Life is journey not a destinantion ...

Misteri Lambang Istana

INDEX JOKO SABLENG
Datuk Tangan Binal --oo0oo-- Tarian Maut

JOKO SABLENG
Pendekar Pedang Tumpul 131
Karya: Zhaenal Fanani
Hak cipta dan copyright pada penerbit
dibawah lindungan undang-undang
Joko Sableng telah terdaftar pada Dept. Kehakiman R.I
Direktorat Jenderat Hake Cipta, Paten dan Merek dibawah nomor 012875


------------------------------------------------------------

SATU

------------------------------------------------------------
CAHAYA matahari sudah lenyap dlganti sinar rembulan. Kawasan menuju Hutan Banyu Urip gelap mencekam: Rapatnya jajaran pohon merbat sinar rembulan tak mampu menembus menerangi bentangan tanah kawasan ini.
Tlba-tiba dari arah timur terdengar suara derap kaki kuda. Tldak berapa lama, di antara gelapnya suasana kawasan Hutan Banyu Urip terlihat seorang penunggang kuda. Laksana dikejar setan, penunggang kuda ini melaju cepat. Kuda tunggangan itu sesekalit lenyap laiu tampak samar-samar di antara kerapatan pohon.
DI satu tikungan, mendadak si penunggang kuda menggembor keras. Tali kekang ditarik. Kuda tunggangan angkat kedua kakl depannya, keluarkan ringkikan. Kalau tidak sigap, niscaya si penunggang akan jatuh menggelimpang dari atas kuda!
Si penunggang kuda tengadahkan kepala.
"Maiam baru turun. Mendung tidak kelihatan apaiagi rintik hujan. Tapi mengapa aku baru merasakan guyuran air?!" Orang ini usap kepalanya. Basah. Saat itulah dia mencium aroma yang tidak asing lagi. Dia tarik tangannya yang basah, didekatkan ke hidung. Tapi gerakannya Iertahan ketika mendadak kepala kuda tunggangannya bergerak-gerak. Air muncrat dari rambut dl tengkuk kuda Ternyata kepala dan tengkuk kuda itu juga baah) Gerakan kepaia kuda tunggangan membuat buntalan di lehernya miring. Si penunggang cepat telungkupkan dlri, rapikan kembali buntalan di leher kudanya.
Saat ltulah dia tersentak.
"Jahanam kurang ajar! Jelas ini air kencing! Siapa berani mengguyurku dengan air sialan ini?!" Tatkala telungup merapikan buntalan di leher kuda, si penunggang menclum aroma menyengat di tengkuk kuda tunggangannya.
..... Si penunggang kuda kembali tengadah. Kedua tangannya dlusap-usapkan pada rambutnya yang basah namun beraroma pesing.
"Sudah beberapa kali aku melintasi kawasan Inl.
Tapi baru kall ini aku mendapatl nasib slal! Pasti ini ulah manusla! Setan dan hantu tak ada cerltanya blsa kencing sepertl manusla!" desis si penunggang kuda. Tall kekang ditarik ke samping. Kuda tunggangan berbelok, menghadap ke arah mana fadi muncul. Lalu perlahan kuda [tu dlsentakkan. Kida melangkah pelan. SI penunggang tengadah dengan mata terpentang tak berkeslp. Namun tlba-tiba si penunggang uda ingat.
"Aku membawa benda sakti! Benda inl harus selamat malam ini sampai di tujuan!" Si penunggang kuda tarlk kekang kuda. Binatang ltu meringkik keras. Lalu berbelok lagi. Saat lain sudah berderap melanjutkan arah semula!
Baru beberapa tombak, mendadak kedua kakl depan kuda tunggangan itu goyah. Saat laln kakj depan sobelah kanan tersentak melenceng, kakl kiri menekuk. Brukkkl Kuda tunggangan itu meringkik keras, jatuh menggolimpangl SI penunggang mencelat jatuh bergulingan dl atas tanah!
"Keparat!" makl si penunggang kuda. Terhuyung dla bangkit. Saat itulah dia baru sadar kaiau sekujur tubuhnya basah. Ternyata dia jatuh dl tanah becek! "Aneh.... Tak ada hujan. Bagalmana kawasan Inf blsa becek?! Jangan-jangan lni ulah setan hantu genayangan hutan ini!" Kuduk si penunggang kuda merinding dlngln. Namun begitu lngat dengan buntalan dl leher kudanya, dla bangkit. Lalu berlari ke arah kudanya.
Baru setengah jalan, mendadak satu bayangan hitam berkelebat.
Bukkk! Bukkk!
Dua tendangan mendarat dl tengkuk dan bada sf penunggang kuda. Orang Inl terbanting, telungkup dl tanah becek. SI bayangan hltam membuat satu lompatan lagl. Tahu-tahu dia sudah tegak dl samplng kuda.
Dengan cepat kedua tangannya mengambll buntalan di leher kuda. Buntalan diletakkan dl atas pelana. Dengan longgarkan tall buntalan, tangan kanannya merogoh masuk, mengambil sesuatu lalu dlsimpan dl ballk pakalannya. Saat lain dla merogoh ke saku, mengambli sesuatu lalu dimasukkan ke dafami buntalan. Buntalan kembali digantungkan di ieher kuda.
Si bsyangan hitam berpaling ke arah si penunggang kuda. Tangan kiri ditakupkan pada mulut, berusaha menahan semburan tawa. Saadt lain dla berkelebat lonyap di antara jajaran pohon!
SI penunggang kuda keluarkan keluhan. Tendangan orang tampaknya membuat dla hilang kesadaran bebcrapa saat. Begitu sadar, orang inl bangkit, berlarl kearah kudanya. Dla memerlksa buntalan di leher kudanya. Dla menghela napas lega. Saat itulsh dia ingat apa yang baru terjadi. Dla memandang berkeiiling dengan kuduk dingin. Begitu tidak melihat siapa-siapa, dla melompat ke atas pelana. Saat laint kedua tangan dan kakinya disentakk an ke tubuh kuda tunggangannya. Kuda tunggangan tersentak, meringkik keras lalu larl laksana kalap!
Dl ujung Hutan Banyu Urlp, si penunggang kuda berhentl. Beberapa tombak dl hadapannya terlihat sebuah tanah terbuka. Tanah lni dikeliling ranggasan semak lialang tinggl. Tepat dl tengah tanah terbuka. terdapat sebuah pohon besar.
Si penunggang kuda melompat turun, mengambil buntalan di ieher kudanya. Lalu bergegas ke srah ranggasan semak dan ilalang. Sekall menyelinap, sosoknya lenyap. Tahu-tahu dia muncul kembsli di tanah terbuka, melangkah ke srah pohon besar. Tapi gerakan orang lni tertahan ketika matanya menumbuk dua sosok tubuh di bawah pohon besar. Orang ini hendak berbalik.
Tapl satu suara terdengar. "Pawingkis! Kau datang tepat waktu. Kau berhasil?!" Orang yang ditegur anggukkan kepala. Matanya melirik ke bawah pohon. Di sana tampak seorang lakilaki berambut putih digelung tinggl. Laki-laki ini hanya mengenakan celana pendek, bertelanjang dada. Di pangkuannya tampak seorang gadis cantik dengan tubuh hampir tidak tertutup! Gsdis Ini rangkulkan kedua tangannya di pinggang si lakl-laki. Kepalanya di sandarkan pada dadanya. Wajah dan leherya basah kerlngatan.
SI lakl-lakl sentakkan gadis di pangkuannya. Si gadls terpeklk kaget, jatuh telentang. SI laki-lakl menyeringal. Sekali bergerak, sosoknya tegak dl depan sl penunggang kuda yang dlpanggif Pawingkls.
"Pawlingkls! Aku sudah menduga. Kau tldak akan gagal! Mana barangnya?l" Pswlngkls ulurkan buntalan. Si laki-lakl menyambutl. Saat itulah hidung sl lakl-laki mengendus bau tak sedap!
Pawingkis! Baumu.... Apa yang baru kau lakukan?t Pakaianmu kotor belepotan tanah becek.
Padahal tidak ada hujan!" Pawlngkis tergagap.
"Panjl Semeru.... Ketlka akan buang alr besar, aku tergelinclr.... Maaf kalau bau ini mengganggumu. Aku tldak sempat memberslhkan dlri.
Aku khawatir terlambat.... Apalagl yang kubawa...."
"Aku mengerti!" potong lakt-lakl yang dlsebut Panjl Semeru. Dla jongkok, membuka buntalan. Buntalan itu ternyata berlsi beberapa potong pakalan. Panjl Semeru mengambll satu persatu pakaian dl dalam buntalan. Gerakan tangannya terhentl ketika matanya metihat sebuah benda berwarna hljau berbentuk setengah lngkaran. Benda inl bergambar naga bergelung.
Dengan tangan sedlklt bergetar, Panjl Semeru mengsmbl benda hljau setengah IIngkaran. Benda itu dldekatkan pada wajahnya, dlslmak balk-balk. Benda ilu terbuat darl batu glok. Dar! potongannya jelss benda ltu tldak utuh.
Panji Semeru anggukkan kepala.
"Pawingkls. Kau tnhu di mana tanggalan separo dari batu giok inn?l" Pawingkls geleng kepala.
"Panjl Semeru. Aku harus segera kembali. Aku minta...."
"Tak usah buru-buru, Pawingkls! Kau tak perlu takut. Karena kau tldak akan bertemu mereka!"
"Maksudmu?1" Aku akan membawamu ke tempat aman, jauh dari sinl! Bankan jauh dart Ilngkaran bumll Ha.... Ha.... Ha...!"
"Aku.... Aku tidak mengerti...," kata Pawingkls dengan suara tersendat. Dar! nada blcara orang, dia merasa tldak enak." Kau akan segera mengerti!" Suaranya belum habis, mendadak Panjf Semeru kelebatkan tangan klrinya. Pawingkis mencelat, jatuh telentang. utut dan hldung kucurkan darah!
"Panji Semeru.... Apa yang kau lakukan padaku...?r "Kalau kau beranl mengambll benda waslat Inf untukku, apa kelak kemudlan hard kau tfdak buka mulut?t kata Panji Semeru. Sekall bergerak, sosoknya sudah tegak di samping Pawingkls. "panji Semeru.... Aku bersumpah. Aku tidak akan buka mulut.... Bahkan aku tldak akan mlnta Imbalan!
Asal kau tldak membunuhku...."
"Sekall orang berkhlanat, tindakan itu akan ber.
ulangl" seru Panjl Semeru. Kakl kanan bergerak kirimkan tendangan. Pawingkls menjerit. Tubuhnya tersentak mencelat ke udara. Tapi setengah jalan, Panjf Semeru menghadang dengan hantaman tangan klrl.
Bukkkl Pawingkls mental ballk, jatuh menghajar tanah! Nyawanya melayang!
Panjl Semeru usap mulutnya. Tubuhnya membungkuk, mencekal tengkuk Pawingkis. Sekall sentak, sosok Pawingkls mencelaf melayang dan lenyap melewati ranggasan semak!
Panjf Semeru berballk, melangkah mendekati sl gals yang meringkukdi dekat pohon.
"Aku Ingin bercinta denganmu lagl. Sayang, takdir blcara lain!" kata PanjI Semeru. Matanya menatap garang pada gadls di bawah pohon.
"Panjl.... Aku.... Akutfdak tahu apa-apa.... Harap...." Suara sl gadls terputus, karena Pan] Semeru sudah klrlmkan tendangan. Bukkl Si gadls menjerit. Belum sampaf tubuhnya mental, tangan Panjt Semeru sudah terulur, menjambak ram-butnyal Saat lain dibenturk an ke batangan pohoni Begitu Panjl Semeru lepas jambakannya, sl gadis menggelosoh, jatuh dengan nyawa putus.
Panjl Semeru jllatl biblrnya. Membungkuk sediklt, meraih tubuh si gadls, lalu dllemparkan melewati ranggasan semak dan llalang!
Panjl Semeru melangkah ke arah pakalannya. Setelah berpakalan dla simpan setengah lingkaran batu glok ke ballk bajunya. Lalu duduk berslla. Dua tangan dlrangkapkan dl depan dada. Mata dipejam rapat. Hanya beberapa saat laki-lakl Inf sudah tenggelam pusatkan mata hatinya. Bulan dl atas sana makin terang tapl mengandung bau kematlan.
Menglnjak tengah malarn, mendadak cahaya rembulan dlpecah melesatnya satu benda putih. Benda inf laksana meluncur, Jatuh darl langlti Keluarkan suara borsitan keras, menerabas pohon besar dl bawah mane Psnjl Semeru duduk bersemadl. Lalu....
Blukkkl Benda putlh jatuh tepat dl depan Panjl Semeru.
Panjl Semeru terlonjak kaget. Mulutnya keluarkan bentakan keras. Tubuhnya tersentak ke belakang, jatuh sejajar tanah. Dia cepat angkat tubuhnya. Memandang ke depan, dla melihat satu sosck tubuh telungkup dl dekat kedua kaklinya!
Mendapati hal demikian, mau tak mau kuduk Panji Semeru merinding. Tapl setelah yakin yang telungkup adalah manusla adanya, ketegangannya pecah menjadl kemarahan! Panji Semeru gerakkan tangan, mencekal tengkuk orang. Sekali sentak, orang di hadapannya mencelat ke udara, meluncur dan jatuh menghajar tanah tlga langkah dl hadapannyai Panji Semeru meiompat. Tapi baru saja tegak, mendadak orang yang telungkup dl atas tanah membuat gerakan, cuatkan kedua kakinya!
Bukkk! Bukkk!
Panji Semeru terhuyung, jatuh terduduk. Orang di hadapannya menggeliat bangklt. Panjl Semeru angkat kedua tangannya.
"Eh.... Tunggui Siapa kau?! Mengapa ada di tempat Inl bersamaku?" Panl Semeru menggembor marah. Matanya memperhatlkan orang di hadapannya.

*
* *



------------------------------------------------------------

DUA

------------------------------------------------------------
DIA adaiah seorang pemuda bertelanjang dada, mengenakan celana panjang berwarna putlh. Pa rasnya tampan. 'Rambut agak panjang sedlkit acak-acakan.
"Slapa pemuda bangsat inf?! Bagalmana bisa jatuh di pangkuanku?I Pedull setan slapa dia!" desls Panji Semeru. Kedua tangannya didorong. Namun gerakan nya tertahan ketika tlba-tlba matanya menumbuk pada benda di pinggan kanan si pemuda. Benda itu sebuah pedang tumpul bergurat angka 131!
"Pedang itu.... Gila! Mungkinkah dia Pendekar 131?!" gumam Panji Semeru. Laki-laki inl memperhati kan lebih seksama. Selaln membekal sebuah pedang, ternyata si pemuda juga membekal sebuah cermin ber bentuk persegl warna putih.Cermin dlselipkan di ping gang klrinya.
Aku pernah dengar riwayat Pendekar 131. Tapi aku belum pernah bertemu!" Panji Semeru terus berka ta dalam hati. Lalu membentak.
"Slapa kau?! Mengapa berani kurang ajar jatuhkan rllrl menimp.aku?!" Sl pemuda yang bukan lain murid Pendeta SInting darl Jurang Tlatah Perak putar kepala, memandang orkeliling.
"Aku baru saja mengalami peristiwa aneh.
Dkeluarkan dart bumi bawah jurang oleh Nyal Sedap Montul dan Nyal Selayang Kuning. Aku dlkellarkan bersama Bldadarl Delapan Samudera, Ratu Sekar Awan, dan Lara Ayu. Ke mana mereka?"
"Aku bertanya. Kau tidak menjawab. Apa kau ingln mampus sia-sia?l bentak Panji Semeru.
"Kalau aku cerita apa adanya, pastl dla tldak per caya," gumam Joko. Lalu berkata.
"Aku.... Namaku Da tuk Gede Anune.... Kau slapa?!" Gila! Kau jangan maln-malnl Apamu yang besar, hah?2!"
"Bukah apaku yang besar. Tapi namaku Datuk Ge de Anune.... Nama tldak ada hubungannya dengan ang gota tubuhku!"
"Mengapa kau berani muncul secara kurang ajar dl tempat ini?!"
"Au.... Aku tak sengaja...." Tak sengaja bagalmana?I Tak mungkin kau bisa jatuh di sini kalau tjdak dlsengajal"
"Sumpahl Surpah anunet Aku tidak sengaja!"
"Slapa percaya bualan mulutmul" sentak Panji Se meru. Kedua tangan dlgerakkan. Namun ternyata ini hanya tlpuan. Yang klrim pukulan justru kedua kaklnyal Bukkk! Bukkkt Joko terjengkang, bergulingan sampai dua tom bak.
"Darlpada cari penyakit, lebh baik aku pergi sajal" Joko bangkit. Namun gerakannya tertahan ketlka ma tanya mellhat beberapa potong pakaian dl sampingnya.
Tanpa banyak plkir, dla menyambar satu pakalan. Lalu berkelebat tiniggalkan tempat itu.
Panji Semeru tidak tinggal dlam. Kedua tangannya disentakkan, lepas pukulan jarak jauh. Dua gelombang angin dahsyat berkIblat angker. Pender 131 jatuhkan dirt sejajar tanati. Begitu gelombang pukulan lewat, dla bangkit. Teruskan kele batan meloloskan dlrl.
"Jahanam! Jangan plklr blsa lolosl" bentak Panji Semeru. Dla berkelebat mengejar. Dua tangan dlpu kulkan. Dua gelombang angin melesat. Tapl Pendekar 131 sudah lenyap, keluar darl ranggasan semak dan ilafang yang mengurung tempat terbuka. Ranggasan semak dan ilalang dl sebeiah kanan lenyapnya murld Pendeta Slnting semburat bertaburan, terhajar gelom bang pukutan Panji Semeru. Panji Semeru tengadah memperhatlkan sang rem bulan.
"Aku jelas mellhat angka 131 pada pedang pe muda ltu. Tapl mengapa dla memperkenalkan dirt Datuk Gede Anune?I Gila betull Apa dla sudah kekurangan nama?! Untung mayat Pawingkls dan gadls itu sudah kulempar. Kalau tldak, pasti dla akan bertanya-tanyal Tapl apa petduflku?! Dla tak tahu slapa diriku!" Panji Semeru memandang berketllng. Lalu meraba ke ballk pakalannya, memegang batu glok setengah ingkaran.
"Tlnggal mencari separonya lagl!" deslsnya.
Lalu sekall berkelebat, sosoknya sudah lenyap dart tanah terbuka di tengah kurungan semak dan llalang.
"Tunggul" Mendadak terdengar suara menahan.
Panji Semeru yang tahu-tahu sudah berada di luar kurungan semak dan ilalang menoleh ke samping ka nan. Samar-samar dl ballk bayangan pohon, dla mellhat etu bayangan hltam, tegak tengadahksn kepala.
"Slalan betul! Mengapa banyak orang berkellaran ditempat ini?" desls Panji Semeru. Dia llpat gandakan tenaga dalam pada kedua tangannya.
"Au hanya lngin bertanya. Tldak Ingin buat keru- butan.... Eh, keributanl Aku mencarl seorang sahabst!" kata bayangan hitam di samping pohon.
"Hem.... Yang dlcar! pastl Datuk Gede Anune tad!! Inl pasti kambratnya!" Panjl Semeru berkat dalam hatl.
"Slapa yang kau cart?!" bentak Panjl Semeru. Mata nya simak balk-baik tampang orang. Tapl karena orang Inl sengaja berllndung dl balik bayangan batangan po hon, Panji Semeru tidak msmpu melihat jelas tampang orang. Dla hanya blsa memastikan jlka orang Ini adalah perempuan.
Kekasihku.... Aku mencarl kekasihku. Seorang pemuda tampan. Namanya Datuk Ahune Gede.... Eh, Datuk Gede Anune! Apa kau mellhatnya?! Dla tadl kutendang mencelat masuk ke sana!" Si bayangan hitam menunjtk ke arah urungan semak dan llalang.
Hem.... Berarti pemuda tadl memang tidak seigaja jatuh di depanku!" gumam Panjl Semeru. Lalu berkata menjawab.
"Aku tidak melihat siapa-slapa! Dan kalaupun keka sihmu tadl kutemukan. pastl sudah kulumatkan!"
"Apa?! Kau hendak membunuhnya?! Apa dosa sa lahnya?!" Jangan banyak pentang mulut! PIkiranku tengal acau! Bisa-blsa kucabut selembar nyawamu!"
"Ah.... Tampaknya kau sedang kacau plkiran. Boleh aku tahu pasal lantarannya?!"
"Lama-lama aku muak mendengar blcaramul Ku minta jangan lama-lama tegak dl situ! Kecuali,kalau Ingin mlnggat ke neraka!"
"Aku tanya kekaslh, kau jawab pakal neraka segaia macuml Tapl tak apa. Aku berterima kaslh ku mau blcara denganku dan membatalkan nlat membunuhku! Aku permlsll" Bayangan hltam dl balik pohon bungkuk kan tubuh, memballk lalu enak saja melangkah. Aneh nya dalam beberapa saat sosoknya sudah lenyap lak sana dltelan bumil "Hai! Tunggul" Tiba-tlba Panji Semeru berterlak sambil mengejar. Tapl yang dikejar sudah tldak keli hatan.
Jahanam! Seharusnya aku bertanya slapa dia ada nyai Setldaknya aku blsa mengenall raut tampangnyal Agar aku blsa memastikan slapa adanya Datuk Gede Anune itu! Dla membekal pedang bergurat angka 131, tapl bukan Pendekar 131! Hem...." Panjl Semeru geleng kepala. Setelah memandang berkellling dia berlari ting galkan tempat itu.
Beberapa saat setelah sosok Panjl Semeru lenyap, satu sosok tubuh melayang turn-darl atas pohon, me mandang sebentar ke arah lenyapnya bayangan hltam dan Panjl Semeru. Lalu terdengar desisannya.
"Slapa bayangan hitam 1tu?! Mengapa mencariku?! Gllanya lagl mengapa mengatakan dlrlku sebagal keka slhnya?l" Orang Inf tldak lain adalah murld Pendeta Sinting. Dla kin! sudah mengenakan pakaian yang dl sambarnya darl atas tanah. Pakaian itu berupa baju panjang gombrong berwarna merah muda, Menlllk dart potongannya, baju Inf adalah baju yang blasa dlke nakan seorang resl. Pada dada kiri terllhat gambar lujuh blntang mengelllingi bulan.
"Datuk.... Kau Datuk Anune Gede?!" TIba-tlba Joko dlkcjutkan dengan satu suara.
Berpallng ke belakang, Joko melihat satu bayang nn hltam tegak di bawah bayang-bayang batang pohon. "Dla! Ternyata dla belum menyingklr dart tempat Inll Dari gelagatnya dla membekal llmu luar blasa. Lenyap dl depan sana, tapl tahu-tahu muncul darl belgkang!"
"Kau slapa?! Mengapa mencarlku?!" Joko mene gur sambll putar dirt, memperhatlkan orang dart atas hlngga bawah.
SI bayangan hitam melangkah keluar dari bayang bayang pohon, tegak Ima tindak di hadapan Pendekar 131. Ternyata dla adalah seorang nenek berambut pu tlh, mengenakan pakalan hitam panjang hlngga tumit.
"Kau Anune Datuk Gede?i Eh.... Slapa?! tanya sl nenek lalu tertawa.
Datuk Anune Gede!" kata Joko.
"Datuk Anune Gedel Datuk Anune Gedel" SI nenek mengulangl. Lalu tertawa lagl.
"Nek?! Kau siapa?l Mengapa sebut dirku sebagal kekasih?! Kau jangan main-main!" pemuda Gede Anune! Ah.... Datuk Anune Gede! Lupakan saja urusan ini. Aku NInl Kembang Sore...."
"Apa yang kau lakukan dl tempat Int?i Kau mengin tlp lakt-iaki tadl?!"
"Sekadar ngintlp apa salahriya?!"
"Gila! Untuk apa kau mengintip laki-laki?!"
"Memang glla. Jangankan dl tempat lnl, di sana pun kegllaan itu mulal merajalela!" Si nenek arahkan telun juknya ke utara. . Di sana mana maksudmu, Nek?["
"Ya di sanal"
"Edan! Jangan-jangan orang Ini tldak warasl" gu mam murid Pendeta Slnting, "Hai! Aku tadi melihatmu terjun dari langlt! Kau baru dari mana?l" "Dari sanal" jawab Joko sambll-arahkan telunjuk nya ke langlt.
"Dari sana mana?l" Ya darl sanal" Si nenek tertawa. Lalu menunjuk-nunjuk pada Jo ko. Joko memperhatlkan dlrinya.
Pakalanmu ltu.... Lebih baik kau tanggalkan saja! Kau tldak pantas! Salah-salah kau bisa kuwalat dan mendapat celaka!" Pendekar 131 menclbir.
"Kau tahu apa tentang pakalan Inil Mana ada pakalan bisa membawa celaka?! Justru kau bisa kuwalat dan celaka kalauterus mengln tip lakl-lakli Untung orang tadl maslh sabar!" Au hanya mengingatkan! Soal percaya atau ti dak, terserah padamui"
"Nek?! Kau tahu slapa lakl-laki tadi?!" Joko allhkan pembicaraan.
"Namanya Pan]l Semeru...."
"Apa yang dilakukannya dl tempat sepl begini?l"
"Merenung!" Dia tadi bllang piklrannya tengah kacau. Kau tahu apa pasal lantarannya?i "Di sanal" Nini Kembang Sore menunjuk kembali ke arah utara.
"Ada sebuah kekuasaan. Sang penguasa anal Inl tengah dilanda kegellsahan. Karena lambang kokuasaan ltu hlngga kinl belum ditemukan. Padahal tanpa lambang tu kekuasaannya tidak akan lama...."
"Lalu apa hubungannya Panjl Semeru dengan sang ponguasa yang kau katakan?!
"Saat Inl beberapa orang berlomba mendapatkan lambang kekuasaan ltu. Tidak terkecuali Panji Semeru.
Tapi dia amat cerdik walau agak bodohi Dan darl gela gatnya dla bukan dari kalangan orang luar!"
"Neki Aku belum paham yang kau malsud sebuah kekuasaan...."
"Di sana ada sebuah istana!"
"Hem.... Jadl kau menduga Panjl Semeru orang kalangan dalam istana sendlri?I" Nini Kembang Sore anggukkan kepala. Joko mem perhatlkan sl nenek sekali lagl. Lalu bertanya.
"Nek.... Kau sendiri termasuk orang dalam atau luar istana?i"
"Mellhat potonganku, kau menduga aku Inl orang dalam atau luar?I" Si nenek balk bertanya.
"Dibll~ng orang dalam, tldak pantasl DIbilang orang luar, tidak cocoki" Nini Kembang Sore tertawa.
"Aku senang bicara denganmu. Sayang aku harus pergl. Kalau turut sa ranku, sekali lagl tanggalkan saja pakalan itu!" Nini Kembang Sore balikkan tubuh, lalu berkelebat dan lenyap dl antara bayang-bayang pohon.
Joko menyeringai.
"Dasar nenek tukang ngintlp! Tldak suka melihat orang memakal baju!" Pendekar 131 memandang berkelillng sesaat. Lalu melangkah. Tanpa sadar dla melangkah ke arah utara, arah yang tadi selalu ditunjuk Nini Kembang Sorel

*
* *



------------------------------------------------------------

TIGA

------------------------------------------------------------
SANG fajar ba.ru menylngsing. Tapi keadaan lstana Karang Pilang sudah geger. Srl Baginda Ramapala tegak dl antara beberapa prajurit di, depan sebuah bangunan dl belakang lstana. Bangunan tu adalah tempat penyimpanan barang istana. Bangunan ini blasanya dijaga empat orang tokoh silat tingkat pertama istana. Namun dl awal pagi Inl empat tokoh sllat tingkat pertama itu tampak menggeletak dl depan bangunan. Mereka sudah tewas dengan mulut keluarkan busa dan sekujur tubuh membiru. Seragam yang mereka kenakan lenyap, tlnggal pakalan dalaml Sri Baglnda Ramapala berjongkok memerlksa salah satu empat tokoh istana.
"Jelas mereka terkena racunt Siapa yang melakukan Inf?! Slapa penyusup istana Int?i" gumam Sri Baginda. Beberapa prajurit pengawal hanya saling pandang.
"Apa yang terjadi?!" Tiba-tlba satu suara menyeruak. Semua orang berpaling. Dari pintu belakang istana muncul seorang lakl-lakl setengah baya berusla lima puluh tahunan. Rambut dan kumisnya terawat rapi. Dla mengenakan pakalan kebesaran istana. L.akl-lakl inf ndalah Patih Suro Panginangan, orang kepercayaan Sri Haglnda merangkap sebagal penasihat istana.
Beberapa prajurlt pengawal menyisi memberl jalan Patth Suro Panginangan bungkukkan tubun pada if Baglnda yang sudah bangkit. Sang Patlh edarkan padungan memperhatlkan empat tokoh lstana. Tanpa buka mulut dla segera memorlksa satu persatu. "Sudah tidak bisa diselamatkan lagi.... Hem..," desis Patlh Suro Panginangan lalu mendekati Sri Baginda.
Patih.... Ambil keputusanl" kata Sri Baginda dengan suara bergetar.
Sang Patih anggukkan kepala. Memandang pada semua prajurit pengawal. Lalu berkata.
"Semua prajurit diperintahkan menyebar. Tangkap semua orang yang dicurigal! Tangkap pula orang asing! Sisakan beberapa orang saja untuk menjaga lstanal Sebarkan perintah lnil Para tokoh silat lstana dlharap berkumpul di ruang pertemuanl" Beberapa prajurit pengawal anggukkan kepala, balikkan tubuh lalu beriari meninggalkan baglan depan bangunan.
"Hail Tunggu! Kuburkan mayat-mayat ini!" Patih Suro Panglnangan berterlak. Empat orang berballk.
Masing-masing membawa mayat empat tokoh silat istana untuk dikuburkan.
Setelah tlnggal sendlrlan dengan sang Patih, Sri Baginda berkata pelan. Wajahnya masih mengguratkan kesedihan.
"Patih.... Ada satu hal yang sangat kukhawatirkan dengan kejadlan ini!"
"Saya tahu, Sri Baginda.... Baginda khawatir dengan Glok Dua Naga, bukan?l" Sri Baginda anggukkan kepala.
"Lambang ltu....
Tinggal separo. Kalau lambang itu hilang, habis riwayat Ramapala...." Sri Baginda .... Sri Baginda belum memeriksa...." Patih Suro Panginangan berpaling ke arah pintu bangunan penyimpanan benda lstana yang masih tertutup. Sri Baginda menghela napas dalam, putar tubuh setengah llngkaran lalu melangkah menuju pintu bangunan. Sekall dorong pintu terbuka. Sri Baginda masuk. Patih Suro Panginangan meilrik berkellllng, lalu mengikuti Sri Baginda memasuki bangunan.
Sri Baginda langsung menuju sebuah peti di sudut bangunan. DI situ terdapat beberapa peti disusun. DIbantu sang Patih, Srd Baginda turunkan beberapa peti.
Lalu mengambll peti yang berada paling tengah di antara susunan peti. Petl itu dlbawa ke tengah ruangan.
Sekllas terbersit rona gelisah pada paras Sri Baginda. Sang Patlh memperhatikan lalu berkata.
"Sri Baginda tidak perlu cemas. Tampaknya peti ini tidak teruslk! Gemboknya maslh terkunci"
"Kuharap begitu, Patin.... Tapl kalau tidak untuk benda lambang istana itu, untuk apa kematian empal tokoh lstana?I Uhatl Ruangan lnl juga tidak teruskk! Sepertinya tidak ada barang yang dibawa pergi...." Patih Suro Panginangan anggukkan kepala tanpa mellhat berkeliiing. Sri Baginda Ramapala jongkok.
Gembok penutup petl dipegang dengan tangan kanan.
Lalu disentakkan! Brulilt Gembok bes] terbelah dua. Begitu tangan Sri Baginda ditarik dan dibuka, gembok ltu jatuh ke lantal rungan. Sang Patin mendelik. Selama ini dla tidak men.
luga kalau Sri Baglnda memiiiki tenaga dalarn tinggi.
Sri Baginda membuka peti. Dari dalam peti dla mongeluarkan sebuah kotak berbentuk segl empat berwarnn kuning. Kotak ini juga digembok meski gemboknya sedikit lebih kecii. Sri Baginda genggam gembok kotak empat persegi. Sekali sentak, gembok itu pecah berantakan, jatuh ke lantal.
Dengan tangan bergetar dan mata mementang besar. Sri Baginda Ramapala membuka kotak empat persegi. Sang Patih hanya memperhatlkan dengan mulut terkancing.
Begitu kolak terbuka, Sri Baginda keluarkan seruan keras. Tubuhnya-terlonjak. Sang Patih melongok.
Di dalam kotak itu tidak ada apa-apanyal Kosongl Terhuyung Sri Baginda bangkit. Sang Patih segera menahan. Tapl Sri Baglnda teplskan tangan Patth Suro Panginangan. "Patih! Selidiki slapa pencuri Glok Dua Nagai Lambang lstana ltu harus segera kemball!" terlak Sri Baginda. Suaranya serak bergetar. Matanya mendellk angker. Kerlngat membasahi wajah dan lehernya.
Tah Baginda segera kaml laksanakan! Tapi...."
"Kau hendak mengatakan sesuatu?! Katakanlahi sahut Sri Baginda. . "Menllik dari keadaan peti serta tewasnya empat tokoh istana, urasa sl penyusup itu orang yang sudah tahu seluk beluk tempat ini!"
"Maksudmu orang dalam istana sendir?l" Sang Patih anggukkan kepala.
"Empat tokoh penjaga itu membekal iimu tinggi. Kalau mereka sampt tewas terkena racun, pastl yang menyusup adaiat orang yang sudah mereka kenal! Buktl ltu diduktung tidak adanya keributan di tempat inl malam tadll"
"Hem.... Kau bisa menduga slapa kira-kira orangnya?l"
"Hal ini perlu waktu, Baginda.... Tapi untuk penyetidikan pertama kita tanya pada Pawingkis. Dia adalah orang yang bertanggung jawab dengan makanan serta minuman para penjaga bangunan ini! Dari yang kulihat, tampaknya racun itu lewat aesuatu yang ditelan..."
"Tapi.... Bagalmana benda itu bisa lenyap dengan petl tidak berubah?1 Padahal knci gembok peti dan kotak di dalamnya aku yang menyimpan! Bagaimana pula bisa tahu bahwa petl yang tengah berisl lambang istana?! Padahal hanya beberapa orang saja yang tahu masalah ini, termasuk kau sendiri, Patihl"
"Sri Baginda tidak menaruh curiga padaku, bukan?!" tanya sang Patih tidak enak mendengar ucapan Sri Baginda.
"Tak mungkin aku curiga padamu, Patin! Aku hanya heran ....
" Patih Suro Panginangan melangkah ke arah pintu.
Lalu berterlak.
"Prajurit! Panggii Pawingkisl" Dua prajurit yang tersisa dan bertugas menjaga istana langsung bergerak, berlarl melewati sebuah lorong. Lorong ini menghubungkan dengan sebuah bangunan kecit di baglan paling belakang lingkungan istana. Bangunan ini adalah tempat juru masak lstana.
Juru masak ini dlpimpin seorang laki-laki setengah baya yang dikenal dengan nama Pawingkis.
"Mana Pawingkis?l" Salah seorang prajurit penga.
wal langsung bertanya pada tiga orang yang tegakx du mbang pintu. Kegegeran pagl itu membuat seluruh penghuni istana Karang Pllang menghentikan kegiat"Sejak malam tadi dla belum muncul!." Salah seornng juru masak menjawab. Padahal blasanya, lewat tengah malam dia sudah berada dl sini." Yang lain menyahut .
Dua prajurit·pengawal saling pandang. Tanpa ada yang buka mulut mereka segera berlarl ke arah selatan.
Sejarak sepuluh tombak mereka berhenti. Di depan mereka ada sebuah bangunan petak kecil, inilah terpat pimpinan juru mask Pawingkis.
Pawingkisi Sri Baginda dan Patih Suro Panginangan memangglimu untuk menghadap!" Salah seorang prajurit pengawal berterlak. Tidak ada jawaban.
Salah seorang lainnya kembali memanggil. Namun tetap tidak ada jawaban.
Kedua prajurit pengawal maju. Kakl masing-masing menendang pintu. Pintu langsung terbuka. Salah seorang melompat masuk. Yang lainnya mengawasl.
Tidak adal Pawingkis tidak ada!" seru orang yang masuk. Lalu orang ini kefuat.
Saat lain kedua orang ini berlari ke tempat jun masak.
"Cari Pawingkisi Dia tidak ada di tempatnyal" Tiga orang juru masak anak buah Pawingkis saling pandang. Namun saat lain segera serabutan berlarian mencari Pawingkis. Dua prajurit pengawat terus bertarl menghadap Sri Baginda dan Patih Suro Panginangan yang tegak di depan pintu bangunan tempat penyimpanan benda lstana.
"Patih.... Pawingkis tidak ada!"
"Sejak tengah malam dia tidak muncul di tempat juru masak istana!" Yang lainnya menyambung, Path Suro Panginangan berpaling pada Sri Baginda.
"Sekarang hampir jelas siapa penyusup laknat itul"
"Pawingkis! Pawingkist Tldak kugangka tidak kukira! Mengapa dia bertindak berkhlanat padaku?l"
"Bukan dla, Baginda. Tapi ada orang yang mendalangi!"
"Prajuriti Seluruh pengawal beri perintah mencart Pawingkisl" seru Sri Baginda.
Dua prajurit pengawal anggukkan kepala. Lalu berlalu. "Patih.... Kita harus segera bertindak, memerintahkan para tokoh silat istana untuk menyelidik. Sekaligus mencani separo darl tanggalan Glok Dua Nagal" Baginda.... Sudah hampir puluhan tahun tidak diketahui di mana rimbanya separo dari lambang latana itu. Menurut saya, dalam hal ini kita tidak boleh hanya mengandaikan tokoh silat lstana...."
"Maksudmu... ?1"
"Dalam masalah satu ini, kita juga harus merangkut golongan luar istana. Tidak terkecuali golongan hitam.
Bukan tak mungkin salah seorang tokoh golongan hitam tahu di mana beradanya separo lambang itu. Tap; karena mereka sudah dicap musuh oleh istana, mereka bukan hanya tidak mau memberi tahu, tapi juga mengaburkan pencarian! Buktinya setama inf banyak keterangan yang kita dapat.· Tapi setelah diselidiki, kita tidak mendapatkan apa-apal"
"Tapi.... Apa pandangan orang lain nianti?1"
"Baginda.... Demi lambang ltu, aemua harus kita lkukan! Begitu lambang klta dapat, kita bisa memilan komball mana orang yang harus kita dekati, mana yang hrus kita jauhil Apalagi saat inil bukan hanya separo yang kita cari, tapi semua lambang istana!"
"Kita harus merundingkan dulu dengan beberapa tokoh silat istanal" Patin Suro Panginangan geieng kepala.
"Kalau hal ini kita rundingkan, bukan hasil yang akan kita dapat, tapl justru sllang pendapatl lnl akan menghancurkan persatuan tokoh silat lstanal Karena saya menduga, di antara mereka pastl ada yang setuju dan tidak setuju!" Baginda amapala menghela napas dalam dan panjang.
"Lalu bagaimana pendapatmu? "Serahkan perihal ini pada saya. Saya yang akan menghubungi beberapa orang tokoh yang saya anggap mampu! Saya juga akan memberi pengertlan agar mereka tidak sampal terlibat bentrok dengan para tokoh sllat istana] Dengan begftu kita mendapat dua jalan...."
"Kalau itu jalan terbaik, aku menyerahkan padamu.
Sekarang kita menuju ruang pertemuan!" Sri Baginda dan Patih Suro Panginangan berlalu menuju ruang pertemuan.

*
* *

begitu besar. Ruangannya terletak di bagian samping lstana. Saat itu sudah berkumpul tujuh tokoh silat istana. Mereka adalah tokoh silat tingkat pertama. Mereka duduk berjajar.
Empat orang darl sebelah kanan berwajah hampir mirip. Mereka adalsh saudara kembar empat. Tlga lakllaki satu perempuan. Usla mereka masih cuktp muda, kira-kira tiga puluh iima tahunan. Yang paling kanan bernama Kala Branjangan. Di sebelahnya Kala Sikatan.
DI sebelahnya lagi Kala Bantaran. Sementara yang perempuan Kala Merak. Perempuan ini berwajah cantik. Dadanya mencupt kencang, ditingkah lingkar pinggul padat dan besar. Kulitnya putih mufus. Matanye tajam.
Tiga lainnya sudah brusia cukup tua. Mereka adalah tokoh lama. Yang duduk dl sebelah Kala Merak seorang iaki-lakl berambut putlh panjang. Janggutnya menjulal sampal dada. Dia dikenal dengan Piplh anjalu. DI sebelah lakl-lakl ini dua orang perempuan berusla lima puluhan tahun. Mereka kakak beradik. Yanig di sebelah Pipih Panjalu adalah sang kakak. Dia dikena dengan Suri Karempungan. Sang adik Suri Pangestu.
"Dari beberapa prajurit tentunya kal[an sudah tahu apa yang terjadill" Sri Baginda yang duduk berdampingan dengan Patih Suto Panginangsn angkat suara.
"Kallan sebagai tokoh utama lstana diharap segera menyelidik!"
"Sri Baginda.... Harap dijelaskan semua yang terjadi." Yang menyahut Kala Branjangain.
Sri Baginda menoleh .pada Patih Suro Panginangan. Sang Patih anggukkan kepala lalu berkata.
"Pagi ini empat tokoh sahabat kallan yang bertugas menja ga tempat penylmpanan benda lstana ditemukan tewas keracunan. Separo lambang istana lenyap dart kotak penyimpanan...." Tujuh tokoh sllat lstana saling pandang. Patih Suro Panginangan teruskan bicara.
"Pagl ini juga diketahui, Pawingkis. kepala juru masak istana lenyap! Berat dugaan Pawingkis ada di belakang tewasnya empat tokoh slat ltu! Karena racun itu berasal dari sesuatu yang ditelan! Tidak ada bukti trjadinya bentrokl"
"Patih.... Bukankah tempat peryirpanan itu digembok?I" tanya Pipih Panjalu.
"Inilah yang aneh.... Walau gembok itu utuh, tapi lambang istana di dalamnya lenyapl"
"Berarti Pawingkis tidak bekerja sendirian. Ada orang lain. Orang lain ini tahu betul seluk beluk dalam istana. Lebih dari itu dia pasti berkepandaian tinggil" Kata Suri Karempungan.
"itulah yang harus diselidiki. Tapi ingat.... DI antara.
kslian jangan terbersit saling curlga! Aku percaya orang di belakang Pawingkis bukan kallan! Dan untuk membuat misterl ini, jalan satu-satunya harus ditemukan dulu Pawingkisl"
"Sekarang kallan boleh pergi. Kalian tahu apa yang harus kallan lakukanl" kata Sri Baginda.
Juga harus lingat. Kalian harus curlga·pada orang asing yang muncul! Bukan mustahii dia sengaja menyelidik!" sambung Patih Suro Panginangan.
Tujuh tokoh slat istana anggukkan kepala. Latu menjura dan undur diri dari hadapan Sri Baginda.
"Baginda.... Saya juga harus meninggaikan tempat ini. Saya akan segera menghubungi beberapa orang yang saya anggap mampu untuk menyingkap peristiwa inl," kata Patih Suro Panginangan.
Sang Baginda anggukkan kepala. Sang Patih membungkuk, lalu meninggalkan ruang pertemuan.

*
* *



------------------------------------------------------------

EMPAT

------------------------------------------------------------
LAKSANA terbang Path Suro Panginangan berlarl mengejar Kala Branjangan dan tiga saudara ken barnya. Di satu tempat, begitu melihat sosok keempat orang saudara kembar itu. sang Patih berterlak.
"Tunggu!" Kala Branjangan dan tlga saudaranya berhenti, berbailk menghadap sumber suara. Patih Suro Pangi
nangan tegak tiga langkah di hadapan empat saudara kembar.
"Kalian adalah orang kepercayaanku. Selain men earl Pawlngkls, kalian Juga harus menyelldlkl Piplh Panjalu dan Suri Karempungan serta adiknyal Aku menduga salah satu dari mereka adalah orang yang ada di belakang Pawingkisl" Kala Branjangan dan tiga saudatanya anggukkan kepala.
"Yang tahu seluk beluk dalam istana serta di mana disimpan lambang ltu adalah para tokoh sllat istana." Patih Suro Panginangan lanjutkan ucapan.
"Menifik peristtwanya, yang melakukan adalah salah seorang tokoh silat istana selain kalian!" Patih! Bagaimana kalau kita habisl tiga manusia tu?" usul Kala Sikatan.
"Belum waktunya. Kita bert mereka hidup sedikit lebih lama. Kalaupun harus dlhabjzi, harus dicari jalan agar tidak mencurigakan...." "Patih.... Keadaan tegah kacau. Kurasa saat ini
banyak cara mengha!st mereka tanpa dicurigal!" sahut Kala Bantaran.
"Kita jebak mereka seolah mereka ada lah orang dl belakang Pawingkisl" Urusan ltu blar aku yang mengatur. Sekarang kallan cari Pawingkis! Tapi kalian tak perlu berusaha mati-matian. Malah kalau kalain suka, aku sudah menyi
apkan kesukaan kallani Kalian tahu di mana tempat nyal" Kala Brunjangan saling pandang dengan tiga sau daranya.
"Terima kaslh, Patih. Kalau Patlh sudah me nyiapkan kesukaan kami, kaml akan bersenang-se nang dahulu. Setelah [tu baru mencart Pawingkis!" kata Kala Branjangan. Dla memberj isyarat pada dua sau dara lakl-laki kembarnya. Saat lain tlga laki-flaki dari em pat saudara kembar ini sudah berkeliebat meninggal kan saudara perempuannya, Kala Merak bersama sang Patih.
"Kala Merak.... Sudah hampir setengah purnama kita tidak...." "Karena Patih akhir-akhir ini kellhatan sangat sl buk!" Kala Merak memotong.
Patih Suro Panginangan tersenyum. Tanpa buka suara dia memberi isyarat. Kejap lain kedua orang ini
sudah berkelebat. Mereka menuju sebuah kaki bukit.
Di sana ada sebuah pondok. Sang Patih masuk men dahului disusui Kala Merak.
Begitu Kala Merak masuk, Patih Suro Panginangan aentakkan tumitnya. Pintu pondok menutup. Sekail lagi
bergerak, sang Patih sudah menyergap tubuh Kala Sudah kubllang. Kalau di tempat Ini panggii namaku saja...," tukas Patih Suro Panginangan. Wajahnya dlrapatkan ke leher Kala Merak. Leher si
gadis dicium!nya.
"Suro Panglnangan.:.. 'Aku ingin agar ketlga tokoh itu segera dihabisl. Terutama Suri Karempungan dan saudaranya. Jika ketiga manusla itu masih bercokol di
istana, gerakan kita tidak akan bebas seperti sekarang ini, Kita harus sembunyisembunyi mencarl kesem patan.... Padaha! sebenarnya tlap hari aku ingin bercinta denganmu...." "Tidak lama lagi, Kala Merak.... Au sudah mengatur kematlan Pipih Panjalu dan Suri bersaudara!" ujar Patih Suro Panginangan. Dla dorong tubuh Kala Merak merapat ke arah ranjang yang ada di dalam pondok.
Kedua tangannya bergerak membuka kancing pakaian Kala Merak. Ketika mereka tegak di samping ranjang, Kala Merak sudah tidak mengenakan apa-apa lagll Di tempat lain, Kaia Branjangan dan dua sauda ranya berhenti di sebuah aliran sungal. Dari tempatnya tegak, mereka melihat sebuah gubuk besar lima tom bak di depan.
"Kita beruntung! Patih Suro Panginangan tahu keeukaan kital" ksta Kaia Branjangan.
"Tapi.... Kalau kita tidak segera bertindak mengMerak. Kala Merak tengadahkan kepala, kedua tangtn nya dllingkarkan di
pinggang sang Patih.
"Patih Suro...." habisl ketlga manusla itu, bukan mustahii tindak an kita Int tercium sang Baginda!" sahut Kala Sikatan.
Kau tak periu cemas! Patih sudah mengatur se muanya! Kita tinggal menunggu dan mellhat! Sekarang npu lag! yang kita tunggu?!" kata Kala Bantaran.
Ketiga saudara kembar itu saling pandang. Sekali
berkelebat, mereka sudah tegak di depan pintu gubuk besar. Hampir berbarengan mereka sentakkan kakl masing-masing.
Brakkki Brakkk! Brakkki
Pintu gubuk terbuka. Tiga jeritan kaget menyeruak dari dalam. Memandang ke dalam, tiga saudara kembar itu melihat tiga ranjang kayu. DI atas ranjang tampak tiga gadis cantik telentang tanpa mengenakan apa-apa lagi! Kepala mereka melongok ke arah pintu: Msilhat slapa yang muncul, ketiga gadia ini sunggingkan se nyuml Serabutan Kala Branjangan dan dua saudaranya beriompatanf Tiga seruan terdengar, namun saat lain sudah berganti dengan tawa tertahan-tahan!

** *

Dua prajurit itu betrhentl, tegak antara jajaran pohon dengan mata nyalang dan dahl berkerut. Kedua prajurit ini bersenjata golok besar. "Hai! Kau dengar ·suara itu?l" kata yang sebelah kanan.
Yang sebelah kiri anggukkan kepala.
"Suara deng kurannya terdengar. Tapi batang hldung manuslanya tidak kellhstan! Suara dengkuran Ini aneh.... Kadang seperti di sana, kadang sepert! di sinil" Tangan orang lni menunjuk ke samping kanan lalu ke samping kiri. Tapi kau tidak menduga inl dengkuran setan hantu gentayangan, bukan?l" sahut orang sebelah kanan.
Wajahnya berubah tegang. Tanpa sadar tangan kanan.
bergerak meralh golok besar dl pinggangnya.
Aku memang perah dengar cerita setan hantu gentayangan. Tapl mustahl ada setan hantu gentayangan di slang bolong beginif Ini dengkuran manusial Tapl manuslanya pastl jhanaml" Jahanam bagaimana maksudmu?l" "Bagalmana tidak jahanam?! Dengkurannya saja sudah membuat bingung orangi Manuslanya pasti...." Suara orang sebelah kiri terputus, karena bersamaan itu terdengar bersinan keras tiga kalil Dua prajurit beriompatan sambll menyumpah habis-hablsan. Bukan saja karena kaget, tapi juga karena saat itu semburan alr muncrat ke arah merekal Sambil angkat tinggi-tinggl goloknya, dua prajurit tengadahkan kepala. Mereka mellhat satu sosok tubuh melingkar dl atas batangan pohon. Orang ini mengenakan baju merah muda besar.
"Hal! Kuminta kau turun dari pohon!" terliak yang sebelah kiri. · Orang dl atas pohon tldak bergeming. Juga tidak menyahut.
Dua prajurit muial jengkel.
"Kalau kau tidak mau turun, kami akan memotong batang pohon itul" teriak yang sebelah kanan.
Karena tidak jug a ada sahutan atau gerakan orang, prajurit sebelah kanan anggukkan kepala. Prajurit sebelah kiri maju mendekati pohon. Tengadah sesaat lalu momanjat dengan golok di tangan kanan.
Begitu dekat dengan orang dl atas pohon, tanpa hunyak mulut dia segera ayunkan goloknya patahkan batangen pohon yang dibuat meringkuk orang. Namun baru saja goloknya bergerak, orang di atas pohon gerakkan lingkaran tubuhnya. Kaki kanannya mencuat.
Bukkk! Prajurit di atas pohon terpekik. Selain kaget juga kesakitan. Karena tidak menduga. dia tidak bisa imbangi diri saat pinggulnya terhantam cuatan kakl orang.
Prajurit ini menjerit sekaii lagi. Sosoknya meluncur deras! Prajurit yang di bawah ikut menjerit, karena funcuran temannya tepat ke arahnya! Apalagl orang yang meiuncur jatuh tak bisa imbangi gerakan tangan kanannya yang memegang golok! Golok itu berdesing ke kanan kiri! Prajurit yang di bawah sesaat bingung. Kalau dla melompat seiamatkan dlri bukan tak mungkin dia akan tersambar golok temannya. Maka akhirnya dia memutuskan menunggu sambil kelebatkan goloknya.
Trangg! Dua golok beradu keras. Dua golok itu langsung mencelat ke udara. Saat bersamaan terdengar suara bergedebukan dua kali. Dua prajurit itu jatuh tumpang tindih! Sambil memaki panjang pendek, dua prajurit bangit. Berlari dahufu mengambil golok mereka lalu berlompatan kembali ke bawah pohon. Namun- mereka tercekat. Orang di atas pohon sutlah tldak kellhatan! Setan! Ke mana makhiuk jahanam itu?!" kata orang sebelah kiri yang baru jatuh dari atas pohon.
"Husss! Jangan sebut-sebut setan! Salah-salah makhluk tadi selan beneran!" kata prajurit sebelah kanan. Dengan kuduk mulai merinding kedua orang inl tengadahkan kepala. Saat itulah tiba-tiba satu kepala muncul darf ballik batangan pohon. Laiu terdengar suara.
"Haaaaaaaaaaaa!" Saking kagetnya, dua prajurit tersentak, terjengcang di atas tanah! Untung mereka sigap. Kalau'tidak, iscaya golok mereka akan meiukal satu sama laint Mereka cepat bangkit dengan golok dlangkat, memandang tegang pada kepala yang nongol dari balik ba.angan pohon.
Si kepala sunggingkan senyum. Prajurit sebelah kanan berbisik.
"Tampangnya, tampang manusla. Tapi.... Jangan-jangan dia...." "Yang inl aku yakin tampang manuslal Juga mausla adanyal" sentak prajurit sebelah kiri yang sudah eram. Dla mendahului melompat. Namun tak urung asa takut masih mendera dadanya, hingga dia hanya egak tiga langkah dari batangan pohon. Lalu membentak.
"Siapa kau?! Manusla, setan, atau setan manu»la?! "Atau manusia setan?! Prajurit sebelah kanan meyambung bentakan.
"Kalian bernasib buruk. Berjumpa dengan setant Aku adalah setan!" jawab kepala yang nongol di batik pohon. Kepala ini adalah millk seorang pemuda berwajah tampan. Rambutnya agak panjang sedikit acakacakan. Dua prajurit terkesiap. Mereka saling pandang deunn paras berubah. Si kepala di batik pohon tertawa.
Kuilan sendiri slapa, hah?I Manusla Setan atau Setan Manusia?l" bentaknya. "Aku.... Aku Manuala Setan...," jawab orang sebelah kiri. "Bukan.... Setan Manusla....," sahut yang sebelah kanan. "Busyeti Beraninya kallan bicara main-main dengan setan! Jawab yang betul! Setan Manusia atau Manusia Setan?!" "Kami .... Kami manusla biasa. Kami prajurit istana Karang Pilang...." Akhirnya orang sebelah kiri menjawab setelah terdlam beberapa lama. "Kau manusia juga sepertl kami, bukan?1 tanya yang sebelah kanan.
"Kau bukan setan beneran, bukan?! sambung yang sebelah kiri.
SI kepala tertawa ngakak. Lalu keluar dari ballk pohon. Pemuda ini mengenakan baju gombrong besar berwarna merah muda. Bajunya menjuial hingga tumit.
Setelah merasa yakin yang dl hadapannya manusla adanya, prajurit sebelah kiri membentak.
"Kau slapa?l" "Aku tidak pernah melihatmu. Kau orang asing?l" Prajurit sebelah kanan sahuti bentakan. Dua golok terhunus tinggl, siap berkelebat.
Aku.... Namaku Datuk Gede...." Belum habis ucapan sl pemuda, prajurit sebelah kiri
memotong.
"Pasti
kau orangnyal" Prajurit sebelah kanan mendekati temannya.
"Hai! Apa maksud ucapanmu?1 "LIhat baju yang dlpakall itu baju seragam tokoh sllat istana yang menjaga tempat penyimpanan benda lstanal ksta prajurit sebelah kiri. Prajurit sebelah kanan slmak balk-balk baju yang dlkenakan sl pemuda.
Beberapa saat lalu meskl sudah mellhat baju orang, namun karena maslh tegang dua prajurit itu tidak begitu memperhatikan. Kini setelah ketegangan mereka sima, baru mereka sadar baju yang dikenakan si pemuda.
"Hall Siapa pun kau adanya, kuminta kau ikut kaml secara balk-balk!" kata prajurit sebelah kiri.
"lkut ke mana?i"
"Menghadap Sri Baginda dl lstana Karang Pilangl"
"Apa ada hubungannya dengan baju yang kupakal ini?l" tanya sl pemuda yang bukan lain adalah Pendekar 131. "Kau tak perlu banyak tanyal" sentak prajurit sebelah kanan.
"Aku harus bertanya dahulul" "Simpan dulu pertanyaanmu. Dalam hal ini kau tidak layak bertanyal Justru kau harus menjawab beberapa pertanyaanl" kata prajurit sebelah kiri.
"Aneh.... Ada apa sebenarnya?1 Aku tidak bertindak macam-macam. Tapi kalian hendak membawaku menghadap Baginda. Malah harus menjawab beberapa pertanyaanl" "Dasar pencurl busuki Sudah tahu masih juga berlagakl" sergah prajurit sebelah kanan. Tunggu dulu! Kalau yang kallan bicarakan soal baju ini, aku bisa memberi keterangan lengkap! Dan kalaupun kailan menginginkan, aku rela memberikannya pada kalian...I" "Kami tidak butuh baju! Kami butuh dirimul" bentak prejurit berbarengan.
Pemuda jelek sepertiku ini kalian butuhkan?I Untuk apa?l" "Kau terlalu banyak bicara!" sentak yang sebelah kirl. Dia melompat. Yang aebelah kanan tidak tlnggal diam. Dia lkut melompat. Dua golok besar berkelebat.
Joko cepat rundukkan kepala. Dua tangan dlsentakkan kirim jotosan ke arah parut dua prajurit. BukkkI Bukkkt Dua prajurit terpeklk, jatuh terjengkang dl atas tanah. Namun mereka segera bangkit. Laksana kalap, berkelebat. Tangan kiri kanan dlhantamkan.
Dua prajurit berseru tertahan. Mereka merasakan pergelangan tangan masing-masing disentakkan, bingga goiok mereka menceiat! Saat lain mereka jatuh terdudukt Pendekar 131 melangkah mendekati.
"Katakan ada apa sebenarnya?l" Belum sampai ada yang menjawab, mendadak tlga gelombang dahsyat berklblat. Dua dart samping kanan, satu darl sebelah kiri. Joko terkeslap. Lalu membuat gerakan selamatkan dirt. Dia memang berhasil seiamat dari dua gelombang pukulan dart samping kanan. Tpl dia gagal menghirdar dari gelombang sebelah kiri. Tubuhnya melintir, jatuh terbanting di atas tanah. Dua prajurt di hadapannya sudah mental tertebih dahulu tersambar geiombang yang lolos menghajar murid Pendela Sinting. Saat bersamaan tiga bayangan berkelebat, tegak mengurung!

*
* *



------------------------------------------------------------

LIMA

------------------------------------------------------------
MEREKA adalah aeorang kakek berambut putlh panjang, berjanggut menjulai sampai dada. Dia mengenakan pakaian mlrip jubah berwarna pu tih. Kakek ini tidak lain adaiah tokoh utama istana Karang Pilang. Dia bersame dua orang perempuan berpakalan panjang abu-abu. Rambut masing-masing digulung. Dua perempuan ini adalah Suri Karempungan dan adlknya Suri Pangestu.
"Siapa ka.... • Belum sampai ucapan Joko berlanjut, Kakek Pipih Panjalu menyergap, sarangkan totokan. Joko gulingkan diri menghindar. Namun bersama itu Suri Karempungan ulurkan kedua tangannya. Joko aentakkan kakinya. Bukkk! Kaki Joko mental. Tubuh Nenek Suri Karempngan terhuyung. Saat ltulah sang adik Suri Pangestu bergerak cepat, sarangkan totokan dahsyat! Pendekar 131rasakan sekujur tubuhnya kaku tak bisa digerakkan. namun dia masih bisa bicara.
"Kailan semusl Mengapa beriaku kurang ajar padalu?" Tlga tokoh sllat utama istana Karang Pitang serentnk maju, mengurung dangan mata memandang tajam larl kepala hingga kaki Joko.
"Slapa kau, Anak Muda?l" Bertanya PIpih Panjalu.
Hem.... Jadl adat kailan menghantam dahulu baru bertanya?l" ujar Joko, matanya berputar pandangi satu persatu orang.
Keadaan yang mengharuskan kaml berlaku demlklan. Kau harus maklum!" kata Sur! Karempuungan.
"Keadaan apa?l"
"Jawab dulu pertanyaan. Latu klta lanjutkan bicaral" kata Kakek Piplh Panjalu.
"Kallan bisa memanggllku Datuk Gede Anune! Tapl juga bisa Joko Sabiengl" Dua nenek kakak beradik saling pandang lalu tertawa ceklktkan. Si kakek menyeringai, "Anak mudal Jangan bercandal Kau tengah menghadapl masalah besar!" Masalah besar apa?! Kalian yang car! masalahl Enak saja menggebuk orangl"
"Anak mudal Katakan slapa kau sebenarnyal" kata Kakek Pipih Panjalu.
"Namaku Joko Sableng!"
"Terus Datuk Gede Anune itu slapa?! Gelarmu?!" tanya Suri Karempungan sambil menahan tawa.
Ceritanya panjang. Kapan-kapan kuceritakan padamu!"
"Baik! Sekarang jawab pertanyaanku lagt. Dari mana kau peroleh baju yang kau pakal itu?!" tanya Kake Pipih Panjalu.
"Dua orang itu tadi mempermasalahkan bajuku.
Sekarang kalian jugal Memangnya kenapa dengan baju ini? Kailan menglnginkannya?!" Kakek Pipih Panjalu memandang pada Sur! Karempungan bersaudara. "Kita bawa saja pemuda ini menghadap Sri Baglndal" "Tunggu dulul Apa hubungan antara baju In! dengan Sri Baglnda?l"
"Kau sudah tahu. Mengapa berpura-purai Sekarang jawab. Dimana Pawingkis?l" tanya Suri Pangestu.
Kalian ini aneh. Aku tidak kenal dengan Pawingkts!"
"Kau maslh juga bersllat lidahl" sentak Suri Karempungan. Nenek ini jongkok. Lalu kedua tangannya bergerak, meraba sekujur tubuh murtd Pendeta Sinting.
Tiba-Alba gerakan tangan si nenek terhentl.
"Kau menemukannya?!" seru Surt Pangestu. "Dla membawanya?l"
"Nekt Awas, jangan keras-keras! Barangku bisa pecah!" terlak Joko. "Suri Karempungan! Apa yang kau pegangl Ja ngan-jangan kau saiah tangkap!" terlak Piplh Panjalu.
"Betul, Kekt Dia salah tangkapt Yang ditangkap anukul Busyeti Bisa berantakant" terlak Pendekar 131. Suri Karempungan menyeringal. "Tanganku tak mungkin salah tangkap!" Nenek Ini berpailng pada adlknya. "Singkapkan bajunya!" Surt Pangestu angkat kedua kaki Joko. Lalu singkapkan baju gombrong yang dlkenakan. Begitu baju teraingkap hingga dada, semua orang melthat pedang dun cermin di pinggang kanan kiri Joko.
Kakek Pipih Panjalu segera cabut pedang dan cermin. Karena makium dua senjata itu bukan senjata sembarangan, dia terlebth dahulu kerahkan tenaga da lam.
Pedang dan cermlin dlteliti.
"Astaga! Bukankah pedang Ini miltk Pendekar131" desis Kakek Pipih Panjlu. Dua nenek mendekat, ikut meneliti pedang dan cermin.
Mungkinkah pemuda Sableng tu Pendekar 131?l" ujar Suri Karempungan.
Anak mudal Apa hubunganmu dengan Pendekar 131?l" bertanya Kakek Pipih Panjafu.
"Sebenamya aku tidak meu memberi tahu. Tapl karena keadaan, aku akan men]jawab. Senjata itu milk ku! Jadi kaiian tahu slapa aku." Hem.... Nama Pendeker sudah lama kudengar. Adalah aneh kalau dla sampal terltbat dalam ienyapnya lambang istana ltul" gumam Kakek Piplh Panjalu.
"Aneh atau tidak tak jadi masalah. Yang jelas dia mengenakan baju seragam penjaga tempat penyimpanan benda istana. Berarti dis terlibat! sahut Suri Pangestu.
Kakek Pipih Panjalu mendekati Joko. Anak muda.... Kuminta kau jawab terus terang, Kalau tidak, kau akan mengalaml naslo burukl "Apa yang herus kujawab?1" Di mana kau dapatkan baju yang kau pakai itu?! "Aku menemukannya di pinggiran hutan!" Pinggiran hutan mana?l"
"Sebelah selatan sana! Aku tak tahu namanyal" Sambli menjawab, dlam-dlam Joko membatin. "Kalau saja aku turuti saran nenek hitam ltu.... Pasti aku tidak akan kuwalat mendapat celakal Sekarang sudah terlambatl Ternysta baju temuan membawa kuwalat celaka! Dasar nasib..."
"Kek.... Sebenarnya ada apa dengan baju inl?!" Mengapa soal baju saja sampal aku kau buat beginl! Bahkan harus menghadap Sri Baginda segala?l"
"Anak muda.... Ketahuilah. Tadi malam terjadi pe ristiwa besar. Empat tokoh silat utama istana ditemukan tewas keracunan. Seragam yang mereka kenakan lenyapl"
"Hem.... Hubungannya dengan baju Ini?l Joko pu tar bola matanya melihat ke arah baju merah mudanya yang terslngkap sampai dada.
"Yang kau pakai adalah saiah satu baju tokoh yang tewas itul" Astaga!"
"Maka.... Kuminta kau jelaakan dengan jujur semua yang terjadi! Naslbmu tergantung pada jawabanmu!" kata Kakek Plplh Panjalu.
"Aku menemukan baju itu berserakan di tanah.
Karena saat itu aku tldak mengenakan baju, aku ambil satu dan kukenakan! "Kau melihat orang lain?!"
"Betul! Di sltu ada orang.... Kalau tak salah namanya Panj! Semerul"
"Panji Semeru.... Panji Semeru...." Pipih Panjalu mengulang nama yang dlsebutkan Joko. Lalu berpallng pada dua nenek bersaudara. "Kalian pemah dengar nama itu?" Dua nenek geleng kepala. "Past! dla mengada-ada! Belama int tidak ada nama orang Panji Semerul Kita bawa saja menghadap Sr! Baginda!" Yang buka suara Suri Pangestu. "Anak muda.... Sebenarnya aku tidak yakin kalau kau terlbat dalam urusan ini. Tapi jawabanmu memberi isyarat laln. Aku jadl ragu-ragu. Tapi aku memberimu kesempatan. Kalau mau menjawab dengan jujur...."
"Sumpah, Kek! Aku mengatakan apa adanyal"
"Latu di mana Pawingkis berada?!" tanya si kakek, "Aku tidak kenal Pawingkis! Aku juga tldak membunuh orang!" Anak muda.... Soai pembunuban itu mungkin bisa ditangguhkan. Ada yang lebih penting dari itu!"
"Maksudmu, Kek?"' "Selain ter]ad! pembunuhan, istana kehllangan benda! Benda itu adaiah iambang Istanal"
"Waduh.... Benar-benar slal naatbku hari ini! Tuduhan itu pastl jatuh padaku!" kata Joko dalam hatl.
"Datuk Joko Sablengl" kata Suri Pangestu. "Kau sudah diberi kesempatan. Apa kau mau miengatakan dengan jujur?t "Nek.... Apa iagi yang harus kukatakan?i Aku tidak bisa mengarang cerital"
"Kalau begitu aku tldak blsa membantumu, Anak Muda Kau harus berhadapan dengan hukum istanal" kata Kakek Piplh Panjalu. Dla jongkok, seilpkan Pedang Tumpul 131 dan Cermin Bayangan Dewa pada punggang Joko. Laiu rapikan kembali pakaian murid Pendeta Sinting.
"Nenek yang sebutkan Nini Kembang Sore ltu....
Apa dia mengarang cerita?!"
"Kau mau bicara, Anak Muda?!" tanya Kakek Pipth Panjalu mendengar gumaman Joko.
"Tidak, Kek! Kau hadapkan siapa saja, jawabku tetap sama!"
"Sayang jawabanmu tidak mendukung kenyataanl" ujar si kakek. Lalu angkat tubuh Pendekar 131, dilintangkan di atas pundaknya.
"Kek.... Blar aku jalan sala. Bebaskan aku!" Aku banyak mendengar tentang dirimu. Aku percaya kau tidak akan larl. Tapi kali ini keadaannya lain, Anak Muda!" Ketlga tokoh silat utama lstana itu segera bertari. Si kakek yang memanggul Joko berada di depan. Dua nenek bersaudara berada dl belakang. Kek.... Apa belui kau ttdak pernah dengar nama Panji Semeru?l" Joko berbisk karena dari sikap orang, Joko tahu kalau si kakek adaiah orang balk.
Berpuluh tahun aku makan garam dl sekitar kawasan ini. Bahkan selagi muda aku pernah berkelana.
Tapi selama Ini aku tidak pernah dengar nama Panji Semeru. Kau jangan mengada-adai Akibatnya kau sendlrl yang celakal Kaiau kau mau berterus terang, mungkin aku bisa minta pengampunan untukmu pada Sri Baginda. Apaiagi jika kau mau membantu menemukan benda yang lenyap itul"
"Lalu apa kau perah dengar nama Nini! Kembang Sore?l" Tiba-tiba Pipih Panjalu hentikan iarinya. Jelas orang ini terkejut. Namun kejap lain dia sudah berlari lagi. Laiu berblsik. "Anak muda.... Apa baju yang kau pakai ada kaitan nya dengan Nini Kembang Sore?1 "Tidak! Sebelum Ini aku pernah bertemu dengan orang nenek! Dla sebutkan diri Niny Kembang Sore."
"Anak muda.... Selama puluhan tahun, jarang orang mengenal nama Nini Kembang Sore. Yang mereka ke nal adalah Dewi Karang Pilang.... ltu adalab gelar Nini Kembang Sore...."
"Hubungannya dengan lstana Karang Pilang...?!"
"Aku tak tahu...."
"Kek.... Kalau saja kau mau memberi keaempatan padaku...."
"Kesempatan telah kuberlkan!"
"Maksudku.... Jika kau mau membebasksan aku. Aku akan kembali menemuimu dengan membawa bukti...." Tldak semudah itu, Anak Mudat Perasaanku menghendaki demikian. Tapi aku terikat dengan hukum lstanal Bukti sudah ada padamu. Aku tak beranl mengambll risiko!"

*
* *

Sampal di lstana, Pendekar 131 langsung dlmasukkan ke sebuah ruangan kecil berterali besl. Keadaan nya masih tertotok meski masih bisa bicara. Kakek Pi pih Panjalu dan dua nenek bersaudar a langsung menghadap Sri Baglnda, member! iaporan. Dan hanya beberapa saat sala berlta tertangkapnya Pendekar 131 sudah tersebar.
Sri Baginda Ramapala tldak segera menemui Pendekar 131 meski sudah mendapat laporan dari Kakek Pipih Panjalu, Suri Karempungan dan adiknya. Dia sengaja menunggu kedatangan Patih Suro Panginangan: Namun seteiah dttunggu hingga malam sang Patih tidak muncui, sang Baginda memutuskan menemul Joko, Saat Itulah tlba-tlba dua prajurit member laporan atas kedatangan Patih Suro Panglnangan.
Tak lama kemudian, Patih Suro Panginangan muncui. Sr! Baginda mengatakan tentang tertangkapnya Pendekar 131.
"Saya sudah mendengar, Baginda.... Maaf kaiau saya datang teriambat. Karena saya harus menghubungi seseorang. Ada berita yang harus saya sampalkan, Baginda...."
"Kita bicarakan nanti saja! Sekarang kita temul pemuda itu!"
"Maaf, Baginda. ini maslh ada kaitannya dengan peristiwa tadl malam! Seorang yang. kuhubungi ternyata sudah berhasll menemukan Pawingkls!"
"Apa?l Mana dia sekarang?! Maaf, 'Baginda.... Pawingkis dltemukan sudah tewas di perbatasan hutan...."
"Aku belum percaya kalau tldak melihatnya sendlri...l"
"Beberapa prajurit sudah kuperintahkan untuk membawa mayat Pawingkis, Baginda."
"Bagus.... Ternyata usulmu baik juga. Dengan mernngkul kalangan luar Istana, semuanya berjalan cepat.
Kuharap peristlwa Inl segera selesai. Lambang Istana bisa ditemukan!" Patih Suro Panginangan anggukkan kepala. "Menurut berlta yang kudapat. Setengah purnama terakhir int Pawlngkls sering mengadakan pertemuan diamdiam dengan seseorang. Berat dugaan orang itu adalah Pendekar 131...."
"Kau pernah dengar tentang pemuda itu?!" tanya Sri Baglnda.
Tldak banyak, Baginda. Hanya saja pastl dia ber sekongkol ' dengan seseorang dari kaiangan istana! Pemuda itu tidak banyak dikenai orang awam kawasan ini. Untuk apa dia mencuri lambang lstana kalau tidak ada orang kaiangan Istana yang punya amblsi menggantlkan kedudukan Sr! Baginda?!"
"Belul.... Kita temui pemuda Itul Kita kuras keterangan siapa yang menyuruhnyal" kata Sri Baginda.
Saat ialn kedua pstinggi istana Karang Pilang lni sudah melangkah ke baglan beiakang dl mana Joko ditaian.

*
* *



------------------------------------------------------------

ENAM

------------------------------------------------------------
"HEM... Dari lagak dan pakaian mereka, pastl lnl penguasanya!" Joko menduga begltu Sn! Baginda Ramapala dan Pallh Suro Panginangan muncul. Dua prajurit pen]aga segera bungkukkan tubuh.
"Prajuriit Buka gemboknya!" Sang Patih memberi perintah.
Saiah seorang prajurit segera mengambii kuncl yang dlgantungkan dl ikat pinggangnya. Lalu membuka gembok terail dl mana Joko ditahan dalam keadaan tertotok. Sri Baginda dan Path Suro Panginangan melangkah masuk.
Sri Baginda memperhatikan dengan seksama.
Sang Patlh hanya memperhatlkan sekllas.
"Bajunya asli!" gumam sang Baginda. Sang Patih anggukkan kepala.
"Kau Pendekar 131?1 Bertanya Sr Baginda.
"Sudah tahu mengapa bertanya segala?l"
"Keparatl Kau tahu tengah berhadapan dengan lapa?l" bentak sang Patih.
"Kalau tldak diberi tahu, mana aku tahu?l" enak enja Joko menjawab.
"Kau tengah berhadapan dengan Sri Baginda Ramapala. Penguasa istana Karang Pilangl"
"Sayang aku tidak bisa memberi penghormatan...."
"Aku tidak butuh penghormatan. Aku butuh kerangan jujur!" kata Sri Baginda.
"Keterangan tentang apa?! Tentang baju siaian tni?l" Saking jengkelnya Pendekar 131 lupa kalau saat itu tengah bicara dengan seorag penguasa.
"Pencurl busuk! Berani kau bicara keras, mulutmu akan kuhancurkan!" sentak sang Patih.
"Enak saja menuduh orang! Kau siapa?l"
"Anak muda! Dia adaiah Patlh Suro Panginangan. Orang kepercayaan dan penasihat istania!" Yang menjawab Sri Baginda sendiri. Sri Baginda berlaku iunak, karena dia mengharapkan orang kelak mau berkata terus terang.
Pendekar 131! Katakan siapa yang mellbatkanmu daiam urusan ini?I" Sri Baginda berkata, sementara Joko dan Patih Suro Panginangan sailng perang pandang.
"Baginda.... Aku tidak tahu apa-apa daiam urusan ini! Aku saja yang tengah ketlban nasib siall Mengenakan baju temuan tak tahunya baju bermasaiah!"
"Baiklah.... Kalau kau mau.mengatakan satu hal, mungkin aku bisa mengampunimu. Membebaskanmu dari ballk terali besi ini. Ketakan di mana iambang Istana itu! Siapa yang membawanyal" kata Sri Baginda.
"Biar aku yang menggeiedah, Baginda!" kata sang Patth.
Sri Baginda geteng kepala.
"Piplh Panjalu, Suri Karempungan, dan Suri Pangestu sudah melakukannya.
Dia tidak membawa lambang itu!"
"Baginda.... Sekaii lagi kukatakan. Aku tak tahu apa-apa! Tidak tahu asal muasai baju ini! Tidak tabu lambang istana bahkan tldak kenal dengan orang yang disebut-sebut sebagai Pawingkis!"
"Menurut Pipih Panjalu, kau bertemu seseorang.
Betul?!" tanya Sri Baglnda "Benar. Namanya Panjl Semeru...." Dari mana kau tahu dia bernama Pan]i Semeru Kau bertanya padanya?l" Yang bertanya Patlh Suro Panginangan.
Kali ini Joko terdiam beberapa lama. Diam-dlam dalam hati berkata.
"Apa harus kukatakan terus terang kalau aku bertemu Nini Kembang Sore?! Tapl jelas nenek itu tldak melakukan apa-apa. Aku yakin nenek itu tldak tertibat dalam urusan Int! Mungkin saja kebetulan dia mengtntlp laki-lakl itu.... Kalau aku sebutkan nama nenek ltu, berarti aku akan melibatkan orang yang tidak tahu apa-apa...."
"Pendekar 131! Aku menunggu jawabanl" sentak Patih Suro Panginangan.
"Aku memang bertanya padanyal" Akhirnya Joko menjawab.
"Patih.... Apa kau pernah dengar nama Panjl Semeru?!" Yang dltanya geleng kepala.
"Nama ltu asing bagi telinga saya, Baginda...."
"Anak mudal Aku sudah bertanya pada petinggl tstana. Tidak seorang pun kenal dengan Panji Semeru! Apa jawabmu?!"
"Aku tak bisa menjawab. Karena begitu dia sebutkan namanya!"
"Selain dengan orang yang kau sebut Panji Semeru. Apa kau bertemu orang laln?!" tanya sang Patih.
Kemball Joko terdlam beberapa saat. Lalu menjawab.
"Aku tidak bertemu siapa-siapa lagi!"
"Baginda.... Keterangan pemuda ini banyak dustanya! Kurasa lebih balk segera dljatuht hukuman matll"
"Dlpaksa pun tak mungkin mengakul Saya tahu lagak pencurl macam int!"
"Patlh! Jangan bicara sembarangani Aku tidak mencuri! Kalau saja aku kau bebaskan, aku akan membuktlkan semuanyal" Patih Suro Panginangan tertawa.
"Aku tidak blsa dlbodohi pencuri!" Sang Patih angkat kedua tangannya. Mau tak mau Joko tercekat.
"Patiht Tunggu! Kaiau dia kita hukum mati, urusannya makin sulit...," kata Sr! Baginda.
Tidak, Baglnda. Orang-orangku sudah bergerak.
Tidak lama lagl akan terbongkar persekongkolan ini! Kalau Pawingkls dapat dltemukan sebelum satu putaran matahari, blangnya akan segera dltemukan puial Tak ada gunanya menyimpan orang in! lebih lama lagil" Anak muda! Hukuman mati sudah kujatuhkan padamu. Tapi aku memberimu waktu hingga besok pagi.
Hukuman mati blsa berubah kaiau kau berubah plklran, mau mengatakan siapa yang ada dl balik peristiwa lnll" kata Sri Baginda lalu melangkah keluar.
"Pendekar 131l Kau tahu hukuman mati istana ini?!"
"Tidak langsung dipenggaii" ujar Patih Suro Panginangan.
"Laiu diapakan?!" penasaran Joko bertanya meski dadanya jengkel.
"Tubuhmu dikuliti dahuiu. Rambutmu dicabuti! Gigimu satu persatu dltanggalkani Terakhir anggota bagian bawah perutmu dipotong hingga ratal" Joko bergidik dalam hati. Tapi tiba-tiba muiutnya perdengarkan.tawa bergelak keras! Sang Patlh surutkan langkah kaget. Di luar terall, Sri Baginda berhenti, ballkkan tubuh.
"Mengapa kau tertawa?l" sentak sang Patth.
"Kau pikir aku takut dengan hukuman sepert! itu?! Daiam hidup yang kutakutkan hanya satu, Patlh!"
"Apa, hah?l"
"Tidak bisa kentut! Ha ... Ha ... Ha ...! Orang tldak blsa kentut sakltnya minta ampun! Batok kepala rasanya mau pecahl" Hampir bersamaan dengan habisnya ucapan murid Pendeta SInting, tiba-tiba terdengar suara keras panJang.
Brutttttttttttt
"Bangsatl" makt Patih Suro Panginangan kalap.
Kedua kakinya ditendangkan sitih bergantl. Bukkk! Bukkk Joko tergullng dua kali. Muiutnya kucurkan darah.
Tapl matanya berkedip-kedip. Saat lain mulutnya semburkan tawa bergelakl Patih Suro Panglnangan hliang kesabaran. Dia maJu hendak krtmkan tendangan lagi. Tapl sang Baginda buru-buru berkata.
PatIh! Beri kesempatan padanya untuk berpiktrl"
"Aku bersumpah akan melakukan hukuman seperti yang kukatakan!" desis sang Patih mengancam.
"Aku juga akan kentut iebih panjang dan keras lagl! Ha.... Ha .... Ha .. .l" Patih Suro Panginangan bantingkan kakl, lalu meiangkah keiuar. Dua prajurit segera menguncl kembali terali besi. Sementara murld Pendeta Sinting terus tertawal Gila! Baru kall ini aku mellhat manusla sableng sepertl dial" bisik saiah seorang prajurlt.
"Kau yakin dia yang mencur?l" tanya yang lainnya.
"Dla mengenakan baju seragam itu. Bagalmana aku tidak yakin?!"
"Hai! Kalian bisik-bislk apa?l" Joko berteriak.
"Kentutmu tadl. Bagaimana blsa keras dan panjang begitu?!" tanya prajurit sebelah kanan.
"Orang mau mampus memang blsa kentut panjang dan keras!" Tiba-tiba satu suara menyahut. Dua prajurit di luar terali berbaiik. Joko acuh tak acuh bahkan me mandang pun tidak. Saat ltu yang dlpikirkan adalah ba gaimana cara bisa lolos. Karena bukan tak mungkin sang Patih akan lakukan ancamannya! Mengingat hal tu Joko merindlng. Hingga dia acuh saja dengan suara sahutan.
Dua prajurtt melihat seorang mendekat. Orang Ini mengenakan seragam prajurit. Namun sengaja menge nakan kerudung putih. Kedua tangannya memegang sebuah talam tertutup kain hitam.
"Siapa kau?!" Salah seorang prajurit menegur.
Aku juru masak baru.... Aku mendapat perintah mengantar makanan untuk tahanan yang baru tertang kap.... Harap buka pintunya...."
"Juru masak baru?! Dalam keadaan kacau begini.
mungktnkah pihak istana mengambll juru masak baru? Padahal awal terjadlnya masaiah dari juru masak...," desls prajurit sebeiah kiri. Dla memperhatlkan orang yang membawa talam dan terus mendekat.
"Tunggu! Kami harus melapor dulu pada Patih Suro Panginangan!" terlak prajurit sebeiah kanan.
"Kallan blsa melaporl Tapi besok pagi saja!" ujar orang pembawa taiam.
Beium habls ucapan orang, tiba-ttba orang Inl me lompat. Dua prajurlt baru sadar. Namun terlambat. SI pembawa taiam sudah sarangkan totokan sekallgus tutup jalan suara merekat Mereka tegang lalu Jatuh bergedebukan menghantam terall besl. Saat itulah Jo ko baru merasakan ada yang tidak beres. Dia putar bola matanya. Dia meiihat dua prajurit sudah roboh. Lalu me llhat seseorang sentakkan gembok. Sekall sentak gem bok terall hancur berantakan.
"Busyetl Slapa lagl yang ini?l" desis Pendekar 131.
Belum sampal berplkir iebih panjang, tahu-tahu satu sosok tubuh sudah tegak dl sampingnya!
"Datuk Anune Gedel Bagaimana kabarmu?!" Joko tersentak.
"Kau.... Kau slapa?l"
"Hik.... Hik.... Hik.... Aku setan gentayangan!"
"Astaga! Dla perempuanl"
"Kalau perempuan memangnya kenapa?! Kau tldak suka?!" Orang Ini turunkan talam dl lantai. Lalu mem bungkuk, julurkan kedua tangannya ke arah Pendekar 131.
"Apa yang akan kau iakukan?l" suara Joko laksana torsumbat dl tenggorokan.
"Banyak mulut! Apa kau Ingin mampus sia-sia dl empat ini, hah?!"
"Jadl kau hendak membebaskan aku?l" Orang berkerudung berseragam prajurit tidak me nyahut. Tapi segera sentakkan tubuh murid Pendeta Sintlng. Kelika orang ini berkelebat keluar dari terali besi, Joko sudah meiintang di atas pundak kirinya! Saat lain berkelebat dan lenyap dart depan ruang tahanan!

*
* *



------------------------------------------------------------

TUJUH

------------------------------------------------------------
DI SATU tempat, Joko diturunkan. Anehnya begitu tubuhnya atas tanah, Joko lngsung terbebas dari totokan. Padahai Joko samh sekali berada di tidak merasakan orang membebaskan totokannya. Dari sint murid Pendata Sinting dapat menduga. Orang berkerudung berseragam prajurit bukan sala menyelamatkannya, keluar dari tahanan istana, tapl jugatelah membebaakan dari totokan! Joko langsung bangkit, bungkukkan tubuh dan berkata.
"Terima kaaih banyak.... Harap katakan slapa kau adanya." Orang dl hadapan Pendekar 131 buka kerudungnya. Joko mendelik.
"Nini Kembang Sorel Hem.... Panlas dla memanggilku Datuk Anune Gedel"
"Pendekar 131l"
"Nek.... Panggil saja Joko Sableng!" Hem.... Begltu?i Tunggu sebentarl Orang yang tadl berkerudung berseragam prajurit yang tarnyata ndalah si nenek Nini Kembang Sore balikkan tubuh.
Sokali berkelebat sosoknya lenyap balik dua batangan pohon yang tegak bejajar.
"Apa yang dllakukannya?l Mengapa lama betu!? Pudahal dia hanya bilang sebentar!" Joko bergumam sendiri. Lalu perlahan meiangkah ke arah mana si nenek ienyap. Namun nenek sudah muncul kemball. Kin! dla sudah mengenakan pakaian hitam panjang, pakaian yang dikenakan saat pertama kaii bertemu Pendekar 131. Di tangan kanannya dia membawa sepotong baju warna put!h.
"Sableng! Lepas baju bermasaiah yang kau pakai! Kenakan yang ini!" Nini Kembang Sore iemparkan baju di tangannya. Joko menyambuti. Menanggaikan baju besar gombrong merah muda yang dipakai, ialu mengenakan baju pemberian si nenek.
"Nakh.... Kau kelihatan lebih tampan!" Joko cengar-cengir. Saat ituiah dia mendengar derap iangkah kaki kuda. Joko berpaling pada Nini Kembang Sore. Si nenek memberi isyarat. Kejap iain mereka berkeiebatan dari tempat tu.
Begltu Pendekar 131 dan Nini Kembang Sore ienyap, muncul seorang penunggang kuda. Dia seorang kakek berambut putih panjang barjanggut menjuiai sampai dada. Kakek ini mengenakan pakaian mirip jubah berwarna putih. Kakek ini adaiah Pipih Panjaiu.
Pipih Panjaiu sesaat hendak lanjutkan perjaianan, tapi begitu matanya meiihat sepotong baju di atas tanah, dia berhenti. Meiompat dari punggung kuda lalu membungkuk memperhatikan pakaian di atas tanah.
"Baju seragam tokoh silat utama...," desis si kakek.
"Bagaimana bisa berada di tempat ini?! Si kakek edarkan pandangan berkeiiiing. Dia tidak melihat slapasiapa! "Aku akan meiaporkan hai ini pada Sri Baginda!" Pipih Panjalu membungkuk kemball mengambii baju gombrong merah muda. Laiu melangkah ke arah kuda tunggangannya. Saat ituiah terdengar derap iangkahiangkah kaki kuda, Laiu disusul satu teriakan.
"Aku meiihat orang! Nyaiakan obor penerang!"
"Suara prajurit! Kebetuian sekaii!" kata Pipih Panjalu.
Beium habis kata-katanya, derap iangkah kaki kuda sudah mengurung P!pih Panjaiu. Saat berikutnya tempat itu terang benderang. Sepuiuh obor terangkat diudara. Sepuiuh obor itu dipegang sepuiuh prajurit.
"Tokoh Pipih Panjalu!" seru saiah seorang prajurit.
Tanpa memandang pada beberapa prajurit yang mengurung, Pipih Panjalu teruskan iangkah ke arah kuda tunggangannya.
"Berhentii" Tiba-tiba satu bentakan keras terdengar.
Bukan hanya Pipih Panjaiu yang kagel, sepuiuh prajurit pembawa obor juga terkejut. Mereka berpal!ng.
Tiga penunggang kuda paling beiakang angkat masingmas!ng tangan kirinya. Sepuiuh prajurit bergerak menepi, memberi jaian. Yang muncu! di tempat itu adaiah Kaia Branjangan, Kaia Sikatan, dan sauderanya Kala Bantaran. Ketiga orang ini memang tengah memimpin sepuluh prajurit yang mengurung Pipih Panjaiu.
"Kebetuian sekaii kalian datang.... Kita sama-sama menghadap Sri Baginda. Aku...." Beium habis ucapan Pipih Panjalu, Kala Branjangan memotong.
"Kita sama-sama menghadap Sri Baginla. Tapi kedudukan kita iain! Aku dan dua saudaraku sebagai tokoh utama istana, kau sebagai terdakwa!" Pipih Panjaiu mendeiik kaget.
"Apa maksud ucapnmu?!" Kaia Branjangan tertawa.
"Kau masih juga bermain ludah! Kau tahu apa yang tengah kau pegang?i" Pipih Panjaiu meski sudah tahu apa yang ada dl tangannya, dia masih juga tundukkan kepala melihat baju merah muda di tangannya. Sepuluh prajurit tadi tldak begitu memperhatikan ikut arahkan pandang mata masing-masing ke tangan sl kakek.
"Pipih Panjaiu! Sekarang jelas! Kau teribat daia peristiwa pembunuhan sekaiigus kaburnya tahananl teriak Kata Branjangan.
"Kaia Branjangan! Jangan bicara seenaknyal"
"Katau aku bicara seenaknya, apa yang bisa kau lakukan, hah?! Bukti sudah ada di tanganmul"
"Prajurit! Apa yang telah terjadi?!" teriak Pipih Panjaiu sambil edarkan pandang matanya menetap pada sepuiuh prajurit. Sepuiuh prajurit hanya menyeringal.
"Aneh,... Sikap mereka berubah! Ada apa ini?l" pikir Pipih Panjalu. Karena merasa tidak enak dia kemball berteriak.
"Prajurit! Katakan apa yang terjadi!"
"Prajurit! Rupanya mariusia ini masih mau bersila iidah! Katakan saja!" Yang berteriak Kaia Sikatan.
"Tahanan bernama Pendekar 131 baru saja kabur dari istana!" Saiah seorang prajurit menerangkan.
Pipih Panjalu terkesiap.
"Apa...?!" "Prajurit! Tangkap pengkhianat inii" terlak Kala Branjangan.
Sepuiuh prajurit maju mengurung. Namun karena makium siapa yang mereka hadapi, mereka tidak berani memuia!. Mereka hanya mengurung dengan obor dlangkat tinggi-tinggi. Sementara tangan sebeiah masing-masing putar goiok.
"Tunggu! Aku akan memberi penjelasanl" Pipih Panjaiu! Kau tahu hukum istana! Kau tokoh siiat utama! Kaiau hendak memberi penjelasan, bukan dl sini! Tapi dl depan Sri Baginda! Sekarang menyerahlah!" teriak Kaia Bantaran.
Kalau kau meiawan, penjelasan apa pun keiak tidak ada artinya!" sambung Kaia Sikatan.
Setelah berpikir bebarapa saat Pipih Panjalu berkata.
"Baiklah.... Kita akan menghadap Sr! Baginda! Aku akan memberi penjeiasan!" Pipih Panjaiu teruskan langkah. Tapi Kaia Branjangan berteriak.
"Piplh Panjalu! Kau sebagai terdakwa! Kau tidak bisa seenaknya bebas!" Habis berucap begltu, Kaia Branjangan memberl aba-aba.
Prajurit! Ikat dia!"
"Tunggui Kaiian tak usah mengikatku! Aku tidak akan larit" "Pipih Panjalu! Kau hendak meiawan?!" tanya Kaia Slkatan.
Pipih Panjalu mengheia napas dalam. Akhirnya dia anggukkan kepaia. Lima prajurit melompat turun dari kudanya, mengikat Pipih Panjaiu.
"Kalungkan baju merah muda itu di lehernya!" teriak Kaia Bantaran.
Karena tidak ada gunanya berdebat, Pipih Panjalu tidak berkata apa-apa ketika salah seorang prajurit kalungkan baju merah muda di iehernya. Saat lain saiah seorang prajurit menggotong tubuh Pipih Panjaiu yang sudah terikat, diiintangkan di atas kudanya.
"Kita kembali ke lstana!" teriak Kaia Branjangan.
ombongan prajurit bergerak. Kala Branjangan, Kaia Sikatan, dan Kaia Bantaran tertawa mengekeh! Di istana, Sri Baginda duduk dengan dua tangan menopang dagu. Patih Suro Panginangan duduk di hadapannya dengan tampang kusut. Mereka tidak ada yang buka mulut. Masing-masing tenggelam daiam pikirannya sendiri.
"Sialan jahanam! Siapa gerangan penyusup yang membawa kabur pemuda itu?! Dia tahu seiuk beluk daiam istana. Bahkan dia berhasii ioios tanpa diketahui para prajurit penjaga! Hem...." Sang Patih menggeram dalam hati. Saat itutah salah seorang prajurit tergopohgopoh menghadep.
"Patih.... Patih.... Anu.... Rombongan prajurit...."
"Pikiranku tengah kusut! Ada saja yang minta mati!" Saking geramnya sang Pat!h mendesis. Dia bangkit, meiompat dan iangsung kirimkan tendangan ke arah prajurit di hadapannya. Si prajurit mentai, jatuh terjengkang.
"Bicara sekaii iagi, kuhabisi nyawamu! Pergi sanal" hardik Patih Suro Panginangan.
Si prajurit bangun, ialu jatuhkan diri beriutut.
"Patih.... rombongan yang dipimpin Kaia Branjangan dan dua saudaranya tiba.... Mereka membawa...."
"Membawa apa?!" Tak sabar sang Patih menyentak.
"Seorang terdakwa...."
"Terdakwa apa?!"
"Anu.... Terdakwa kaburnya tahanan si Sabiong itu.... Eh, si Sableng itu...." Sri Baginda yang tadi hanya acuh dengan tindakan dan ucapan orang seketika bangkit.
"Suruh mereka masuk!" teriak Sri Baginda.
Si prajurit usap kucuran darah pada muiutnya, beringsut mundur, iaiu berbal ik dan laksana melihat hantu dia ber!ari kaiang kabut! Beberapa saat kemudian Kaia Branjangan muncui bersama dua saudara kembarnya.
Dia memanggui tubuh Pip!th Panjaiu yang terikal. Seteiah membungkuk Kaia Branjangan campakkan tubuh s! kakek. Pipih Panjaiu jatuh berguiingan. Sri Bag!nda dan Patih Suro Panginangan memperhatikan. Sri Baginda ter!engak kaget meiihat siapa adanya orang di hadapannya.
"Pipih Panjaiu!"
"Harap maafkan kami, Baginda.... Kam! akan memberi penjelasan...." Berkata Pipih Panjalu. Sri Baginda memandang pada Kaia Branjangan dan dda saudara kembarnya.
"Sri Baginda...," kata Kaia Branjangan.
"Kami mendapat perintah dar! Patih Suro Panginangan untuk menangkap kembaii tahanan yang kabur. Karena waktunya sangat mendadak, kami hanya membawa dua saudara kami. Saudara Kaia Merak tldak sempat kami hubungi...." Sri Baginda anggukkan kepala. Kala Branjangan meiirik pada Petih Suro Pang!nangan yang tersenyum.
"Lanjutkan keteranganmu!" kata Sri Baginda.
"Baginda.... Harap dengar penjelasanku dahulu...." Pipih Panjalu menyeia.
"Pipih Panjalu! Aku minta kau tidak bicara sebe!um kuizinkan! Aku ingln mendengar keterangan Kala Branjangan!" Kaia Branjangan meiirik pada Pip!h Panjaiu, lalu berkata.
"Di tengah perjalanan kami menemukan tokoh siiat utama istana Pipih Panjaiu bersama tahanan itu! Pip!h Panjaiu memang tidak berusaha melawan. Tapi tahanan itu hendak me!oioskan diri. Kami sudah berusaha mengejar. Tepi karena perhatian kami terpecah, akhirnya tahanan itu ioios.... Tapi kami akan terus mengejarnya lagi!" Dada Pipih Panjaiu iaksana dibakar. Dia hendak buka mulut, tapi ingat peringatan Sri Baginda, dia berusaha menahan diri. Dia hanya memandang pada Kaia Branjangan dan dua saudara kembarnya.
"Mungkin untuk menghilangkan jejak, saat itu Pipih Panjaiu hendak mengubur pakaian yang kini mengalung di lehernya!"Kaia Sikatan menimpali ucapan Kala Branjangan.
Sri Baginda berpaiing pada Pipih Panjalu.
"Sekarang giiiranmu bicarai"
"Baginda.... Harap tidak percaya dengan keterangan mereka. Semua ltu fitnah! Saya tidak bersama tahanan itu. Saya menemukan pakaian ltu tergeietak di atas tanah. Ketika saya hendak membawanya ke hadapan Sri Baginda, mereka muncui bersama beberapa orang prajurit...."
"Pipih Panjalu.... Jadi kau hanya kebetu!an menemukan baju ltu?!" Yang bertanya Patih Suro Panglnangan.
"Betul, Patih...." Sang Patih geleng kepala.
"Tahanan itu lolos tanpa d!ketahui ke mana larinya. Adaiah aneh kaiau kau menemukan baju itu secara kebetulan!"
"Pipih Panjaiu! Aku minta kau berterus terang. Kau sudah lama mengabdi di istana. Aku ikut kecewa kalau akhirnya kau harus berakhir di tiang gantungani" kata Sri Baginda.
"Baginda.... Kalau saja aku mau membebaskan tehanan itu, tak mungkin saya membawanya menghadap Sri Baglnda ....
" Patih Suro Pang!nangan tertawa pendek.
"Jangan berusaha membodohiku, Pipih Panjalu! Aku tahu akal buiusmu. Kau sengaja membawa tahanan itu ke istana. Dengan begltu kau merasa berjasa. Itu untuk menutupi tindakanru agar tidak dicurigai! Seteian itu kau berusaha membebaskannya! Begitu Sandiwara rencanamu, bukan?!"
"Patiht Aku tidak bersandiwara!"
"Aiasan apa pun, bukti sudah di depan mata! Kau sekarang tinggal mengatakan di mana lambang istana itu!" kata sang Patih.
"Aku tidak membawa iambang istana itu, Patih!"
"Bukan kau! Tapi orang yang berkompiot denganmu! Katakan siapa dia dan di mana iambang itu sekarang!" bentak sang Patih.
"Dia sering bersama Suri Karempungan dan adiknya! Bukan muatahii mereka terlibat puia!" Kaia Branjangan menyahut.
"Kala Branjangan! Jangan menebar fitnah!"
"Nada bicaranya membeia kakak beradik itu! Jelas dla bersekongkol dengan kakak beradik itu!" seru Kala Sikatan.
Patin Suro Panginangan mendekat! Sri Baginda, ialu berbisik.
"Kaiau bukan orang dalam, muetahil tahanan !tu bisa iolos. Kalau yang meioloskan bukan orang berilmu tinggi, mustahii prajurit penjaga tldak tahu! Sekarang jelas, ada tokoh aiiat utama yang teriibat dalam lolosnya tahanan Itu! Baginda bisa menduga siapa orangnya...." Sri Baginda anggukkan kepaia. Laiu berkata.
"Pipih Panjaiu! Kau kuberi waktu untuk berpikir hingga besok siang! Katau kau tidak mau mengaku, tiang gantungan menunggumu!" kata Sri Baginda Ramapala.
"Baginda...." Prajurit!" teriak Patih Suro Panginangan.
"Masukkan pengkhianat ini ke tahanan!" Dua prajur!t ber!ari. Dengan cekatan dia menggotong Pipih Panjaiu.
"Prajurit! Jaga ketat tahanan itu! Jangan izinkan siapa saja yang masuk kecua!i ada perintah tertuiis dari Sri Baginda!" teriak Patih Suro Panginangan "Perintah kami laksanakan!" sahut dua prajurlt berbarengan seraya terus menggotong Pipih Panjaiu.
"Kala Branjangan! Kala Sikatan dan Kala Bantaran! Tangkap Suri Karempungan dan Suri Pangestu!" perintah Pat!h Suro Panginangan.
"Patih.... Kalau tidak ada perintah atau tanda dari Sri Baginda, kami tidak bisa me!lakukannya. Dia adaiah sahabat kami...." Yang berkata Kala Branjangan.
Patih Suro Panginangan berpaiing pada Sri Baginda. Sri Bag!nda menghela napas dalam, Saat iain me!epas cincin di jari keilngkingnya. Cincin diserahkan pada Kala Branjangan.
"Ini tanda perintah penangkapan atas Suri Karempungan dan adiknya!" Ka!a Branjangan maju, menyambuti cincin. Beberapa saat kemuian ketiga saudara kem bar ini meninggalkan Sri Baginda dan Patih Suro Panginangan.
"Baginda.... Ma!am ini saya harus segera pergi.
Tahanan itu harus saya dapatkan kembali. Dia orang !uar kaiangan istana. Kaiau dia sampai lama di luaran, bukan tak mungkin akan terjadi bentrok antara orang istana dengan para tokoh silat luar istana. Saya dan Baginda tentu tidak menginginkan hat ttu terjai!" Sri Baginda anggukkan kepala. Patih Suro Panginangan bungkukkan tubuh iaiu bergegas keiuar dari istana.

*
* *



------------------------------------------------------------

DELAPAN

------------------------------------------------------------
MALAM sudah hampir berujung. Joko duduk ber sandar pada batangan pohon. Nini Kembang Sore duduk ongkang-ongkang kaki di sebelahnya.
"Nek.... Aku masih be!um mengerti apa sebenarnya yang terjadi! Aku sudah cerlta pada petinggi istana.
Tidak terkecuali soai laki-iaki yang pernah kutanyakan padamu maiam itu. Narnanya Panji Semeru. Anehnya t!dak seorang pun kenai dengan Panji Semeru. Apa kau tidak salah mengintip orang?!"
"Aku memang sudah tua. Mataku lamur. Keadaan saat itu pun remang-remang. Teiinga tua bangka ini pun sudah tak beres iagi. Tapi tak mungkin aku salah lihat, saiah dengar! Laki-iaki ltu bernama Panji Semeru!" kata si nenek setengah membentak.
"Laiu mengapa kaiangan istana tidak ada yang kenal?!"
"Aku tidak tahu!"
"Kau tahu mengapa baju merah muda bermasalah itu ada di tempat laki-laki bernama Panji Semeru?!"
"Baju itu dibawa Pawingkis! Kepala juru masak is tana!"
"Astaga! Pawingkis! Mereka juga menanyakan orang Itu! Jad! Pawingkis bersekongkoi dengan Panjl Semeru. Membunuh para tokoh silat utama istana. Pas ti dla juga yang mencuri iambang istana!"
"Tidak saiah! Mereka bersekongkoii Sayang keduanya bodoh!"
"Bodoh bagaimana, Nek?! Aku yang bodoh tidak ikuti saranmu hingga kuwaiat mendapat ceiaka!" Pawingkis memang mencuri iambang istana. Lalu diberikannya pada Panji Semeru. Tapi barang tu paisu! Hik.... HIk.... Hik...!"
"Nek! Kau jangan bercanda! Bagaimana kau tahu barangnya palsu?! Kau hanya mengint!p! Malam-malam lagi!" Si nenek selinapkan tangan kanannya lewat bawah pakaiannya hingga pakaian hitamnya tersingkap.
"Nek! Jangan tinggi-tlnggi! Walau masih gelap, tapi jeias bisa kelihatan!" Joko berter!ak. Si nenek hanya tertawa cekikikan. Enak saja dia menyahut.
"Kaiau kau mau, iihat saja! Siapa tahu kau tertar!k! Hik ... Hik .... Hik...!"
"Busyet! Suasana masih gelap. Kaiaupun kelihatan pasti cuma warna hitam! Hik .... Hik .... H!k ...!" Joko ter tawa sendiri dalam hati.
Nini Kembang Sore tarik puiang tangannya. Ketika tangannya terulur, Joko meiihat sebuah kantong kain berwarna hljau.
"Barang asiinya ada di dalam kantong ini! Lihal saja!" Si nenek memberikan kantong hijau pada murid Pendeta Sinting. Joko menyambuti, membuka kantong ialu mengambii benda didaiamnya. Benda itu adaiah benda berwarna hljau setengah ilngkaran bergambar naga bergelung. Benda ini terbuat dart batu giok.
"Nek.... Dari mana ka dapatkan benda ltu?! Apa kah benda ini yang dikatakan iambang istana?!"
"Itu separo dari iambang istana! Separonya iagi hingga kini tidak d!ketahui di mana rimbanya!"
"Kau dapatkan dari mana?!" Joko ulangi pertanyaan.
"Dari Pawingkis! Sebeium bertemu dengan Panji Semeru, aku menghadangnya di tengah ja!an. Aku me ngerjainya dengan air kencing! Hik.... Hik.... Hik...! Lalu benda aslinya kuambii kuganti dengan benda yang sama tapi paisu! Untung Panji Semeru tidak teliti...." Joko memperhatikan beberapa saat benda lambang istana. Laiu dlmasukkan kembaii ke daiam kan tong.
"Nek.... Aku akan menyerahk an benda ini pada Sri Baginda. Dengan begitu urusan istana seiesai!" Si nenek sorongkan tubuh ke samping. Sekaii ta ngannya bergerak, kantong hljau sudah tersahut, ber pindah ke tangannya! "Tidak semudah yang kau pikir, Sabieng! Kaiau kau serahkan benda in!, justru suasana makin kacau! Kau bukan mendapst jasa, tapi tiang gantungan!"
"Tapi. Nek.... Kaiau benda itu tidak diserahkan, aku tetap dicap sebagai buronan istana! Dan bukan tak mungkin kau akan teriibat!" Hik.... Hik.... HIk...! Sejak aku menghadang Pa wingkis, aku sudah terl!bat masalah lni! Aku menda huluimu!" Joko mienyeringai sarbi! geleng-geieng kepaia.
"Laiu kau tunggu apa iag!?!"
"Karena kau sudah teriibat, kau harus ikut aku! Kita bongkar persekongkolan ini. Kita seiidik! slapa Panj! Semeru, sekaiigus kita cari di mana separo dari iam bang istana!"
"Nek.... Kau ini siapa sebenarya?! Mengapa bersusah-susah melibatkan dirt dalam uusan berbahaya ini?! "Aku Nini Kembang Sorei Hik.... Hik.... Hik...! Nini Kembang Sore bebas melakukan apa yang dimau!" Sambii berkata begitu si nenek simpan kembali kan tong hijau ke baiik pakaian panjangnya.
"Nek.... Kau tahu. Pawingkis sudah tewas!"
"Sebeium istana tahu, aku sudah tahu dahulu!"
"Nek.... Tanpa lambang Itu memangnya kenapa?! Bukankah istana tidak akan runtuh?"
"Kau yang sabieng saja punya Lambang! Apaiagi istana! Kaiau lambangmu ienyap digondoi pencuri, apa kau tidak kalang kabut?1 Lebih dari itu, sudah menjadi keputusan lstana, siapa kelak yang membawa iambang ltu secara utuh, diaiah yang berhak menjadi penguasa !stanal".
"Tapi kau tidak punya niat untuk menjad! penguasa istana, bukan?j"
"Apa enaknya jadi penguasa istana?i Ke sana ke mari terus dijaga pengawai! Padahal aku suka pipis sembarangan! Hik.... Hik.... Hik...!" Si nenek tertawa cekikikan. Mau tak mau Joko ikut semburkan tawa panjang. Namun mendadak si nenek putuskan tawa nya.
"Ada derap iangkah kuda menuju tempat ini! Kita harus menyingkir!" Suara si nenek masih terdengar jeias, tapi sosok nya tahu-tahu sudah ienyap. Berpaling Joko melihat si nenek sudah tegak lima tombak di depan sana. Terkagum-kagum Joko bangkit. Sekaii membuat gerakan kedua orang in! sudah tidak ke lihatan.
Sesaat setelah Joko dan Nini Kembang Sore lenyap, dua penunggang kuda muncu! di tempat itu. Mereka dua orang berkuda. Mereka mengitari pohon di mana sesaat tadi Joko dan si nenek berada.
"Suara tawanya baru saja terdengar. Aku juga masih merasakan geiombang angin kelebatannya. Siapa mereka?! Ke mana perginya?!" Salah seorang penunggang kuda berkata. Dia adaiah seorang nenek beram but putih digulung mengenakan pakaian panjang abu abu. Nenek in! bukan lain adaiah Suri Karempungan.
Dia muncul bersama adiknya Suri Pangestu.
Suri Pangestu meiompat turun darikuda. Laiu men dekati pohon. Kakinya bergerak.
"Aku masih merasakan hawa hangat! Berarti belum lama mereka pergi!" Suri Karempungan dan adiknya memandang ber keiiiing. Dua nenek tokoh utama istana Karang Piiang ini meninggalkan istana begitu meiapor tentang dite mukannya Pendekar 131. Mereka memutuskan mene ruskan penyel!dikan, Tapi kaii ini mereka berpisah de ngan Pipih Panjalu.
" Dari siapnya, jelas mereka beriimu tinggii Sejak peristiwa lenyapnya lambang istana, beberapa orang beriimu tinggi tiba-tiba muncui di kawasan ini...." Yang buka suara Suri Karempungan.
"Mereka beium lama, kita berpencar menyeiidik!" usul sang adik. Dia meiompat ke atas kudanya. Kedua orang ini segera putar kuda tunggangan masing-ma sing. Namun gerakan mereka tertahan ketika tiba-tiba teiinga mereka yang tajam mendengar derap iangkah kaki-kak! kuda mendekati.
Pada muianya kedua nenek itu hendak melompat, mendekam sembunyi, Tapi setelah mereka maklum suara derap iangkah kaki kuda berombongan, mereka mnenduga itu adaiah rombongan prajurit. Mereka me nunggu.
Dugaan mereka tidak me!eset. Hanya beberapa saat muncu! rombongan prajurit berjumiah lima belas orang.
Metihat dua nenek, prajurit paling depan angkat tangan kanannya. Rombongan d! beiakang berhenti.
"Ada apa?!" bentakan keras terdengar dari bagian paling beiakang.
"Dua tokoh yang dicari ada di sini!" Tlga kuda berderap, menyibak rombongan berku da. Laiu muncui Kala Branjangan, Kaia Sikatan, dan Kaia Bantaran.
"Suri Karempungan! Suri Pangesti! Tampaknya kalian ada di sini!" kata Kala Branjangan. Laiu memper hatikan dua nenek sambil menyeringai.
"Kaiian mencari kami. Ada apa?!" tanya Suri Karem pungan.
"Kami mendapat perintah dari Sri Baginda untuk membawa kalian kembaii ke istana!"
"Memangnya ada apa?l"
"Itu bukan urusan kami! Urusan kami melaksana kan tugas!" sahut Kaia Sikatan.
"Kala Sikatan! Nada bicaramu tidak enak! Kami tahu kalian mengerti urusannya!"
"Kami hanya menjalankan tugas!"
"Kami tidak percaya! Pasti kaiian hendak mengail di air keruh! Kami tahu sejak lama kalian hendak meng usur kami dari kaiangan istanal"
"Kami tidak periu menggusur kalian! Kalian akan segera tergusur sendiri!"
"Kaia Branjangan! Apa maksud ucapanmu!" Kaia Branjangan mengambil cincin dari saku bajunya. Cincin diangkat tinggi-tinggi.
"Kalian berdua! Ka lian tahu cincin itul Kalian tahu apa yang harus kalian lakukan!" Dua nenek bersaudara tengadahkan kepala me mandang ke arah cincln di tangan Kaia Branjangan.
Kaia Branjangan edarkan pandangan pada rombongan prajurit.
"Prajurit! Tangkap mereka!" Sepuiuh prajurit berfompatan, langsung mengu rung Suri Karempungan dan Suri Pangestu. Dua nenek ini saiing pandang. Ada apa sebenarnya?! Cincin itu satu bukti kaiau kita mendapat masalah besar! desls Suri Karempung an.
"Demi istana, klta ikuti apa kata mereka!" sahut Suri Pangestu.
Dua nenek bersaudara turun dari kuda. Tahu dua tokoh ini tidak membela diri, sepuluh prajurlt yang semuia agak ragu segera bergerak. Hanya beberapa saat Suri Karempungan dan Suri Pangestu sudah ter! kat, diietakkan di atas kuda.
"Sudah iama aku curiga kalian bersekongkol!" kata Kaia Branjangan.
"Bersekongkoi dengan siapa?! Jaga mulutmu, Kala Branjangan!" sentak Suri Karempungan.
"Dengan siapa lagi kalau bukan dengan Pipih Pan jaiu?! Temanmu ltu menghadapi tiang gantungan! Ka lian akn menyusui! Ha.. .. Ha.... Ha...l"
"Kaia Branjangan! Apa sebenarnya yang terjadi?! tanya Suri Pangeetu.
"Malam tadi tahanan itu !olos! Kami memergoklnya bersama Pipih Panjalu! Pipih Panjaiu berhasii kami tangkap berikut seragam tokoh yang tewas! Tahanan itu iolos!"
"Tidak mungkin!" seru Suri Karempungan.
"Kalian nanti bisa meiihat! Tapi itu tidak penting. Yang harus kalian tahu, Pipih Panjalu teiah mengakui D!a bersekongkoi dengan Pawingkis serta tahanan itu! Dia juga mengaku kaiau kaiian ikut terlibat di daiamnya! Ha.... Ha .... Ha .. ,!".
"Tidak mungkini Kalian pasti mengada-ada!" seru Suri Karempungan dengan tubuh bergetar, mata men deiik.
"Kaiau kami mengada-ada untuk apa Sri Baginda memberikan cincin unluk menangkap kalian?!" teriak Kala Branjangan. Lalu memberi aba-aba.
"Prajurit! Kembaii ke istana!" Rombongan prajurit bergerak. Kaia Branjangan mendesis pada dua saudara kembarnya.
"Muiai pag! ini tidak ada yang perlu kita takutkan lagi! Kita harus bebas ke mana-mana! Bebas memiiih gadis yang mana! Bebas pula bercinta di mana-mana!"

*
* *

Di tempat iain di saat yang hampir bersamaan. satu bayangan tampak berkeiebat menuju istana. Deni gerakannya, seiain berilmu tinggi jeias sosok ini sudah tahu betul seiuk beluk kawasan istana. Hingga bukan saja ioios dari pengawasan prajurit penjaga, namun daiam beberapa saat sudah tegak di jaian masuk ke ruang tahanan di mana Pipih Panjaiu berada.
Empat penjaga tahanan segera menyongsong.
Orang yang baru muncui tenang-tenang saja, maiah melangkah mendekati empat prajurit. Orang ini ter nyata seorang iaki-lakl berusia cukup ianjut. Rambutnya putih agak panjang. Dia mengenakan pakaian hijau muda. Janggutnya panjang terawat rapi.
"Siapa kau?!" Empat penjaga berbarengan menegur. Golok di tangan masing-masing terhunus.
"Aku sahabat Sri Baginda.... Aku diberl wewenang untuk bicara dengan Pipih Panjalu. Dia juga sahabatku.
Dengan kedatanganku siapa tahu Pipih Panjaiu mau buka mutut. Harap buka pintu kerangkengl" Empat penjaga saling pandang.
"Kami tidak per caya!" saiah seorang membentak.
Tenang saja kakek berpakaian hijau muda sellnap kan tangan kanan, mengambii gulungan kertas dari baiik pakaiannya. Empat penjaga memperhatikan. Me reka tahu benar, guiungan kertas itu adaiah kertas pe rintah istana.
Si kakek buka gulungan kertas, di baiik !alu diha dapkan pada empat penjaga agar para penjaga bisa membaca tuiisan yang ada di atas kertas.
"Lihat baik-baik! Kertas dan tulisannya mungkin bisa dipaisu. Tapi cap di bagian bawah tuiisan, siapa yang bisa memalsu?!" kata si kakek. Pada bagian ba wah tuiisan itu memang tertera cap bergambar ling karan yang di dalam ada dua naga bergelung berhadap-hadapan. Ini adaiah cap istana. Hanya Sri Bagin da yang bisa melakukannya.
Si kakek guiung kembaii kertas, lalu disimpan ke balik pakalannya.
"Buka pintunya!" Saiah seorang penjaga beriari, mengambii kunci dari ikat pinggangnya iaiu membuka gembok. Pintu tahanan terbuka.
"Aku mlnta kalian semua ikut masuk! Siapa tahu keiak kailan akan bisa menjadi saksi semua ucapan Pipih Panjalu!" kata kakek. Empat penjaga angguk kan kepaia. si Pipih Panjalu sendiri yang dalam keadaan terikat merasa heran dengan ucapan orang. Dia segera putar matanya begltu beberapa orang masuk dan tegak mengurungnya.
"Rasa-rasanya aku tidak pernah meiihat orang ini! Adalah aneh kalau dia mengaku sebagai sahabat Sri Baginda dan sahabatku.... Herannya, dari bicaranya tadi, jelas dia membawa lzin darl Sri Baginda.... Hem ...." Pipih Panjaiu berkata daiam hati.
Si kakek berbaju hijau jongkok di samping Pipih Panjaiu. Bibirnya sunggingkan senyum.
"Pipih Pan jaiu.... Bagaimana kabarmu?!" Pipih Panjalu tidak menjawab. Sebaiiknya mem batin.
"Suaranya.... Jelas dia sengaja menyaru suara! Ada yang tak beres dengan orang ini!"
"Pipih Panjalu.... Aku membawa pesan!" kata si kakek. Tangan kanan diseiinapkan ke baiik pakaian nya.
"Pesan apa...?! Siapa...?!" Hanya sampai di situ suara yang keiuar dari muiut Pipih Panjaiu, karena bersamaan itu tlba-tiba tangan si kakek berkelebat. Da rah muncrat dari perut Pipih Panjaiu. Empat penjaga berteriak kaget. Mereka segera sadar kaiau kemasukan penyusup. Tapi kesadaran mereka terlambat. Si kakek bangkit. Membuat gerakan memutar dengan tangan kanan berkelebat. Satu benda putih berkilat berkiblat empat kaii. Empat penjaga roboh dengan masing-ma sing ieher kucurkan darah. Nyawa mereka seketika melayang! "Kau...." Pipih Panjalu yang berusaha buka mulut kembali terputus, karena si kakek sudah meiompat, hujamkan tangan kanan ke dada Pipih Panjalu! Darah semburat. Pipih Panjaiu meregang sesaat. Lalu diam tak bergerak, nyawanya putus! Si kakek menyerlngai, menunggu sesaat untuk meyakinkan putusnya nyawa Piplh Panjalu. Laiu ber gegas keluar. Saat itulah sepuluh prejurit berlarian.
Tampaknya mereka mendengar adanya teriakan dari ruangan tahanan.
"Ada penyusup!" salah seorang prajurit berterlak.
Orang inl segera berbalik lalu berlari. Tapi satu gelom bang angker berkibiat. Prajurit yang bermaksud hen dak meiaporkan kejadlan di ruang tahanan itu men celat, roboh terjengkang. Nyawanya seketika amblas.
Sembilan prajurit merangsek maju. Teriakan-teriakan segera terdengar. Suasana istana geger. Beberapa prajurit segera beriari menu]ju ruang tahanan.
"Sialan!" maki kakek berpakalan hljau. Dia lipat gandakan tenaga dalam. Saat lain hartamkan dua ta ngannya.
Brakkk! Brakkk! Dinding menuju ruang tahanan ambrol semburat.
SI kakek cepat berkelebat melewati dinding yang am brol, keiuar menuju bagian belakang istana. Beberapa prajurlt segera mengepung. Si kakek edarkan pan dangan berkeliling. Tiba-tiba dia melenting ke udara.
Beberapa goiok dan tombak berkiblat ke arah si kakek.
Di atas udara si kakek sentakkan kedua tangannya.
Beberapa golok dan tombak mentai, sebaglan ada yang hancutr dan berpatahan, semburat ke udarat Prajurit sebeiah kanan segera maju. Untuk keua kalinya kemball beberapa tombak dan golok berkibiat ke arah si kakek yang masih melayang dari atas udara.
Kali ini ai kakek tidak berusaha menahan tombak dan golok yang berkiblat ke arahnya. Melainkan hantamkan kedua tangannya ke bawah, melemparkan dua Benda bulat berwarna hitam. Bummm! Burmml Hampir seluruh llngkaran latana laksana dlgeng gam kegelapan! Beberapa prajurit tahan gerakan. Be gitu bumbungan warna hltam akibat benda yang dilem par si kakek slrna, beberapa prajurit merangsek maju.
Namun dia tidak melihat sl kakekl Orang ltu sudah ienyap laksana ditelan bumi! Untuk kesekian kalinya lstana Karang Piiang di guncang kegegeran!

*
* *



------------------------------------------------------------

SEMBILAN

------------------------------------------------------------
SIANG ltu Patlh Suro Panglnangan duduk dl ha laman lstana. Dla menunggu munculnya Sri Ba ginda. Sejak terjadinya pembunuhan atas Pipih Panjaiu, sang Baglnda tidak mau diganggu. Dia menyendiri di dalam kamar. Saat itulah terllhat rombcngan prajurit muncui dari pintu depan istana. Di bagian de pan sepuluh prajurit. Di belakangnya tampak dua kuda tunggangan yang kosong. DI belakang dua kuda ini tampak iima prajurit. Dua di antaranya berkuda sambll memegang satu sosok tubuh di depannya. Paling belakang teriihat tiga orang setengah baya. Mereka bukan lain adalah rombongan prajurit yang dipimpin Kaia Branjangan dan dua saudara kembarnya.
Patih Suro Panginangan segera menyongsong.
Sepuluh prajurit di bagian depan segera menepi. Dua prajurit yang membawa tubuh Suri Karempungan dan Suri Pangestu segera turun. Lalu menurunkan tubuh dua nenek bersaudara. Kala Branjangan dan dua sau dara kembarnya ikut melompat turun.
"Prajurit! Tinggalkan tempat ni!" seru Patih Suro Panginangan. Lima beias prajurit beriaiu. Saat itulah tiba-tiba Sri Baglnda muncui. Wajahnya tampak kusut, namun sepasang matanya menatap anger! Sri Baginda iangsung meiompat, tegak di depan sosok Suri Karempungan dan adiknya. Memandang sesaat laiu membentak.
"Kalian berdua! Aku tak ingin banyak bicaral Aku yang akan membunuh kallan jika kalian bicara dusta!" Walau merasa senang dengan ucapan Sr! Baginda, namun sebenarnya Kala Branjangan dan dua saudara kembarnya bertanya-tanya. Mereka belum tahu peristiwa tewasnya Pipih Panjalu.
"Baginda.... harap Baginda memberi kesempatan pada kami.... Kami tidak akan bicara dusta." Yang ber kata Sur! Karempungan.
"Baik! Jawab. Siapa sebenarnya orang di balik semua peristiwa ini?!"
"Kami tengah menyeliik, Baginda. Kam! beium bisa memast!kan orangnya...."
"Aku bertanya sekail lagi! Siapa dalang di balik semua ini?!' tanya Sri Baginda. Suaranya melengking tinggi.
"Maaf, Baginda. Kalau benar keterangan Kala Branjangan. Harap kami dipertemukan dengan Pipih Panjalu...," kata Suri Pangestu.
Sang Baginda menyeringai.
"Pipih Panjaiu sudah tewas! Sekarang jawabannya tinggal di kalian! Kaiau kalian tutup mulut, hari ini juga kalian akan ku gantung!" Bukan hanya dua nenek bersaudara itu yang terkojut. Tapi Kala Branjangan dan dua saudara kembarnya ikut melengak!
"Baginda. ... Kam! tidak tahu...." Belum habis ucap mulut Suri Karempungan, kaki Sri Baginda berkeiebat.
Ukkk! Bukkk!
Suri Karempungan dan adiknya menceiat bergullngan. Patih Suro Panginangan melompat, tegak di samping Suri Karempungan dan Suri Pangestu. Dari saku pakaiannya dia mengeluarkan sebilah pisau pendek berwarna putih berkiblat. Pada tubuh plsau itu ada gambar kepala harlmau.
Patih Suro Panginangan dekatkan plsau ke wajah Suri Karempungan, lalu pada Suri Pangestu.
Kaiian tahu senjata Ini milik siapa?l tanya sang Patlh.
"ltu miiikkul" kata Suri Karempungan.
"Bagus! Kau tahu.... Pipih Panjalu dan empat penjaga tahanan tewas dengan pisau Inil" Tidak mungkinl Aku menylmpan pisau itu...."
"Ternyata berpuluh tahun lamanya aku merawat singa! Darlpada kallan mampus dl tangan orang, lebih balk kalian mampus di tiang gantungan istana!" teriak Sri Baginda, menukas ucapan Suri Karempungan.
"Prajurit! Gantung dua pengkhianat ini!" terlak Sri Baginda sambli bantlingkan kakl saking marahnya. Beberapa prajurit bergegas mendatangi. Bungkukkan tubuh latu melangkah ke arah Suri Karempungan dan Suri Pangestu.
"Baginda.... Baginda.... Ini fitnah! Ada orang dalam yang menyusupl" terlak Suri Karempungan. Namun Sri Baglnda seolah tidaix mendengar teriakan orang. Die terus melangkah, masuk ke dalam ruangan istana.
Kala Branjangan tertawa.
"Orang dalam itu bukan lain kalian sendirl! Ha.... Ha.... Ha.... Seiamat jaian teman-teman! Ternyata naslb kallan dl ujung tali gan tungan!" Patlh Suro Panginangan mendekati Kaia Branjangan.
"Kerja kalian bagus..., Sekarang apa mau kaiian?! Aku punya barang baru.... Kaiian tahu di mana tempat ya! Silakan kalian bersenang-senang...." Kala Branjangan anggukkan kepala sambii usap mulut. Lalu baias berbisik.
"Patih. Aku tidak melihat Kala Merak.... Aku tak mau hal ini akan menimbulkan rasa curiga!"
"Kailan tak periu khawatir. Saudaramu itu baik-balk saja.... Dua hari di depan kita bertemu di tempat biasa.... Sekarang pergiiah bersenang-senang! Aku akan blcara dengan Sri Baginda!" Kala Branjangan memberi isyarat pada dua saudara kembarnya. Saat lain ketiga orang ini sudah me nlnggaikan haiaman istana sambil senyarn-senyum.
Patih Suro Panginangan usap rambutnya, lalu berbalik. Menyusu! Sri Baginda.
Di luar istana, Kala Branjangan dan dua saudara kembarnya berpacu iaksana setan. Di satu tempat me reka berhenti.
"Patin mengatakan barang baru.... Aku baru ingat, Berarti kita salah jalan! Ini menuju tempat barang-barang lama!" Ketiga saudara itu segera tarik kekang kuda maslng-maslng, belokkan arah lalu kembali berpacu! Di pinggiran sebuah telaga, mereka berhenti. Te laga itu berada di tempat rendah di antara dua bukit kecii. Memandang ke atas, pada salah satu bukit, mereka melihat satu rumah gubuk agak besar.
"Kita mandi dulu!" kata Kaia Sikatan.
"Kaiau mau mandi silakan. Aku Ingin bersenang enang dulu dengan barang baru. Setelah itu mandil" kata Kala Branjangan. Diheia tali kekang kuda tunggangannya. Kuda tunggangan itu meringklk, lalu berderap naik ke bukit! Kaia Sikatan dan Kala Bantaran saling pandang. Saat lain mereka sudah berpacu menyusui Kaia Branjangan.
Beium mencapal gubuk, mereka sudah meiompat turun, iangsung berkelebat dan tegak di depan pintu gubuk yang tertutup. Kala Branjangan memberi isyarat.
Lalu periahan mendorong pintu, Pintu terbuka. Tiga seruan terdengar, Kaia Branjangan, Kala Sikatan, dan Kala Bantaran tegak di baiik pintu. Memandang ke depan, mereka melihat tiga ranjang besar beraias jerami tebai dan kering. Pada kepala masing-masing ranjang teriihat dua kayu dipancangkan, dihubungkan dengan kayu melintang. Pada masing-masing pancangan kayu itu terdapat seorang gadis cantik! Gadis-gadis ini dalam ke adaan terikat. Tangan kiri kanan dipalangkan. Demikian puia kedua kaki mereka. Pakalan mereka sangat minim, sekadar mehutupi urat bawah perut dan payudara.
"Siapa.... Siapa kaiian?! Mengapa kami harus diiakukan begini rupa...?" Gadis sebeiah kanan buka mulut. Kaia Branjangan dan dua saudara kembarnya tidak ada yang menjawab. Sebaiiknya mereka segera meiompat, tegak di atas ranjang, tepat di hadapan masing masing gadis. Serempak ketiga gadis itu menjerit.
"Kalian tak periu takut! Kami orang balk-balk yang akan mengajak kalian menikmati indahnya surga dunia! Ha.... lia.... ia...l" Yang buka mulut Kaia Branjangan.
Matanya liar menelusuri tubuh muius di hadapannya.
"Kalian! Kam! harap mau membebaskan kami.... Kami...." Suara gadls di depan Kaia Sikatan terputus, berubah menjadi jeritan, ketika tlba-tiba saja Kaia Sikatan sudah membuka pakaiannya!
Kaia Branjangan dan Kala Bantaran tidak tinggal diam. Laksana adu cepat mereka tanggalkan pakaian masing-masing, diiemparkan ke iantai gubuk! Tiga jerit an kembaii terdengar. Mata masing-masing gadis ter pejam rapat! Kaia Branjangan dan dua saudara kembarnya tertawa panjang. Dua tangan masing-masing terulur memegang pinggang gadis di hadapan mereka. Sekali sentak, masing-masing gadis jatuh ke daiam pelukan orang! Kala Branjangan dan dua saudara kembarnya membuat gerakan satu kaii. Tahu-tahu si gadis sudah teientang di atas ranjang! Kala Branjangan dan dua saudara kembarnya tertawa panjang. Laiu hampir ber barengan jatuhkan diri di atas tubuh gadis dl bawah nya! Tiga jeritan kembali menggera, dan makin keras ketika ruangan di dalam gubuk itu disemburati putusan tail pengikat si gadis serta pakaian yang tersisa me nempel di tubuh ketiga gadis cantik itu!
Tanpa diketahul, sejak tadi dlam-diam satu sosok tubuh mendekam sembuny di atas gubuk. Orang ini sesaat tarik kepalanya.sambii mendesis geram saat meiihat apa yang terjadi dari iobang atap gubuk.
"Keparat jahanam! Mereka bukan iagi manusial" sentak iirih orang di atap gubuk. Dia lipat gandakan tenaga daiam. Lalu menjebol atap gubuk, langsung lepas pukulan tangan kosong bertenaga dalam tinggi. Tapi di luar dugaan, mendadak terdengar suara bentakan ke atas.
"Boleh saja bermain cinta. Tapi jangan memaksa maksa!" Bersamaan terdengarnya bentakan, dua geiom bang angin pukulan berklbiat. Satu dari samping kanan gubuk, satu dari kiri! Dinding gubuk sebeiah kanan da kiri tangsung jebol berantakan! Dua bayangan berke lebat, menerobos masuk lewat dinding yang jeict! pl dalam gubuk, Kaia Branjangan dan dua saudara kembarnya berterlak marah. Mereka hendak bangkit.
Tapi baru setengah tegak, kembali dua gelombang pukalan berkiblat. Dua gelombang itu kini mengarah pada tiga ranjang!
Brakkk! Braktk! Brakkkt
Bagian bawah ranjang patah berantakan. Tlga gadis yang masih setengah tertindih tubuh Kala Branjangan dan dua saudara kembarnya berseru. Sosok mereka terlonjak. Saat yang sama tubuh Kala Branjangan dan dua saudara kembarnya tersentak. Mereka cepat bangkit kembali. Tepi dua rangkum angin menderu! Kala Branjangan dan saudara kembarya menceiat, jauh terguling dari atas ranjangl
"Cepat kenakan pakalan ini!" Satu suara terdengar.
Tlga pakaian melayang ke arah tiga gadis dua atas ran jang. Tiga gadis cepat mengambii pakaian dan dike di nakan serabutan. Saat lain ketlganya turun dari atas ranjang yang sudah pecah berantakan bagian bawahnnya. Lalu beriarian, meringkuk di pojok ruangan gubuk.
Kaia Branjangan dan dua saudara kembarnya cepat bangkit. Memandang ke depan mereka melihat seorang pemuda berparas tampan berambut panjang sedikit acak-acakan mengenakan pakaian putih. Pemuda ini tegak senyam-senyum. Di sebelahnya tegak seorang nenek berambut putih mengenakan pakaian panjang berwarna hitam.
"Siapa kaiian?l" Kala Slkatan iangsung membentak.
"Barang begitu saja dipertontonkan orang! Hi...!" Si nenek bergidik. Tapi matanya menatap garang pada bagian bawah perut satu persatu tiga pemuda di ha dapannya.
"Masih muda. Tapi barangnya sudah keriput peot! Apa barang macam begitu bisa membawa orang ke surga dunia?!" Si pemuda menyahut laiu tertawa ber gelak.
Karena geram, sesaat tadi Kaia Branjangan dan dua saudara kembarnya tidak menyadari keadaan dirinya yang bugil. Hingga begltu mendengar bicara dua orang di hadapan mereka, kontan paras merek merah mengeiam. Berserbutan mereka tutup auratnya laiu jatuhkan dirl, dua kali ditekuk menyiiang! Mata mereka mengedar berkeiiling mencar! pakalannya. Tapi mereka tercekat, pakaian mereka tidak kelihatan!
"Kalian mencari pakaian?! Sayang sudah terlambat! Mereka telah mengenakannya!" kata sl pemuda ambil menunjuk pada tlga gadis di pojok gubuk. Pakaian Kala Branjangan dan dua saudara kembarnya momang sudah dikenakan tlga gadis ini.
Karena percuma meminta, akh!rnya Kala Branjangan dan dua saudaranya nekat. Mereka angkat kedua tangan masing-masing yang menutupi auratnya. Lalu Kala Branjangan membentak.
"Apa mau kalian, hah?! Kalian tahu siapa yang kalian hadapi?!"
"Kami berhadapan dengan tiga lakl-laki bugill Ha.... ia.... Ha...!" jawab si pemuda.
"Astaga! Bukankah dia Dewi Karang Pilang?! Tiba-tiba Kala Bantaran berseru. Kala Branjangan dan Kala Sikatan tersentak kaget, memperhatikan sekaii iagi pada nenek berpakaian hitam yang memang Dewi Karang Piiang adanya alias Nini Kembang Sore!
"Laiu siapa pemuda itu?l" tanya Kala Sikatan. Kaia Branjangan dan Kaia Bantaran geieng kepala.
"Sableng! Hukuman apa yang pantas untuk makhluk-makhluk bugil ini?!" tanya si nenek.
Si pemuda yang bukan lain Pendekar 131 adanya menyeringai.
"Karena yang punya urusan tiga gadis itu, biar mereka yang memutuskan!" Ketika Joko tertangkap dan ditahan di istana, Kaia Branjangan dan tiga saudara kembarnya memang sudah mendengar. Tapi mereka hanya dengar yang tertangkap adalah Pendekar 131. Tidak tahu nama aslinya.
Juga mereka tidak sempat meiihat tampang murid Pendeta Sinting, hingga mereka tldak mengenali Joko.
Joko mendekati tiga gadis dl pojok gubuk.
"Sekarang kaiian katakan. Apa yang kira-kira pantas untuk mereka!"
"Sableng.... Namamu Sableng?!" salah seorang dari tiga gadis itu bertanya.
"Kadang-kadang aku menggunakan nama itu!"
"Jadi kau punya nama lain?! Siapa...?!" tanya yang lalnnya. Matanya memandang berbinar-binar.
"Nama lalnnya Datuk Anune Gede! Bisa juga Datuk Gede Anune! Hik.... Hik...!" Si nenek yang menjawab.
Tlga gadis di pojok gubuk saling pandang laiu tertawa ceklkikan. Sementara orang di atas gubuk mendelik namun menahan tawa.
"Datuk Anune.... Eh, Sableng.... Terserah kau saja. Mau kau apakan mereka!" kata salah seorang gadis.
"Baik.... Sekarang kaiian boieh pergi! Jaga diri baik-baik. Jangan cepat percaya bualan mulut iaki iakl!" kata Joko.
Tiga gadis itu bangkit, lalu melangkah ke arah pintu gubuk. Saiah seorang dari mereka tegak sebentar di ambang pintu. Laiu berkata.
"Sabieng.... Bisa aku bertemu kau lagi?!"
"Bisa! Bisa!"
"Di mana?!" Di mana saja kau mau!" Si gadis kerutkan dahi. Joko tertawa.
"Kaiau ingin bertemu denganku mudah saja!"
"Mudah bagaimana?!"
"Kau hanya periu pejamkan mata. Lalu sebut Datuk Gede Anune seribu kali! Pasti aku muncui di hadapan mu! Mudah bukan?!"
"Apa betut?!" Yang menyahut bukan gadis yang tadi bortanya. Tapi dua gadis yang sudah ada di luar gubuk!
"Kaiau tidak percaya silakan nanti mencoba!" Tiga gadis itu segera berlarl. Namun bersamaan itu tanpa sadar mereka terus menghafal sebut-sebut Datuk Gede Anune! Nini Kembang Sore tertawa ceklkikan. Joko menahan diri.
Tapi begitu gumaman para gadis itu tidak terdengar iagi, tawanya menyembur keras! Orang di atas gubuk mau tak mau terpingkal-pingkal!

*
* *



------------------------------------------------------------

SEPULUH

------------------------------------------------------------
KETIKA murid Pendeta Sintlng berbicara dengan tiga gadis, diam-diam Kaia Branjangan dan dua saudara kembarnya kerahkan tenaga dalam. Begitu tiga gadis perg!, ketiganya cepat hendak iepas pukuian. Tapi si nenek berseru.
"Kami tak ingin melibatkan dlri bentrok dengan kalian! Kami hanya ingin memperingatkan! Kami tahu siapa kaiian adanya! Walau kaiian membekal ilmu tinggi, tapi kaiau kami mau, tidak suiit membunuh kalian saat kaiian bersenang-senang tadi!"
"Lagi puia pantang bagi kami bentrok dengan orang-orang bugii!" sambung Joko.
"Kaii ini kuterima tawaran kailan! Sekarang pergilah dari sini!" bentak Kala Sikatan. Walau berkata begitu, sebenarnya dia merasa. lega. Karena kaiaupun terjadi bentrok, dia pasti tidak bisa pusatkan perhatian.
Perhatiannya akan terpecah dengan keadaan dirinya yang bugii.
"Bukan kami yang harus pergi. Tapi kaiian yang harus meninggalkan tempat ini!" kata si nenek.
"Kami baru mengadakan perjalanan jauh. Kam! perlu istirahat. Di sini ada ranjang besar.... Waiau keadaannya sudah tidak beres, tapi iebih baik daripada istirahat di luaran!"
"Keparat! Lebih baik kami mampus daripada harus porgt dengan keadaan begini!" teriak Kala Barteran.
"Hem.... Jadi kalian menantang bentrok?! Baik!!" tantang si nenek.
Mendengar kata-kata Nini Kembang Sore yang iebih dikenai orang dengan Dewi Karang Pliang, mau tak mau Kala Branjangan dan dua saudara kembarnya berplkir.
"Apa boieh buat. Kaiau kita memaksakan diri, kita tidak bisa pusatkan perhatian. Kali ini kita mengaiah, pergl dar! sini! Masih ada waktu untuk membaias!" Akhirnya Kaia Branjangan berkata pada dua saudara kembarnya.
"Kalian tunggu apa iagl?! Aku sudah muak melihat tubuh bugii kallan! ilk.... Hik.... Hik...!" seru si nenek laiu tertawa.
"Lebih baik pertontonkan di luar sana! Ha.... ia.... Ha...! Aku sudah punya seperti milik kallain!" timpal Joko.
Dengan muka garang namun tegang, akhirnya Kaia Branjangan dan dua saudara kembarnya beringsut mundur mendekat! dinding gubuk yang jeboi. Begitu dekat, iaksana kilat mereka serabutan berlompatan , keiuar. Laiu lar! tunggang ianggang menuruni bukit! Joko dan Dewi Karang Piiang tertawa ngakak! Namun iaksana direnggut setan, si nenek putus kan tawanya. Saat iain membentak.
"Kaiau mau menonton mengapa hanya berani mengintip?!" Tangan si nenek bergerak, menyentak ke atas.
Brulll!
Atap gubuk jeboi berantakan. Satu pekikan terdengar. Satu bayangan berkeiebat, melayang turun tegak di depan gubuk.
"Hem.... Ternyata dla juga melihatnya!" gumam Joko. Sejak tadi sebenarnya Joko juga sudah tahu kalau ada orang di atas gubuk.
Joko dan Nini Kembang Sore melangkah keluar.
Yang tegak ternyata seorang gadls berparas cantik jelita. Rambutnya dlkuncir tinggi. Dadanya padat mencuat. Lehernya putih jenjang. Dia mengenakan baju warna kuning.
"Siapa kallan, sebenarnya?l" Si gadis mendahului bertanya.
"Gila! Kau yang harus sebutkan diri!" bentak Nini Kembang Sore.
"Betui! Dari tadi kau mencuri dengar pembicaraan. Kau sudah tahu slapa kami. Sekarang kau yang harus sebutkan diril" Joko menyambung.
"Aku Sindi Kenanga." Waiau tampak tenang-tenang saja tapi sebenamnya si nenek terkejut.
"Tak kukira sudah segede ini manusianya! Memang sudah lama aku tldak bertemu. Kalau dia tak sebutkan nama pasti aku tidak mendugal"
"Kau hendak menuju istana?!" tanya si nenek.
SI gadis yang sebutkan dlri Sindi Kenanga kaget.
"Bagaimnana dia blsa tahu?! Siapa nenek ini?! Saiah satu lakl-laki tadi menyebutnya Dewi Karang Pilang. Aku sepertinya pernah dengar nama itu dari Eyang Guru.... Tapi apakah betu! ini orangnya...?!"
"Hai! Kaiau turut saranku. Tunda duiu niatmu. ls tana tengah kacau!"
"Aku tidak berniat ke istana, Nek! Aku hendak ke satu tempat!" kata si gadis walau sebenarnya dia ingin menuju istana.
"Terserah kau mau ke mana. Yang jeias, tunda duiu keinginanmu menginjak istana! Kemuncuianmu akan menambah keruh!"
"Siapa sebenarnya gadis ini?! Nenek ini juga se perti tahu benar seiuk be!uk gadis ini!" Diam-diam Joko membatin. Dia sengaja tidak ikut bicara.
"Memangnya ada apa di istana, Nek?!" tanya Sindi Kenanga.
"Lambang lstana ienyap diambii rampok!"
"Apa?!" Saking kagetnya Sindi Kenanga berteriak keras.
"Diambil rampok!" si nenek baias berteriak. Tapi hanya menguiang ucapan terakhirnya.
Mungkin masih penasaran, Sindi Kenanga bertanya lagl. "Apa yang diambil rampok?"
"Gadismu! Eh.... Lambang istana!"
Sindi Kenanga bergetar. Matanya mendelik. Tanpa berucap iagi dia balikkan tubuh.
"Hai! Kau mau ke mana?!" teriak Nini Kembang Sore.
"Aku jadi ingin membuktikan kebenaran ucapan mu, Nek!"
"Lebih baik kau turutl saran nenek temanku ini! Aku pernah berlaku sepertimu. Akibatnya aku kuwalat mendapat ceiaka!" ujar murid Pendeta Sinting.
Si gadis membalik lagi, menghadap Joko dan si nenek, Matanya iurus memandang ke arah Pendekar 131.
"Kalau kau kuwa!at mendapat ceiaka bukan karena tidak turut saran nenek itu. Tapi karena ucapan mulutmu!" Joko tertawa.
"Aku tak pernah bermulut usi!!"
"Hem.... Lalu ucapanmu pada para gadis tadi?"
"Aneh.... Ucapan yang mana?!"
"Kau suruh mereka pejamkan mata dan sebut Datuk... serlbu kali!" Sindi Kenanga sengaja tidak ianjutkan kata Datuk.
Joko tertawa lagl.
"Memang demikian kenyataannya. Lalu bagaimana iagi! Kalau kau tidak percaya kau nanti blsa membuktikan!"
"Siapa mau berlaku tolol seperti itu!"
"Hari ini mungkin kau masih pintar. Tapi satu saat slapa tahu kau berubah!"
"Pemuda Ini konyol.... Tap! aku suka gayanya! Dari tindakannya menyelamatkan para gadls tadi, sepertinya dia pemuda baik-balk! Kalau saja aku tidak punya kepentingan dengan istana, aku lngin bicara lebih banyak dengannya!" Sidi Kenanga berkata daiam hati.
Sebenarnya dia ingin segera pergl, tapi entah mengapa dla berkata lagi.
"Kalau kau pernah kuwalat mendapat celaka, coba katakan apa yang kau alamll"
"Aku malu menceritakan. Kapan-kapan saja...."
"Nek.... Kau tahu siapa adanya ketiga laki-laki jahanam tadi?l" Sindi Kenanga alihkan pembicaraan.
"Aku juga malu memberi tahu. Kapan-kapan saja ... "
"Mereka pasti sama sablengnyal" desis Slndi Ke nanga. Lalu berbalik dan berkelebat tinggalkan tempat ltu.
"Nek! Sepertinya kau mengenaii gadls itu. Slapa dla?I Apa hubungannya dengan istana?!" Joko bertanya.
"Aku malu menjawab. Kapan-kapan saja! Hik.... HI.... Hik...!" Pendekar 131 mencibir. Lalu beriari menurun! bukit. Rasa penasaran membuat Joko memutuskan untuk mengikuti Sindi Kenanga.
"Sableng! Kau mau ke mana?!" teriak si nenek.
Aku malu mengatakannya. Kapan-kapan sajal Ha.... Ha.... Ha...!" Nini Kembang Sore bantingkan kakl. Laiu ikut berlari menuruni bukit.

*
* *

Di sebuah pondok di kakl bukit, Patih Suro Pangi nangan telentang di atas tempat tidur dengan hanya mengenakan celana pendek. Sekujur tubuh dan wajah nya basah keringatan. Di sampingnya, Kala Merak rebahkan diri, miring menghadap sang Patih dengan tangan kanan dlletakkan di atas dada telanjang sang Patih. Perempuan cantik berusia tiga puluh lima tahunan salah satu saudara kembar Kaia Branjangan Ini juga basah keringatan. Dia hanya menutup bagian atas tubuhnya dengan pakaiannya secara serampangan, bagian bawahnya tidak mengenakan apa-epa lagi!
"Suro Panginangan.... Sampai kapan kita beriaku sembunyi-sembunyi sepert! ini?! Laiu apa sebenarnya rencanamu...?! Hal ini sudah lama lngin kukatakan. Tapi baru hari ini aku mengutarakannya...."
"Kala Merak..." kata sang Patih sambii merangkui, merapatkan tubuhnya pada tubuh di sampingnya.
"Tidak lama iagi.... Tidak lama iagl kita akan bebas meiakukannya dl mana kita suka...."
"Laiu apa rencanamu sebenarnya?! Pipih Panjalu sudah tewas. Suri Karempungan dan adiknya sudah menghadapl tiang gantungan...."
"Akutak punya rencana apa-apa.... Aku hanya ingin hidup senang!"
"Kau tak punya niat untuk mengambil alih kekuasa an...?" tanya Kaia Merak dengan suara iirih hampir tidak terdengar.
Sang Patih tertawa.
"Tldak mudah menjatuhkan Sri Baginda. Apaiagi masih gelap di mana beradanya lambang istana itu! Beium lama hingga kini separo lambang itu belum dlketahui di mana rimbanya! Kalau saja lambang istana ada di tanganku, mungkin saja aku punya nlat mengambii kekuasaan...."
"Tapi kita blsa menyeiidikinya!"
"Kaia Merak.... Apa kau ingin aku menggantikan Sri Baginda?"
"Kau punya kesempatan. Kau punya kekuatan. Apa salahnya?! Aku dan tiga saudaraku pasti mendukung!" Sang Patih memandang boia mata perempuan daiam rangkulannya.
"Kaiau saja kalian benar-benar mau membantu...."
"Suro Panginangan.... Aku akan membantumu! Saat ini Sri Baginda gelisah. Kita buat suasana tambah keruh sambll diam-diam ta menyelidik di mana iambang istana itu!"
"Aku akan memikirkan pendapatmu.... Ini urusan besar. Bukan hanya melibatkan orang kalangan istana, tapi juga orang luar lstana!"
"Mengapa keu biiang begitu?! Kurasa orang luar tidak akan lkut campur!" Sang Patih geleng kepata.
"Kala Merak.... Selama ini pihak luar lstana sudah ikut terlibati Aku yakin.... Pipih Panjaiu tidak terlibat daiam pembunuhan itu! Begltu pula Suri Karempungan dan ediknya!"
"Laiu siapa?!"
"Sulit aku menduga. Tapi berat dugaan pemuda yang lolos dari tahanan itu bisa membuat uiah keiak kemudian hari! Aku tidak percaya dia pergi jauh. Dia akan kembali! Aku sudah mendengar banyak tentang Pendekar 131! Seiain berilmu tinggi, dia cerdik!"
"Kalau pemuda itu yang kau takutkan, aku yang akan menghadapi!" .
"Kaia Merak.... Kau saiah seorang tokoh silat utama istana. Ilmumu tinggl. Namun kau akan mendapat kesuiitan menghadapi pemuda ltut".
Kala Merak tertawa.
"Aku bukan harya berbeka! iimu dan otak. Tapl...."
"Kau hendak serahkan tubuhmu?!" tukas sang Patih.
"Kau tak periu khawatir, Suro. Hati dan tubuh ini hanya miiikmu! Aku bisa menjaganya! Kaiau cuma untuk dibuat pancingan tidak masalah, bukan?!"
"Kala Merak. Kau belum tahu siapa Pendekar 131. Dia punya teman beberapa gadis cantik! Aku ragu apakah dia bisa masuk perangkapmul" Kaia Merak tersenyum.
"Dia boieh punya teman serlbu gadis cantik. Dia boieh punya seribu kekasih bertubuh bahenoi. Aku yakin bisa masuk dalam perang kapku!" kata Kaia Merak. Dalam hatl dia berkata. "Patih istana saja bisa kugaet. Apaiagi hanya pemuda di iuar kalangan Astana!"
"Jadl kau benar-benar mau membantuku...?!" "Untukmu apa pun akan kuiakukan!" Patih Suro Panginangan mencium rambut dan kening Kaia Merak.
"Terlma kasih.... Aku tidak menduga.."
"Kau keiak pantas mendampinglku, Kaia Merak...." Kaia Merak gerakkan kepaianya. Wajahnya dirapatkan pada dads telanjang sang Patih. Dada sang Patih berdegup kencang. .
"Kaia Merak.... Sebenarnya masih ada ganjalan besar yang selalu mengusikku. Hat ini mungkin hanya aku dan Sri Baginda yang tahu...." Kaget Kala Merak tarik wajahnya dari dada sang Patih.
"Suro Panginangan. Katakan ganjaian apa itu?i Apa aku harus menggaet Sri Baginda?!" Kepaia sang Patih menggeieng.
"Sebenarya almarhum permaisuri Sri Baginda meninggaikan seorang anak. Anak itu iahir bersamaan dengan wafatnya aimarhum permaisurl. Tapl entah mengapa saat ltu diumumkan pada khalayak kaiau anak yang dllahirkan aimarhum juga wafat!! Sejak saat itu anak itu sengaja dipindahkan ke satu tempat rahasia yang hingga kini tidak seorang pun yang tahu selain Sri Baginda!!" Sepasang mata Kaia Merak mendetik seotah tldak percaya. Patih Suro Panginangan mengheta napas panjang.
"Diam-diam selama ini aku berusaha menyeiidik. Tapi selaiu menemui jalan buntu!"
"Sejak iahir apa anak itu diberi nama?1 L.aki-iaki tau perempuan?!"
"Dia perempuan. Namanya.... Sindi Kenanga!"
"Bagaimana kau bisa tahu anak ltu bernama Sindi Kenanga?!"
"Aku adalah orang kepercayaan Sri Bagindai Selama ini tidak ada urusan yang tidak kuketahui. Hanya satu yang lolos! Sri Baginda tidak memberi tahu di mana beradanya anak itu!"
"Mungkin dia sudah punya firasat buruk!" sahut Kaia Merak.
"Dan mungkin dia tidak mau keiak anaknya kecewa! Karena tanpa iambang istana utuh di tangannya, suiit bagi anak itu untuk naik menggantikan ayahnyal"
"Kalau begitu apa lagi yang menjadi ganjaian? Anak ltu tak mungkin muncui apaiagi menggantikan Sri Bagindai"
"Kita harus berpikir panjang. Siapa tahu si pembawa separo iambang itu tahu seluk beluk istana. Latu berkomptot dengan anak itu!"
"Tapi.... Bukankah khalayak sudah tahu kalau anak Sri Baginda sudah meninggal?"
"Kaia Merak.... Baginda bukan orang bodoh. Baginda pasti sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk mendukung bukti kalau anak itu adaiah putri permaisuri!"
"Hem.... Laiu apa yang harus kita lakukan?".
"Kaiau kau mau membantu, Kau harus menyelidik sekaligus membunuh Pendekar 131 serta Sindi Kenanga!"
"Baik.... Aku akan melakukannya!"
"Dan satu hal iagi. Kau harus tahu. Orang yang pernah disebut-sebut Pendekar 131 sebagai Panji Semeru sebenarnya memang ada!"
"Panji Semeru tak usah terlalu dipikirkan!"
"Dia juga perlu mendapat perhatian! Tapi sudahlah.... Panji Semeru biar aku yang menyelesaikan!" Habis berkata begltu, tangan Patih Suro Panginangan menyentak. Pakaian yang hanya menutup serampangan tubuh Kaia Merak terbang ke udara. Saat iain kedua orang ini sudah tenggelam daiam amukan nafsu birahi.

*
* *



------------------------------------------------------------

SEBELAS

------------------------------------------------------------
SINDI Kenanga tegak bersandar pada batangan pohon. Matanya menerawang jauh.
"Betulkah keterangan Dewi Karang Piiang dan pemuda Sableng itu?! Eyang Guru memerintah aku untuk pergi ke istana, menghadap Sri Baginda. Anehnya Eyang Guru hanya membekaliku sebuah cincin...." Sindi Kenanga angkat tangan kanannya, melihat sebuah cincin bermata merah di jari manisnya.
"Heran.... Mungkinkah hanya dengan cincin ini blsa mengantar aku menghadap Sri Baginda?! Herannya iagi Eyang Guru tidak mengatakan apa-apa lagi. Aku hanya disuruh menghadap tanpa harus bicara! Hem.... Eyang Guru memang banyak bercerlta tentang lstana. Tidak terkecull soal iambang istana yang katanya tinggai separo! Aku juga merasa aneh.... Eyang Guru selaiu banyak bicara tentang istana! Padahai apa perlunya...!?Aku haaya orang biasa!" Slndi Kenanga terus berkata sendiri.
Sebenasnya kemarin siang dla sudah menginjakkan kaki di kawasan istana. Namun melihat ketatnya penjagaan menuju istana, gadis ini mulai berpikir tentang keterangan Dewl Karang Pilahg dan Pendekar 131. Hingga ia berbalik, mencari tempat untuk berpikir.
"Hem.... Seharusnya aku ikut bersama mereka saja. Mereke sudah banyak tahu keadaan lstana. Hingga aku tak periu bertanya ke sana kemari. Tapi semuanya sudah terlambat, ku tak tahu harus ke mana mencari mereka!" Berpikir ssmpai di situ, tlba-tlba Sindi Kenanga jadi teringat pada murid Pendeta Sinting.
"Pemuda ltu.... Benarkah dia bernama Datuk Ge de...." Sindi Kenanga tidsk lanjutkan gumaman. Sebaiiknya tertawa tertahan-tahan sendiri. Saat itulah dia baru ingat dengan keterangan Joko pada ketiga gadis yang diseiamatkan.
"Dia biiang.... Tinggai pejamkan mata. Lalu sebut namanya seribu kaii! Dia akan muncui...." Sindi Kena nga mengheia napas daiam.
"Haruskah aku mencoba nya?! Tapi kaiau nanti benar-benar muncui bagaimana?! Apa yang akan kukatakan...2?!" Sindi Kenanga berpikir beberapa saat.
Akhirnya dengan paras berubah. dia memutuskan mencoba!
Sindi memsndang berkeliling beberapa lama. Laiu menarik napas panjang, pejamkan mata. Sesaat mulutnya terkancing rapat. Kaiaupun terbuka, saat lsin mulut tu terkancing kembaii dengan paras merah dadu!
"Ah.... Kalau dia benar-benar muncul, untuk apa harus malu?l" Sindi Kenanga kuatkan hati. L.alu makin pejamkan mata. Muiutnya bergerak ucapkan "Datuk Gede Anune!"
Mungkin karena tenggetam dalam perasaan, Sindi Kenanga tidak menyadari katau lima laki-laki berseragam sudah tegak di hadapannya. Lima orang ini memandang aneh pada Sindi Kenanga. Saat lain kelimanya semburkan tawa keras!
Sindi Kenanga tersentak kaget, hampir saja tubuhnya menghantam pohon! Buka matanya, dia keluarkan pekikan keras! Bukan karena kaget melihat munculnya iima orang berseragam, tapi maiu dengan apa yarg diucapkan!
"Siapa kalian?!" bentak Sindi Kenanga.
"Kaiu ingin yang benar, milikku cukup besari" kata saiah seorang. Dia angkat tangan kanannya seoiah memberi tahu.
"Punyaku memang tidak besar! Tapi cukup perkasa! Ha.... Ha.... Ha...!" Salah seorang iainnya menyahut. Dia angkat tangan kirinya.
"Hem.... Dari seragamnya. jelas mereka prajur!t istana!" Menduga Sindi Kenanga.
"Kalau beium cukup, gabungan kita mungkin jadi besar dibanding punya Datuk Gede Anune!" Orang paling kanan menyambung. Kelima orang berseragam yang bukan lain prajurt istana tertawa bergeiak. Paras Sindi Kenanga merah mengelam.
"Dia diam saja! Mungkin tidak percaya!" Prajurit paling kiri angkat bicara.
"Bagaimana kaiau kita buktikan bersama?! Setuju?!"
"Setuju!" Empat lainnya berbarengan menyahut.
"Siai! Gara-gara mengikuti keterangan pemuda sableng ltu aku dibuat malu!" desis Sindi Kenanga. Laiu berteriak ketika lima iaki-iaki di hadapannya muiai menggerakkan tangan masing-masing hiendak melepas celana.
"Tunggu! Kalian prajurit istana tidak pantas berlaku bodoh seperti ini!"
"Seragam kami memang prajurit! Tapi dibalik se ragam ini kami manusia biasa!" kata saiah seorang.
"Manusia biasa yang ingin diakui! Bukan hanyn anggota luarnya saja, sekalian anggota daiamnye!
Ha.... Ha.... Ha...!" Yang lainnya menimpaii.
"Kuminta kalian pergi dari sini!" teriak Sindi Kena nga setengah menjerit.
"Kami akan pergi. Tapi seteiah memberikan bukti padamu! Bukan hanya bukti yang tampak. Tapi juga...." Beium habis ucapan orang, Sindi Kenanga meiompat. Kaki kanannya berkelebat.
Bukkk!
Prajurit pailng kanan yang baru saja berkata terjengkang roboh, muiut kucurkan darah.
Meiihat temannya dibuat roboh, empat temannya segera merangsek maju. Karena hanya memandang sebeiah mata, waiau mereka berbekal goiok di pinggang masing-masing tapi mereka merangsek dengan tangan kosong!
Tahu apa yang akan diiakukan orang, Sindi Kena nga berteriak marah. Dia mundur beberapa tangkah. Laiu berkelebat ke depan dengan membuat gerakan memutar di udara. Kedua kakinya berkeiebat berputar.
Bukkk! Bukkk! Bukkk! Bukkk!
Empat prajurit menceiat, terjengkang tumpang tindih!
Masing-masing kucurkan darah dari muiut dan hidung. Saat ltuiah mereka baru sadar kaiau yang mereka hadapi memiiiki iimu tinggi. Serentak lima prajurit hangklt dengan goiok terhunus. Dua yang paling kanan mendahului maju. Tiga yang iainnya mendukung dari beiakang.
Slndi Kenanga lipat gandakan tenaga daiam. "Aku minta kaiian pergi! Kalau tidak terpaksa aku berlaku kasar!" terlak si gadis. Lima prajurit Iidak ada.yang menyahut, justru due yang depan segera melompat, goiok di tangan berkeiebat mencari sasaran.
Sindi Kenanga jatuhkan diri duduk di atas tanah. Kedua kaki bergerak.
Bukk! Buuk!
Dua prajurit roboh bergulingan. Saat ltulah kedua kakl Sindi Kenanga terangkat Islu menghujami
Desss! Desss!
Dua prajurit menjerit tinggi. Goiok masing-masing merceiat. Nyawa mereka melayang!
Metihat dua temannya tewas, tiga lainnya jadi kecut. Tapi saiah seorang segera berteriak. "Gadis ini telah nembunuh prajurit istana! Dia harus kita tangkap hidup atau matii" Orang ini berteriak karena sebenarnya dla ingln agar kedua temannya segera maju. Se mentara dia sendiri pergunakan kosempatan ltu untuk meiarikan diri.
Siasat prajurit yang berteriak ternyata membawa hasii. Dua prajurlt segera maju sambii babatkan goioknya, Yang tadi berteriak segera baiikkan tubuh laiu mengambii langkah seribu.
Melihat temannya meiarikan diri, serangan dua prajurit yang tersisa jadi kacau. Hai ini dimantaatkan Sindi Kenonga. Ketika dua goiok berkeiebat tanpa arah, dia melompat, menghantam pergeiangan tangan orang. Golok di tangan dua prajurit mencelat ke udara. Sindi Kenanga meiompat ke udara, menyambuti dua goluk, alu disentakkan! Dua prajurlt menjerlt saat Lahu mastng-masing tersambar goioknya sendiri. Mereka ustkan dirl lalu berhamburan meiarikan diri. Namun karena kucuran darahnya teriaiu banyak, mereka hanya mampu beriari sepuiuh tombak. Mereka jatuh tersungkur. Detik selanjutnya nyawa mereka putus dengan muiut semburkan jerltan keras!
Di seberang depan sana, prajurit yang melarikan diri makin mempercepat larinya begitu mendengar dua jeritan keras. Tampaknya dia sudah menduga apa yang terjadi dengan teman-temannya.
Di satu tempat, si prajurlt berhenti. Mulut megap megap mata terpicing. "Rasanya sudah aman.... Dia tak mungkin mengejarku!" katanya lirih. Di sekltarnya memang banyak semak dan ilalang agak tinggi.
Tiba-tiba terdengar suara dengusan keras! Disusui suara tawa pendek. Nyawa si prajurit iaksana terbang.
"Prajurit macam kau pasti akan beriaku kurang ajar kaiau dibiarkan hidup!" Satu bentakan keras terdengar.
Si prajurlt tahu, bentakan itu adaiah bentakan suara si gadis. Daiam takutnya dia berpaiing dengan goiok diangkat. Dari semak dan ilalang muncui Sindi Kenaga.
Si prajurit beriaku nekat. Dia segera menyergap sambii babatkan goioknya. Namun Sindi Kenanga cepat memotong dengan iompatan. Sekaii tangannya ber gerak, goiok di tangan prajurit sudah mental!
Begitu kakinya berkeiebat, sl prajurlt sudah terjengkang roboh! Sindi Kenanga mendekati. Si prajurit ketakutan setengah mati.
"Ampun .... Ampun .•.. Aku bersumpah tidak akan...."
Piaakk!
Kepaia sl prajurit tersentak ke kanan. Darah meyembur dari mululnya.
"Jawab pertanyaanku!" sentak Sindi Kenanga.
"Baik.... Baik.... Aku akan menjawab pertanyaan mu, asal nyawaku jangan diamb!i...."
"Apa yang terjadi di istana?l"
"Maksudmu...?"
"Jangan pura-pura bodoh! Ceritakan apa yang terjadi di istana!" bentak Sindi Kenanga.
"Beium lama diketahui lambang istana dlambii orang.... Yang teriibat adaian kepala juru masak istana. Namanya Pawingkis..." "Latu...?!"
"Laiu tokoh silat utama istana, Pipih Panjalu dan Suri Karempungan bersama Suri Pangestu berhas!l menangkap seorang pemuda. Kalau tak salah namanya Pendekar 131.... Pemuda itu dicurigai bersekongol dengan Pawingkis karena dia mengenakan seragam tokoh yang tewas saat terjadinya pencurian itu!"
"Hem.... Terus..?!"
Pemuda itu dltahan. Tapi malam harinya dia me!oloskan diri! Ternyata yang membebaskannya adaiah Pipih Panjaiu sendiri! Pipih Panjatu akhirnya ditangkap. Namun pemuda itu ioios.. Hanya saja...."
"Hanya saja apa?!" Sindi Kenanga masih bicara garang.
"Sebelum hukuman mati dijatuhkan pada Pipih Panjaiu, tahu-tahu Pipih Panjaiu tewas dibunuh seorang penyusup yang hingga kini tidak diketahui siapa orangnya." Sindi Kenanga menghela napas panjang.
"Selain itu ada peristiwa apa iagi?!"
"Karena Pipih Panjaiu tewas dengan pisau miiik Suri Karempungan, nenek itu ditangkap beserta adik nya. Mereka dituduh menyuruh seseorang untuk membunuh Pipih Panjaiu khawatir Pipih Panjalu buka mutut! Sayang, orang yang disuruh itu tidak sempat membawa senjata pisau itu. Hingga Suri Karempungan dan adik nya ditangkap.... Kemarin siang kedua bekas tokoh uta ma istana itu menjaiani hukuman gantung.... Sri Baginda sendiri yang melakukannya...."
"Pemuda yang ioios ltu. Kau tahu bagaimana tampangnya?!"
"Aku sempat meiihatnya di tahanan. Dia tampan.... Rambutnya agak panjang. Menurut teman-teman penjaga, pemuda itu sableng! Bicaranya asai kena! Maiah ada berita dia sempat kentut keras-keras dan panjang di hadapan Patih istana...." Seteiah berucap begitu si prajurit tertawa tertahan-tahan. Sindi Kenanga tidak bisa menahan tawanya pula. Namun diam-diam dia membatin.
"Dla mengatakan pemuda tahanan itu sabieng.... Orangnya tampan rambutnya panjang. Jangan-jangan...."
"Kau boleh pergi.... Tapi aku tak mau meiihat tampangmu lagl!" kata Sindi Kenanga.
Si prajurit menjura beberapa kaii, beringsut nun dur. Lalu bangkit. Ola ragu-ragu sejenak. Saat iain dia berbaiik iaiu iaksana metihat setan dia iari kencang!
"Seorang prajurit diiarang mengumbar keterangan pada orang asing!" Tiba-tiba satu teguran terdengar.
Dua geiombang berkibiat, menerabas semak dan ilalang, iolu menghajar si prajurit!
Si prejurlt langsung mencelat, latuh dengan nyawa metayang!
Sindi Kenanga berpailng. Semak dan iiaiang menyibak. Satu sosok tubuh muncul!

SELESAI

PENDEKAR PEDANG TUMPUL 131

JOKO SABLENG

Segera menyusul :
PENGUSUNG KAYANGAN


INDEX JOKO SABLENG
Datuk Tangan Binal --oo0oo-- Tarian Maut
Copyright@tanztj.2010. Powered by Blogger.