seperguruannya ini sangat menyesali dan sedih mengetahui guru mereka telah meninggal. Jaya Lantung sendiri juga menyesali mengapa dia tidak menjaga gurunya yang masih dalam keadaan terluka" Namun, semua sudah terjadi. Juga karena penyesalan selalu datang terlambat.
Lalu dengan hati-hati dirangkulnya gadis itu.
"Sudahlah, Werda.... Tak perlu kau pikirkan lagi.
Bukankah kau tahu, bagaimana perasaanku tatkala mengetahui Guru lenyap" Namun berkat nasihatmu, akhirnya aku dapat tutupi segala penyesalan yang ada padaku." Dalam rangkulan kakak seperguruannya, Werdaningsih mengangguk-anggukkan kepalanya. Diresapi betul pelukan yang tak mengandung birahi sama sekali itu, pelukan tanda sayang seorang kakak kepada adiknya. Dalam keheningan itu, mendadak saja terdengar suara tawa menggelegar yang cukup keras, "Luar biasa! Sebuah pemandangan yang menakjubkan! Dua orang seperguruan rupanya telah menjalin cinta busuk! Dan tentunya sangat mengasyikan sekali! Karena yang kotor dan busuk itu terkadang nikmat rasanya!" Serentak sepasang remaja itu lepaskan pelukan mereka masing-masing. Kejap itu pula keduanya segera putar tubuh. Satu sosok tubuh yang tingginya hanya sebahu mereka, telah berdiri dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Orang itu mengenakan pakaian terbuat dari bulu dan paras orang itu... tak ubahnya seekor kucing!!
*****
"Dua orang lagi rupanya telah ditakdirkan untuk mampus di tanganku! Dan aku sangat senang sekali melakukan pembantaian terhadap orang-orang yang tak mau mengikuti jalanku!!" Werdaningsih sudah melompat satu langkah ke depan. Wajahnya seketika menjadi garang. Dengan tangan kanannya dia menuding tepat ke wajah Manusia Muka Kucing.
"Manusia celaka! Kami mati pun tak akan menyesal untuk menghentikan perbuatanmu!!"
"Berita yang sangat bagus! O ya, apakah kalian sudah berjumpa dengan Pendekar Slebor, seperti yang telah dilakukan Arya Sempala dan Dewi Cadar Biru!!"
"Jahanam terkutuk! Kau telah membunuh guru kami!!"
"Siapa pun akan kubunuh bila tak mau mengatakan di mana Pendekar Slebor berada!"
"Tetapi nyatanya, kau hanyalah manusia pengecut! Mengapa kau tak berani turunkan tangan pada Pendekar Slebor begitu kau berjumpa dengannya, hah"!" Bukannya gusar mendengar ejekan orang, Manusia Muka Kucing justru terbahak-bahak keras. Tawanya berkumandang ke seantero tempat.
"Membunuh pemuda itu semudah membalikkan telapak tanganku!" sahutnya kemudian.
"Hanya ucapan busuk yang kau lontarkan! Huh! Kepandaian apa yang sebenarnya kau miliki, hah"!" seru Werdaningsih dengan teriakan sengit. Wajah jelita gadis ini memerah tanda kegusaran semakin melanda.
Namun dia juga tidak mau bertindak gegabah untuk lancarkan serangan, karena dia tahu betul tentang lelaki bermuka kucing ini.
Guru mereka saja dapat dikalahkan oleh Manusia Muka Kucing! Tawa Manusia Muka Kucing mendadak terputus.
Mulutnya nampak bergerak-gerak hingga kumis jarangnya yang cukup panjang bergetar.
"Jahanam!! Kubunuh kalian!!" Namun sebelum dia lakukan serangan, Jaya Lantung yang sejak tadi terdiam dan berpikir buka mulut, "Kuakui kehebatan yang kau miliki, Manusia Muka Kucing! Dengan kesaktianmu, kau dapat kuasai dunia! Kami mengaku tak berdaya di hadapanmu!" Mendengar kata-kata itu, Manusia Muka Kucing terbahak-bahak lebar. Sementara Werdaningsih segera palingkan kepala pada Jaya Lantung. Kening gadis ini berkerut dengan tatapan terbuka lebih lebar, tanda tak percaya mendengar ucapan Jaya Lantung.
"Gila! Apa-apaan Kang Jaya berubah menjadi tikus seperti itu" Ke mana jiwa kesatrianya untuk membela kebenaran!!" Jaya Lantung yang mempunyai rencana sendiri, buru-buru berkata begitu menyadari pandangan tak suka dari adik seperguruannya.
"Dengan kepandaianmu itu, seharusnya kami takluk dan mau menurut hingga tak mengalami nasib konyol!" Makin lebar tawa Manusia Muka Kucing.
Makin tak mengerti Werdaningsih mendengar pernyataan kakak seperguruannya ini.
Jaya Lantung yang tak ingin kesalahpahaman terjadi buru-buru berkata lagi, "Tetapi, apakah kau tidak mau memberitahukan kami rencana apa sebenarnya yang telah kau susun" Mengapa kau tak menangkap atau membunuh Pendekar Slebor, karena kau menurunkan tangan pada siapa pun juga yang tak mau mengatakan di mana pemuda itu berada?" Manusia Muka Kucing yang sebelumnya sudah termakan oleh kata-kata sanjungan Jaya Lantung makin terbahak-bahak. Lelaki ini tidak tahu kalau sebenarnya dia tengah dipancing oleh Jaya Lantung.
Werdaningsih cepat tanggap. Dia mengerti apa yang diinginkan oleh kakak seperguruannya ini.
"Cerdik. Kang Jaya dapat kuasai keadaan karena kecerdikannya...." Di sela-sela tawa yang dikeluarkannya, Manusia Muka Kucing berseru.
"Tak ada salahnya kukatakan apa yang kurencanakan kepada kalian, karena kalian adalah orang orang yang secara tidak langsung sudah mampus! Bagus! Kubunuh orang-orang rimba persilatan yang tak mau mengatakan di mana Pendekar Slebor berada, karena aku ingin memancing kemunculan pemuda dari Lembah Kutukan yang bila kucari sudah tentu akan memakan waktu yang sangat lama! Dan akhirnya pemuda itu muncul sendiri! Tak kubunuh dia, karena seseorang menghendakinya hidup-hidup!" Jaya Lantung yang merasa Manusia Muka Kucing telah masuk ke perangkapnya melanjutkan kata tetap dengan nada menyanjung, "Luar biasa! Padahal kau dapat membunuhnya dengan mudah, bukan?"
"Tepat! Membunuhnya tak terlalu sulit!"
"Tetapi, bila orang itu menghendakinya hiduphidup, mengapa kau tidak menangkap dan membawanya kepada orang itu?"
"Pertanyaan bagus! Tetapi aku tidak tahu mengapa dia tidak menyuruhku menangkapnya! Dia hanya menyuruhku untuk memancingnya keluar!!"
"Lalu siapa orang itu?"
"Iblis Segala Amarah!!" Jaya Lantung berteriak kaget, "Oh! Iblis Segala Amarah! Luar biasa! Bila sejak semula aku tahu kalau kau diperintah oleh Iblis Segala Amarah, sudah tentu aku akan memaksa Guru untuk tunduk kepadamu!" Lalu sambungnya dalam hati, "Siapa sebenarnya Iblis Segala Amarah" Rupanya dia orang yang berada di balik semua ini. Berarti, dugaan Pendekar Slebor benar kalau lelaki muka kucing beserta cecunguknya ditung-gangi oleh seseorang yang kini kuketahui berjuluk Iblis Segala Amarah" Tahukah Pendekar Slebor tentang orang itu?" Wajah Manusia Muka Kucing makin senang mendengar kata-kata Jaya Lantung.
"Bagus bila kau pernah mendengar julukannya!!"
"Tetapi... apa yang dihendaki oleh Iblis Segala Amarah pada diri Pendekar Slebor?"
"Hahaha... menyenangkan sekali bercakap-cakap denganmu! Rupanya kau lebih pandai dari orang-orang bodoh yang telah kubunuh! Iblis Segala Amarah menghendaki tenaga 'Inti Petir' yang dimiliki pemuda itu! Karena dia tengah memperdalam sebuah ilmu langka yang sangat dahsyat yang akan dipergunakan untuk membunuh Pendekar Cakra Sakti!!"
"Semakin jelas sekarang urusan yang ada ini. Di belakang semua urusan, berdiri Iblis Segala Amarah yang menginginkan tenaga 'Inti Petir' yang dimiliki Pendekar Slebor dan untuk membunuh Pendekar Cakra Sakti." Habis membatin begitu, Jaya Lantung berkata lagi dengan diantar tatapan kagum Werdaningsih, "Apakah kau tahu di mana Iblis Segala Amarah berada" Terus terang, aku ingin sekali mengabdi padanya!"
"Hmmm... ternyata kau masih bisa berpikir bagus! Bila kau memang ingin mengabdi padanya, bunuh gadis di sebelahmu!!" Jaya Lantung terkesiap mendengar kata-kata orang. Tetapi hanya sekejap saja, karena di lain kejap dia berkata sambil tertawa, "Membunuh gadis celaka ini sangat mudah kulakukan!!" Werdaningsih yang tahu apa yang diinginkan kakak seperguruannya mendadak melompat agak menjauh dan berseru dengan tangan menuding, "Kang Jaya! Kau sudah gila!" Jaya Lantung tersenyum dalam hati melihat ketanggapan adik seperguruannya. Lalu dengan suara dibuat bengis dia berseru, "Werdaningsih! Jangan campuri urusanku! Bila kau tidak ingin mampus di tanganku, ikuti apa yang kuinginkan!"
"Kurang ajar! Ternyata di balik kelembutan sikapmu selama ini, tersimpan jiwa pengkhianat!"
"Diaaammm!" bentak Jaya Lantung keras dan arahkan pandangan lagi pada Manusia Muka Kucing, "Urusan gadis ini dengan mudah akan kuselesaikan! Katakan, di mana Iblis Segala Amarah berada" Aku ingin segera mengabdi padanya!!" Manusia Muka Kucing yang merasa mendapat pengikut yang cukup tangguh terbahak-bahak kembali.
"Kau benar-benar dapat pergunakan otakmu dengan cerdik! Ya, orang-orang cerdik seperti kita, sudah seharusnya selalu mempergunakan otak! Bagus! Iblis Segala Amarah berdiam di...." Belum lagi tuntas kata-kata Manusia Muka Kucing, mendadak saja terdengar tawa keras bertalu-talu dan sesekali diiringi gerengan yang keras pula, "Manusia Muka Kucing! Siapakah yang cerdik kalau begini" Apakah kau tidak sadar kalau kau sesungguhnya sedang dibodohi pemuda itu" Dengan pujiannya yang membuat kau melambung, kau dengan mudah membuka seluruh rahasia yang kau pendam! Sungguh disayangkan sekali!!" Bukan hanya Jaya Lantung dan Werdaningsih yang tadi sudah berharap sekali kalau Manusia Muka Kucing mengatakan di mana Iblis Segala Amarah berada yang terkejut, lelaki berparas kucing itu sendiri segera balikkan tubuh.
Sepasang matanya yang memerah perhatikan sekelilingnya.
"Suaranya... ya, suaranya sangat akrab di telingaku. Suara yang sekian lama tak pernah lagi terdengar di telingaku. Suara..." Memutus kata batinnya sendiri, mendadak lelaki berparas kucing ini putar tubuh kembali. Pandangannya sengit dan menusuk pada Jaya Lantung dan Werdaningsih.
Kejap kemudian terdengar bentakannya, "Jahanam keparat! Kau berhasil memancingku untuk membuka tabir semua ini! Keparat! Akan kurobek-robek mulut kalian!!" Sebelum lelaki berparas kucing ini lancarkan serangan, terdengar lagi satu suara diiringi satu desir angin yang kuat, "Kau sadar sekarang, kalau dirimulah yang bodoh!!" Habis suara itu terdengar, desir angin kuat tadi berhenti. Lalu nampaklah satu sosok tubuh tinggi besar berpakaian warna kuning gading!
***
⸗ǂǂǂ⸗:: ( 6 ) ::⸗ǂǂǂ⸗
"Apa kabarmu, Manusia Muka Kucing" Sekian tahun tak berjumpa, kau ternyata telah menjelmakan dirimu menjadi orang bodoh! Satu hal yang kusesali, mengapa kau melupakanku untuk tidak mengajakku bersama-sama menikmati kesenangan ini"!" Mendengus gusar Manusia Muka Kucing mendengar ucapan orang. Lebih gusar lagi menyadari kalau dia telah termakan ucapan Jaya Lantung.
"Kita tunda pembicaraan itu! Aku ingin mengirim nyawa kedua manusia celaka ini ke akhirat!!" Kejap berikutnya, mendadak saja lelaki berparas kucing ini menerjang ke depan. Kesepuluh jari jemarinya yang dihiasi kuku-kuku runcing serta dihuni oleh racun yang sangat ganas, mengembang. Yang kanan siap mencabik-cabik wajah Jaya Lantung sementara yang kiri siap merobek wajah Werdaningsih.
Kedua murid mendiang Malaikat Keadilan yang sadar kalau bahaya telah datang, segera bertindak sigap. Serentak masing-masing orang membuang tubuh ke samping kanan dan kiri. Bersamaan dengan itu, langsung lepaskan jurus 'Tebar Cahaya Maut'.
Serta-merta empat buah cahaya bening yang keluarkan suara menggemuruh menderu mengerikan ke arah Manusia Muka Kucing.
Yang diserang serentak kertakkan rahangnya.
Menyusul dengan gerakan sangat cepat Manusia Muka Kucing meluruk ke depan setelah lakukan gerakan seperti menerkam dan secara tak langsung melompati labrakan empat cahaya bening mengerikan itu.
Tangan kanan kirinya kembali bergerak cepat.
"Awas, Werda!!" seru Jaya Lantung sambil dorong adik seperguruannya ke samping kanan. Lalu dengan cepat dia lancarkan tendangan kaki kanan yang menghantam tangan kiri Manusia Muka Kucing yang tadi mengarah pada Werdaningsih.
Menyusul dengan pijakan kuat pada tanah dan tubuh sedikit dibungkukkan, tangan kanannya didorong. Serta-merta mencelat cahaya bening ke dada Manusia Muka Kucing.
Bukan buatan geramnya lelaki berparas kucing itu. Terutama begitu mendengar ejekan Manusia Tangan Harimau, "Tak kusangka! Selain kau telah menjadi bodoh, kemampuanmu pun tak seberapa maju! Sungguh mengherankan bila orang berjuluk Iblis Segala Amarah mau mempergunakanmu! Dan terlalu sombong kau tak mengajakku serta!!"
"Setan terkutuk!!" maki Manusia Muka Kucing dan lakukan satu gerakan yang menakjubkan. Karena secara mendadak dikibaskan tangan kirinya.
Wussss!! Hamparan angin berjarak dekat karena sosok Jaya Lantung begitu dekat dengannya menggebrak.
Memutus cahaya bening yang dilepaskan oleh pemuda tampan itu. Namun hamparan angin itu terus menderu siap menghantam dada Jaya Lantung.
Memekik tertahan Jaya Lantung yang tak menyangka kalau lawan akan lakukan papakan serangan dari jarak sedemikian dekat. Yang bisa dilakukannya hanya mencoba membuang tubuh ke samping kanan.
Karena jarak yang begitu dekat, mau tak mau tangan kirinya harus terserempet hamparan angin itu.
"Aaakhhhh!!" memekik keras salah seorang murid Malaikat Keadilan ini sambil tekap tangan kirinya.
Bila saja Werdaningsih tidak bertindak cepat, sudah tentu tubuh Jaya Lantung akan tersungkur.
"Kakang...," desisnya.
"Werda... tinggalkan tempat ini! Cepat!!" seru Jaya Lantung seraya berusaha tegak kembali.
"Jangan sampai kita mati konyol di sini!"
"Tidak! Apa pun yang terjadi, kita akan menghadapinya bersama-sama, Kang Jaya!"
"Jangan berlaku konyol! Kalau kita sama-sama tewas, tak ada lagi yang akan membantu Kang Arya! Cepat, Werda! Aku akan menyerang manusia celaka itu dan kau pergunakan kesempatan itu untuk melarikan diri!"
"Tidak, Kang Jaya!" sahut Werdaningsih keras kepala. Malah kedua tangannya telah pancarkan cahaya bening tanda dia kembali keluarkan jurus 'Tebar Cahaya Maut'. Jaya Lantung yang sadar kali ini mereka tak akan bisa meloloskan diri berkata dalam hati, "Tidak! Aku tidak boleh mencelakakan Werdaningsih! Tak akan pernah kumaafkan diriku setelah kematian Guru! Sebaiknya, kudorong dia dan langsung kuserang Manusia Muka Kucing!" Berpikir demikian, mendadak saja pemuda yang di pinggangnya melilit angkin hitam ini mendorong tubuh Werdaningsih. Bersamaan sosok si gadis tersuruk ke samping, Jaya Lantung sudah mencelat ke depan dengan mendorong kedua tangannya yang kontan melesat dua cahaya bening. Menyusul dia gerakkan kedua tangannya membentuk jotosan.
Di tempatnya, Manusia Muka Kucing cuma mendengus. Mendadak saja dia miringkan tubuh. Lalu dengan cepat kedua tangannya yang telah membentuk cakar bergerak, siap mencakar kedua lengan Jaya Lantung. Sulit bagi Jaya Lantung untuk tarik pulang jotosannya. Dia hanya coba tekuk untuk hindari sambaran cakar itu. Namun gerakan yang dilakukan oleh Manusia Muka Kucing merupakan serangan susul menyusul. Diiringi teriakan mengguntur, mendadak saja kedua tangannya telah berada di balik punggung Jaya Lantung dan siap mencakar.
Namun sebelum punggung si pemuda tercabikcabik, mendadak saja dua cahaya bening sudah menderu halangi niat Manusia Muka Kucing. Berteriak geram lelaki ini sambil melompat dengan cara membentuk bayang lebih dulu.
Begitu kedua tangannya menyentuh tanah, tubuhnya meluruk dengan kaki mendahului ke arah Werdaningsih. Ganti si gadis yang terkejut dan segera memapaki dengan kedua tangannya. Akan tetapi, kedua cakar yang siap dihujamkan Manusia Muka Kucing jelas tak akan dapat dihindari.
"Werdaaaa!" seru Jaya Lantung panik. Untuk membantu pun tak mungkin. Karena selain jaraknya cukup jauh, kedua cakar Manusia Muka Kucing sudah begitu dekat dengan Werdaningsih.
Akan tetapi, keanehan terjadi. Karena mendadak saja terlihat tubuh Manusia Muka Kucing bersalto ke belakang. Bukan hanya Jaya Lantung dan Werdaningsih yang terkejut sekaligus dapat menarik napas lega, Manusia Tangan Harimau yang tadi tersenyum melihat gerakan yang dilakukan Manusia Muka Kucing pun terkesiap kaget.
"Gila!! Apa-apaan manusia itu mengurungkan niatnya"!" Namun tatkala melihat tangan kanan Manusia Muka Kucing nampak bergetar dengan wajah menekuk kesakitan, sadarlah lelaki bertangan harimau itu apa yang terjadi.
Kejap berikutnya dia melompat mendekati Manusia Muka Kucing.
"Ada yang datang!!" desisnya.
"Wah, wah! Kok terlambat mengetahuinya sih" Bagaimana ini" Katanya jagoan" Kok orang ganteng datang tidak tahu?" mendadak terdengar seruan itu dari atas sebuah pohon.
Serta-merta orang-orang yang berada di sana angkat kepala. Masing-masing orang melihat satu sosok tubuh berpakaian hijau pupus asyik duduk dengan kedua kaki menguncang-nguncang.
"Pendekar Slebor...," desis Jaya Lantung dan Werdaningsih secara bersamaan.
Sementara terdengar teriakan geram Manusia Muka Kucing, "Pemuda celaka! Kali ini kau tak akan kubiarkan hidup!!" Habis kata-katanya, lelaki ini sudah melompat dengan kedua tangan siap mencabik tubuh Pendekar Slebor. Craakk! Craakkk!! Dahan yang tadi diduduki pemuda urakan itu langsung patah tercabik. Namun sosok si pemuda telah lenyap dari tempatnya semula.
Bersamaan tubuh Manusia Muka Kucing sudah berputar dan hinggap kembali di tanah terdengar seruan, "Busyet! Galak amat sih" Kau kan seharusnya mencium tanganku dulu tanda hormatmu!! Benar-benar tidak tahu sopan santun sama yang lebih tua"!" Sementara Jaya Lantung dan Werdaningsih menyingkir, Manusia Muka Kucing menggeram mendengar kata-kala tengik Pendekar Slebor, "Kubunuh kau!!" Dengan gerengan keras, lelaki muka kucing ini dorong tangan kanan kiri ke depan.
Di tempatnya, anak muda urakan dari Lembah Kutukan itu geleng-geleng kepala tanpa bergeser dari tempatnya.
"Benar-benar keras kepala!!" desisnya dan segera melompat begitu serangan yang dilancarkan Manusia Muka Kucing mendekat.
Luput serangan pertamanya, lelaki berparas kucing ini makin panas. Dia segera susulkan serangan keduanya. Kali ini siap merobek kulit kepala Pendekar Slebor.
"Wah! Kejam amat nih!!" Segera saja diangkat dan disilangkan kedua tangannya di atas kepala.
Bukkk! Bukkk!! Dua benturan keras sekaligus terjadi. Pendekar Slebor mundur satu tindak ke belakang. Tangan kanan kirinya dirasakan nyeri. Sementara itu Manusia Muka Kucing juga merasakan hal yang sama. Sesaat dia nampak terkejut. Namun kejap berikutnya, lelaki berparas kucing ini sudah menerjang kembali.
Andika kembali mendengus. Dan dia sengaja lakukan bentrokan.
Begitu bentrokan terjadi, Manusia Muka Kucing langsung buka jotosannya membentuk cakar. Langsung menyabet ke arah muka! Wutttt!! Bila saja Andika tidak segera tarik kepalanya ke belakang, bisa dipastikan wajahnya akan robek. Bersamaan dia tarik wajahnya, tangan kanannya segera meluncur. Manusia Muka Kucing masih sempat hindari sergapan tangan kanan itu. Namun tangan kiri Andika yang telah dialiri tenaga 'Inti Petir' telak menghantam dadanya.
Dessss!! Terdengar pekikan tertahan dari lelaki berparas kucing ini bersamaan tubuhnya terhuyung ke belakang. Nampak sekali dia berusaha untuk kuasai keseimbangan. Wajahnya menekuk dengan pipi mengembung. Kejap berikutnya, kembungan pipi itu mengempis dan menyentak.
Huaaakkk! Darah hitam segera keluar.
Di tempatnya Andika berkata sambil geleng-geleng kepalanya.
"Wah! Masih sih yang begini yang dijadikan anak buah oleh Iblis Segala Amarah" Lebih baik katakan saja deh di mana lelaki jelek itu berada"!" Manusia Muka Kucing menggeram dengan tatapan menusuk.
"Hhh! Rupanya dia sudah tahu tentang hal itu!" Apa yang dibatinkan Jaya Lantung pun sama, "Pendekar Slebor memang cerdik. Rupanya dia tahu siapa orang yang berada di belakang Manusia Muka Kucing. Tetapi, apakah dia tahu kalau Iblis Segala Amarah menghendaki tenaga 'Inti Petir' dalam tubuh nya?" Sementara itu Manusia Tangan Harimau yang sejak tadi sudah gatal untuk menyerang, tak mau menunggu lebih lama. Apalagi dilihatnya sahabat lamanya ini telah dikalahkan oleh pemuda yang di lehernya melilit sehelai kain bercorak catur.
Mendadak dia segera melompat ke depan. Pandangannya tajam menusuk pada Pendekar Slebor.
"Aku ingin merasakan kehebatan Pendekar Slebor yang kesohor!!" desisnya dingin.
"Wah! Aku jadi tidak enak nih dibilang kesohor!!"
"Tutup mulutmu!!" Habis makiannya, lelaki penuh jerawat ini sudah melompat ke depan. Satu gelombang angin menderu mendahului terjangan Manusia Tangan Harimau.
Kaget juga Andika merasakan besarnya tenaga begitu serangan itu mendekat. Kali ini dia tak mau untuk lakukan bentrokan, karena ingin mengetahui besarnya tenaga lawan. Manusia Tangan Harimau yang memang memiliki kekuatan pada kedua tangannya terus lancarkan serangan. Dan setiap kali dia gerakkan kedua tangannya, setiap kali pula terdengar desiran serta dorongan angin yang kuat.
Zeeb! Zeeb! Andika masih tetap menghindar tanpa berusaha membalas. Mendapati kalau serangannya belum juga mengenai sasaran, kegeraman semakin merajai dada Manusia Tangan Harimau. Diiringi teriakan membahana, lelaki ini terus menerjang ganas.
Hingga kemudian Andika mau tak mau memapaki gebukan kedua tangan lawan.
Dess! Desss!! Begitu benturan terjadi, sosok Andika terhuyung ke belakang. Pergelangan tangan hingga sikunya terasa nyeri sekali. Saat diangkat, terlihat warna biru.
Sementara itu Manusia Tangan Harimau terbahak-bahak.
"Tak seorang pun yang dapat tandingi kekuatan kedua tanganku ini! Tak terkecuali kau, Pendekar Slebor!!" Dasar urakan, kendati kedua tangannya dirasakan nyeri, Andika menyahut tengik, "Ah, masa?" Makin menggila kegeraman Manusia Tangan Harimau. Dia segera menyerang dengan gebrakan kedua tangannya yang mengerikan.
Zeebb! Zeebbb! Zeeebbb!! Sementara itu Manusia Muka Kucing yang telah pulihkan rasa sakit pada dada dengan kerahkan tenaga dalamnya, sudah membantu menyerang! Mendapati dua serangan ganas sekaligus yang dilancarkan masing-masing orang, sesaat Andika terkejut bukan alang kepalang. Pemuda dari Lembah Kutukan ini mencoba mencari sela untuk masukkan serangannya. Tenaga 'Inti Petir' telah dipergunakan kembali. Setiap kali tangan kanan kirinya bergerak, terdengar salakan petir yang sangat kuat. Manusia Muka Kucing yang tadi bentrokan di saat Andika pergunakan tenaga 'Inti Petir' tak mau lagi mengadu tangannya. Lain halnya dengan Manusia Tangan Harimau.
Lelaki ini justru tertawa-tawa saja bila sekali waktu tangannya berbenturan dengan tangan Andika.
Bahkan dengan penuh ejekan dia berkata, "Manusia Muka Kucing! Apakah tenaga itu yang diinginkan oleh orang yang telah menyuruhmu, hah" Benar-benar orang bodoh Iblis Segala Amarah!!" Kendati jengkel mendengar ucapan itu, namun Manusia Muka Kucing tak mau buka mulut. Dia terus gerakkan kedua cakarnya yang berkelebat-kelebat.
Di lain pihak, sambil terus menghindari setiap gempuran kedua lawannya, Andika memaki, "Berabe! Gebrakan Manusia Tangan Harimau rupanya lebih dahsyat daripada yang dimiliki Manusia Muka Kucing! Kalau sebelumnya aku penasaran ingin mengenal Manusia Muka Kucing, kali ini tujuanku adalah Iblis Segala Amarah! Apalagi secara tidak langsung aku telah emban tugas yang diberikan Pendekar Cakra Sakti dan Mayang Kunting!! Tetapi mengatasi keduanya pun cukup sulit kulakukan! Hmmm... aku harus bertindak cepat!!" Memikir sampai di sana, Pendekar Slebor segera melompat ke belakang, menjaga jarak dari kedua lawannya. Bersamaan dengan itu, mendadak saja terlihat sekeliling tubuhnya dihiasi oleh pernik perak. Rupanya anak muda ini sudah keluarkan ajian 'Guntur Selaksa'. Melihat perubahan yang ada pada pemuda berbaju hijau pupus itu, Manusia Tangan Harimau dan Manusia Muka Kucing untuk sesaat saling pandang. Kejap berikutnya setelah saling anggukan kepala, masing-masing orang segera menggebah ke depan disertai tenaga dalam tinggi.
Jaya Lantung dan Werdaningsih yang menyingkir agak menjauh pun terkejut melihat perubahan pada diri Pendekar Slebor. Mereka yang tadi mulai cemas melihat pemuda itu diserang habis-habisan dan siap untuk membantu, kali ini dapat tarik napas lega.
Apalagi setelah terjadi benturan keras antara tangan kanan Manusia Tangan Harimau dengan tangan Pendekar Slebor. Terdengar salakan guntur yang sangat keras. Menyusul terlihat sosok Manusia Tangan Harimau mencelat ke belakang.
Sementara Andika sendiri hanya terhuyung dua tindak ke belakang.
Mendapati hal itu, wajah Manusia Muka Kucing nampak berubah.
"Gila! Ternyata dia memang hebat! Hmmm... seperti yang diperintahkan Iblis Segala Amarah. sebaiknya kupancing dia ke Gunung Kerambang!!" Memutuskan demikian, lelaki berparas kucing ini berseru, "Pendekar Slebor! Bila kau memang memiliki jiwa seorang pendekar, beri aku waktu beberapa hari! Dan kau kutunggu di Gunung Kerambang!!"
"Wah! Mana bisa begitu" Keenakan kau itu namanya! Pokoknya, aku ingin jitak kepalamu!!" sahut Andika yang diam-diam coba cernakan apa yang dimaksud Manusia Muka Kucing.
"Jahanam! Aku harus menjauh dari sini!!" desis Manusia Muka Kucing dalam hati.
Lalu berseru lagi, "Ternyata kau tak memiliki jiwa seorang pendekar! Tidakkah kau lihat sendiri aku sedang terluka dalam?"
"Terus kenapa kalau kau terluka dalam" Aku harus kasihan begitu" Enak saja! Aku ingin tahu apakah kau kasihan melihat korbanmu yang kau bunuh?" Sebelum Manusia Muka Kucing berkata, Manusia Tangan Harimau yang telah berdiri tegak kendati agak goyah sudah buka mulut, "Manusia Muka Kucing! Ternyata kau sudah menjadi pengecut! Hhh! Pertama kau dibodohi oleh pemuda berbaju putih itu! Sekarang kau berlaku pengecut di hadapan pemuda ini! Ke ma-na letak keberanianmu sebenarnya, hah"!"
"Keparat! Dia muncul justru mengejekku habishabisan! Hhh! Peduli setan dia mau mampus atau tidak" Pokoknya, aku harus memancing pemuda ini ke Gunung Kerambang!! Tetapi... tenaga Manusia Tangan Harimau masih dapat kupergunakan!" Habis membatin begitu, Manusia Muka Kucing berseru, "Baik! Kita habisi pemuda itu sekarang juga!!" Menyusul dia segera lancarkan serangan dengan kedua cakar mengembang siap membeset wajah Andika. Andika sendiri kali ini tak mau mundur, dia justru mencelat ke depan seraya gerakkan tangan kanannya yang telah terangkum ajian 'Guntur Selaksa'.
Namun Manusia Muka Kucing yang memiliki niat lain, justru membuang tubuh ke arah Manusia Tangan Harimau. Secepat kilat dia menyambar tubuh lelaki berjerawat merah itu dan membawanya lari dari sana.
Anehnya, Andika tidak mengejar. Bahkan dia menahan Jaya Lantung dan Werdaningsih yang sudah berkelebat.
"Biarkan mereka!"
"Kenapa?" tanya Jaya Lantung. Kali ini suaranya tidak segarang biasanya bila bertemu dengan Andika yang semula diduga sebagai antek dari Manusia Muka Kucing. Andika garuk-garuk kepalanya dulu sebelum menjawab, "Aku tahu apa maksudnya menantangku di Gunung Kerambang. Dugaanku, di sanalah Iblis Segala Amarah berdiam. Bila kita mengikutinya, kemungkinan besar dia akan membawa kita ke arah yang salah dan bisa-bisa menjebak pula. Kalian paham maksudku?" Jaya Lantung dan Werdaningsih sama-sama anggukkan kepala. Diam-diam mereka kagum dengan kecerdikan pemuda tampan namun urakan ini.
"Sekarang... kalian lebih baik beristirahat dulu.
Biar aku yang menyusul kedua orang itu." Habis kata-katanya, anak muda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini segera berlari ke arah perginya Manusia Muka Kucing dan Manusia Tangan Harimau. Tinggal Jaya Lantung dan Werdaningsih yang sama-sama tarik napas. Lalu duduk bersemadi untuk pulihkan tenaga.
***
⸗ǂǂǂ⸗:: ( 7 ) ::⸗ǂǂǂ⸗
"Bodoh! Bukankah lebih baik dibunuh saja"!"
"Justru kau yang bodoh!" balas Manusia Muka Kucing mangkel.
"Bila kita membunuhnya, sudah tentu Iblis Segala Amarah yang akan membunuh kita!!"
"Hhh! Dia masih membutuhkan tenaga 'Inti Petir' yang ada pada Pendekar Slebor! Sementara tadi, aku masih dapat menandingi pemuda itu! Apakah kau tidak berpikir kalau Iblis Segala Amarah tak mempunyai ilmu yang diandalkan?"
"Bila dia tak punya ilmu yang diandalkan, tak mungkin dia dapat jatuhkan aku hanya tiga gebrakan!!" sahut Manusia Muka Kucing menindih dongkol-nya. Lagi-lagi sambungnya dalam hati, "Sudah lama kurencanakan untuk lepas dari tangan Iblis Segala Amarah! Tetapi aku belum terlalu bodoh karena tak memiliki sesuatu yang lebih kuandalkan untuk mengatasi sepak terjangnya!"
"Berarti... kau tak maju-maju dalam soal kepandaian!"
"Terkutuk! Ucapannya benar-benar bikin aku muak! Bila saja dia tak pernah bergabung denganku dulu dan bukan kambrat dekatku, sudah kubunuh sekarang juga!!" Habis membatin geram begitu, Manusia Muka Kucing berkata, "Sekarang ini kau jangan banyak tanya! Ingat, bila Iblis Segala Amarah berhasil mendapatkan tenaga 'Inti Petir' dari tubuh Pendekar Slebor, berarti hidup kita akan terjamin. Apakah kau sekarang mengatakan kalau aku tidak mengajakmu, hah"!" Ganti Manusia Tangan Harimau yang memakimaki dalam hati. Dadanya masih dirasakan nyeri akibat hantaman Pendekar Slebor. Dan hal itu membuatnya amat geram dan rasanya tak bisa berdiam diri lebih lama. Akan tetapi, dia juga tertarik dengan rencana yang dikatakan Manusia Muka Kucing. Kendati kelak berada di bawah kaki Iblis Segala Amarah, bukankah segala sesuatunya akan terlindungi" Dan berarti dia bebas berbuat apa saja! Kendati demikian, di hati Manusia Tangan Harimau berkata lain, "Manusia Muka Kucing seperti men-ganggap dewa pada Iblis Segala Amarah! Kalaupun dia dapat dikalahkan dengan mudah, sudah tentu karena kedunguannya! Iblis Segala Amarah masih membutuhkan tenaga 'Inti Petir' dan sudah barang tentu ke-kuatannya belum seberapa karena dia belum mendapatkan tenaga 'Inti Petir'! Dasar si Muka Kucing saja yang bodoh!" Selagi kedua orang ini terus berkelebat, sepasang mata yang berada di balik sebuah ranggasan semak memperhatikan mereka tak berkedip.
"Manusia Muka Kucing. Menurut Pendekar Cakra Sakti, Iblis Segala Amarah telah memiliki cecunguk berjuluk Manusia Muka Kucing. Tetapi, siapakah orang tinggi besar berjerawat itu?" Pemilik sepasang mata yang di kepalanya bertengger mahkota bersusun tiga yang dihiasi butiran mutia-ra terus mengikuti larinya kedua orang itu dengan tatapannya.
"Pendekar Cakra Sakti memang masih sesakti dulu. Bahkan dia tahu kalau Iblis Segala Amarah sedang merencanakan untuk membalas dendam dengannya.
Bahkan dia tahu kalau lelaki itu menghendaki tenaga 'Inti Petir' milik Pendekar Slebor. Sungguh luar biasa memang! Entah ilmu apa yang dimilikinya hingga dia mengetahui semua itu" Tetapi karena sikapnya yang terkadang asal-asalan saja dia nampak tak memiliki kepandaian apa-apa. Bahkan sering kali bila ditanya dari mana dia tahu, jawabannya juga asal-asalan. Ah, terus terang, bila saja aku tak pernah berjumpa dengan Pendekar Cakra Sakti, hingga hari ini tentunya aku masih berkubang dalam kesesatan!" Perempuan jelita yang sesungguhnya berusia lanjut ini menarik napas pelan. Dan mendadak saja keningnya berkerut, tatkala dilihatnya dua orang itu hentikan lari di hadapan sebuah batu besar.
"Hmmm... ada apa ini" Nampaknya mereka tengah menunggu seseorang" Padahal aku bermaksud mengikuti, siapa tahu mereka akan membawaku pada Iblis Segala Amarah. Tetapi, siapa yang mereka tunggu?" desis si perempuan yang tak lain Ratu Hitam adanya.
Sepasang matanya tetap tak berkedip. Tangan kanannya memegang sebuah tombak yang telah patah dan di ujungnya terdapat sebuah trisula.
"Hmm... sebaiknya aku mendekat saja, untuk mengetahui apa yang mereka percakapkan...." Dengan pergunakan ilmu peringan tubuhnya, perempuan jelita berpakaian hitam tipis hingga perlihatkan lekuk tubuhnya yang indah, berkelebat mengendap. Saat bergerak, pakaian bawahnya yang terbelah hingga pangkal paha terbuka, memperlihatkan bungkahan montok yang mulus.
Sejarak lima tombak dari samping kanannya, Manusia Tangan Harimau berkata pada Manusia Muka Kucing, "Mengapa kau berhenti?"
"Kita tunggu kedatangan Pendekar Slebor!!"
"Hhh! Apakah kau pikir, pemuda itu akan terpancing dengan tantanganmu?" Manusia Muka Kucing langsung palingkan kepala.
Kali ini tatapannya agak menusuk. Rupanya lelaki berparas kucing ini sudah tak kuasa lagi menahan kejengkelannya pada setiap ucapan Manusia Tangan Harimau.
"Tidakkah mulutmu dapat kau kunci barang sejenak" Ucapanmu bikin aku jengkel!!" Manusia Tangan Harimau nampak hendak membuka mulut. tetapi urung kendati tatapannya juga tajam. Lalu katanya, "Baik! Aku tak akan banyak tanya lagi! Tetapi percayalah...
karena kau melupakan tentang kecerdikan pemuda itu, maka semuanya akan berbalik memukulmu!"
"Itu urusanku!!" sentak Manusia Muka Kucing geram.
"Tangan Harimau! Bila kau ingin bergabung denganku, turuti semua yang kukatakan! Toh aku tak akan menjerumuskanmu!!"
"Mereka rupanya sedang menunggu Pendekar Slebor. Tentunya pemuda itu telah bertemu dengan keduanya. Manusia Tangan Harimau... tak pelak lagi kalau dia memang kambrat dari Manusia Muka Kucing. Tetapi yang kutuju bukan mereka, melainkan Iblis Segala Amarah. Bila aku keluar saat ini, sudah tentu aku tidak akan tahu apa yang akan mereka rencanakan. Sebaiknya kutunggu saja...." Di depan sana, dua manusia sesat itu sama-sama tutup mulut. Angin malam berhembus dingin. Bila saja saat ini bulan tidak bersinar penuh, dapat dipastikan kalau kegelapan semata yang terlihat.
Waktu terus melangkah kendati lambat namun pasti. Suara hewan-hewan malam cukup meramaikan tanah di sekitar Gunung Kerambang.
Wajah Manusia Muka Kucing menekuk dalam.
Mata merahnya berputar ke sana kemari. Rasa tak sabar mulai menggayuti hatinya. Sementara Manusia Tangan Harimau hanya terdiam walau sesekali terdengar dengusannya.
Tepat rembulan sudah berada tegak lurus dengan kepala, nampak satu sosok tubuh berkelebat cepat mendekati keduanya. Masing-masing orang segera maju satu langkah dengan wajah tegang. Begitu bayangan tadi semakin mendekat, terdengar dengusan Manusia Muka Kucing, "Kaki Kilat!!" Manusia Tangan Harimau sejenak arahkan pandangannya pada lelaki berparas kucing itu. Kejap berikutnya, arahkan pandangan pada lelaki berpakaian merah-merah yang semakin mendekat dengan kening berkerut. Sementara itu dari balik ranggasan semak belukar, Ratu Hitam mendesis, "Datang lagi cecunguk yang harus dibinasakan. Apakah dia termasuk yang sedang ditunggu oleh kedua manusia itu?" Lelaki berpakaian merah yang muncul dengan tubuh agak terhuyung, langsung rangkapkan kedua tangannya di depan dada. Dengan kepala agak ditundukkan dia berkata, "Ketua!" Manusia Muka Kucing menggeram dingin.
"Mengapa kau ke sini, hah"!!" Sesaat nampak lelaki berkumis tebal itu tak berani angkat kepala. Lalu perlahan-lahan dia angkat kepalanya seraya berkata, "Ketua... aku telah berjumpa dengan orang yang Ketua cari! Pendekar Slebor!"
"Sial!" bentak Manusia Muka Kucing. Karena dia langsung menduga, kalau pertemuan Kaki Kilat dengan Pendekar Slebor sebelum dia sendiri berjumpa dengan pemuda itu. Berarti, tak ada berita yang menarik. Sambil gerakkan tangannya ke atas, lelaki yang tingginya hanya sebahu ini membentak keras hingga kumis jarangnya bergetar, "Pergi dari sini!!"
"Tetapi..."
"Jahanam terkutuk! Apakah kau sudah ingin mampus, hah"!" bentak Manusia Muka Kucing geram.
Manusia Tangan Harimau berkata sambil lipat kedua tangan penuh bulunya di dada, "Manusia semacam ini, nampaknya lebih baik dibunuh! Aku melihat kelicikan dan keculasan pada wajah buruknya!!" Manusia Muka Kucing yang mendongkol karena yang datang justru bukan orang yang sedang ditunggunya, mengangguk-angguk seraya berkata tak ubahnya desisan belaka, "Kau benar! Manusia seperti dia memang layak untuk mampus!" Mendengar kata-kata itu, lelaki berkumis tebal dengan luka di pipi kanan cepat-cepat mengangkat kedua tangannya.
"Ketua... ada berita yang hendak kusampaikan kepadamu...," katanya terburu-buru.
Wajah Manusia Muka Kucing sesaat menyiratkan keingintahuan. Namun hanya sesaat, karena di saat lain dia kembali menggeram, "Peduli setan dengan apa yang kau hendak sampaikan! Mampuslah!!"
"Pendekar Slebor sedang menuju ke sini, Ketua!!" seru Kaki Kilat terburu-buru. Wajahnya sedemikian pias. Mendengar kata-kata lelaki itu, tangan kanan Manusia Muka Kucing yang tadi terangkat, terhenti, lalu lamat-lamat diturunkan.
Melihat Manusia Muka Kucing urungkan niat, Kaki Kilat buru-buru berkata setelah melirik geram pada Manusia Tangan Harimau, "Ketika aku menuju ke sini, kulihat Pendekar Slebor sedang celingukan di sebuah tempat. Nampaknya dia tengah memperkirakan jalan mana yang harus ditempuh untuk menuju ke Gunung Kerambang ini, Ketua."
"Bodoh! Mengapa kau tidak membunuhnya?" yang keluarkan bentakan Manusia Tangan Harimau. Mata Kaki Kilat sejenak memandang tajam. Untuk sesaat lelaki berkumis tebal ini tak keluarkan ucapan.
Setelah mendengar hardikan Manusia Muka Kucing barulah dia menjawab dengan arahkan pandangannya pada lelaki yang tingginya hanya sebahu itu, "Maafkan aku, Ketua... terus terang, aku pernah dikalahkan pemuda keparat itu. Dan hingga saat ini sebenarnya keadaanku belum pulih benar. Sudah tentu aku tak berani lakukan tindak bodoh untuk menghalangi niatnya. Dan lagi... sepertinya Ketua sedang menunggu kehadirannya, bukan?" Manusia Muka Kucing mendengus melihat sikap menjilat yang diperlihatkan Kaki Kilat.
"Aku dan si Tangan Harimau saja dapat dikalahkan oleh pemuda itu, apalagi si Kaki Kilat! Hhh! Sudah tak sabar rasanya untuk menanti kehadiran pemuda celaka itu!! Hmmm... aku masih membutuhkan tenaga Kaki Kilat kendati dia tak memiliki kepandaian yang berarti. Namun ilmu larinya yang hebat dapat kupergunakan bila suatu ketika urusan jadi mengembang pada jalur yang tak diinginkan." Berpikir demikian, lelaki berparas kucing ini berkata, "Berapa jauh jaraknya?"
"Tak berada jauh, Ketua. Bahkan aku yakin, bila pemuda itu tak kesasar arah dalam waktu kurang dari sepeminuman teh dia akan segera tiba di sini!"
"Gila! Bodohnya aku ini! Betul juga yang dikatakan Kaki Kilat! Bila pemuda itu tidak menempuh arah yang berlainan denganku, jelas dia akan tiba di sini! Bila tidak" Hhh! Usahaku untuk memancingnya datang ke Gunung Kerambang berarti sia-sia! Tetapi peduli setan! Aku akan tetap menunggunya!" Kemudian katanya, "Pulihkan tenagamu dulu! Aku tak ingin melihatmu hanya menjadi penghalang saja!!" Buru-buru Kaki Kilat mengangguk-anggukkan kepalanya. Saat melangkah ke kiri, pandangan tajamnya ditujukan pada Manusia Tangan Harimau. Yang ditatap bukan main jengkelnya, namun tak hendak turunkan tangan. Sementara itu, perempuan jelita yang di kepalanya terdapat mahkota bersusun tiga membatin, "Mereka menunggu Pendekar Slebor.
Tetapi mengapa harus menunggu di tempat ini" Apakah ada sesuatu yang direncanakan mereka, terutama Manusia Muka Kucing?" Sejenak Ratu Hitam terdiam dengan kening dikernyitkan. Lalu membatin lagi, "Jangan-jangan... di salah satu tempat yang ada di sekitar gunung itulah Iblis Segala Amarah berada. Hmmm... bisa kutebak sekarang, kalau Manusia Muka Kucing sedang mencoba memancing kehadiran Pendekar Slebor. Sungguh cerdik sekaligus licik! Biar bagaimanapun juga, Pendekar Cakra Sakti telah menugaskanku untuk membantu Pendekar Slebor! Ya, apa pun yang akan terjadi... aku akan membantunya...." Lalu dilihatnya Manusia Muka Kucing berkata dengan cara berbisik-bisik pada Manusia Tangan Harimau. Menyusul terlihat keduanya terbahak-bahak.
Di tempatnya Ratu Hitam menggeram jengkel, karena dia tak mendengar apa yang dibicarakan keduanya. Dan dia yakin, lelaki berpakaian merah-merah yang sedang duduk bersemadi itu pun tak mendengar apa yang dibicarakan oleh kedua manusia sesat itu.
***
⸗ǂǂǂ⸗:: ( 8 ) ::⸗ǂǂǂ⸗
"Arya... aku menangkap sesuatu yang tidak enak akan terjadi di gunung itu...," terdengar suara perempuan bercadar biru tipis yang berdiri di samping kiri Arya Sempala.
Pemuda berwajah agak kasar namun berhati lembut itu pun anggukkan kepala.
"Aku juga menangkap gelagat seperti itu, Bibi." Kembali tak ada yang buka suara. Pandangan keduanya tetap ditujukan ke arah Gunung Kerambang.
"Arya... sebaiknya kita segera saja ke sana...."
"Benar, Bibi. Mudah-mudahan segala teka-teki yang ada di benak dapat terjawab...." Kedua orang itu pun segera melangkah. Baru saja lima langkah mereka bergerak, mendadak saja Dewi Cadar Biru hentikan langkahnya.
Sebelum Arya Sempala ajukan tanya, dia sudah berkata sambil palingkan kepala ke kanan, "Ada yang datang...." Kata-kata Dewi Cadar Biru yang cukup mengejutkan itu membuat Arya Sempala juga menoleh ke kanan. Mereka tak perlu menunggu terlalu lama untuk mengetahui siapa yang datang. Karena tiga lelaki berpakaian hitam-hitam juga telah hentikan langkah masing-masing. Di punggung salah seorang di antara mereka, terdapat satu sosok tubuh berpakaian merahmerah yang nampak lemah.
Namun begitu mengetahui mengapa ketiga lelaki berpakaian hitam-hitam itu berhenti, lelaki berpakaian merah-merah angkat kepala dengan kedua mata terbeliak.
"Celaka!" desisnya.
"Dewi Cadar Biru dan Arya Sempala!!" Arya Sempala yang melihat wajah lelaki berpakaian merah-merah itu langsung melompat tiga tindak ke muka disertai bentakan, "Kaki Kilat!!" Lelaki berkumis tebal itu berkata pada orang yang menggendongnya, "Menghindar! Sementara kalian ber-dua, hadang manusia-manusia itu!!" Mendengar perintahnya, dua lelaki berpakaian hitam-hitam berwajah bengis segera melompat dengan pandangan menusuk. Sementara yang menggendong lelaki berpakaian merah-merah sudah berbalik.
Namun langkahnya langsung terhenti, karena mendadak saja Arya Sempala sudah berada di hadapannya.
"Kau tak akan bisa melarikan diri, Kaki Kilat! Ke-kejamanmu harus dituntaskan hari ini!!" Wajah Kaki Kilat nampak memucat. Sesaat nampak dia gugup sebelum berbisik, "Turunkan aku! Kau hajar dia!!" Lelaki berpakaian hitam-hitam yang menggendongnya, segera menurunkan sosoknya. Kejap berikutnya dia sudah lancarkan serangan pada Arya Sempala. Sementara itu, dua orang berpakaian hitam-hitam lainnya yang mencoba membantu, langsung dihadang oleh Dewi Cadar Biru.
"Kalian manusia-manusia sesat yang tak pernah mau hentikan sepak terjang dungu kalian! Rasanya...
terpaksa aku harus membungkam kalian selamanya!!" Yang berwajah lonjong menggeram, "Jangan banyak omong! Kau belum mengetahui siapa kami!!" Habis bentakannya, dia sudah menerjang ganas.
Menyusul temannya lancarkan tendangan lurus.
Dewi Cadar Biru keluarkan dengusan dingin. Tanpa hindari serangan keduanya, dia sudah menerjang pula. Dan sudah tentu kedua cecoro itu bukanlah tandingan perempuan bercadar biru. Maka hanya dua gebrakan saja keduanya dapat dilumpuhkan. Yang seorang patah kedua kakinya, sementara yang seorang la gi patah kedua tangannya.
Masing-masing orang mengerang kesakitan dan akhirnya jatuh pingsan.
Sementara itu, kendati membutuhkan waktu lebih dari yang dibutuhkan Dewi Cadar Biru, Arya Sempala pun akhirnya melumpuhkan lawannya yang tergolek dengan kepala pecah. Pemuda ini sebenarnya bukanlah orang yang kejam, namun karena dia merasa orang semacam lawannya ini hidup hanya akan menimbulkan bibit penyakit, maka dia terpaksa membunuh.
"Hhhh! Manusia-manusia tak berguna!" dengusnya. Kejap itu pula pandangannya diarahkan pada Kaki Kilat yang tengah beringsut mundur.
"Manusia celaka! Kau pun harus mampus!!" geram Arya Sempala keras sambil mengangkat tangan kanannya yang mendadak keluarkan cahaya bening.
"Tunggu, Arya!" tahan Dewi Cadar Biru seraya mendekat. Dengan pandangan tak kalah geramnya dia berkata pada Kaki Kilat, "Manusia celaka! Siapakah orang yang berada di balik semua kekejaman ini, hah"!!" Wajah lelaki kejam itu nampak sedemikian pucat.
Dadanya berdegup keras dengan kengerian yang menjadi-jadi. Namun kejap kemudian lelaki ini justru sunggingkan seringaiannya. Disusul dengan kata-kata agak terengah, "Mengapa kau menahan pemuda itu membunuhku, hah" Apakah kau akan merasa berdosa bila membunuhku"!"
"Terkutuk! Membunuh seratus orang seperti kau aku sama sekali tak pernah merasa berdosa!"
"Mengapa kau tak membunuhku, hah"!"
"Manusia ini benar-benar licik! Tetapi cukup mengherankan, bagaimana dia bisa terluka seperti itu" Siapa yang telah menghajarnya" Dan nampaknya...
kendati dia masih dapat hidup, namun tak memiliki lagi kemampuan untuk bertarung. Ilmunya jelas sudah punah." Habis membatin begitu, dengan menindih rasa geramnya, Dewi Cadar Biru berkata, "Melihat keadaanmu... nampaknya kau tak akan bisa hidup lebih lama!"
"Lantas mengapa bila aku tak dapat hidup lebih lama" Apakah kau akan mengobatiku?" ejek Kaki Kilat.
Namun di luar dugaannya, Dewi Cadar Biru justru anggukkan kepalanya. Sudah tentu sikap yang diperlihatkan perempuan berpakaian serba biru ini membuat Arya Sempala seketika palingkan kepala.
Pemuda yang sejak tadi sudah tak sabar untuk membunuh Kaki Kilat berkata, "Bibi! Apa maksud, Bi-bi?" Dewi Cadar Biru tak hiraukan pertanyaan itu. Dia berkata pada Kaki Kilat, "Tetapi tentunya... aku mengajukan syarat sebelum kau kusembuhkan."
"Hhhh! Kau hendak memancing di air tenang rupanya, Dewi Cadar Biru! Bunuh aku! Bunuh sekarang!!" seru Kaki Kilat dengan suara keras, namun bi-birnya sunggingkan seringaian. Dewi Cadar Biru tak hiraukan kata-kata orang.
Dia terus berkata-kata, "Pertama... katakan padaku, siapa yang telah melukaimu seperti ini" Kedua... katakan siapa orang yang berada di balik Manusia Muka Kucing" Ketiga... katakan apa rencana yang telah disusun oleh orang di balik Manusia Muka Kucing?" Kaki Kilat terdiam dengan pandangan menyipit.
Diam-diam dia membatin, "Hmmm... nampaknya Dewi Cadar Biru memang tak menginginkan nyawaku. Bagus! Tak akan kukatakan apa yang dimintanya. Karena aku yakin, perempuan ini tetap akan mengobatiku.
Hahaha... begitu bodohnya orang-orang golongan lurus. Selalu mengandalkan nurani dan belas kasihan pada sesama. Baiknya, kuatur rencana ini." Lalu serunya, "Hhh! Ketiga pertanyaan itu tentunya dapat kujawab dengan mudah! Tetapi aku pun mengajukan syarat! Sembuhkan aku sekarang juga...
baru kukatakan apa yang kau tanyakan?" Dewi Cadar Biru tersenyum dan diam-diam berkata dalam hati, "Licik! Lelaki seperti dia memang tak perlu ku kasihani. Tetapi aku membutuhkan jawaban dari ketiga pertanyaanku tadi. Bila sudah kudapatkan, tak akan kuampuni lelaki ini. Tetapi dia memang cerdik sekaligus licik. Hmmm, aku juga akan memainkan peranan ku...." Sambil tersenyum, perempuan bercadar biru tipis ini berkata, "Kaki Kilat... karena aku membutuhkan jawaban itu maka kau tidak akan kubunuh. Tetapi bila aku tak membutuhkan, sudah tentu kau akan kubunuh!"
"Mengapa kau tidak segera membunuhku, hah?" sentak Kaki Kilat kendati sesaat sempat terkejut mendengar kata-kata si perempuan. Setelah dikalahkan Pendekar Slebor, secara tidak sengaja Kaki Kilat yang ilmunya telah lumpuh kedatangan tiga orang anak buahnya yang berpakaian hitam-hitam. Lelaki ini memang mempunyai lima belas anak bu-ah. Lima orang tewas di tangan ketiga murid mendiang Malaikat Keadilan. Lima orang lagi di tangan Manusia Muka Kucing dan dua orang lagi tewas di tangannya sendiri.
Kaki Kilat saat ini sebenarnya hendak menuju ke Gunung Kerambang. Karena baginya, tempat itulah satu-satunya yang aman (Baca : "Manusia Muka Kucing"). Namun tanpa disangkanya, dia harus bertemu dengan Dewi Cadar Biru dan Arya Sempala. Kaki Kilat yang menghendaki agar tiba di Gunung Kerambang dalam keadaan selamat berkata setelah melihat Dewi Cadar Biru terdiam, "Mengapa kau tak melakukannya, hah" Hahaha...
kau tak akan membunuhku, Dewi Cadar Biru!!"
"Bibi! Bunuh saja manusia keparat ini!!" Dewi Cadar Biru menganggukkan kepalanya.
"Kau benar, Arya. Memang, manusia ini tak akan pernah menjadi baik! Tak ada salahnya bila dia kubunuh!"
"Kau hanya menggertak, Dewi Cadar Biru! Kau membutuhkan jawaban atas pertanyaanpertanyaanmu!!"
"Kau salah, Kaki Kilat! Karena akulah yang akan menjawab pertanyaan Bibi Dewi Cadar Biru!" terdengar seruan keras itu disusul munculnya dua sosok tubuh di hadapan masing-masing orang.
Menyusul terdengar suara seorang gadis.
"Bibi....
Kang Arya... apa kabar?" Wajah Arya Sempala yang tadi tertekuk, kali ini terpentang cerah.
"Werdaningsih! Jaya Lantung!!" Kedua orang yang baru datang itu memang Werdaningsih dan Jaya Lantung. Jaya Lantung segera berkata, "Bibi! Yang telah melumpuhkannya adalah Pendekar Slebor. Sementara orang yang berada di balik semua ini adalah...." Jaya Lantung sengaja menghentikan katakatanya. Dia melirik Kaki Kilat yang menjadi pucat.
Dewi Cadar Biru yang tak menyangka akan berjumpa dengan kedua murid Malaikat Keadilan berkata, "Kaki Kilat... aku tak lagi membutuhkan jawaban dari mulutmu, karena...."
"Baik, baik! Akan kukatakan!!" seru Kaki Kilat yang kali ini wajahnya memucat.
Dadanya bergemuruh tak menentu. Tangannya yang bergerak-gerak nampak bergetar.
"Katakan!"
"Aku... aku tidak tahu siapa orang yang berada di belakang Manusia Muka Kucing.... Dia, dia hanya me-nyebutnya Pimpinan. Tetapi... semuanya berhubungan dengan Pendekar Slebor. Orang itu... menginginkan tenaga 'Inti Petir' yang dimiliki Pendekar Slebor...."
"Mengapa kau tidak tahu siapa orang itu?" tanya Dewi Cadar Biru.
"Aku... aku... memang... memang tidak tahu...."
"Dusta!" bentak Arya Sempala.
"Tetapi... dustamu tak ada gunanya... karena Jaya Lantung akan mengatakannya...." Kaki Kilat buru-buru menggeleng dengan bibir bergetar.
"Sungguh, sungguh aku tidak tahu! Yang ku tahu... orang yang disebut Pimpinan oleh Manusia Muka Kucing berdiam di Gunung Kerambang."
"Di mana tepatnya?" tanya Dewi Cadar Biru.
"Aku tidak tahu.... Percayalah... aku tidak tahu tentang hal itu. Aku hanya orang suruhan Manusia Muka Kucing...."
"Sungguh lelaki bodoh! Dia tak pernah tahu apa yang sesungguhnya terjadi! Dia hanya mengumbar segala nafsu buruknya untuk kesenangan pribadi!!" kata Dewi Cadar Biru dalam hati.
Lalu katanya, "Kau terlalu bodoh mau mengikuti jejak manusia-manusia celaka itu! Apakah kau tidak tahu, atau berlagak tidak tahu, kalau dirimu hanyalah menjadi jajaran kambingkambing hitam yang diperintah oleh seorang gembala yang kau tidak ketahui" Kaki Kilat... memang sulit mengubah tabiat seseorang! Dan rasanya...." Mendadak saja dengan gerakan yang cepat, tangan kanan Dewi Cadar Biru bergerak.
Plak!! Tangan itu menempeleng wajah Kaki Kilat yang melengak sesaat. Di saat lain dia sudah jatuh pingsan dengan hidung yang alirkan darah segar.
"Bila kau terbangun... mudah mudahan kau akan sadar dari segala perbuatan busukmu, Kaki Kilat...." Lalu perlahan-lahan diputar tubuhnya. Ditatapnya Werdaningsih dan Jaya Lantung.
"Bagaimana kabar kalian?" Kedua remaja yang ditanya rangkapkan kedua tangannya di depan dada.
"Kami baik-baik saja, Bibi...," sahut keduanya bersamaan.
"Jaya... bagaimana kau mengetahui semua itu?" tanya Dewi Cadar Biru kemudian.
"Bibi... kami telah berjumpa dengan Pendekar Slebor yang telah menolong kami dari ancaman maut Manusia Muka Kucing. Dan sebelumnya, aku hampir berhasil mengorek keterangan dari Manusia Muka Kucing. Tetapi bila saja kambratnya yang berjuluk Manusia Tangan Harimau tidak muncul, semuanya akan dapat kuketahui." Jaya Lantung terdiam dulu sebelum melanjutkannya pelan, "Bibi.... Kang Arya.... Guru telah tewas di tangan Kaki Kilat dan Manusia Muka Kuc- ing...." Arya Sempala nampak melengak sesaat. Seraya menghela napas dia membatin, "Ternyata apa yang kuduga selama ini memang salah.
Bukan Pendekar Slebor yang telah membunuh Guru. Melainkan kedua manusia celaka itu. Hhh! Bila menuruti kata hatiku, mau rasanya menghantam pecah kepala Kaki Kilat!".
Didengarnya lagi kata-kata adik seperguruannya, "Orang yang berada di balik semua ini adalah Iblis Segala Amarah.' Dewi Cadar Biru terdiam mendengar kata-kata itu.
Dari kerutan yang mendadak muncul di keningnya, jelas sekali kalau dia mencoba mengingat maupun mengira-ngira siapa Iblis Segala Amarah. Namun gagal.
"Jaya... apa yang dikehendaki orang itu?"
"Dia... menghendaki tenaga 'Inti Petir' milik Pendekar Slebor, Bibi..." Kembali Dewi Cadar Biru terdiam.
"Jadi itulah pangkal dari semua urusan ini...." Kemudian katanya, "Kini kita tahu kalau manusia celaka berjuluk Iblis Segala Amarah berdiam di Gunung Kerambang. Sebaiknya, kita jangan berpencar lagi Kita akan bersama-sama menyusuri Gunung Kerambang...." Setelah berkata begitu, Dewi Cadar Biru melangkah mendahului. Yang kemudian diikuti secara bersamaan oleh ketiga murid mendiang Malaikat Keadilan. Kemudian, bila memang ternyata lelaki berpakaian merah merah yang dibuat pingsan oleh Dewi Cadar Biru adalah Kaki Kilat, lantas siapakah lelaki yang memiliki ciri-ciri sama dengan lelaki itu yang saat ini sedang bersemadi di belakang Manusia Muka Kucing dan Manusia Tangan Harimau"
***
⸗ǂǂǂ⸗:: ( 9 ) ::⸗ǂǂǂ⸗
Keangkeran gunung itu makin menjadi-jadi. Laksana raksasa yang tengah tertidur dan satu saat dapat terbangun dengan segala kedahsyatan. Dalam naungan udara yang masih dingin dan butiran embun yang belum mengering, dua sosok tubuh masih tegak di depan sebuah batu besar. Tak ada yang keluarkan suara. Wajah masing-masing orang nampak tegang. Dan terlihat sejak semalam tak sedikit pun kedua orang itu yang bergeser dari berdirinya.
Namun wajah lelaki berparas kucing perlahanlahan mulai berubah. Mulutnya yang di atasnya dihiasi kumis jarang bergerakgerak sehingga untaian kumis jarangnya pun bergerak. Mata merahnya mendelik gusar. Mendadak dipalingkan kepalanya ke belakang, ke arah lelaki berkumis tebal yang masih duduk bersemadi.
"Kaki Kilat! Mana bukti ucapanmu, hah"!" suara Manusia Muka Kucing menggelegar.
Lelaki berpakaian merah-merah itu nampak terkejut dan langsung memaki-maki dalam hati, "Monyet pitak! Bikin aku kaget saja! Padahal aku sudah hampir tidur nih!! Ini kumis lagi, bikin aku mau bersin!!" Karena pandangan tajam dari Manusia Muka Kucing, lelaki berpakaian merah-merah itu buru-buru angkat kepala.
"Ketua.. aku tak berkata dusta! Jelas yang kulihat tadi malam adalah Pendekar Slebor! Barangkali dia nyasar, Ketua! Sehingga tak menuju ke tempat Ketua! Atau sesungguhnya... dia sudah berada di sini dan bersembunyi?" Sebelum Manusia Muka Kucing keluarkan bentakan lagi, Manusia Tangan Harimau yang sudah jenuh pun lebih dulu berkata, "Sejak semula kukatakan, bunuh saja manusia celaka itu!! Kedatangannya justru membuat kita menunggu kehadiran Pendekar Slebor sepanjang malam berteman dingin dan sepi begini!! Apakah kau masih mau membuang-buang waktu seperti ini, hah?" Manusia Muka Kucing menggeram pada Kaki Kilat yang buru-buru berdiri dengan kepala tertunduk.
"Jangan main gila denganku!!" bentaknya angker.
Kaki Kilat mengangkat kepalanya. Kendati suaranya agak gemetar namun wajahnya nampak tenangtenang saja.
"Aku bukanlah orang bodoh yang mau bertindak seperti itu! Karena sudah tentu aku tak berani melakukannya! Apa yang kukatakan tadi tidak salah! Ketua... jangan-jangan.... Pendekar Slebor justru sudah bertemu dengan Pimpinan yang...."
"Tutup mulutmu!!"
"Kutu busuk! Kadal buntung! Enak saja dia membentak-bentakku!" maki lelaki berpakaian merahmerah itu dalam hati. Lalu sambungnya geram, "Ini kumis lagi! Rasanya aku tak bisa menahan bersin!!" Aneh! Siapakah sesungguhnya Kaki Kilat yang ini" Dia tak lain adalah pendekar kita, siapa lagi kalau bukan si Urakan Andika"! Setelah meninggalkan Jaya Lantung dan Werdaningsih, Andika pun segera berkelebat ke mana perginya Manusia Muka Kucing dan Manusia Tangan Harimau. Sambil berkelebat itu otaknya berpikir keras.
Orang yang dituju sekarang bukanlah keduanya, melainkan orang yang berjuluk Iblis Segala Amarah.
Secara tidak langsung Pendekar Cakra Sakti dan Mayang Kunting memang telah membebaninya tugas untuk menggantikan Pendekar Cakra Sakti menghentikan semua rencana Iblis Segala Amarah.
Namun tanpa disuruh atau dibebani tugas seperti itu, Pendekar Slebor sudah tentu tak akan hentikan niatnya untuk mengetahui sekaligus menghentikan semua rencana busuk dari Iblis Segala Amarah.
Saat berkelebat itulah satu pikiran muncul di benaknya. Apalagi tatkala melihat sebuah pakaian merah-merah yang entah milik siapa di tepi sebuah sungai. Mungkin pemiliknya sedang mandi.
Sambil nyengir dan berkata dalam hati, "Kupinjam dulu, ah!" anak muda urakan ini pun segera melapisi pakaiannya dengan pakaian merah-merah itu. Lalu dengan pergunakan getah pohon, Andika membuat luka pada pipi kanannya. Dan dengan bulu-bulu yang berasal dari pohon ijuk dia membuat sebuah kumis.
Pada air sungai anak muda urakan ini bercermin. Setelah memoles sana dan sini, yang terlihat kemudian bukan lagi wajahnya, melainkan wajah Kaki Kilat.
Bila Andika ingin menyamar, siapa pun dapat ditirunya, kecuali anak tuyul. Kepandaiannya menyamar ini didapat dari Raja Penyamar yang secara tak langsung merupakan salah seorang gurunya.
Dengan menyamar sebagai Kaki Kilat, Andika berharap dapat langsung bertemu dengan Iblis Segala Amarah, karena dialah pangkal dari semua petaka yang terjadi. Manusia Muka Kucing yang sekarang didampingi kambratnya itu hanyalah pion-pion belaka yang dapat digerakkan semaunya oleh Iblis Segala Amarah. Dan sekarang, anak muda tampan dari Lembah Kutukan ini sedang memainkan peranannya.
Di tempatnya, wajah Manusia Muka Kucing menekuk mendengar ucapan lelaki yang tetap disangkanya si Kaki Kilat.
"Bisa jadi apa yang dikatakan lelaki celaka itu benar! Pendekar Slebor telah bertemu dengan Pimpinan! Hhh! Kalau memang begitu adanya, sudah tentu saat ini dia telah mampus setelah tenaga 'Inti Petir' dalam tubuhnya diserap oleh Pimpinan! Bagus! Secara tidak langsung urusanku menjadi mudah! Tetapi... bagaimana bila belum" Sudah tentu Pimpinan akan sangat marah karena dia telah memerintahkanku untuk memancing kehadiran pemuda keparat itu ke sini"!"
"Muka Kucing! Mengapa kau terdiam"!" sentak Manusia Tangan Harimau yang benarbenar tak suka dengan Kaki Kilat. Lelaki yang di keningnya terdapat ikat kepala warna kuning gading dan kedua tangan hingga sikunya ini dilapisi kulit harimau, seperti menangkap gelagat yang tidak enak dari pancaran mata Kaki Kilat. Dan sejak pertama melihat lelaki berkumis tebal itu, dia sudah curiga. Manusia Muka Kucing mendengus tanpa palingkan kepala pada kambratnya. Tetapi dia tak buka mulut. Sementara itu, Ratu Hitam yang sepanjang malam mendekam di balik ranggasan semak belukar membatin, "Hmmm... mudah-mudahan Pendekar Slebor memang telah bertemu dengan Iblis Segala Amarah.
Hingga urusan ini akan berlangsung seperti yang kuharapkan. Karena biar bagaimanapun juga, kehadiran dan sepak terjang Iblis Segala Amarah yang berada di belakang layar harus dihentikan! Terutama agar Pendekar Cakra Sakti tidak repot dengan urusan tengik seperti itu. Hmm... aku akan... hei! Apa yang hendak dilakukan Manusia Tangan Harimau itu?" Di depan, Manusia Tangan Harimau menuding lelaki berpakaian merah-merah seraya menggeram, "Kau tak banyak guna! Lebih baik mampus! Manusia Muka Kucing, bukankah tadi kau merencanakan untuk membunuh manusia ini bila Pendekar Slebor tiba" Dan sekarang, apakah kau tetap akan menunggu sampai pemuda keparat itu tiba untuk membunuh lelaki celaka ini"!" Manusia Muka Kucing menatap sejenak pada kambratnya. Lalu perlahan-lahan diarahkan tatapannya pada lelaki berpakaian merah-merah, "Kau benar, Tangan Harimau! Manusia ini memang layak untuk mampus!" Si pemuda urakan yang sedang menyamar sebagai Kaki Kilat, mengangkat kedua tangannya dan membuat suaranya penuh ketakutan, "Ketua... jangan gegabah! Apa yang kukatakan tadi benar!"
"Dia pandai menjilat rupanya!" sinis suara Manusia Tangan Harimau.
"Ketua... jangan dengarkan ucapan lelaki buruk itu! Lebih baik kita sama-sama mendatangi Pimpinan! Barangkali saja dia membutuhkan bantuan!!"
"Tutup mulutmu!! Kau tak berhak untuk berjumpa dengan Pimpinan, Keparat! Lebih baik kau...." Seruan yang diucapkan Manusia Muka Kucing terputus menyusul secara tiba-tiba tubuhnya terlempar ke depan. Manusia Tangan Harimau terkejut bu kan alang kepalang. Dengan hentakkan kaki kanannya pada tanah, dia mencelat untuk menangkap tubuh Manusia Muka Kucing.
Namun begitu berhasil ditangkap, tubuhnya pun terlempar karena satu tenaga tak nampak telah menghantamnya! Dan berhenti setelah tubuhnya dan tubuh Manusia Muka Kucing menabrak sebuah pohon.
Bukan hanya Pendekar Slebor yang terkejut melihat hal itu, Ratu Hitam pun melengak kaget. Dan hampir saja dia keluar dari persembunyiannya! Belum lagi keterkejutan itu berakhir, mendadak saja terdengar satu suara keras, "Mana janjimu, Muka Kucing" Mana pemuda dari Lembah Kutukan itu, hah"! Atau kau memang ingin mampus di tanganku"!!" Dan belum habis suara itu terdengar, mendadak saja satu sosok tubuh tinggi kurus terbungkus jubah warna merah telah berdiri di atas batu besar di mana tadi Manusia Muka Kucing dan Manusia Tangan Harimau berdiri.
*****
"Aku Manusia Tangan Harimau... mengabdikan diri padamu, Pimpinan." Lelaki tirus berjubah merah itu hanya keluarkan dengusan tanpa menatap sedikit pun pada Manusia Tangan Harimau. Kedua tangan kurusnya bersedekap di dada.
"Mana Pendekar Slebor"!!" bentaknya menggelegar pada Manusia Muka Kucing yang mendadak menjadi ciut hatinya.
"Pimpinan... aku... aku... sudah memancingnya untuk tiba di sini.... Kaki Kilat... dapat buktikan kebenaran dari kata-kataku ini. Karena... dia melihat kehadiran Pendekar Slebor...."
"Tidak!!" terdengar suara keras itu secara tiba-tiba.
Semua orang termasuk Ratu Hitam yang mengintip pun melihat Kaki Kilat berdiri dengan kepala agak terangkat, "Pimpinan...
apa yang dikatakan Manusia Muka Kucing tidak benar! Aku tidak melihat Pendekar Slebor ke sini?" Terkesiap Manusia Muka Kucing mendengar katakata lelaki berpakaian merah-merah itu. Hampir saja dia lepaskan serangan untuk hantam wajah Kaki Kilat.
Namun urung begitu mendengar bentakan Iblis Segala Amarah, "Jangan sekali-sekali berdusta kepadaku!!"
"Pimpinan...," desis Manusia Muka Kucing dengan wajah pias.
"Lelaki itu berdusta kepadaku! Dia tadi mengatakan...."
"Aku tak suka banyak tanya! Cari Pendekar Slebor sampai dapat! Kutunggu sampai... jahanam terkutuk!!" Memutus kata-katanya sendiri, tiba-tiba saja lelaki bersanggul itu gerakkan tangan kanannya ke depan.
Wuusss!! Satu gelombang angin yang mengandung hawa panas dan dingin menderu dahsyat, melabrak ke satu semak belukar. Sebelum ranggasan semak itu terhantam hancur, Iblis Segala Amarah sudah keluarkan bentakan, "Manusia-manusia bodoh! Apakah kalian tidak tahu kalau ada cecunguk hitam yang mencuri dengar apa yang kalian bicarakan"!!" Menyusul hancurnya ranggasan semak belukar itu, Ratu Hitam yang sama sekali tak menyangka kalau kehadirannya diketahui lelaki berjubah merah itu, sudah melompat untuk selamatkan diri. Dan sekarang, tak ada jalan lain kecuali menampakkan diri.
Wajah jelita perempuan ini menekuk.
"Manusia celaka! Kita bertemu lagi di sini".
***
⸗ǂǂǂ⸗:: ( 10 ) ::⸗ǂǂǂ⸗
Tanah sejarak lima tombak dari tempatnya, meletup-letup.
"Ratu Hitam! Bukan main! Sekian lama tak jumpa, kau masih jelita saja! O ya...
apakah kau masih tetap menjadi pengikut Pendekar Cakra Sakti, hah"!" Ratu Hitam mendelik gusar.
"Hhhh! Dasar manusia pengecut! Tak berani menghadapi Pendekar Cakra Sakti, kau berupaya mencelakakan orang lain! Bahkan... kau menghendaki tenaga 'Inti Petir' pada diri Pendekar Slebor! Sayang sekali niatmu tak akan pernah kesampaian! Karena selain kau tak akan mampu menghadapi anak muda itu, aku pun akan menghalangi niatmu!!" Wajah Iblis Segala Amarah menekuk geram.
"Rupanya kau benar-benar telah terpengaruh Pendekar Cakra Sakti! Kau yang dulunya begitu kejam dan telengas, kali ini berlagak suci laksana bidadari! Sebenarnya, aku tak menghendaki nyawamu! Yang kuinginkan adalah Pendekar Cakra Sakti! Tetapi sekarang... semuanya pupus dengan sendirinya!"
"Peduli setan apa yang kau katakan! Kau lihat, aku tak akan mundur satu tindak dari hadapanmu!!" Kali ini meledak tawa lelaki berparas tirus itu.
"Bagus! Ingin kulihat kebenaran kata-katamu itu!!" Sementara itu diam-diam Pendekar Slebor membatin, "Celaka! Keadaan seperti ini tak kuharapkan sama sekali! Berarti... semua rencanaku batal karena lelaki itu telah muncul dengan sendirinya! Ah, bila saja aku hanya seorang diri, kemungkinan besar aku masih dapat menyelamatkan diri. Mudah-mudahan Ratu Hitam dapat mengatasi manusia satu itu. Hanya saja..." Memutus kata batinnya sendiri, anak muda yang sekarang masing menyamar sebagai Kaki Kilat berkata, "Pimpinan! Bukan maksudku untuk menahan keinginan Pimpinan! Tetapi... aku melihat kehadiran orangtua berpakaian putih-putih kusam dengan rambut panjang tak beraturan dan tubuh agak membungkuk di ujung jalan sana!" Mendengar ucapan itu, Iblis Segala Amarah palingkan kepalanya.
"Busyet! Tatapannya seperti hendak menelan aku bulat-bulat!" kata Andika dalam hati sambil menelan ludahnya.
"Manusia sialan! Kau mengatakan pada lelaki muka kucing itu kalau kau melihat Pendekar Slebor! Kali ini kau mengatakan kau...
Gila! Hei! Benarkah yang kau katakan itu?" Melihat perubahan wajah lelaki tua berwajah tirus ini Andika buru-buru menganggukkan kepalanya.
"Benar, Pimpinan...."
"Pendekar Cakra Sakti...," desis Iblis Segala Amarah dengan suara gusar.
Kemudian terdengar makiannya pada Ratu Hitam, "Katakan padaku, di mana manusia celaka itu berada!!" Ratu Hitam hanya cibirkan mulut.
"Dari ucapanmu, terbukti kalau kau tak berani menghadapiku!" sengatnya penuh ejekan.
Terdengar suara rahang dikertakkan. Menyusul tanpa buka suara lagi, Iblis Segala Amarah segera mendorong tangan kanannya.
Serta-merta menderu gelombang angin yang mengandung hawa panas dan dingin.
Sementara Pendekar Slebor mendengus, Ratu Hitam segera membuang tubuh ke samping kanan. Dia memang berhasil hindari labrakan gelombang angin itu. Namun hawa panas dan dingin melingkupi tubuhnya hingga sesaat nampak dia bergetar.
"Gila! Sungguh luar biasa sekali! Apakah ini ilmu yang sedang diperdalamnya" Tanpa pergunakan tenaga 'Inti Petir' yang dimiliki Pendekar Slebor saja sudah sedemikian mengerikan, bagaimana bila lelaki tua celaka ini berhasil menyerap tenaga 'Inti Petir' anak mu-da itu" Dan sekarang... di mana anak muda itu berada?" Di lain pihak Manusia Muka Kucing dan Manusia Tangan Harimau terdiam dengan mata terbeliak dan mulut terbuka lebar. Sementara itu Pendekar Slebor yang masih menyamar sebagai Kaki Kilat membatin.
"Kutu pitak! Sungguh suatu tenaga yang hebat sekali! Dari jarak sekian langkah dari tempatku, dapat kurasakan hawa panas dan dingin yang menyengat! Rasanya... seluruh rencanaku akan berantakan karena aku tak mau melihat Ratu Hitam terluka! Dan lagi...
monyet buduk! Kumis ini benar-benar hendak bikin aku bersin!!" Di tempatnya Iblis Segala Amarah terbahak-bahak melihat wajah Ratu Hitam pias.
"Kau hanya kuberikan kesempatan tiga kali gebrakan!!" desisnya dan secara tiba-tiba dia berseru seraya dorong tangan kanannya, "Tenaga 'Api'!!" Wusss!! Saat itu pula menderu gelombang angin panas ke arah Ratu Hitam. Menyusul gelombang angin itu dua bongkah besar api menggulung-gulung mengerikan.
Ratu Hitam mendengus sambil menggerakkan tombak berujung trisula yang kini telah menjadi tongkat. Lima sinar hitam langsung mencelat, memapaki gelombang angin panas yang dilepaskan Iblis Segala Amarah. Terdengar letupan yang sangat keras. Bersamaan letupan itu terdengar, terdengar pula pekikan Ratu Hitam tatkala dua bongkah api besar melabrak ke arah kaki dan kepala.
Tak ada jalan lain kecuali berguling untuk hindari sergapan ganas itu. Dua bongkah api itu seketika membakar ranggasan semak dan rerumputan.
Iblis Segala Amarah yang lancarkan serangan tanpa geser dari tempatnya terbahak-bahak.
"Bagus! Sekarang... tenaga 'Air'!!" Habis ucapannya, didorong tangan kirinya ke depan. Wussss! Serentak gelombang angin dingin disusul dengan percikan-percikan air menderu ke arah Ratu Hitam.
Perempuan berpakaian hitam tipis menerawang ini kembali coba menahan dengan gerakkan tongkat berujung trisulanya. Kalau tadi gelombang angin itu berhasil diputuskan, kali ini gelombang angin yang menderu disusul percikan-percikan air yang justru menghantam pecah lima sinar hitam yang menderu.
Dan terus mengarah pada Ratu Hitam.
Untuk kedua kalinya perempuan ini dibuat tunggang langgang. Bahkan hampir saja tubuhnya terbakar api-api yang terus menjalar membakari ranggasan semak belukar. Saat berdiri tegak, tubuhnya agak bergetar. Wajah jelitanya sangat pias dengan keringat yang membanjir.
Pendekar Slebor yang melihat keadaan tidak menguntungkan mendengus, "Terpaksa rencanaku harus dibatalkan! Monyet pitak! Rasanya aku tak bisa menahan bersin lagi, nih!"
"Bagus, bagus sekali!! Kau berhasil hindari dua gebrakanku! Tadi kukatakan, tiga kali kau kuberi kesempatan untuk bernapas! Sekarang bersiaplah untuk jemput kematian!!" Di tempatnya kendati hatinya sangat tegang, Ratu Hitam sunggingkan senyuman mengejek.
"Kita buktikan apa yang kau katakan itu!"
"Bagus! Kau akan menerima ilmu tenaga 'Api Air' yang tak ada duanya!!"
"Hhhh! Kau belum mendapatkan tenaga 'Inti Petir' yang dimiliki Pendekar Slebor" Apakah kau masih akan membanggakannya juga" Jangan terlalu berlebihan dalam berkhayal! Dan kau memang tak pantas untuk berhadapan dengan Pendekar Cakra Sakti!!"
"Jahanam!! Jangan sebut-sebut julukan itu di de-panku! Baik! Akan kuperlihatkan kepadamu!!" Habis kata-katanya, lelaki berambut merah yang di sanggul itu segera putar kedua tangannya ke atas, lalu digerakkan ke bawah dan ke atas lagi. Kejap berikutnya disatukan secara perlahan di depan dada. Menyusul diiringi teriakan keras. didorong kedua tangannya ke depan tetap tanpa bergeser dari tempatnya berdiri.
"Tenaga Api Air'!!" Secara bersamaan dua gelombang angin menggebrak. Dari gebrakan yang terasa saja, sudah dapat di yakini kalau tiga batang pohon akan langsung tercabut begitu terhantam. Belum lagi secara mengejutkan satu bongkahan api bersamaan gelombang angin yang tim-bulkan percikan air, menggebah. Dan menyatu dalam kekuatan yang mengerikan.
Ratu Hitam seketika bertambah pucat. Sesaat perempuan jelita ini merasa sebagian sukmanya tercabut paksa. Dia memang berhasil hindari dua gelombang angin yang pertama melabrak. Namun untuk hindari bongkahan api dan gelombang angin yang percikan air dan kini telah menyatu, nampaknya sangat sulit dilakukan "Celaka! Rupanya aku akan mampus sekarang!!" desisnya kecut.
Diiringi senyuman puas Manusia Muka Kucing dan Manusia Tangan Harimau, perempuan berpakaian hitam panjang ini seolah tak kuasa lagi untuk lakukan tindakan apa-apa.
Namun sebelum tubuhnya lumat terhantam tenaga 'Api Air" milik Iblis Segala Amarah yang kini sedang tersenyum puas, mendadak terdengar salakan petir yang sangat kuat. Menyusul suara laksana salakan guntur yang menghantam kesatuan bongkahan api dan gelombang angin yang percikan air.
Blaaaammmmm!!! Serta-merta serangan ganas Iblis Segala Amarah terputus. Tempat di mana terjadi bentrokan tadi, langsung rengkah. Tanah terbongkar dan bongkarannya membubung tinggi.
Sementara sosok Ratu Hitam sendiri terpental akibat getaran dari bentrokan yang terjadi.
"Jahanam keparat!!" terdengar suara Iblis Segala Amarah sambil palingkan kepala.
Empat pasang mata masing-masing orang yang berada di sana, terarah pada sosok lelaki berpakaian merah-merah yang terhuyung ke belakang dengan da-da terasa sesak.
"Kaki Kilat!" desis Manusia Muka Kucing tersentak.
"Gila! Bagaimana mungkin dia dapat menghalangi serangan Pimpinan pada Ratu Hitam"!"
*****
Namun begitu dirasakan kekuatan lain yang sangat dahsyat dari serangan Iblis Segala Amarah, maka segera dilepaskan ajian 'Guntur Selaksa'! Akan tetapi di luar dugaannya, tubuhnya pun terseret lima langkah ke belakang. Kedua tangannya tera-sa sangat ngilu. Dan mendadak saja kedua pipinya mengembung, menyusul anak muda ini muntah darah.
"Huaaaakkk!!" Bersamaan darah kental hitam yang keluar, kumis terbuat dari ijuk yang menempel terlepas pula.
Tersentak masing-masing orang yang berada di sana.
"Dia bukan Kaki Kilat!!" seru Manusia Muka Kucing keras. Dan mendadak saja lelaki ini sudah menerjang dengan kedua cakar mengembang.
Namun sebelum lelaki ini lakukan maksud, satu tenaga yang tak nampak telah membuat tubuhnya terdorong ke samping kanan.
"Aaaakhhhh!!" Tubuhnya langsung ambruk dan muntah darah.
"Tak seorangpun kubiarkan untuk membunuhnya!! Pendekar Slebor... kecerdikanmu sungguh luar biasa!!" terdengar suara Iblis Segala Amarah keras.
Andika yang memang harus membuka penyamarannya dan menggagalkan seluruh rencananya, segera membuka pakaian merah-merah yang dikenakannya.
Kejap itu pula nampak pakaian hijau pupus dan kain bercorak catur yang melilit pada lehernya.
"Huh! Terpaksa deh! Eh, Biang kunyuk! Jadi kau orangnya yang menginginkan tenaga 'Inti Petir' dalam tubuhku" Wah! Tak usyeee yeee!!" Ratu Hitam yang dalam keadaan terhuyung membatin, "Pendekar Slebor! Sungguh sebuah kecerdikan sekaligus nyali kuat yang dimilikinya! Ah, tentunya dia memiliki rencana mengapa dia harus menyamar seperti itu. Tetapi... aku telah menggagalkannya. Satu yang kini kuketahui...
kalau pemuda itu ternyata pandai menyamar. Hanya saja, mampukah dia menghadapi Iblis Segala Amarah?" Di tempatnya, Iblis Segala Amarah terbahakbahak keras.
"Semudah membalikkan telapak tanganku untuk mendapatkan Tenaga 'Inti Petir' yang kau miliki, Pendekar Slebor! Bagus kau datang ke sini! Berarti semua urusan akan terselesaikan dan Pendekar Cakra Sakti harus mampus!!" Andika yang sengaja mengajak lelaki berwajah tirus itu bercakap-cakap lebih lama guna memulihkan keadaannya, berkata lagi, "Ngomong-ngomong tentang orangtua sakti itu... sudah tentu kau tak akan dapat mengalahkannya! Dia juga menitip salam padamu melaluiku! Katanya, aku tidak usah membunuhmu, tetapi cukup menjitak kepalamu sampai benjol dan pecah selama berbulan-bulan! Hayo, kau mau pilih yang mana" Langsung mampus, atau benjol di kepalamu"!!" Serentak tawa Iblis Segala Amarah terputus. Sepasang mata kelabunya tajam menusuk, laksana kobaran api yang tersimpan di sana.
"Kau tak akan bisa mengumbar lagi segala kekonyolanmu itu, Pendekar Slebor! Setelah kudapatkan tenaga 'Inti Petir' yang kau miliki, maka kau harus mampus!!"
"Kehebatan tenaga 'Api Air' yang dimilikinya sungguh luar biasa. Entah bagaimana pula bila dia berhasil menggabungkan tenaga 'Api Air' dengan tenaga 'Inti Petir'. Wah! Kehebatannya pasti makin menjadi-jadi sa-ja! Tetapi biar bagaimanapun juga, aku tak akan menyerah begitu saja. Kendati menurut Pendekar Cakra Sakti dia tak akan membunuhku sebelum mendapatkan tenaga 'Inti Petir', namun aku tak akan membiarkan serangan demi serangannya mengenai sasaran. Dan semuanya... hei!!" Sejenak anak muda ini memutus kata batinnya sendiri. Lalu dengan kening dikernyitkan dia melanjutkan, "Apakah bila aku mati tenaga 'Inti Petir' yang kumiliki akan punah" Oh! Bodohnya aku! Sudah tentu tenaga itu akan punah dengan sendirinya! Kutu monyet! Masa aku baru tahu rahasia tenaga 'Inti Petir', sih" Atau jangan jangan...
masih ada rahasia lain yang belum kuketahui?" Sementara Iblis Segala Amarah masih berdiri tanpa keluarkan suara, Manusia Muka Kucing yang telah berhasil pulihkan keadaannya kendati masih merasa nyeri di dadanya, perlahan-lahan menghampiri Manusia Tangan Harimau.
Sambil pandangi Ratu Hitam yang memandang curiga, lelaki yang tingginya hanya sebahu Manusia Tangan Harimau itu berkata, "Tangan Harimau.... Biar urusan Pimpinan lebih mudah, kita bunuh Ratu Hitam!" Mendengar usul itu, Manusia Tangan Harimau yang masih takjub dengan kesaktian Iblis Segala Amarah segera mengangguk.
"Kita tunggu sampai Pimpinan menyerang Pendekar Slebor!" katanya dalam bisikan.
Dan serangan itu tak perlu ditunggu terlalu lama.
Karena diiringi suara mengguntur, mendadak saja Iblis Segala Amarah membuka kedua telapak tangannya lurus di depan dada. Lalu pergelangan tangannya diputar tiga kali ke kanan dan tiga kali ke kiri.
Di tempatnya Andika memperhatikan tanpa kedip.
Lamat-lamat dilihatnya bagaimana kedua telapak tangan lelaki berwajah tirus itu memerah dan semakin lama pancaran cahaya merah itu bertambah pekat.
"Kau harus merasakan ilmu "Sedot Udara" ini!!" menggelegar bentakan Iblis Segala Amarah.
Habis seruannya, mendadak saja satu tarikan yang sangat dahsyat mengarah pada Andika. Terkesiap bukan alang kepalang anak muda urakan ini tatkala merasakan tubuhnya seperti ditarik paksa untuk mengarah pada Iblis Segala Amarah. Dirasakan bagaimana saat itu juga ada lecutan-lecutan keras di seluruh tubuhnya.
Keadaan itu bukan hanya dialami oleh Pendekar Slebor saja, karena Manusia Muka Kucing dan Manusia Tangan Harimau yang merencanakan untuk membunuh Ratu Hitam pun terseret. Demikian pula dengan perempuan jelita berpakaian hitam panjang tipis menerawang itu.
Kejap itu pula masing-masing orang segera alirkan tenaga dalam pada kaki kanan kiri. Menahan tarikan dahsyat yang dilakukan Iblis Segala Amarah sambil terbahak-bahak lebar.
***
⸗ǂǂǂ⸗:: ( 11 ) ::⸗ǂǂǂ⸗
Getah-getah pohon yang dipergunakan Pendekar Slebor untuk menyamarkan wajahnya menyerupai si Kaki Kilat pun meleleh karena anak muda itu sedang kerahkan tenaga dalamnya guna menahan tarikan dahsyat itu. Hingga nampaklah wajah tampannya yang kali ini terlihat tegang.
"Gila! Tenaga sedotnya sungguh dahsyat! Dan dia benar-benar tak perduli dengan Manusia Muka Kucing Karena manusia itu pun tersedot! Celaka! Nampaknya lelaki itu tak berdaya sama sekali!" Di tempatnya, Manusia Muka Kucing keluarkan gerengan keras. Wajahnya terasa sakit dengan dada yang langsung sesak. Kedua tangan dan kakinya bergetar hebat. Dan mendadak sekali, tubuhnya mencelat ke arah Iblis Segala Amarah. Celatan itu disebabkan karena kedua kakinya sudah tak kuasa menahan tarikan tenaga Iblis Segala Amarah.
Melihat hal itu, dengan susah payah Andika berusaha rentangkan kedua tangannya disertai alirkan tenaga 'Inti Petir'. Saat dikeluarkan tenaga 'Inti Petir' keringat kontan membasahi seluruh tubuhnya. Dengan bantuan tenaga 'Inti Petir' dia berusaha untuk menggeser tubuh guna menahan celatan tubuh Manusia Muka Kucing. Namun yang mengejutkan, karena mendadak saja terasa ada tenaga yang keluar dari tubuhnya. Terkesiap bukan alang kepalang anak muda urakan ini.
"Kutu monyet! Rupanya ilmu yang diperlihatkan Iblis Segala Amarah, sengaja memancingku untuk keluarkan tenaga 'Inti Petir'. Dan dia berhasil menyedotnya! Aku harus tutup tenagaku! Tetapi, bagaimana dengan Manusia Muka Kucing?" Ratu Hitam yang mengalami siksaan serupa membatin, "Huh! Mengapa anak muda itu mau menolong Manusia Muka Kucing" Biarkan saja dia mampus! Toh hiduppun hanya menjadi duri belaka! Keparat terkutuk! Lama kelamaan jelas aku tak bisa menahan tarikan tenaga manusia celaka itu!!" Mendadak terdengar suara keras, "Breettt!!" Pakaian bawah Ratu Hitam sobek terseret tenaga sedotan itu. Kejap itu pula nampak bungkahan kedua pahanya yang putih mulus. Masih untung sobekan itu tidak sampai ke pangkal paha.
Marah akan keadaan dirinya, Ratu Hitam kertakkan rahang. Lalu tiba-tiba dia melesat ke depan disertai gerengan, "Bertahan juga tak ada gunanya! Lebih baik mencoba!!" Lesatan tubuh Ratu Hitam mendahului celatan sosok Manusia Muka Kucing.
Melihat apa yang akan dilakukan Ratu Hitam, Andika terkejut bukan main.
"Dia hanya mengorbankan nyawa belaka!" desisnya keras.
Dan secara tiba-tiba anak muda ini menyambar kain bercorak caturnya yang tak terlepas karena melilit pada lehernya. Dengan kerahkan tenaga dalamnya, di-ayunkan kain bercorak catur itu.
Bltaaaarrr!! Terdengar suara dahsyat laksana ribuan tawon murka, disusul dengan gelombang angin menggemuruh. Di depan, Iblis Segala Amarah yang siap mengirim Ratu Hitam ke akhirat, nampak terkejut. Dia segera geser kaki kanannya dua tindak. Gerakan yang dilakukannya mau tak mau mengubah arah sedotan tenaganya, hingga sosok Manusia Muka Kucing dan Ratu Hitam langsung terpelanting ke samping kanan. Sementara Manusia Tangan Harimau yang juga sudah terseret hingga kakinya amblas sampai lutut pun terpelanting. Bersamaan mengubah kedudukannya, Iblis Segala Amarah mendorong tangan kirinya. Serta-merta menggebah gelombang angin berhawa dingin disusul dengan gelombang angin yang keluarkan percikan air.
Blaaammmm!!! Begitu dahsyatnya bentrokan yang kemudian terjadi. Tanah di mana terjadinya bentrokan itu langsung muncrat ke udara dan tatkala sirap, nampak sebuah lubang menganga lebar.
Di seberang, sosok Pendekar Slebor terlempar deras dua tombak ke belakang dan ambruk di atas tanah. Sadar bila dia tak segera berdiri nyawanya akan melayang, pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini segera berdiri. Saat berdiri tubuhnya agak terhuyung dan terlihat darah segar keluar dari hidungnya.
Tetapi dasar urakan, kendati rasa sakitnya tidak ketulungan dia justru berseru konyol "Wah! Masa Cu-ma begitu saja sih kehebatanmu" Aku jadi tidak enak nih menghadapimu!!" Di depan Iblis Segala Amarah terbahak-bahak keras.
"Kau tak akan mampu menghadapiku, Pendekar Slebor!! Kau barang berharga yang tak akan kulepaskan! Manusia Muka Kucing! Bunuh perempuan itu!!" Mendengar perintah, Manusia Muka Kucing yang telah berdiri langsung melompat dengan kedua tangan mengembang membentuk cakar ke arah Ratu Hitam.
Perempuan jelita yang tongkat berujung trisulanya sudah terlepas begitu tenaga sedotan Iblis Segala Amarah menerjang, langsung membuang tubuh.
Dan sebelum dia berdiri kembali, Manusia Tangan Harimau sudah menggebah dengan kedua tangannya yang penuh bulu hingga siku.
"Jahanam!!" rutuk Ratu Hitam sambil melompat dan langsung menerjang.
Di lain pihak, Andika membatin, "Rupanya tenaga sedotan lelaki buruk rupa itu bisa diatur! Dan kali ini tentunya akan mengarah padaku! Celaka tiga belas! Bisa putus nih nyawaku sekarang!!" Apa yang diduga anak muda ini memang benar.
Karena Iblis Segala Amarah sudah mencecarnya dengan tenaga 'Api Air'. Gelombang angin panas yang disusul dengan bongkahan bola api bersatu dengan gelombang angin dingin yang disusul gelombang angin yang keluarkan percikan air.
Memucat wajah anak muda itu. Namun untuk menghindarpun rasanya sulit dilakukan. Sambil gerakkan kain pusaka bercorak catur, anak muda ini telah gabungkan dengan ajian 'Guntur Selaksa'.
Terdengar suara laksana sambaran guntur menggebah mengerikan. Dan lebih dahsyat lagi akibat yang terjadi setelah berbentrokan dengan tenaga 'Api Air' Iblis Segala Amarah.
Kontan tempat itu seperti bergoyang. Batu besar yang sejak tadi tak bergeser dari tempatnya, sekarang bukan hanya bergeser.
Tetapi juga retak dan pecah berantakan.
Manusia Muka Kucing dan Manusia Tangan Harimau yang sedang mencecar Ratu Hitam pun terpelanting. Tak terkecuali perempuan jelita yang kali ini menyerang juga berusaha untuk tutupi auratnya.
Untuk kedua kalinya Pendekar Slebor terpelanting deras ke belakang. Kali ini darah bukan hanya keluar dari hidungnya, tetapi menyentak keluar dari mulutnya. Sementara Iblis Segala Amarah hanya bergeser dua tindak ke belakang. Lelaki berambut merah disanggul ini cukup terkejut karena merasa ngilu pada tangannya. Namun melihat sosok Pendekar Slebor yang sempoyongan, serta-merta dikeluarkan kembali ilmu 'Sedot Sukma'! Saat itu pula Andika merasa tubuhnya seperti ditarik paksa ke arah Iblis Segala Amarah.
Di lain pihak, Ratu Hitam yang terpental akibat benturan keras terjadi tadi, jatuh secara tak sengaja di dekat tongkat berujung trisulanya. Dan tatkala melihat bagaimana kalutnya Pendekar Slebor yang sedang menahan tarikan dahsyat dari ilmu 'Sedot Sukma' milik Iblis Segala Amarah, dengan kerahkan sisa-sisa tenaga dalamnya dilemparnya tongkat berujung trisula itu.
Kontan mencelat sinar hitam mengerikan ke arah lelaki berjubah merah itu. Iblis Segala Amarah nampak tidak terkejut, bahkan mendadak saja lesatan tongkat berujung trisula itu bertambah cepat ke arahnya dan seolah dibiarkan menancap di tubuhnya.
Namun masih separuh jalan, mendadak saja tongkat berujung trisula itu patah. Tak sampai di situ saja terjadi, karena mendadak saja tongkat itu luruh menjadi debu. Laksana copot jantung Ratu Hitam melihatnya. Apalagi Manusia Muka Kucing dan Manusia Tangan Harimau telah menerjang kembali dengan ganas. Di lain pihak, sosok Pendekar Slebor terus meluncur mengikuti tarikan kedua telapak tangan Iblis Sega-la Amarah.
"Kutu monyet! Aku bisa mampus!!" maki anak muda itu dengan wajah memucat. Dan karena masih suka makan nasi uduk, anak muda ini mendadak saja melempar kain bercorak catur yang diiringi ajian 'Guntur Selaksa'.
Salakan guntur yang terdengar seolah teredam oleh tenaga dari sedotan lawan. Namun lesatan kain bercorak catur yang keluarkan suara laksana ribuan tawon marah, terus meluncur.
Seperti halnya yang dialami tongkat berujung trisula milik Ratu Hitam, kain pusaka itu terus melesat.
Namun tidak tertahan, robek maupun lebur di tengah jalan. Bahkan terus meluncur.
Kali ini terlihat wajah Iblis Segala Amarah pias.
Kedua telapak tangannya yang membuka mengarah pada Andika, dilencengkan ke kanan.
Saat itu pula terdengar suara letupan cukup keras. Blaaarmm!! Kain bercorak catur mencelat balik. Andika yang begitu kedua tangan Iblis Segala Amarah diarahkan pada kain bercorak catur, dapat bernapas longgar sesaat, langsung melompat menyambar kain bercorak catur itu. Begitu kedua kakinya menginjak tanah, sertamerta tubuhnya mencelat lagi ke depan. Kembali dipadukan ajian 'Guntur Selaksa' dengan kesaktian kain bercorak catur.
Wrrrrr!! Suara menggemuruh disertai dengungan mengerikan terdengar menggebah. Ranggasan semak belukar tercabut dan terseret, bersama gelombang angin dahsyat mengarah pada Iblis Segala Amarah.
Lelaki berjubah merah itu memekik tertahan. Untuk pertama kalinya dia menghindari serangan yang datang. Sadar kalau lawan mulai kehilangan bentuk serangannya, anak muda urakan ini terus memompa semangatnya untuk lakukan terjangan-terjangan berbahaya. Berulangkali suara salakan guntur disertai dengungan ribuan tawon marah silih berganti terdengar. Sementara itu dikawal makian-makian keras, Iblis Segala Amarah berusaha untuk menghindar. Bahkan dia masih sempat pula memberikan balasan yang berarti. Hingga tiga gebrakan berikutnya, masing-masing orang surut lima langkah ke belakang. Pendekar Slebor merasa jantungnya berpacu lebih cepat dengan napas yang makin terengah. Keringat bertambah mengaliri sekujur tubuhnya. Darah mengalir lagi dari hidungnya.
Di seberang, Iblis Segala Amarah membatin dengan napas setengah megap-megap, "Tak kusangka...
selain memiliki kesaktian yang tinggi, anak muda ini juga punya kekerasan dalam hatinya. Semangatnya begitu tinggi hingga seperti tak terpikirkan untuk mundur atau menghindari pertarungan ini. Hhh.. Dari ucapan sebelumnya, dia nampaknya telah mengambil alih perhitunganku dengan Pendekar Cakra Sakti! Kali ini... persetan apakah aku akan memiliki tenaga 'Inti Petir' atau tidak. Pendekar Cakra Sakti tak akan mampu meladeniku! Sebagai gantinya, akan kucabut nyawa anak muda itu!!" Memutuskan demikian, dengan sesekali lepaskan tenaga 'Api Air' yang mengerikan disusul dengan ilmu 'Sedot Sukma', Iblis Segala Amarah kembali berhasil membuat kacau pertahanan sekaligus penyerangan Pendekar Slebor.
Anak muda urakan ini benar-benar kacau balau sekarang. Tak sekalipun dia diberikan kesempatan untuk membalas kecuali melompat-lompat seperti monyet kebakar ekornya.
"Monyet pitak! Kali ini nampaknya dia memang hendak mencabut nyawaku!" dengusnya dalam hati.
Dengan andalkan ilmu peringan tubuhnya yang kesohor, anak muda ini memang berhasil hindari setiap serangan. Namun tenaga sedotan dari ilmu 'Sedot Sukma' membuat tubuhnya seperti meregang-regang.
"Celaka! Benar-benar celaka! Aku tak akan bisa bertahan sekarang!" desisnya sambil gerakkan kain bercorak catur. Namun sebelum digerakkan, kain pusaka itu telah terhantam. Memang tidak robek, tetapi malah menutupi sekujur tubuhnya.
Gelagapan anak muda ini berusaha membebaskan diri dari lilitan kain pusakanya sendiri. Namun saat itulah Iblis Segala Amarah mencelat ke depan disertai suara menggelegar, "Peduli setan dengan apa yang ku hendaki sebelumnya! Kali ini kau akan mampus!!" Lalu tanpa sempat dielakkan atau ditahan lagi, tubuh Pendekar Slebor terhantam telak tenaga Api Air'.
Terpental ke belakang anak muda ini disertai pekikannya yang keras. Hawa panas dan dingin melingkupinya sesaat. Dan pentalan tubuhnya terhenti tatkala menabrak sebuah pohon. Tanpa hiraukan sekujur tubuhnya yang laksana diinjak puluhan kerbau ngamuk, anak muda itu berdiri agak sempoyongan. Nyeri tak terkira dirasakannya. Dia menduga kalau kain bercorak caturnya miliknya telah sobek.
***
⸗ǂǂǂ⸗:: ( 12 ) ::⸗ǂǂǂ⸗
"Bodohnya aku!!" desisnya dalam hati.
"Kain pusaka ini dapat kujadikan sebagai tameng!! Tetapi... bagaimana bila salah" Peduli kutu-kutu badak! Aku harus mencobanya!!" Berpikir demikian, kain pusaka bercorak catur yang masih melilit di tubuhnya, semakin dililitkan dengan membebaskan kedua tangannya. Dengan kain bercorak catur dijadikan sebagai tameng Pendekar Slebor mencelat ke depan.
Bersamaan dengan itu, empat sosok tubuh datang ke sana. Salah seorang yang wajahnya ditutupi cadar biru tipis, langsung membantu Ratu Hitam yang sedang dikeroyok Manusia Muka Kucing dan Manusia Tangan Harimau.
Sosok tubuh yang tak lain Dewi Cadar Biru adanya, menyerang Manusia Muka Kucing yang tersentak kaget. Di lain pihak, Ratu Hitam yang mulai agak terbebas dari rangkaian dua serangan ganas, kali ini berhasil mencecar Manusia Tangan Harimau.
Tiga orang lainnya yang baru muncul memperhatikan pertarungan itu dengan hati tegang. Sesungguhnya, ketiga murid mendiang Malaikat Keadilan ini hendak turun tangan. Namun mereka adalah para remaja berjiwa kesatria. Tidak mau melakukan pengeroyokan karena merasa masing-masing orang berimbang.
Sementara itu dengan menjadikan kain bercorak catur sebagai tameng, Pendekar Slebor leluasa lepaskan ajian 'Guntur Selaksa'. Bahkan dipadukan dengan tenaga 'Inti Petir' tingkat pamungkas.
Gedoran tenaga 'Api Air' lawan memang berhasil membuat serangannya sesekali tertahan. Namun tak membuatnya cidera. Kekeras kepalaannya malah bertambah menjadi-jadi. Dia terus maju mencecar. Yang membahayakan di saat Iblis Segala Amarah yang kini sudah agak memucat melepaskan ilmu 'Sedot Sukma'.
Tubuhnya seketika terbetot ke depan. Namun kali ini sedotan itu tak terlalu keras, karena sosoknya ter-balut oleh kain pusaka bercorak catur. Kedua tangannya yang bebas pun melepaskan gabungan ajian 'Guntur Selaksa' dan tenaga "Inti Petir'.
Hingga satu ketika, kaki kanan Iblis Segala Amarah terhantam telak gabungan serangan itu. Kontan lelaki berjubah merah ini menjerit keras tatkala terdengar suara 'krak' disusul tubuhnya sempoyongan ambruk. Andika sendiri tak mau bertindak ayal. Dia segera mencelat ke depan. Dua pukulannya telak menghantam kedua pangkal tangan Iblis Segala Amarah yang seketika remuk. Meraung keras laksana kambing disembelih lelaki berwajah tirus itu. Sosoknya makin bergulingan keras, ke sanakemari menjemput sekarat.
Di lain pihak, Ratu Hitam yang kini sadar tak boleh berbenturan dengan kedua tangan Manusia Tangan Harimau, segera mencecar kedua kaki lawan. Dan begitu dia berhasil menyepak kaki kiri Manusia Tangan Harimau, pukulannya langsung menghantam paha kanan lelaki itu yang seketika remuk dan terbanting ke atas tanah.
Dan dia memang tak mau bertindak penuh belas kasihan, karena orang seperti Manusia Tangan Harimau memang tak perlu dikasihani. Selagi lelaki itu ke-lojotan, perempuan berpakaian hitam tipis itu sudah melesat dan menginjak kepala Manusia Tangan Harimau. Bersamaan suara 'krak' yang cukup keras terdengar, tubuh lelaki itu melonjak ke atas sebelum akhirnya ambruk kembali ke tanah. Dari kepalanya yang pecah mengalir cairan putih dan merah. Ratu Hitam sendiri, langsung ambruk berlutut dengan napas megap-megap. Di lain pihak, melihat apa yang dialami Iblis Segala Amarah dan Manusia Tangan Harimau, lelaki berparas kucing timbul rasa takutnya. Dan setelah lepaskan serangan membabi buta pada Dewi Cadar Biru, lelaki ini langsung melesat untuk meloloskan diri.
Namun mendadak saja enam buah cahaya bening yang terlontar sekaligus, bukan hanya menahan tubuhnya, tetapi juga menghantam dan sekaligus mengirimnya ke neraka.
Rupanya ketiga murid Malaikat Keadilan yang melihat gelagat, sudah lepaskan pukulan 'Tebar Cahaya Maut' secara serempak dan tanpa dikomando.
Pada saat nyawa Manusia Muka Kucing melayang, nyawa Iblis Segala Amarah pun berada di ujung tanduk. Lelaki ini sesekali memang masih bisa hindari serangan Andika, namun dua kejap berikutnya, secara mendadak Andika telah lepaskan lilitan kain bercorak catur pada tubuhnya dan segera dikibaskan dengan cepat. Cltaaarrr!! Dessss!! Ujung kain bercorak catur menghantam dada lelaki berjubah merah itu yang seketika melolong tinggi karena dadanya bolong! Namun nyawanya masih lekat pada tubuh, karena setelah memakan waktu yang cukup lama sekarat, akhirnya diapun meregang nyawa.
Sosoknya langsung terkulai dengan dada yang keluarkan asap. Pendekar Slebor sendiri terhuyung ke belakang.
Setelah dapat kuasai keseimbangannya, dia pun segera rangkapkan kedua tangannya di depan dada untuk memulihkan tenaganya kembali.
Ketiga murid mendiang Malaikat Keadilan segera menghampiri Dewi Cadar Biru yang langsung menempelkan telunjuknya pada bibir tanda tak perlu keluarkan suara. Mereka menunggu beberapa saat sebelum Pendekar Slebor selesai bersemadi. Lalu sambil nyengir dia lilitkan kembali kain bercorak catur pada lehernya.
Dan berkata konyol, "Busyet! Lagi ada reuni, nih! Wah, bagus itu! Sebagai orang luar... aku tidak mau ikutan, ah! Yuk! Cabut dulu!!" Hanya itu yang dikatakan oleh Andika, karena dengan santainya dia segera melangkah meninggalkan yang lainnya. Arya Sempala yang hendak meminta maaf atas sikapnya beberapa waktu lalu, urung berkata karena mendengar suara Dewi Cadar Biru, "Biarkan dia berlalu. Anak muda itu telah kita susahkan dengan urusan yang seharusnya bukan miliknya...."
"Kau benar, Dewi Cadar Biru," terdengar suara itu. Ratu Hitam yang telah berdiri untuk pertama kalinya tersenyum.
"Aku pun tak punya banyak waktu untuk bercakapcakap. Bila umur masih panjang, kuharap kita dapat berjumpa kembali...." Habis kata-katanya, dengan tangan kanan memegang dadanya yang masih terasa sakit, perempuan itu pun segera berlalu.
Tinggal mereka yang masih berada di sana, sementara hari pun beranjak menuju senja.
SELESAI
PENDEKAR SLEBOR
Segera menyusul: PEDANG BUNTUNG
INDEX PENDEKAR SLEBOR | |
Manusia Muka Kucing --oo0oo-- Pedang Buntung |