Manusia Kelelawar
tanztj
January 28, 2013
INDEX AJI SAKA | |
51.Raja Iblis Berhati Hitam --oo0oo-- 53.Penjarah Perawan |
AJI SAKA
DEWA ARAK
Penerbit Cintamedia, Jakarta
DEWA ARAK
Penerbit Cintamedia, Jakarta
1
"Ha ha ha...!"Tawa keras menggelegar menguak kesunyian pagi. Panjang dan hampir tidak putus-putus. Ada nada kegembiraan yang sangat di dalamnya.Suara itu berasal dari salah satu di antara sekian banyak goa yang terdapat diBukit Kematian. Sebuah bukit yang jarang didatangi orang.
Setiap orang yang datang ke sana tidak akan pernah kembali lagi. Mungkin itulahsebabnya bukit itu dinamakan Bukit Kematian.
Menurut cerita yang tersebar di dunia persilatan, di sekitar Bukit Kematianbanyak terdapat tempat-tempat yang berbahaya. Lumpur hidup serta jalan-jalansetapak yang terdapat di antara hamparan padang rumput setinggi satu setengahtombak, menyembunyikan bahaya berupa ular-ular beracun dan serangga-seranggaberbisa. Semua itu hanya sebagian kecil dari bahaya-bahaya yang menghadangperjalanan menuju Bukit Kematian. Tak aneh jika tempat itu ditakuti tokoh-tokohpersilatan. Sedangkan bagi penduduk sekitar tempat itu, Bukit Kematianmerupakan tempat keramat. Mereka percaya bukit itu dihuni berbagai macam makhlukhalus. Dan tidak seorang pun berani menginjakkan kaki di sana.
Tapi kenyataannya pagi itu terdengar suara tawa dari salah satu goa di BukitKematian! Apakah tawa itu keluar dari mulut siluman atau makhluk halus lainnyaseperti yang dipercayai penduduk sekitar tempat itu"Mendadak dari dalam goa melesat sesosok bayangan. Gerakannyacepat bukan main. Sehingga yang terlihat hanya sekelebatan bayangan putih yangtidak jelas. Tahu-tahu di depan goa itu telah berdiri sesosok tubuh kurus keringberpakaian putih.
Silumankah sosok berpakaian putih itu" Rasanya tidak! Mungkinkah siluman keluar di pagi hari" Sosok berpakaian putih itu pasti seorangmanusia! Kedua kakinya menginjak tanah!Namun bukti yang lebih meyakinkan kalau sosok berpakaian putih itu seorangmanusia adalah pernyataannya. Ucapan yang dikeluarkan setelah sosok itumembiarkan tubuhnya bermandikan cahaya lembut matahari pagi.
"Sekarang tibalah waktunya bagiku untuk mencoba kedahsyatan ilmu yang kudapat!"Usai berkata demikian, sosok berpakaian putih mengembangkankedua tangannya ke samping. Gerakannya mengingatkan orang pada unggas yangsedang membuka sayapnya. Hanya sosok itu menggerakkannya perlahan-lahan, tapipenuh tenaga. Bunyi menderu seperti angin ribut terdengar mengiringi.
Ini menjadi pertanda kalau sosok berpakaian putih memiliki tenaga dalam tinggi!Hanya orang-orang yang memiliki tenaga dalam tinggilah yang mampu menimbulkanbunyi deru angin setiap kali menggerakkan tangannya.
Ternyata tidak hanya deru angin saja yang timbul. Sepasangmatanya pun berubah. Kelihatan seperti memanjang dan memipih, tajam berkilatmengeluarkan sinar kehijauan. Mirip mata seekor kucing!Hanya sesaat sosok berpakaian putih bersikap demikian. Kemudian diawali bunyimencicit nyaring seperti suara tikus, sosok itu melompat ke atas. Ringan bukanmain gerakan sosok berpakaian putih. Bagai sehelai daun kering, tubuhnyamelayang ke atas. Dan setibanya di sana tangan kanannya dikibaskan.
Wuttt! Blarrr! Bunyi hiruk-pikuk langsung terdengar ketika angin kibasan sosok berpakaian putihmenghantam batu sebesar kerbau. Padahal batu itu berada dalam jarak tak kurangdari lima tombak! Tapi, kenyataannya hancur! Satu bukti lagi betapa kuat tenagadalam sosok berpakaian putih itu.
Jliggg! "Ha ha ha...!"Begitu kedua kakinya mendarat ringan di ranah, sosok berpakaian putihmengumbar tawanya yang terdengar lepas penuh dengan kegembiraan.
"Sekarang aku telah menjadi orang sakti! Ha ha ha...! Tidak sia-siapengorbananku selama ini! Tunggulah cecunguk-cecunguk tak tahu diri!Aku, Sangkala, akan membuat perhitungan dengan kalian. Ha ha ha...!"Masih dengan tawa yang tidak putus sosok berpakaian putih yang ternyata bernamaSangkala melesat pergi meninggalkan tempat itu. Luar biasa! Hanya dengan sekalilesatan tubuhnya telah berada belasan tombak di depan. Tanpa memiliki ilmumeringankan tubuh yang sangat tinggi jarak sejauh itu tidak akan bisa dicapai!Baru beberapa kali lesatan Sangkala menghentikan larinya.
Pandangannya diarahkan ke depan ke tempat terhamparnya padang rumput setinggisatu setengah tombak.
"Orang lain mungkin sulit melewati tempat ini.... Tapi untukku....
Ha ha ha...! Tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi langkahku!Sangkala akan menjadi jago nomor satu di dunia persilatan. Ha ha ha...!"Untuk kesekian kalinya Sangkala tertawa tergelak-gelak. Cukup lama sebelumakhirnya berhenti. Lebih tepatnya dihentikan secara mendadak. Sekarang tarikanwajahnya menampakkan kesungguhan. Tidak terlihat lagi raut kegembiraan diwajahnya. Sangkala berdiam diri sebentar seperti tengah berpikir keras.
.....Mendadak ia memutar tubuhnya ke kiri dengan dibarengi gerakan tangannya.
Hingga.... Bluppp! Tubuh Sangkala lenyap! Di tempatnya semula berdiri tampakkepulan asap dan seekor kelelawar!Cit, cit, cit! Diiringi bunyi mencicit yang keluar dari mulutnya, kelelawar itu terbang di atashamparan rumput!Kalau kebetulan ada yang melihat kejadian ini tentu akan heran bukan main,Bagaimana mungkin kelelawar melakukan kegiatannya di siang hari" Padahalbinatang itu biasanya tidur di siang hari. Dan baru keluar pada malam hari.
***
Iring-iringan itu terdiri dari sebuah kereta dan delapan ekor kuda.
Kedudukan binatang yang rata-rata berpenunggang sosok-sosok berwajah gagah itumelindungi kereta. Tiga di bagian belakang dan depan serta satu pada masingmasing sisi kereta.
Seperti juga binatang tunggangannya yang semua berwarna hitam, sosok-sosok gagahdi atas punggung kuda itu pun mengenakan pakaian yang sama. Kuning kentang. Padabagian dada kiri tersulam gambar kepala seekor harimau. Pedang bergagang kepalaharimau tampak di balik punggung mereka. Senjata-senjata itu membuktikanrombongan ini bukan terdiri dari orang-orang lemah.
Menilik sikap sosok-sosok di atas punggung kuda hitam yangterlihat begitu melindungi kereta, bisa diperkirakan orang yang berada didalamnya adalah orang penting.
"Hooop...!"Tiba-tiba salah satu dari tiga penunggang kudaterdepan mengangkat tangan kanannya ke atas seraya menarik tali kekang binatangtunggangannya. Seketika itu pula, rombongan yang berada di belakang tiga sosok itu menghentikanlangkah kuda mereka. Dan seiring dengan itu, masing-masing sosok berpakaiankuning bersikap waspada. Mereka melihat sesosok tubuh berpakaian putih berdirimenghadang jalan.
Salah seorang dari tiga penunggang kuda terdepan, seorang lelaki tegap berkumistebal, melompat turun. Indah dan manis gerakannya..
Bahkan ketika kedua kakinya didaratkan di tanah, tidak terdengar bunyi yangberarti. Itu pertanda ilmu meringankan tubuhnya cukup tinggi.
Lalu dengan langkah dan sikap tenang, lelaki berkumis tebal itu menghampirisosok berpakaian putih yang terdiri dalam jarak sepuluh tombak di depannya.
Tindakan lelaki berkumis tebal yang menjadi pimpinan iring-iringan itu tidakluput dari perhatian rekan-rekannya dan sosok berpakaian putih.
Sosok berpakaian putih itu ternyata seorang pemuda yang berusia sekitar duapuluh lima tahun. Kulit wajahnya pucat seperti lama tidak terkena sinarmatahari. Seperti juga lelaki berkumis tebal, pemuda itu pun bersikap tenang.
Kedua tangannya tetap dilipat di depan dada.
"Maaf, Kisanak. Bisakah kau menyingkir sebentar" Kami hendak lewat, dan sedangmemburu waktu. atas kesediaanmu kami mengucapkan terima kasih," ujar lelakiberkumis tebal pelan dan sopan.
"Bagaimana kalau aku tidak mau"!" sahut pemuda berpakaian putih dingin.
Seketika itu pula wajah lelaki berkumis tebal berubah. Sepasang matanya berkilatmarah. Tapi hanya sebentar, sesaat kemudian raut wajahnya kembali seperti biasa.
Rupanya lelaki berkumis tebal itu mampu menguasai perasaannya.
"Maaf, Kisanak. Mungkin perlu kau ketahui kami adalah orang-orang PerguruanHarimau Terbang. Kebetulan aku pemimpin rombongan ini. Namaku Kulana! Saat inikami sedang mendapat tugas yang harus cepat kami laksanakan. Kami tidakmempunyai banyak waktu. Sekali lagi kuminta kau menyingkir dari tempatmu,Kisanak. Berilah kami kesempatan untuk lewat."
"Cuhhh!"Tanggapan dari pemuda berpakaian putih adalah semburan ludahke tanah. Kasar dan menjijikkan sekali caranya.
"Siapa pun kalian aku tidak peduli! Dari Perguruan Harimau Terbang atauPerguruan Macan Ompong bukan urusanku! Yang jelas kalau ingin lewat jalan inikalian harus menyingkirkan aku!"
"Keparat!"Terdengar makian keras penuh kemarahan. Disusul kemudiandengan melompatnya seorang penunggang kuda yang tadi berada di sebelah Kulana.
Dia seorang lelaki bertubuh pendek kekar.
"Biar aku yang melemparkan pemuda sombong itu, Kakang!" pinta lelaki pendekkekar ketika telah berada di dekat Kulana.
Kulana tidak segera menjawab. Ditatapnya wajah lelaki pendekkekar itu sejenak.
"Baik! Tapi hati-hati, Cakra! Jangan bertindak sembrono. Aku yakin dia bukanorang sembarangan," beri tahu lelaki berkumis tebal seraya melangkah mundurmemberi kesempatan pada rekannya.
"Mengapa harus membuang-buang waktu"! Lebih baik kaliansemua maju bersama!" tantang pemuda berpakaian putih tanpa menyembunyikan rasa sombong. Hingga semua orang yang berada di dalam rombonganPerguruan Harimau Terbang gusar.
Hal yang sama pun dialami Cakra! Kemarahannya semakinberkobar mendengar sesumbar lawan. Maka diputuskan segera melaksanakan maksudnya.
"Manusia sombong! Awas seranganku ! Hih!"Cakra membuka serangan dengan sebuah tendangan lurus ke arahdada. Deru angin cukup keras mengiringi tibanya serangan itu, pertanda tenagadalamnya cukup tinggi.
Tapi pemuda berpakaian putih tetap bersikap tenang. Tidak terlihat tanda-tandadia akan melakukan tindakan. Baik tangkisan maupun elakan.
Malah begitu serangan Cakra menyambar semakin dekat, pemudaberpakaian putih menurunkan kedua tangannya. Sebuah tindakan yang membuatancaman bahaya semakin besar. Karena bagian dadanya terbuka lebar.
Karuan saja semua orang yang berada di situ terkejut. Tidakterkecuali Cakra! Sudah gilakah pemuda berpakaian putih itu! Kalau tidak, manamungkin membiarkan serangan lawan menghantamnya" Ataukah dia memiliki kepandaianyang demikian tinggi sehingga berani menerima serangan lawan"Pertanyaan-pertanyaan itu menggayuti semua kepala anggotarombongan Perguruan Harimau Terbang. Sekarang mereka menunggu kenyataan yangakan terjadi dengan perasaan tegang. Dan mereka tidak perlu menunggu terlalulama untuk membuktikan kenyataan itu. Sesaat kemudian....
Bukkk! Telak dan keras sekali kaki Cakra mendarat di dada pemudaberpakaian putih.
Akibatnya benar-benar mengejutkan! Seharusnya pemuda berpakaian putih itu kesakitan. Tapi yang terjadi sebaliknya. Cakralah yangmenjerit-jerit kesakitan sambil memegangi kakinya.
Pemuda bertubuh pendek kekar itu merasakan kakinya bukanmenghantam tubuh manusia yang terdiri dari daging dan tulang. Tapi, mengenaibongkahan baja keras! Rasa sakit yang sangat langsung menderanya.
Tentu saja rekan-rekan Cakra terkejut bukan main melihatkenyataan itu. Sekarang mereka sadar kalau pemuda berpakaian putih memilikikepandaian tinggi. Seketika itu pula, bagai diberi perintah, mereka melompatdari punggung kuda masing-masing. Sudah dapat diduga maksudnya! Apalagi kalaubukan ingin membantu Cakra" Tapi....
"Hentikan! Janganada seorang punyang berpindah dari kedudukan masing-masing!"Seruan Kulana membuat anggota rombongan Perguruan HarimauTerbang yang berada di samping dan belakang kereta menghentikan tindakan. Merekamenyadari adanya kebenaran dalam ucapan itu.
"Ha ha ha...! Mengapa berhenti" Tidak usah malu-malu! Teruskan saja maksud kalian untuk mengeroyokku agar pertarungan jadi lebih menarik!Ha ha ha...!" pemuda berpakaian putih mengeluarkan perkataannya dengan penuh ejekan. Sikapnya terlihat sangat memandangang rendah.
"Siapa kau, Kisanak"! Mengapa tanpa alasan kau mengganggu kami"! SetahukuPerguruan Harimau Terbang tidak mempunyai urusan denganmu!" ujar Kulana sambilmelangkah maju. Sedikit pun tidak dipedulikannya sikap sombong pemuda berpakaianputih.
"Ha ha ha...!" lagi-lagi pemuda berpakaian putih tertawa sebelum menjawabpertanyaan Kulana.
"Terima kasih atas pertanyaanmu, Monyet Jelek! Memang akulupa memperkenalkan diri! Nah! Dengarkan baik-baik!Namaku Sangkala! Kau dengar"!"
"Sangkala"!" gumam Kulana dengan dahi berkerut.
Lelaki berkumis tebal ini mencoba mengingat-ingat barangkalipernah didengarnya tokoh persilatan yang mempunyai nama demikian. Tapi sampailelah dia menguras benaknya tidak didapatkannya tokoh persilatan yang mempunyainama seperti itu.
"Kau belum mengemukakan alasanmu menghadang perjalanankami, Sangkala"!" ujar Kulana mengingatkan.
"Sederhana saja, Kulana," timpal Sangkala tenang.
"Apa"!"
"Membunuh kalian!"
"Keparat!" maki Kulana geram merasa dipermainkan Sangkala.
Dan.... Srattt! Sinar terang menyilaukan mata berpendar ketika pimpinanrombongan Perguruan Harimau Terbang mencabut pedangnya. Kejadian yang menimpaCakra menyebabkan Kulana tanpa ragu-ragu menghunus senjata. Apalagi menyadariSangkala seorang lawan yang tangguh.
"Hm!"Sebuah dengusan pendek Sangkala menyambuti tindakan Kulana.
Seperti juga sebelumnya, pemuda berpakaian putih itu tetap bersikap tenangseolah tidak ada bahaya maut mengancamnya.
"Cabut senjatamu, Sangkala!" seru Kulana melihat pemuda berpakaian putih itumasih berdiam diri.
"Tidak usah berlagak gagah, Kulana!" ejek Sangkala, "Seranglah aku! Jangan raguragu untuk mengeluarkan seluruh kemampuanmu."
"Sombong! Ingat, Sangkala! Bukan aku yang bertindak curang menyerang lawan yangtidak bersenjata. Tapi kau sendiri yang mengabaikan kesempatan yang kuberikan!"
"Tidak usah banyak bicara! Kalau kau memang bukan pengecut, serang aku!" tandasSangkala tidak peduli.
Wajah Kulana langsung merah padam. Sepasang matanya berkilatkilat memancarkan amarah. Geram melihat sikap Sangkala yang terlalu sombong.
Maka....
"Haaat..!"Diawali teriakan nyaring yang membuat suasana di sekitar tempat itu bergetarhebat Kulana melancarkan serangan perdananya. Pedangnya ditusukkan ke arah leherSangkala! Cittt! Bunyi mencicit dari udara yang robek terdengar ketika pedangKulana meluncur menuju sasaran.
Cepat bukan main luncuran serangan itu. Tapi masih lebih cepat gerakan Sangkala.
Hanya dengan memiringkan kepalanya ke kanan, tanpa bergeser dari tempatnyasemula, Sangkala membuat serangan itu kandas.
Ujung pedang Kulana lewat beberapa jari di sebelah kiri leher Sangkala.
Melihat serangan perdananya berhasil dielakkan lawan denganmudah, Kulana jadi penasaran. Segera dikirimkan serangan susulannya.
Pedangnya diayunkan mendatar ke arah leher!Wuttt! Untuk yang kedua kalinya babatan pedang Kulana hanya mengenai angin. Sangkalatelah menarik kepalanya ke belakang. Dan hebatnya gerakan itu dilakukan tanpamenggeser kaki!Tapi Kulana tidak putus asa. Bahkan sebaliknya! Seranganserangan yang dikirimkannya semakin dahsyat. Pedangnya berkelebatan cepatmengancam berbagai bagian berbahaya di tubuh Sangkala. Disertai bunyi mencicityang menyakitkan telinga.
Berturut-turut Kulana melancarkan serangan dahsyat. Tapi semua berhasildipunahkan Sangkala dengan mengelak tanpa menggeser kaki!Laksana bayangan, tubuhnya digerakan ke sana kemari mengelakkan serangan Kulana.
"Hih!"Kulana menggertakkan gigi. Rasa marah dan sakit hati berkecamuk di hatinyamelihat serangan demi serangan yang dikirimkan dipatahkan lawan dengan demikianmudah.
"Sekarang giliranku!"Di antara bunyi riuh rendah berkelebatannya pedang Kulanaterdengar seruan Sangkala. Tapi Kulana yang tengah dilanda amarah tidakmempedulikannya. Lelaki berkumis tebal itu terus melancarkan serangan.
Pedang di tangannya dikelebatkan ke berbagai bagian berbahaya di tubuh Sangkala.
Namun.... Tappp! "Akh!"
2
Jeritan pendek bernada kaget keluar dari mulut Kulana ketikabatang pedangnya berhasil dicengkeram Sangkala. Kejadiannya berlangsung sangat cepat dan tidak terduga-duga.Meskipun demikian Kulana tidak kehilangan akal. Secepat batang pedangnyatercengkeram secepat itu pula ditariknya seraya mengerahkan seluruh tenagadalamnya. Tergambar di benaknya jari-jari Sangkala putus tersayat matapedangnya. Paling tidak tangan itu terluka! Dan bila hal itu terjadi Sangkalapasti akan melepaskan cengkeramannya.
Tapi harapan Kulana pupus. Pedang itu sekali pun tidak bergeming daricengkeramana Sangkala, Seolah bukan dicengkeram tangan manusia tapi jepitanbaja! Betapa pun dikerahkan seluruh tenaganya, tetap saja tidak bergeming!Meskipun demikian Kulana tidak putus asa. Maksudnya tetapditeruskan sampai wajahnya merah padam dan napasnya terengah-engah.
Berbeda dengan Kulana, keadaan Sangkala biasa saja. Tidak terlihat tanda-tandapemuda itu mengerahkan tenaganya. Raut wajahnya tetap seperti semula. Tenang dandingin. Semua kejadian itu disaksikan dengan jelas oleh semua anggota Perguruan HarimauTerbang. Terutama Cakra dan rekannya yang berada di bagian depan. Tanpadiberitahu mereka mengerti pimpinannya berada dalam kedudukan yang tidakmenguntungkan! Sadar jika keadaan itu dibiarkan akan membahayakan keselamatan Kulana, Cakra danrekannya segera bertindak! Bagai telah disepakati sebelumnya, keduanya menghunussenjata dan melompat ke dalam kancah pertarungan.
Sing sing sing...!Bunyi mendesing terdengar ketika dua batang pedang itu meluncur ke arah leherSangkala. Cakra mengirimkan serangan dari sebelah kanan, sedangkan rekannya darikiri. Kedua serangan itu dilakukan dari atas.
Tindakan itu seperti gerakan seekor burung garuda hendak menerkam mangsa.
Hebat dan cepat serangan gabungan ini. Namun tanggapan yangdiberikan Sangkala jauh lebih cepat. Sekali jari-jari tangannya yangmencengkeram, bergerak terdengar bunyi 'tak', disusul patahnya pedang Kulana!Padahal saat itu Kulana tengah bersitegang menarik senjatanya!Kelanjutan kejadian itu sudah dapat diduga! Kulana terdorongderas ke belakang terbawa tenaga tarikannya. Potongan pedangnya tergenggam ditangan! Di saat itulah Sangkala bertindak! Tangan kanannya dikibaskan!Singngng! Seketika itu pula potongan pedang Kulana meluncur dalamkecepatan tinggi ke arah pemiliknya! Sementara Kulana masih terbawa tenagatarikannya. Keadaan pimpinan rombongan Perguruan Harimau Terbang sangatberbahaya! Tindakan Sangkala tidak berhenti sampai di situ. Kedua tangannya disampokkan keatas. Trakkk, trakkk, cappp!"Akh...!"Luar biasa! Dalam waktu sekejap rentetan peristiwa itu terjadi!Kegagalan Cakra dan rekannya karena serangan mereka berhasil dipunahkan Sangkala dengan sampokan tangannya yang membuat pedang mereka patahhampir bersamaan dengan amblasnya potongan pedang Kulana di perut majikannyasendiri. Kulana memekik kesakitan!"Kakang...!"Cakra dan rekannya menjerit kaget melihat kejadian yangmenimpa Kulana. Jeritan itu langsung keluar begitu keduanya berhasil mematahkankekuatan yang membuat tubuh mereka melayang akibat sampokan Sangkala.
Seiring keluarnya jeritan itu Cakra dan rekannya meluruk ke arah Kulana yangberdiri limbung sambil memegangi perutnya. Sungguh tangguh daya tahan Kulana.
Dia mampu berdiri di tanah dengan kedua kaki.
Padahal potongan pedang amblas di dalam perutnya.
Bukan hanya Cakra dan rekannya yang meluruk ke arah lelakiberkumis tebal itu. Anggota rombongan Perguruan Harimau Terbang yang lainnya punmelakukan hal yang sama. Sedangkan Sangkala hanya tertawa-tawa. Tawa gembirapenuh dengan nada ejekan.
Masih dengan tawa yang tidak putus, Sangkala memperhatikansemua kesibukan rombongan Perguruan Harimau Terbang. Tampakolehnya, Cakra dan kawan-kawannya mengerumuni Kulana. Tubuhpimpinan rombongan Perguruan Harimau Terbang itu setengah terbaring di tanah.
Kalau tidak ada tangan Cakra yang menegakkan punggungnya, pasti tubuh Kulanaterbaring.
"Kakang...! Kuatkan hatimu...! Kau akan sembuh, Kang," ucap Cakra terbata-batadengan suara bergetar.
Terlihat jelas kesedihan Cakra, baik dalam nada suara maupuntarikan wajahnya. Gambaran perasaan yang sama membias di wajah semua anggotaPerguruan Harimau Terbang.
"Tidak, Cakra, Hhh... hhh.... Aku ti... tidak kuat lagi. Hhh... hhh....
Lak., laksanakan tugas kalian se... sebaik-baiknya. Dan... akh...!"Seiring dengan terkulainya kepala Kulana nyawanya pun melayang ke alam baka.
"Kang...! Kakang Kulana...!"Dengan kalap Cakra mengguncang-guncangkan tubuh Kulana.
Sikap lelaki pendek kekar itu menunjukkan ketidakrelaannya akan kematian Kulana.
Sebab Kulana adalah kakak kandung Cakra!Tawa gembira penuh ejekan membuat Cakra dan rekan-rekannyateringat kembali akan keberadaan Sangkala. Seiring dengan itu, perasaan geramdan keinginan untuk membalas dendam pun timbul.
"Tenangkanlah hatimu, Kang. Akan kubalaskan semua sakithatimu!" sambil berkata demikian, dengan hati-hati Cakra membaringkan tubuhKulana di tanah. Kemudian dirinya kembali berdiri dan menatap Sangkala. Terlihatjelas sinar kemarahan dan kebencian di sana!"Kubunuh kau, Iblis Keji!" desis Cakra dengan suara bergetar.
Lalu.... Srattt! Sinar terang berpendar ketika lelaki pendek kekar yang tengah dilanda amarah itumencabut pedangnya.
Bukan hanya Cakra yang menghunus senjata. Enam rekannya punmelakukan tindakan yang sama. Dalam cekaman perasaan marah,rombongan Perguruan Harimau Terbang seperti tidak mempedulikan sikap gagah lagi.
Walaupun lawan yang akan dihadapi hanya seorang dan bertangan kosong. Sementara,mereka berjumlah tujuh orang! Dan masih ditambah lagi dengan senjata digenggaman! Kelihatan sangat tidak adil!Tapi Sangkala tidak mempedulikan hal itu. Sikap yang ditunjukkannya malah menyiratkan dia memandang remeh lawan-lawannya.
Pemuda itu tetap tenang, meskipun rombongan Perguruan Harimau Terbang telahmelakukan penyerangan.
"Haaat...!"Diawali teriakan keras, Cakra yang sudah tidak kuat menahanamarahnya mulai bergerak. Rekan-rekannya mengikuti. Mereka tahu Cakra bukantandingan Sangkala yang hebat. Kalau tidak dibantu, lelaki pendek kekar itu akantewas di tangan lawan.
Pertarungan pun tidak bisa dihindarkan lagi. Tujuh orang gagah dari PerguruanHarimau Terbang menyerang laksana macan luka. Pedang-pedang di tangan merekaberkelebat cepat mengancam berbagai bagian tubuh Sangkala.
Tapi Sangkala tetap tenang. Ditunggunya hingga seranganserangan itu menyambar dekat. Baru setelah hampir menyentuh tubuhnya, pemudaberpakaian putih itu memberikan tanggapan.
Menggiriskan sekali tindakan Sangkala! Babatan, tetakan, dantusukan senjata lawan dipapakinya dengan tangan kosong. Bunyi berdetak kerasseperti logam-logam keras beradu terdengar ketika sepasang tangan Sangkalaberbenturan dengan senjata-senjata lawan.
Kedua tangan Sangkala sedikit puntidak terluka! Malahsebaliknya, setiap kali terjadi benturan, tubuh anggota Perguruan HarimauTerbang terhuyung-huyung ke belakang.
Meskipun demikian, mereka tidak gentar. Tanpa mempedulikanrasa sakit, rombongan Perguruan Harimau Terbang kembali melancarkan serangan.
Pertarungan sengit kembali berlanjut.
***
"Ha ha ha...! Hanya sampai di sinikah kemampuan kalian" Benar-benarmengecewakan!" ujar Sangkala keras mengatasi bisingnya suasana pertarungan.
Jelas pemuda itu mengerahkan tenaga dalamnya.
Tidak ada tanggapan dari anggota rombongan Perguruan HarimauTerbang. Walaupun sebenarnya hati mereka terbakar karena perasaan geram yangmelanda, yang dilakukan mereka hanya semakin memperhebat serangan. Tapi rupanya Sangkala tidak mempedulikan ada tanggapan atau tidak. Ini terbukti beberapa saatkemudian! "Bersiaplah kalian! Sekarang aku akan membalas...!" usai berkata, Sangkalamenjejakkan kaki. Seketika itu pula tubuhnya mencelat tinggi ke atas melewatikepala para pengeroyoknya. Lalu....
Jliggg! Ringan laksana daun kering, Sangkala mendaratkan kedua kakinya di tanah di luarkepungan. Kemudian tanpa menunggu lebih lama lagi kedua tangannya dikembangkanseperti unggas membuka sayap.
Sangkala menyusun jari-jarinya membentuk cakar aneh. Kakikanannya berada di depan agak dijinjitkan. Sedangkan kaki kirinya di belakangsedikit menekuk. Inilah jurus 'Kelelawar' andalannya. Cukup aneh pembukaan jurus'Kelelawar' Sangkala. Tak heran jika rombongan Perguruan Harimau Terbangterkejut bercampur heran.
Tapi hanya sesaat Cakra dan kawan-kawannya dikungkungperasaan heran. Kemudian dengan diawali teriakan-teriakankeras memekakkan telinga, mereka meluruk ke arah Sangkala. Pedang di tangan merekasiap dikelebatkan.
"Cit, cit, cit!"Bunyi mendecit terdengar dari mulut Sangkala. Nyaring danmenyakitkan telinga. Belum lagi gema suara itu lenyap, Sangkala melakukantindakan yang sama dengan lawan-lawannya. Pemuda itu memapaki serbuan rombonganPerguruan Harimau Terbang.
Melihat kenyataan itu, Cakra tidak tinggal diam. Tanpa membuang-buang waktu mereka segera menyambut papakan Sangkala dengan ayunanpedang. Sing sing sing...!Crat, crat, crat!"Akh, akh, akh...!"Rentetan kejadian itu berlangsung demikian cepat sehingga sulit untuk dirinci.
Yang jelas, jeritan menyayat itu keluar susul-menyusul dari mulut rombonganPerguruan Harimau Terbang.
Tubuh mereka berpentalan ke belakang. Jatuh berdebuk di tanah.
Berkelojotan sejenak sebelum akhirnya diam untuk selamanya. Cakra dan rekanrekannya tewas dengan mengenaskan. Cakar-cakar Sangkala telah meminta korban.
***
Jurus 'Kelelawar' memang sangat dahsyat! Dalam penggunaanilmu itu tubuh Sangkala jadi demikian ringan. Kecepatan geraknya menakjubkan.
Dengan mengandalkan kecepatan gerak itulah Sangkala berhasil membinasakan lawanlawannya. Ketujuh anggota Perguruan Harimau Terbang tewas terkena sambaran cakarpemuda berpakaian putih itu.
Masih dengan tawa yang belum putus Sangkala mengalihkanperhatian ke arah kereta. Pertama kali yang dilihatnya adalah kusir kereta.
Lelaki anggota Perguruan Harimau Terbang itu meremang bulu kuduknya.
Nyalinya langsung menciut. Disadarinya dia bukan tandingan Sangkala yang sangatmenggiriskan! Keyakinan akan ketidakmampuan dirinya membuat kusir itumengambil tindakan pengamanan. Inilah tindakan yang diambil.
Ctar, ctar, ctar!"Hiya! Hiyaaa...!"Dengan perasaan kalap yang tergambar jelas di wajahnya, lelaki itu menggebahkuda. Binatang tunggangan itu pun berlari.
"Hmh!"Sangkala mendengus melihat tindakan sang Kusir! Dengan sorotmata bengis tangannya ditudingkan ke arah binatang penghela kereta.
"Cit, cit, cit!"Terdengar bunyi mendecit yang menyakitkan telinga. Sesaatkemudian, akibat yang mengagumkan segera terjadi. Lari kuda penarik keretalangsung berhenti.
Kusir kereta tampak sangat kebingungan. Perasaan takut yangmendera membuatnya tidak dapat berpikir panjang. Cambuk di tangannya dilecutkanke bagian belakang tubuh kuda!Ctar, ctar, ctar!Keras bukan main bunyi yang terdengar. Sang Kusir telahmengerahkan segenap tenaganya.
Tapi sampai lelah dia melecutkan cambuknya kuda itu tetap diam!Hingga lelaki itu sadar tindakannya sia-sia. Meskipun tidak mengetahui bagaimanahal itu terjadi, tapi dia yakin Sangkala telah menotok kudanya dari jauh!Kusir kereta itu pun menjadi nekat. Pedang yang tergantung di punggungnya segeradicabut lalu melompat turun.
Jliggg! Begitu kedua kakinya menginjak tanah, secepat itu pula iamelancarkan serangan ke arah Sangkala. Pedangnya diputar seperti kitiran,kemudian ditusukkan ke dada lawan. Sangkala tersenyum mengejek melihat seranganitu. Ditunggunya hingga dekat, baru kemudian tangannya bergerak cepat.
Tappp! Mata pedang anggota Perguruan Harimau Terbang itu berhasilditangkap Sangkala. Dan sebelum lawannya sempat berbuat sesuatu, Sangkala telahbertindak lebih dulu. Sebagian tenaga dalamnya dikerahkan untuk mendorong pedangyang dicengkeramnya. Akibatnya....
Cappp! "Akh...!"Kusir kereta yang malang itu mengeluarkan jeritan menyayatketika pedangnya menancap di perut hingga tembus ke punggung. Tentu saja dengangagang lebih dulu.
Wajah sisa anggota Perguruan Harimau Terbang menegangmenahan rasa sakit yang sangat. Sepasang matanya membelalak lebar.
Namun itu hanya berlangsung sekejap. Begitu Sangkala melepaskan cekatannya,tubuh kusir itu pun ambruk Dan seiring dengan robohnya tubuh itu nyawanyamelayang ke alam baka!"Ha ha ha...!"Entah untuk yang keberapa kali Sangkala mengumbar tawakegembiraan. Hanya kali ini lebih singkat dari sebelumnya.
Setelah menghentikan tawa, Sangkala mengayunkan langkahmenghampiri kereta kuda. Kelihatannya sembarangan saja kakinya dilangkahkan,tapi hasil yang dicapai benar-benar menakjubkan! Sekali mengayun kaki pemuda itutelah berada di dekat kereta.
"Hih!"Brakkk! Daun pintu kereta lepas dengan menimbulkan bunyi keras ketika tangan Sangkalayang berisi tenaga dalam menariknya.
"Auwww...!"Teriakan melengking nyaring terdengar seiring jebolnya pintukereta. Jeritan itu menunjukkan pemiliknya seorang wanita!Dugaan itu memang tidak salah! Di dalam kereta duduk dengantubuh menggigil seorang gadis berusia sekitar dua puluh tahun. Meskipun sebagianwajahnya tertutup oleh kedua tangan, tampak wajahnya yang cantik. Kulitnyaputih, halus, dan mulus. Pakaian indah berwarna hijau pupus membungkus tubuhmontoknya. Agaknya gadis itu berasal dari keluarga berada.
"Hmh!"Sorot kekejaman segera membayang di wajah dan sepasang mataSangkala ketika melihat isi kereta.
Sementara gadis berpakaian hijau semakin ketakutan. Disadarinya ada bahayamengancam. Maka tanpa pikir panjang, masih dengan jeritan-jeritan minta tolong,dibukanya pintu kereta yang lain.
Kriiit...! Seiring dengan terbukanya pintu kereta, gadis berpakaian hijau melompat keluar.
Sudah bisa diduga maksudnya. Apalagi kalau bukan hendak Melarikan diri"
"Akan lari ke mana kau, Makhluk Jahanam"!" desis Sangkala penuh ancaman.
Tidak hanya itu saja! Tanpa merasa kasihan sedikit pun,diambilnya sebutir kerikil dan dilemparkan ke arah gadis berpakaian hijau.
Wuttt! Tukkk! "Akh!"Tubuh gadis berpakaian hijau tersungkur ke tanah diiringi jeritan kesakitan.
Batu yang dilemparkan Sangkala mengenai belakang lututnya.
Gadis berpakaian hijau itu belum sempat berbuat sesuatu ketika Sangkala melesatmenyambar tubuhnya dan membawanya kabur.
"Tolooong...! Lepaskan aku, Iblis Keji...!" teriak gadis berpakaian hijau,kalap. Tapi Sangkala tidak peduli. Pemuda itu terus berlari. Hanyabeberapa kali lesatan, tubuhnya telah lenyap dari tempat itu.
3
"Apa kau mendengarnya, Melati?" tanya seorang pemuda berpakaian ungu sambil menghentikan ayunan langkahnya. Saat itu pemudaberpakaian ungu tengah berjalan bersisian dengan seorang gadis berpakaian putihdi dalam sebuah hutan."Mendengar apa, Kang?" gadis berpakaian putih yang dipanggil Melati balasbertanya. Sepasang matanya yang bening dan indah menatap wajah pemuda berpakaianungu penuh selidik.
Pemuda berpakaian ungu yang berambut panjang, berwarna putihkeperakan tidak segera menjawab. Dia tercenung sejenak seperti tengah memikirkansesuatu.
"Teriakan minta tolong. Apa kau mendengarnya?" tanya pemuda berambut putihkeperakan lebih jelas.
"Tidak, Kang Arya," jawab Melati setelah menelengkan kepala sebentar untukmendengar jeritan yang dimaksud.
"Sekarang memang sudah tidak terdengar lagi, Melati," jawab pemuda berpakaianungu yang tidak lain Arya Buana yang berjuluk Dewa Arak.
"Sejak tadi pun aku tidak mendengar apa-apa. Sebenarnya..., apakah kaumendengarnya, Kang?" Melati jadi penasaran.
"Benar, Melati," Arya menganggukkan kepala, "Memang samar dan tidak begitujelas. Tapi, aku tahu orang yang meminta tolong itu seorang wanita. Nadanyamelengking tinggi. Sepertinya dia sangat ketakutan!"
"Apakah tidak mungkin kau salah dengar saja. Kang?" Melati meragukan pendengarankekasihnya.
"Aku yakin tidak salah dengar, Melati," mantap dan tegas kata-kata Arya.
"Kalau begitu, apa lagi yang harus ditunggu" Ayo kita selidiki, Kang!" ajakMelati penuh semangat.
Sambil berkata demikian, gadis berpakaian putih itu bersiap-siap melesatmeninggalkan tempat itu. Tapi, sekujur urat-urat saraf dan otot-otot tubuhnyayang telah menegang langsung mengendur kembali. Arya tidak menunjukkan tandatanda akan meninggalkan tempat itu.
"Suara yang tertangkap telingaku terlalu lemah, Melati. Jadi tidak bisakupastikan dari mana datangnya. Kalau saja terdengar lagi, meskipun hanyasekali, mungkin bisa kuketahui arahnya," Arya menerangkan keengganannyamelakukan pengejaran.
"Bagaimana kalau kita mencarinya, Kang" Aku yakin asalnya dari hutan ini!" usulMelati bersemangat.
Pemuda berambut putih keperakan menatap wajah kekasihnyasebentar sebelum menganggukkan kepala menyetujui.
"Asal kau tahu saja, Melati. Hutan ini cukup luas. Mencari asal suara tadi tanpamengetahui arahnya seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami! Sulit!"
"Tapi... biar bagaimanapun itu lebih baik daripada kita berdiam diri di sini,Kang!" bantah Melati tak mau kalah, "Aku yakin... kita akan berhasil menemukansumber suara itu. Mudah-mudahan kita dapat menolongnya?"
"Yang kau katakan tidak salah, Melati," sahut Arya membenarkan.
"Mari kita cari sumber jeritan itu."Melati menyunggingkan senyum manis. Sesaat kemudian, sepasang muda-mudi itu mulai melakukan pencarian. Mereka mencari dengan lambatkarena mereka tidak tahu arah yang harus ditempuh. Sambil menindakkan kaki,pendengarannya dipasang tajam-tajam. Itu dilakukan karena sepercik harapan yangbergayut di hati. Barangkali saja jeritan itu kembali terdengar.
Cukup lama juga pasangan pendekar muda itu mencari. Tak jarang mereka harusmemapas semak-semak yang menghalangi jalan mereka.
Sampai akhirnya....
"Melati...," sapaan Arya membuat gadis berpakaian putih itu menoleh.
"Ada apa, Kang?" tanya Melati ingin tahu. Gadis itu tahu Arya tidak akanmemanggilnya bila tidak ada sesuatu yang ingin diberitahu.
"Lihat itu, Melati," jawab Arya menudingkan telunjuknya ke tanah.
Melati mengarahkan pandangan ke arah yang ditunjuk kekasihnya.
Gadis itu melihatnya. Ada lekukan selebar dua jari di tanah tidak tertutuprumput. Lekukan itu memanjang. Jumlahnya tidak satu, tapi dua. Jarak antarakeduanya terpisah sekitar setengah tombak.
"Bukankah ini bekas gilasan roda kereta, Kang?" duga Melati meminta pendapatkekasihnya.
"Benar, Melati," jawab Arya menganggukkan kepala.
"Berarti mulai ada titik terang yang dapat membantu kita menuju sasaran, Kang."
"Kira-kira begitu, Melati," Arya memberikan persetujuan.
"Aku yakin bekas rodakereta ini mempunyai hubungan dengan asal jeritan yang sedang kita selidiki."
"Benar, Kang," dukung Melati atas dugaan Arya, "Bahkan aku mempunyai dugaan."
"Dugaan" Apa, Melati" Katakanlah, jangan ragu-ragu," timpal Arya memberidorongan.
"Jeritan yang kau dengar berasal dari orang yang menaiki kereta ini. Diamenjerit karena dicegat perampok-perampok"!" urai Melati.
Arya mengangguk-anggukkan kepala. Tampaknya pemuda itumenyetujui dugaan yang diajukan Melati.
"Sekarang titik terang telah berhasil kita dapatkan. Melati. Hanya saja yangmenjadi tanda tanya, arah mana yang harus kita tempuh" Ingat, kita tidak lahuarah yang ditempuh kereta kuda ini. Yang jelas salah satunya adalahtempat asal kepergiannya. Jadi, jangan sampai kita salahmemilihnya. Kupercayakan padamu arah yang harus kita tempuh. Bagaimana, Melati.
Mana arah yang harus dipilih?"Mendapat kepercayaan itu, Melati tidak berani bertindak sembarangan. Disadarinya kalau arah yang diambil benar, mereka akan menemukanpemilik suara itu. Bahkan bukan tidak mungkin dapat menyelamatkannya.
Itu sebabnya Melati tidak segera menjawab. Diperhatikannyaguratan roda kereta itu beberapa saat. Melati berjongkok untuk melihat lebihjelas tanda-tanda yang ada. Beberapa saat kemudian, Melati berhasil menetapkanpilihan.
"Kupilih yang ini, Kang!" tunjuk Melati.
"Kalau begitu, mari kita bergegas!" sambut Arya cepat.
Pemuda berambut putih keperakan itu tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkantanggapan atas ajakannya. Melati langsung melangkah lebar mengikuti jejak-jejakyang terlihat. Arya dan Melati harus berhati-hati sekali. Bebarapa kali jejak roda kereta itutidak tampak. Bahkan tidak berbekas sama sekali ketika melewati tanah berumputtebal. Tapi syukurlah berkat keuletan mereka pencaharian itu sampai pada tempatSangkala melakukan penghadangan.
"Kakang! Lihat...!" seru Melati sambil menudingkan jari telunjuk kanannya kedepan. Sebenarnya tanpa diberitahu, Arya melihat semua itu. Pemandangan itu demikian mencolok! Sehingga meskipun jarak mereka masih sepuluhtombak, telah terlihat cukup jelas.
Cukup menggiriskan hati, pemandangan yang terpampang dihadapan sepasang pendekar muda berwajah elok itu. Mayat-mayat anggota PerguruanHarimau Terbang berserakan di sana-sini dalam keadaan mengenaskan. Sementara takjauh dari situ tampak sebuah kereta dengan binatang penghelanya yang masihberdiri kaku seperti patung.
Melati yang mempunyai watak tidak sabarar, segera mengayunkan kaki mendekatitempat bergeletakannya mayat-mayat itu. Tapi...
"Tunggu, Melati!" teriakan itu membuat Melati menghentikan maksudnya. DitolehnyaArya dengan sorot mata penuh pertanyaan.
"Jangan bertindak gegabah. Siapa tahu pelaku semua kekejian ini belum pergi!"Arya menjelaskan maksud cegahannya.
Melati terdiam. Ada kebenaran yang tidak bisa dibantah dalamucapan kekasihnya. Maka meskipun kakinya tetap diayunkan mendekati tempat mayatmayat itu tergolek, tindakannya lebih berhati-hati.
Bukan hanya gadis berpakaian putih itu saja yang bersikapwaspada. Dewa Arak pun demikian. Sekujur otot dan urat saraf mereka menegang.
Pendengaran dan penglihatan mereka dipasangsetajam mungkin, siap menghadapi segala kemungkinan.
Tapi tindakan hati-hati yang dilakukan sepasang pendekar muda itu sia-sia.
Sampai mereka berada dekat dengan mayat Kulana serta rekan-rekannya, kejadianyang tidak diharapkan tidak terjadi. Keadaan tetap aman.
"Bagaimana, Kang" Apa yang dapat kau simpulkan dari mayat-mayat ini?" tanyaMelati tetap dengan sikap waspada.
Dewa Arak tidak segera memberikan tanggapan. Pemuda itutercenung beberapa saat mencari jawaban.
"Tidak banyak, Melati. Tapi yang jelas dugaanmu harus diperbaiki.
Tidak benar orang-orang ini terbunuh karena dicegat perampok."
"Yaaah...!" desah Melati pelan.
"Rasanya kau benar, Kang. Mayat-mayat itusepertinya berasal dari satu kelompok. Kurasa kepandaian mereka cukup tinggi.
Jadi andaikata yang melakukan penghadangan perampok-perampok hutan ini, sudahpasti bila terjadi perkelahian di antara mereka ada yang tewas! Padahalkenyataannya tidak. Berarti bukan perampok yang telah mencegat perjalanankelompok ini"
"Aku pun menduga demikian, Melati," dukung Arya, "Kalau tidak satu tentu adabeberapa tokoh rimba persilatan yang mencegat perjalanan mereka. Karena lawanterlalu kuat, mereka dapat dibinasakan."
"Aku setuju dengan dugaanmu, Kang. Kukira pun demikian!" seru Melati keras.
Dewa Arak hanya mengangkat bahu, "Sekarang tinggal satu lagi yang belum kitaperiksa yaitu kereta! Aku yakin orang yang berada di dalam kereta merupakantokoh penting. Buktinya dia dikawal!"
"Apakah dia pun mengalami nasib serupa. Kang"!"
"Jawaban itu hanya bisa diperoleh kalau kita menyelidiki kereta itu, Melati,"ucap Arya. Melati sekilas mengalihkan pandangan ke arah kereta kuda,"Sepertinya tidak ada kehidupan di sana. Jangan-jangan orang yang berada didalam kereta telah tewas. Lihat saja keadaan pintunya"!"Arya diam saja. Apa yang dikatakan Melati benar. Tidak ada tanda kehidupan darikereta kuda itu. Meskipun demikian, Dewa Arak dan Melati tetap mendekati kereta.
Masih dengan sikap hati-hati. Maka....
"Kosong..."!" desis Arya dan Melati hampir bersamaan ketika telah berada tepatdi samping kereta"Hm...!"Dewa Arak bergumam sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Diperhatikannya pintu kereta yang sudah tidak berdaun lagi. Tanpa ada yangmenceritakan pun sudah bisa ditebak peristiwa yang telah terjadi.
"Isi kereta ini seorang wanita, Kang," ujar Melati. Melihat kekasihnya tercenungdengan pandangan tertuju pada bagian dalam kereta.
"Yah...," sahut Arya mendesah seraya mengangkat wajahnya.
"Dialah yang berteriak-teriak minta tolong. Karena jaraknya terlampau jauh,tidak terdengar jelas."Kali ini Melati tidak memberikan tanggapan. Gadis itu berdiam diri.
"Kita semakin mendekati sasaran, Melati. Mari teruskan pencarian kita...,"sambung Arya seraya mengayunkan langkah meninggalkan tempat itu. Tanpa membantahMelati segera mengayunkan langkah, mengikuti Arya yang telah melangkah lebihdulu.
***
Sepasang pendekar itu melakukan pencarian dengan penuhseksama. Tak jarang semak-semak yang lebat dikuak. Mata mereka diedarkan ke sanakemari. Pendengarannya pun dipasang setajam mungkin agar dapat mendengar bunyisepelan apa pun. Kesabaran serta kerja keras Dewa Arak dan Melati ternyata tidaksia-sia.
"Ah...!"Arya mengeluarkan seruan. Tapi lebih tepat keluhan. Suara yang dikeluarkandemikian pelan dan dibarengi dengan menundukkan wajah.
Tentu saja tindakan Arya membuat Melati merasa heran.
Pandangannya diarahkan ke tempat pemuda berambut putih keperakan tadi memandang.
Dan....
"Ikh...!"Jeritan kaget langsung keluar dari mulut Melati. Tanpa sadartangan kanannya ditutupkan ke mulut.
Memang tidak aneh kalau Melati sampai demikian terkejut danArya menundukkan kepala! Tidak jauh dari mereka, dalam jarak sekitar tigatombak, terpampang tubuh seorang gadis berpakaian hijau dalam keadaanmengerikan. Betapa tidak" Tubuhnya menempel di sebatang pohon besar dengan kedudukan tangandan kaki merentang, Keadaannya amat menggiriskan hati! Hampir sekujur tubuhnyadipenuhi darah oleh luka-luka sayatan.
Bahkan warna pakaiannya sebagian besar telah berganti merah karena noda darah.
Itu pun kalau masih bisa disebut pakaian. Karena sudah robek di sana-sani.
Keadaan gadis berpakaian hijau itu lebih mendekati orang yang tidak berpakaian.
"Biadab!"Setelah terdiam beberapa saat karena perasaan hatinya yangterguncang, keluar juga sebuah makian Melati. Tarikan wajah dan sorot matanyamemancarkan kemarahan yang sangat.
"Keji!" sambung Arya geram, "Siapa pun pelakunya, dia tidak pantas dibiarkanhidup lebih lama!"Dengan perasaan marah berkobar di dada, Arya dan Melatimenghampiri. Jarak yang cukup jauh membuat mereka tidak dapat melihat mengapatubuh gadis berpakaian hijau itu dapat menempel di batang pohon.
Hanya dalam beberapa langkah pasangan pendekar muda itu dapat mengetahuikenyataan itu membuat kemarahan mereka semakin bergejolak.
"Iblis!"Hampir bersamaan makian itu keluar dari mulut Arya dan Melati.
Itu terjadi ketika keduanya telah melihat mengapa tubuh gadis malang itu dapatmenempel pada batang pohon! Pada kedua telapak tangan dan kakinya ditancapkanranting sebesar ibu jari yang tembus hingga ke batang pohon! Keji!"Kalau aku tidak dapat menemukan dan membasmi iblis keji ini, biar aku matisaja!" janji Arya sungguh-sungguh. Untuk pertama kalinya Dewa Arak mengambilkeputusan akan membunuh calon lawannya.
Padahal tokoh itu belum dilihatnya.
"Kau benar, Kang. Tanganku pun sudah gatal ingin segeramencekik hancur batang leher iblis keji itu!" sambung Melati tidak kalahgeramnya.
"Nanti itu akan kita lakukan, Melati. Sekarang yang paling penting menguburkanmayat gadis itu! Lakukanlah, Melati," perintah Arya.
"Ah...!" Dewa Arak berseru tertahan.
Melihat perubahan wajah kekasihnya, Melati mengarahkanpandangan ke tempat pemuda berambut putih keperakan tadi memandang.
Dan....
"Ikh...!" Jerit Melati terkejut saat melihat mayat seorang gadis yang sekujurtubuhnya dipenuhi darah bekas luka-luka sayatan!Gadis berpakaian putih segera melaksanakan perintah kekasihnya.
Hanya dengan sekali hentakan tubuhnya melayang ke atas! Entah bagaimana caranyagadis itu melakukan, tapi begitu tubuhnya melayang turun, di tangannyaterpondong tubuh gadis berpakaian hijau.
Jliggg! Ringan laksana sehelai daun kering Melati menjejakkan keduakakinya di tanah. Kemudian bersama-sama Arya dicarinya tempat yang cocok untukmenguburkan gadis berpakaian hijau yang malang itu.
Baik Arya maupun Melati tidak tahu kalau gerak-gerik merekadiperhatikan seekor kelelawar! Kalau diperhatikan memang aneh! Mungkinkah ada kelelawar berkeliaran di siang hari" Jawabannya adalah mustahil!Tapi karena kelelawar itu penjelmaan Sangkala, ketidakmungkinan itu bisa saja terjadi.
Kelelawar hitam itu terus mengawasi perbuatan pasangan pendekar muda itu. Bahkansampai Melati menguburkan mayat gadis berpakaian hijau. Sepasang matanyaberpijar ketika mendengar ucapan Melati seusai menguburkan mayat gadis itu.
"Siapa pun dirimu, aku berjanji akan membalas sakit hatimu. Akan kucari pelakutindak kekejian ini!" ucap Melati sambil mendongakkan wajah.
"Hhh...!"Arya menghela napas berat mendengar ucapan kekasihnya. Tidakdicegahnya Melati mengucapkan janjinya. Pemuda itu tahu Melati merasa geram padapelaku kekejian itu. Dia pun dilanda perasaa yang sama.
Perlahan-lahan ditepuk-tepuknya pundak Melati untuk memberi ketabahan hati.
Gadis berpakaian putih itu menoleh menatap wajah Arya sejenak.
Kemudian wajahnya dijatuhkan di pelukan kekasihnya. Pemuda berambut putihkeperakan itu mengusap-usap kepala Melati penuh kasih.
"Mari kita cari pelaku kekejian ini, Melati. Aku yakin dia belum pergi jauh.
Darah gadis yang malang itu masih hangat," ajak Arya pelan.
Melati hanya bisa menganggukkan kepala. Sesaat kemudianpasangan pendekar muda itu melangkah meninggalkan tempat itu!
4
"Cit, cit, cit!"Diiringi suara mendecit nyaring, kelelawar berbulu hitam meluncur turun daripohon tempatnya bertengger. Binatang malam itu turun ketika Arya dan Melatitelah jauh meninggalkan tempat itu.Bluppp! Bunyi letupan pelan terdengar. Disusul dengan munculnya asapputih yang cukup tebal. Sebelum asap itu sirna dari pandangan, berdiri tegakseorang pemuda berpakaian putih yang tidak lain Sangkala! Pemuda itu menatapkuburan gadis berpakaian hijau dengan sinar mata yang sulit diartikan.
"Kau korban pertamaku, Wanita Sundal! Masih banyak lagi wanita lain yang akanbernasib sama sepertimu," desis Sangkala dengan nada kejam sehingga terdengarmenyeramkan. Yang lebih menyeramkan lagi suara itu dikeluarkan tanpamenggerakkan bibir sedikit pun! Dari sini bisa diduga ketinggian ilmu pemudaberpakaian putih itu. Hanya orang-orang yang berkepandaian tinggilah yang mampumelakukan hal itu.
"Trijati..., sebenarnya kaulah yang harus jadi korban pertamaku,"desis Sangkala masih tanpa menggerakkan bibir. Tapi biarlah kau menjadi korbanberikutnya. Mengucapkan nama Trijati membuat Sangkala teringat akankejadian beberapa bulan lalu. Kejadian yang membuatnya tersesat ke BukitKematian.
***
Seketika itu pula muncul dorongan kuat di hati Sangkala untuk melakukan hal yangtidak pantas. Dia tahu di sungai itu ada wanita-wanita sedang mandi. Dengandetak jantung yang lebihcepat Sangkala menghampiri asal suara itu. Pemuda berpakaian putih itu tampak hati-hati sekali.
Dia tidak ingin tindakannya diketahui.
Usaha Sangkala tidak sia-sia. Pemuda itu berhasil mencapai tempat yangdiinginkan untuk melakukan tindakan tidak pantasnya. Sangkala bersembunyi dibalik sebuah batu besar dan mengintai ke sungai. Deggg!Dada Sangkala bagai diseruduk kerbau liar ketika melihatpemandangan yang terpampang di hadapannya. Dua orang gadis tengah mandi disungai dalam keadaan bugil!Dalam keremangan suasana dini hari tampak cukup jelas lekuk lekuk tubuh dua gadis itu. Dengan susah payah Sangkala menelan ludah membasahitenggorokannya yang mendadak terasa kering. Dua gadis itu dikenalnya betul.
Mereka adalah kembang-kembang desanya Desa Kawung.
Wulan dan Widuri nama gadis itu.
Sangkala merayapi tubuh Wulan dan Widuri dengan lahap.
Memang diam-diam Sangkala menaruh hati pada kembang-kembang Desa Kawung itu.
Sayangnya Sangkala bukan termasuk lelaki yang berani mendekati wanita. Tambahanlagi wajahnya tidak bisa diandalkan. Sangkala berwajah buruk. Kulitnya hitam danwajahnya dipenuhi bopeng. Tak aneh jika gadis-gadis, apalagi Wulan dan Widuri,tidak pernah menghiraukannya.
Itu sebabnya kesempatan bagus itu tidak disia-siakan Sangkala.
Akibat selanjutnya pun harus ditanggung. Sangkala merasa napasnya mulai memburu.
Pikiran-pikiran jelek bermunculan di benaknya.
Meskipun demikian maksud jelek itu hanya sampai di pikiran,tidak sampai pada pelaksanaan. Sangkala adalah murid Perguruan Banteng Putih,sebuah perguruan silat aliran putih. Pemuda itu telah mendapat didikan menjadiseorang pendekar.
Karena itu, betapa pun keinginan melaksanakan pikiran-pikiran yang ada dibenaknya demikian besar, Sangkala tidak mau melakukannya.
Apalagi terhadap kedua orang gadis yang dikenalnya.
Rasanya keadaan akan berlangsung seperti itu jika saja tidak terjadi sebuahperistiwa yang mengejutkan hati. Tanpa sengaja kaki Sangkala menyentuh sebuahbatu. Sialnya batu itu bulat dan terletak di tempat yang tidak memungkinkannyadiam bila tersenggol!Dengan diiringi bunyi riuh rendah, batu itu menggelinding ke arah sungai. TempatSangkala bersembunyi letaknya memang lebih tinggi dari sungai. Tak heran bilabatu itu menuju ke sana.
Bunyi yang cukup berisik itu menarik perhatian Wulan danWiduri. Keduanya segera menghentikan kesibukan dan memandangberkeliling. Tubuh mereka direndam ke dalam sungai. Sekarang yang me-nyembuldari permukaan air mulai dari bagian dada atas. Dugaan jelek muncul di benak duakembang Desa Kawung itu.
"Siapa di situ" Cepat tunjukkan diri!" seru gadis yang bertahi lalat di pipi.
Itulah Widuri.
"Benar! Kalau tidak, kami akan berteriak! Biar orang-orang desa datang danmenangkapmu!" timpal Wulan mengancam.
Ucapan itu terpaksa dikeluarkan Wulan ketika telah menunggubeberapa saat tidak ada tanda-tanda munculnya sosok tubuh yang mengintai.
Sementara itu Sangkala mulai bingung. Diam-diam disesalinya keberadaan batu itu.
Kalau tidak, Wulan dan Widuri tidak akan curiga.
"Kuhitung sampai tiga!" sambung Wulan "Bila tidak mau menunjukkan diri, kamiakan berteriak agar orang-orang desa kemari."Karuan saja ucapan Wulan membuat Sangkaia semakin kelabakan.
Perasaan gelisah melanda hatinya. Dia khawatir Wulan dan Widuri melaksanakanancamannya. Dapat dibayangkan betapa malu dirinya nanti.
Sementara itu Wulan mulai menghitung.
"Satu..., dua..., ti...!"
"Tunggu!"Sangkala menunjukkan diri. Pemuda berwajah bopeng itu akhirnya mengambilkeputusan seperti itu. Di benaknya telah dirancang alasan-alasan yang akandikemukakan karena keberadaannya di tempat itu. Tentu saja dia mengharapkankedua gadis manis itu mau mengerti. Tapi harapan Sangkala tampaknya tidakterwujud.
"Kau..."! Jadi kau yang telah mengintip kami mandi"!" tanya Wulan tanpamenyembunyikan rasa jijiknya.
"Cihhh! Manusia tak tahu diri! Apa kau tidak bercermin"! Dasar Kadal Buduk!"timpal Widuri tak kalah kasar.
"Cepat pergi dari sini, Binatang!" usir Wulan tanpa kenal rasa kasihan.
"Benar! Cepat pergi! Atau... kau ingin kami panggil orang-orang desa kemari?"ancam Widuri. Sangkala hanya berdiri terpaku. Untung saja suasana masihremang-remang. Kalau tidak, akan terlihat jelas betapa wajahnya berubah-ubah.
Sebentar merah sebentar putih.
Sangkala sungguh tidak menyangka akan seperti ini sambutanyang diterimanya. Pemuda itu menyadari kesalahannya dan keburukan rupanya. Tapitidak berarti seenaknya saja orang mempermalukan dirinya.
Sangkala mempunyai perasaan yang peka. Tak heran jika dia tersinggung bukan mainmendapat perlakuan seperti itu.
Rasa sakit hati membuat otaknya tidak dapat berpikir jernih. Yang ada dibenaknya hanya satu, membalas sakit hati ini! Itu sebabnya pemuda itu bukannyamenyingkir malah menghampiri Wulan dan Widuri. Tentu saja tindakan Sangkalamembuat kedua gadis manis itu kaget. Mereka saling pandang dengan perasaangugup.
"Pergi kau, Kadal Buduk!" maki Widuri.
"Benar! Pergi, manusia tak tahu diri!"Tapi Sangkala tidak mempedulikan ucapan kedua kembang desaitu. Kakinya tetap diayunkan menghampiri kedua gadis itu. Mulutnya mendesiskanancaman, "Orang-orang seperti kalian memang harus diberi pelajaran biar tidak seenaknyamenghina orang...."Melihat Sangkala terus saja menghampiri, Widuri dan Wulan jadi ketakutan. Merekamerasa ada bahaya mengancam. Tanpa mempedulikan keadaan tubuh yang polos,keduanya saling mendahului berlari ke darat sambil berteriak-teriak mintatolong.
"Tolooong...! Tolooong...!"Suasana dini hari yang hening pun pecah oleh suara teriakanWulan dan Widuri. Hingga Sangkala merasa khawatir. Pemuda itu takut sebelummaksudnya terlaksana, para penduduk Desa Kawung telah datang lebih dulu. Makadiputuskannya untuk bertindak cepat.
Dengan beberapa kali lesatan, Sangkala telah menghadang jalan Wulan dan Widuri.
Itu tidak aneh. Kedua kembang Desa Kawung itu tidak mempunyai kemampuan beladiri seperti halnya Sangkala. Dan sebelum Widuri dan Wulan menyadari sepenuhnyaapa yang terjadi, tangan Sangkala telah bergerak menotok.
Tuk, tukkk! "Akh!"Disertai keluhan lirih, tubuh mereka terkulai lemas. Sudah dapat dipastikantubuh keduanya akan jatuh kalau Sangkala tidak segera menangkapnya.
"Sebentar lagi kalian akan menerima akibat kesombongan sikap kalian," desisSangkala tajam penuh ancaman.
Kemudian Sangkala melesat pergi dengar membawa tubuh keduagadis manis itu di bahunya. Dengan beberapa kali lesatan tubuh Sangkala lenyapditelan keremangan pagi.
Brukkk! Brukkk!Tanpa merasa kasihan sedikit pun Sangkala melemparkan keduatubuh molek itu di tanah. Untunglah ada lapisan jerami yang cukup tebal sehinggaWulan dan Widuri tidak terlalu merasa sakit.
"Hhh...!"Sangkala menyandarkan punggungnya ke dinding. Saat ini diabersama dua kembang Desa Kawung berada di tempat persembunyian yang ditemukanSangkala secara tidak sengaja. Sebuah goa batu yang cukup besar dan terletak didalam Hutan Randu. Letaknya cukup tersembunyi karena tertutup kerimbunan semaksemak dan ilalang yang lebat.
Sangkala yakin tidak ada orang yang mengetahui tempatpersembunyiannya. Dengan demikian, dia aman tinggal di sini. Disadarinya kalaumulai saat ini dirinya menjadi buron. Penduduk Desa Kawung tentu mencarinya.
Gurunya pun tidak akan tinggal diam. Ketua Perguruan Banteng Putih itu pastimarah besar! Sudah pasti Ki Ageng Sora, gurunya, akan mengutus anggota PerguruanBanteng Putih untuk mencarinya.
Keyakinan bahwa tempatnya tidak akan bisa ditemukan membuatSangkala mengalihkan perhatian pada tubuh Widuri dan Wulan yang tergolek dalamkeadaan tanpa sehelai benang pun. Seketika itu nafsu bifahi Sangkala kembalibangkit. Dengan napas agak memburu dan langkah lebar didekatinya Wulan danWiduri. Sementara kedua kembang Desa Kawung dilanda rasa takut yangsangat. Mereka menyadari bahaya mengerikan yang tengah mengancam.
Sayang tidak ada yang dapat mereka lakukan kecuali menatap Sangkala denganngeri.
"He he he...!"Sangkala terkekeh. Terlihat jelas pemuda berwajah bopeng itugembira. Itu memang tidak salah! Sangkala gembira melihat sorot kengerian dalamwajah maupun sinar mata Wulan dan Widuri. Padahal biasanya wajah dan sinar matakedua gadis itu selalu penuh hinaan dan cemoohan bila menatap ke arahnya.
"Sekarang akan kalian rasakan pembalasanku, Wanita-wanita Sombong!" ujarSangkala bergetar penuh dendam, "Mau atau tidak kalian harus menurutikeinginanku!"Usai berkata, dengan penuh nafsu Sangkala menindih tubuhWulan. Dengan kasar diciuminya sekujur tubuh gadis itu. Tidak hanya itu.
Kedua tangannya bergerak liar ke sana kemari! Meremas apa yang dapat diremasdengan kasar! Tidak ada yang dapat dilakukan Wulan untuk mencegah tindakanSangkala. Tubuhnya terasa lemas. Bahkan gadis itu tidak mampu mengeluarkan suarakarena Sangkala telah menotok urat bicaranya. Yang dapat dilakukan Wulan hanyamenangis tanpa suara. Menangis karena takut bahaya yang tengah mengancamnya dantindakan Sangkala yang kasar.
Semua kejadian itu disaksikan Widuri dengan perasaan ngeri.
Disadarinya nasib yang dialami Wulan akan menimpanya pula. Ingin rasanya diamenjerit sekeras-kerasnya. Tapi, sayang itu tidak dapat dilakukan. Karena tidaktahan melihat pemandangan yang terpampang di hadapannya, Widuri memejamkan mata.
Memang Widuri tidak mengalami kesulitan untuk memejamkanmata. Tapi, tidak demikian dengan telinga. Gadis itu tidak mampu menutuppendengarannya. Hingga Widuri mendengar kegaduhan yang berada di dekatnya.
Kegaduhan yang tercipta di saat Sangkala menggumuli Wulan.
Sebenarnya suara gaduh itu tidak dapat terjadi. Urat bicara Wulan telah ditotoksehingga tidak dapat mengeluarkan suara. Jangankan rintihan atau makian, bisikanpun gadis itu tidak mampu. Tapi karena Sangkala tidak dapat menahan diri, suaraitu terjadi. Dalam menikmati tubuh Wulan, dari mulut Sangkala keluar bunyi riuhrendah seperti kucing kelaparan diberi ikan!Kegaduhan yang berasal dari mulut Sangkala yang tidak dapatdicegah Widuri masuk ke telinga. Sehingga meskipun tidak melihat kejadiannya,Widuri tetap merasa tersiksa.
Apalagi kegaduhan itu berlangsung lama. Sepertinya Sangkalatidak berniat segera mengakhiri permainannya. Dan ketika Widuri sudah hampirtidak kuat terus-menerus memejamkan mata, kegaduhan itu baru berakhir. Inimembuat Widuri merasa ngeri!Terhentinya kegaduhan itu pertanda Sangkala telah menyelesaikan kebiadabannya.
Berarti kegadisan Wulan telah dilahapnya. Kini gilirannya hanya tinggal menungguwaktu! Kalau saja dapat, ingin rasanya Widuri membunuh diri! Tapi apa daya"Gadis itu tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya.
Dugaan Widuri ternyata tidak meleset. Dirinya pun tidak luput dari kebiadabanSangkala. Sama seperti Wulan, Widuri tidak mampu berbuat apa-apa. Yang dapatdilakukannya hanya mengucurkan air mata tanpa suara, diiringi jeritan pilu dihati! Berbeda dengan Widuri dan Wulan, Sangkala yang telah gila oleh amukan nafsubirahi dan rasa sakit hati malah bergembira! Tanpa rasa kasihan sedikit pundijarahnya sekujur tubuh kedua gadis kembang Desa Kawung dengan tidak pernahmerasa puas. Kesenangan membuat Sangkala lupa diri. Yang ada di benaknyahanya memuaskan nafsu birahi! Tidak dipikirkannya kemungkinan penduduk DesaKawung menemukan tempat persembunyiannya. Telah dua hariberlalu tidak ada tanda-tanda orang mendekati tempat persembunyiannya, membuat pemuda itu merasa tenang.
Bagaimana mungkin orang dapat menemukan tempat persembunyianku" Pikir Sangkala meremehkan. Dia tidak pernah keluar daritempatnya! Makanan dan minuman tersedia di situ. Meskipun hanya buah-buahan danair gunung! Di goa itu memang banyak terdapat pohon buah.
Sebenarnya tempat persembunyian Sangkala tidak pantas disebut goa. Jalanmasuknya memang berbentuk goa dengan garis tengah satu tombak. Tapi panjangnyahanya sekitar sepuluh tombak. Setelah itu lorong berakhir, berganti denganruangan persegi panjang berukuran cukup luas.
Masing-masing sisi dibatasi tebing tinggi dengan atap langit.
Di ruangan luas itulah tumbuh berbagai jenis pohon dan terdapat sebuah danaukecil. Tempat yang dipilih Sangkala adalah dinding tebing tempat lorong goa. Disitu terdapat celah yang cukup luas. Jadi tempat yang dipilihnya beratapkandinding tebing.
Karena berada di lekukan tebing, tempat Sangkala cukupterlindung. Baik dari sinar matahari maupun hujan. Hanya saja tidak terlindungdari hembusan angin. Perasaan yakin yang sangat akan keamanan tempatnyamenyebabkan Sangkala dapat bersenang-senang dengan tenang.
Demikian pula siang itu. Setelah puas menikmati tubuh Widuri, entah untuk yangke berapa, dan beristirahat sejenak, Sangkala segera beranjak mendekati pohonjambu untuk menikmati makan siang. Dalam beberapa langkah, pemuda itu telahberada di dekat pohon jambu air yang berwarna putih. Lincah laksana kera diamemanjat kemudian memetiki buahnya dan ditaruh dalam kantung yang telahdisiapkan. Sehabis memetik jambu, seperti biasa, Sangkala akan memandikan Wulan dan Widuri,lalu memberinya makan. Tentu saja Sangkala membebaskan totokannya agar keduakembang Desa Kawung itu dapat makan.
Tapi siang ini, di saat Sangkala tengah sibuk memetik jambu,penduduk Desa Kawung yang dipimpin Ketua Perguruan Banteng Putih dan Kepala DesaKawung telah berhasil menemukan goa yang terlindung semak-semak itu. Setelah duahari mereka menjelajahi seluruh penjuru hutan.
"Aku yakin dia berada di sini, Ki Rawung," ucap Ki Ageng Sora, Ketua PerguruanBanteng Putih, sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah goa yang berada takjauh di depan mereka.
Ki Rawung, Kepala Desa Kawung, bertubuh kecil kurus itu tidak segera menanggapiucapan Ki Ageng Sora. Ditatapnya wajah Ketua Perguruan Banteng Putih itusejenak.
"Bagaimana kalau Sangkala tidak berada di sini, Ki Ageng"!"tanya Ki Rawung merasa tidak yakin.
"Kalau demikian, aku tidak tahu lagi harus mencari ke mana, Ki.
Hampir seluruh isi hutan ini telah kita jelajahi!" Ki Ageng Sora menghentikanucapannya sejenak untuk mengambil napas. Benaknya diputar mencari kata-kata yangtepat untuk melanjutkan uraiannya.
"Sementara murid-muridku yang kusebar untuk menanyakankepada penduduk sekitar, barangkali melihat ke mana murid murtadku itu kabur,mendapat jawaban yang tidak memuaskan! Tidak ada seorang pun yang melihatSangkala! Jadi kesimpulanku, Sangkala ada di hutan ini. Aku yakin di goa inilahSangkala bersembunyi!" tandas Ki Ageng Sora sangat yakin.
Raut keyakinan tampak jelas pada wajah dan sepasang mata lelaki yang memilikipotongan kurang cocok untuk menjadi seorang ketua perguruan silat itu. Betapatidak" Tubuh kakek itu tinggi kurus. Bahkan terlalu kurus hingga mirip batangbambu. Kulitnya yang hitam berkilat tampak semakin hitam karena terbungkuspakaian serba putih. Sepasang matanya menjorok jauh di dalam rongganya, miripmata orang yang penyakitan.
Tapi justru sepasang mata itulah yang menjadi bukti bahwa KiAgeng Sora bukan orang sembarangan. Matanya tajam berkilat. Sikapnya punterlihat berwibawa. Tarikan wajah maupun nada bicaranya membuat orang yangmendengarnya merasa segan.
Hal demikian pula yang dialami Ki Rawung. Mendengar uraian Ki Ageng Sora, KepalaDesa Kawung itu tidak membantah lagi. Dia hanya mengangkat bahu dan menyerahkan keputusan itu pada Ki Ageng Sora. Dan lelaki tinggi kurus itu tidak membuangbuang waktu dengan berdiam diri di situ.
"Mari kita masuk. Tapi ingat, hati-hati. Barangkali saja ada jebakan didalamnya," beritahu Ki Ageng Sora.
Maka dengan dipimpin Ketua Perguruan Banteng Putih, rombongan penduduk Desa Kawung dan murid-murid Perguruan Banteng Putihberbondong-bondong masuk ke dalam goa.
Ki Ageng Sora yang berada paling depan bertindak sangat hatihati. Sementara di belakangnya berbaris satu-satu Ki Rawung, murid-muridPerguruan Banteng Putih, serta para penduduk Desa Kawung.
Tidak berapa lama kemudian Ki Ageng Sora melihat sinar terang.
Sebagai seorang yang kenyang pengalaman dia segera tahu, di sana terdapat dunialuar. Dengan kata lain, goa tersebut berakhir di sana.
Setelah melangkah beberapa tindak lagi, Ketua Perguruan Banteng Putih telahberada di bagian akhir lorong goa. Sesampainya di sana, wajah Ki Ageng Soraberubah hebat. Wajahnya menampakkan rasa kagetnya yang sangat. Tapi meskipunbegitu kakinya tetap dilangkahkan.
5
Widuri, Wulan....Panggilan itu hanya dikeluarkan Ki Ageng Sora dalam hati. Dia khawatir ucapanitu akan didengar Sangkala yang diyakininya berada di dekat situ.
Di samping itu, Ketua Perguruan Banteng Putih tidak inginmenimbulkan kegemparan pada rombongannya. Dikhawatirkan bila hal itu terjadiSangkala akan menyadari adanya bahaya dan mempergunakan kedua kembang desa itusebagai sandera.
Karena itu, begitu kakinya hampir meninggalkan lorong goa dan memasuki ruanganluas, tubuhnya dibalikkan. Dengan isyarat lelaki itu memberi tahu rombongan agartidak menimbulkan suara. Ki Ageng Sora juga memerintahkan agar isyarat yangdiberikannya diteruskan kepada yang lain. Hasilnya, isyarat itu disampaikansecara berantai.
Usaha Ki Ageng Sora tidak sia-sia. Ketika semua anggotarombongan melihat keadaan Wulan dan Widuri, sama sekali tidak terdengar seruankekagetan. Padahal raut wajah dan sorot mata mereka memancarkan keterkejutanyang sangat. Lagi-lagi dengan gerak isyarat, Ki Ageng Sora memerintahkansalah seorang muridnya untuk memberi penutup tubuh pada Wulan dan Wid Kemudianmembebaskan totokan yang membelenggu mereka. Tanpamenunggu lebih lama, orang murid Ketua Perguruan Banteng Putih segeramelaksanakan perintah itu.
Sementara itu, Ki Ageng Sora mengedarkan pandang ke sekeliling tempat itu. Hanyadengan sekali lihat dia dapat mengetahui tempat itu tidak mempunyai jalankeluar. Berarti Sangkala masih berada di tempat ini!"Itu dia...!"Seorang pemuda berwajah tampan serta gagah karena bentukrahangnya yang kokoh menunjuk ke satu arah. Seketika itu juga, semua pasang mataterarah ke sana. Dan mereka melihatnya! Sangkala tengah sibuk memetik jambu!Ternyata bukan hanya rombongan Ki Ageng Sora yang mendengarseruan pemuda berahang kokoh itu, Sangkala pun mendengarnya. Pemuda berwajahbopeng itu segera menoleh ke arah asal suara! Saat itu Sangkala memunggungitempat Ki Ageng Sora dan rombongannya berada.
Dapat dibayangkan betapa kagetnya Sangkala melihat rombonganitu. Disadarinya bahaya besar tengah mengancam. Tanpa menunggu, pemuda itusegera melompat dari pohon. Tak dipedulikannya buah-buah yang telah dipetiknyaberhamburan ke tanah.
Jliggg! Karena tergesa-gesa, Sangkala hampir jatuh tersungkur ketikamendaratkan kedua kakinya di tanah. Tapi itu tidak dipedulikannya.
Langsung saja dia berlari! Yang ada di benaknya hanya satu, menjauhi rombonganorang-orang itu!Sangkala tidak sempat berpikir kalau jalan untuk lolos sudah tidak ada lagi.
Jalan masuk yang sekaligus jalan keluar dari tempat itu telah dihadang rombonganpengejarnya! Melihat Sangkala melarikan diri, rombongan Ki Ageng Sora yang terdiri darimurid-murid Perguruan Banteng Putih dan penduduk Desa Kawung segera bergerakmengejar. Meskipun mereka tahu jalan untuk lolos sudah tidak ada lagi, tapikemarahan yang hebat membuat mereka tidak tahan menunggu lebih lama untukmenghukum Sangkala.
Kesudahannya sudah dapat diduga. Kejar-mengejar antara Sangkala dan rombongan Ki Ageng Sora pun terjadi. Dari sekian banyak anggotarombongan, hanya dua orang yang tidak ikut melakukanpengejaran. Mereka adalah Ki Ageng Sora dan Ki Rawung. Kedua sesepuh Desa Kawungitu hanya memperhatikan kejar-mengejar yang terjadi di depan mata mereka. Tidakterlihat tanda-tanda mereka akan melakukan tindakan pencegahan.
Sementara itu, jarak antara Sangkala dengan pengejarnya semakin dekat. Laripemuda berwajah bopeng itu agak terpincang-pincang. Rupanya lompatan yangdilakukan terburu-buru dari atas pohon dan tidak mendarat dengan benar membuatkakinya terkilir!"Mau lari ke mana, Manusia Bejat...!" seru seorang penduduk sambil mengamangamangkan goloknya.
"Jangan harap lolos dari tangan kami...!" sambung penduduk lainnya.
"Kau akan menerima balasan atas perbuatan kejimu, Sangkala!"teriak seorang murid Perguruan Banteng Putih.
"Kau akan kami bakar hidup-hidup...!" timpa yang lain.
"Siksa dia dulu sampai setengah mati...!"
"Ganyang...!"
"Cincang tubuhnya sampai hancur...!"Riuh rendah teriak para pengejar Sangkala. Hingga Sangkalasemakin ketakutan. Apalagi ketika disadari jaraknya dengan mereka semakinbertambah dekat. Perasaan takut dan cemas yang melanda pun semakin besar.
"Hih...!"Salah seorang murid Perguruan Banteng Putih yang sudah tidaksabar lagi menunggu saat melakukan hukuman melemparkan golok yang sejak tadidigenggamnya. Singngng...! Cappp!"Akh...!"Sangkala menjerit keras ketika golok yang dilemparkan muridPerguruan Banteng Putih yang bertubuh pendek gemuk itu menancap di bagianbelakang paha kanannya. Tubuh Sangkala langsung tersungkur.
Dan sebelum Sangkala bangkit, para pengejarnya telah menyusul dan mengurungnya.
Tapi anehnya mereka tidak segera menyerangnya.
Rupanya sengaja memberi kesempatan padanya untuk melakukan perlawanan.
"Bangun, Manusia Berhati Binatang!" seru pemuda berahang kokoh sangat geram.
Sangkala menggertakkan gigi. Kemudian dengan sekali sentak,dicabutnya golok yang menancap di paha kanannya. Darah membanjir keluar. Tapisesaat kemudian terhenti ketika Sangkala menotok jalan darah di sekitar luka.
Seusai mengurus lukanya, Sangkala mengalihkan perhatian kepada orang-orang yangmengurungnya. Pemuda itu tahu dirinya tidak mungkin akan mendapat pengampunan.
Maka diputuskannya untuk mengadakan perlawanan mati-matian. Setidak-tidaknyasebelum mati dia berhasil membawa beberapa orang di antara mereka untukmenemaninya ke akherat.
Orang pertama yang menerima tatapan Sangkala adalah pemudaberahang kokoh. Dia tahu siapa pemuda itu. Ranjita, putra Ki Rawung.
Setelah itu pandangannya diarahkan kepada murid Perguruan Banteng Putih yangbertubuh pendek gemuk. Bongara namanya, tatapan Sangkala penuh dendam!"Biar aku yang melenyapkan manusia binatang ini!" ujar Ranjita gagah.
"Tidak, Ranjita!" bantah Bongara.
"Biar aku yang membereskannya. Ingat! Dia adalah murid Perguruan Banteng Putih, jadi merupakankewajiban bagiku selaku saudara seperguruan untuk memberi hukuman!"
"Tidak adil!" selak seorang laki-laki setengah baya bertubuh tinggi kurus.
"Meskipun dia anggota Perguruan Banteng Putih, tapi yang menderita kerugian aku!Widuri adalah putriku! Jadi akulah yang berhak menghukumnya!"
"Aku juga! Wulan, yang menjadi korban kebiadabannya adalah anakku!" sambungpenduduk Desa Kawung lainnya.
Kemudian tanpa memberi kesempatan kepada Bongara dan Ranjita untuk menanggapi, orangtua Wulan dan Widuri segera meluruk ke arah Sangkala.
Senjata berupa kapak dan golok yang tergenggam di tangan mereka diayunkan ketubuh pemuda itu.
Wuttt! Melihat ancaman bahaya maut meluruk ke arahnya, Sangkala tidak tinggal diam. Meskipun sebelah kakinyaterluka, yang sedikit banyak me-ngurangi kelincahannya, tetapi pemuda itu tidakmengalami kesulitan mengelakkan serangan mereka. Kedua orang itu adalah pendudukdesa yang hampir tidak menguasai ilmu bela diri. Andaikata memiliki pun hanyasekadarnya. Tak aneh bila hanya dengan sebuah elakan sederhana, Sangkalaberhasil mengelakkan serangan-serangan itu. Tidak hanya itu saja. Begituberhasil mengelak, kaki kirinya bergerak berturut-turut melancarkan seranganbalasan! Bukkk, bukkk! "Akh!"Kedua orangtua kembang Desa Kawung itu memekik kesakitanketika tendangan Sangkala mendarat di paha mereka. Keras bukan main.
Tubuh mereka terjengkang ke belakang dan jatuh terguling-guling di tanah.
Karuan saja amarah penduduk semakin berkobar. Bagai diberiperintah, mereka menyerbu Sangkala dengan senjata di tangan.
***
Penduduk yang telah kalap itu tidak akan mau mendengarkan. Karena tidak inginikut mengeroyok mereka terpaksa berdiri menonton.
Sementara, Sangkala yang melihat ancaman bahaya maut ituberusaha melawan. Dengan golok di tangan, pemuda itu bertarung mati-matian.
Hebat bukan main tindakan Sangkala. Amukannya bagai macan luka. Meskipun diatelah terluka, tapi tetap mampu melakukan perlawanan sengit. Pada hal jumlahlawan tak kurang dari tiga belas orang. Pemuda itu dapat mengimbangi. Sangkalamampu mengelakkan setiap serangan lawan.
Bahkan melancarkan serangan yang jauh lebih dahsyat!Tidak sampai lima jurus dua lawannya terkapar dan terlempar dari kancahpertarungan terkena babatan goloknya. Kenyataan itu membuat teman-teman merekamenjadi geram bukan main. Orang-orang yang menonton pun dilanda perasaan sama.
"Keparat'" geram Ranjita penuh kemarahan.
"Kalau dibiarkan terus, manusia biadabitu bisa membunuh mereka semua!"
"Lalu..., apa yang akan kau lakukan" Ikut terjun dalam kancah pertarungan"Mengeroyok lawan yang terluka"!" tanya Bongara mengejek.
Wajah Ranjita langsung merah padam.
"Aku bukan orang seperti itu, Bongara! Kalau orang-orang dungu itu tidakmendahuluiku, tubuh manusia berhati binatang itu telah kujadikan dagingcincang!" "Ingin kulihat bukti ucapanmu, Ranjita," sambut Bongara meremehkan. Bongara sedikit pun tidak bermaksud membelaSangkala. Ucapannya itu dikeluarkan karena tidak senangnya akan kesombongan Ranjita.
Ucapan Ranjita yang mengatakan mampu mengalahkan Sangkala membuat Bongara tidaksenang. Sebab kepandaian Bongara boleh dibilang setingkat dengan Sangkala.
Kalau Ranjita sesumbar mampu mengalahkan Sangkala, bukankahitu sama saja Ranjita meremehkannya" Padahal hanya sampai di mana kepandaianputra kepala desa itu" Ranjita hanya belajar ilmu silat dari Ki Rawung!Mendengar tantangan Bongara, Ranjita yang memang sudahdibakar amarah jadi semakin kalap.
"Orang-orang dungu! Menyingkirlah kalian! Biarkan aku yang menghabisi nyawamanusia binatang itu!" teriak Ranjita keras.
Tapi sampai lelah berteriak-teriak, tidak ada tanggapan samasekali. Penduduk tetap melancarkan serangan terhadap Sangkala.
"Manusia-manusiadungu!" maki Ranjita geram menyadari seruannya tidak dipedulikan.
"Biar kalian semua tewas di tangannya!"Harapan Ranjita langsung terkabul. Belum juga gema ucapannyalenyap, terdengar jeritan menyayat hati. Disusul robohnya dua orang lawanSangkala. Kepala mereka terpisah dari tubuh ketika golok Sangkala menabas batangleher mereka.
"Keparat!" geram Ki Ageng Sora dan Ki Rawung hamirbersamaan. Mereka saling bertukar pandang.
"Tidak akan kubiarkan murid murtad itu semakin mencoreng nama Perguruan BantengPutih dengan darah penduduk Desa Kawung!" desis Ki Ageng Sora geram. Usaiberkata lelaki tinggi kurus itu memasukkan tangannya ke balik baju. Ketikadikeluarkan kembali tampak empat batang pisau di tangannya.
Tentu saja kelakuan Ketua Perguruan Banteng Putih tidak luput dari perhatian KiRawung. Namun Kepala Desa Kawung itu tidakmengatakan apa-apa. Dia yakin Ki Ageng Sora telah memikirkan masak-masaktindakannya. Maka lelaki kecil kurus itu diam saja.
Sementara itu, setelah memperhatikan kancah pertarungan sesaat, Ki Ageng Soramengibaskan tangannya. Seketika itu pula...,Sing, sing, sing...!Bunyi desing nyaring yang menyakitkan telinga terdengar ketika pisau-pisau itumeluncur ke arah Sangkala.
Bukan hanya Sangkala yang terkejut Bongara dan semua muridPerguruan Banteng Putih pun demikian. Mereka tidak menyangka gurunya akan turuntangan. Tapi keterkejutan yang melanda Bongara dan rekan-rekannya tidak sebesarSangkala. Saat itu dia baru saja mengelakkan serangan lawan-lawannya.
Keduduannya sangat tidak menguntungkan. Baik untuk menangkismaupun mengelak. Tapi meskipun demikian, Sangkala tidak mau menyerah begitusaja. Sedapat mungkin diusahakannya mengelak. Tapi..., Cap, cap, cap!"Akh!"Sangkala memekik kesakitan. Pisau-pisau itu mendarat di sasaran yang dituju KiAgeng Sora. Dua menancap di punggung atas. Kanan dan ki-ri. Sedangkan sisanyamenancap di paha atas bagian belakang. Juga di kanan dan kiri. Tubuh Sangkalalangsung ambruk di tanah. Tidak seperti sebelumnya. Kali ini pemuda berwajahbopeng itu tidak bisa bangkit lagi!Kesempatan itu tidak disia-siakan para pengeroyoknya. Dengansorot mata menyiratkan dendam, mereka mengayunkan senjata masing-masing. NyawaSangkala sudah dapat dipastikan akan melayang saat itu juga. Tapi sebelum halitu terjadi...,"Tahan...!"Suara bentakan keras yang mengandung pengaruh kuat membuatpenduduk Desa Kawung menghentikan gerakan mereka. Senjata-senjata yang beranekaragam jenis itu tertahan di udara.
Dengan penuh tanda tanya mereka mengalihkan pandangan ke arah Ki Ageng Sora.
Lelaki tinggi kurus itulah yang mengeluarkan cegahan tadi.
Ternyata bukan hanya penduduk Desa Kawung itu yang tercekam rasa heran. Ranjitadan seluruh murid Perguruan Banteng Putih pun menatap wajah Ki Ageng Sora penuhrasa heran.
"Kalian jangan salah paham," ujar Ki Ageng Sora tenang.
"Kalian tidak perlukhawatir. Aku tidak akan membela Sangkala. Dia tidak kuanggapsebagai murid lagi! Aku mencegah semata-mata untuk kepentingan kalian juga!"Ki Ageng Sora menghentikan ucapannya sejenak untuk mengambilnapas. Sementara penduduk Desa Kawung, Ranjita, dan semua murid PerguruanBanteng Putih menunggu kelanjutan ucapan itu dengan tidak sabar.
"Perlu kalian ketahui, orang yang mempunyai kesalahan seperti Sangkala terlaluenak untuk mati dengan demikian mudah! Dia telah merusak masa depan dua oranggadis, membuat kotor Desa Kawung, dan mencemarkan nama Perguruan Banteng Putih!Hukuman langsung mati terlalu enak baginya!" urai Ki Ageng Sora.
"Lalu.., apa yang harus kita lakukan, Ki?" tanya Ranjita ingin tahu.
Putra Kepala Desa Kawung itu sangat dendam kepada Sangkala.
Ini tentu saja ada alasanya. Ranjita iri karena Sangkala yang berwajah burukberhasil menikmati kegadisan Wulan dan Widuri. Padahal dia sudah lamamenginginkan mereka!"Dia harus disiksa sebelum dibakar hidup-hidup!" tegas Ki Ageng Sora.
"Akurrr...!"Serentak semua orang yang ada di situ menganggukkan tandasetuju. Ki Ageng Sora tersenyum pahit melihat sambutan yang demikian penuhsemangat. Di hati kecilnya sebenarnya dia tidak setuju. Tapi kejahatan yangdilakukan Sangkala sangat dibencinya. Maka hatinya dikuatkan untuk memutuskanhal itu.
"Kalau begitu, tunggu apa lagi"!" tanya Ki Ageng Sora setengah memerintah.
"Siksa dia! Lalu kita seret ke desa, dan bakar di hadapan seluruh penduduk.
Hukuman ini akan membuat orang lain yang melakukan tindakan seperti ini berpikirseribu kali!"Saat itu juga para penduduk menghampiri Sangkala yang tergolek di tanah. Merekasaling mendahului untuk melihat pemuda berwajah bopeng itu. Sesaat kemudianpenyiksaan terhadap Sangkala pun dilaksanakan.
Dalam gelora amarah dan kebencian yang meluap-luap, para penduduk Desa Kawungjadi manusia-manusia yang tidak punya rasa belas kasihan.
Mereka menghajar sekujur tubuh Sangkala. Tidak hanya dengantendangan atau pukulan tangan kosong. Tapi juga dengan senjata tumpul.
Sedikit pun tidak mereka pedulikan rintih kesakitan yang keluar dari mulutSangkala! Bukkk, bukkk, desss!"Akh!"Jeritan kesakitan tak henti-hentinya keluar dari mulut Sangkala, seiring denganmendaratnya siksaan-siksaan penduduk Desa Kawung.
Hanya dalam sekejap sekujur tubuhnya telah penuh luka! Darah mengalir di sanasini. Pakaiannya compang-camping tak karuan. Wajahnya pun hampir tidak bisadikenali lagi. Karena telah bengkak-bengkak. Tapi penduduk Desa Kawung tetapmeneruskan siksaannya.
Bukkk, bukkk, bukkk!
6
"Cukup!"Untuk kedua kali Ki Ageng Sora mengeluarkan cegahan. Sepertijuga sebelumnya, penduduk Desa Kawung menuruti perintahnya. Tapi bukan karenapatuh. Ada pengaruh aneh yang membuat mereka terpaksa menghentikan gerakannya.Sebenarnya Ki Ageng Sora tidak menggunakan ilmu gaib atausihir. Lelaki tinggi kurus itu mengerahkan tenaga dalamnya. Getaran tenaga dalamitu menyebabkan orang yang kurang kuat tenaga dalamnya langsung terpengaruh.
Mereka terkesima. Hingga tindakan mereka terhenti.
"Dia sudah tidak berdaya. Bila kalian teruskan, mungkin dia akan mati! Dan jikahal itu terjadi, rencana yang telah kita susun akan berantakan! Kalian paham"!"lanjut Ki Ageng Sora menjelaskan.
Bagai diberi perintah, serempak penduduk Desa Kawung mengalihkan perhatian ke arah Sangkala. Mereka membenarkan pendapat Ki AgengSora. Sangkala memang sudah tidak berdaya. Keadaannya sangat mengenaskan! Bahkanbeberapa saat sebelum Ki Ageng Sora mengeluarkan cegahan, dia sudah tidak mampumenjerit lagi. Tubuhnya telah demikian lemah.
Keadaan Sangkala pun dilihat Ranjita dan murid-murid Perguruan Banteng Putihyang sejak tadi berdiri menyaksikan. Senyum gembira dan puas tersungging dibibir putra Kepala Desa Kawung. Tapi Ranjita tidak bisa terlalu lama tenggelamdalam alun kegembiraannya. Karena....
"Mengapa kalian hanya bengong saja"! Seret manusia biadab itu!"perintah Ki Ageng Sora lagi. Seruan yang diucapkan keras itu membuat parapenduduk kelabakan. Mereka bingung memikirkan alat yang dapat digunakanuntuk menarik Sangkala. Namun Ranjita yang cerdik menemukan pemecahannya. Sabuk yang melilit pinggangnya di lepas.
Lalu.... Ctarrr! Setelah lebih dulu melecutkan sabuknya hingga mengeluarkanbunyi keras, Ranjita meluncurkan ujung sabuknya pada tangan Sangkala.
Rrrttt! Dengan gerakan yang indah dipandang, sabuk itu membelit tangan Sangkala. Sungguhsebuah pertunjukan yang cukup hebat. Dari sini bisa diketahui Ranjita memilikitenaga dalam cukup kuat. Karena hanya orang-orang yang mempunyai tenaga dalamcukup kuatlah yang mampumemainkan sabuk! Apalagi memainkannya sebagus Ranjita!Seperti yang sudah diduga Ranjita, penduduk Desa Kawungterpaku melihat pertunjukannya. Tatapan mata mereka menyiratkan kekaguman.
Bahkan sorot seperti itu terlihat pula pada sepasang mata Ki Ageng Sora!Walaupun sebenarnya lelaki tinggi kurus itu mampu memainkan berlipat kali lebihbaik dari Ranjita. Tapi tetap saja dia merasa kagum. Sebab tidak semua muridPerguruan Banteng Putih mampumelakukan. Kalau mau jujur dan tidak menuruti hati yang panas, Bongaraharus mengakui Ranjita memang lawan yang tangguh. Tapi karena sejak pertamasudah muncul rasa tidak suka pada sikap Ranjita yang terlalu memandang remehorang, yang ditunjukkan Bongara hanya senyum sinis.
Sikapnya menunjukkan tindakan Ranjita tidak berarti apa-apa baginya.
Ranjita tentu saja diam-diam tahu, pemuda itu jengkel bukan main.
Tapi Ranjita pura-pura tidak tahu. Diberikannya ujung sabuk yang dipegangnyapada salah seorang penduduk Desa Kawung"Nih, seret..!" Hanya itu yang diucapkan Ranjita pada penduduk Desa Kawung yangmenerimanya dengan wajah berseri-seri.
Ki Ageng Sora dan Ki Rawung membalikkan tubuh dan berjalanmeninggalkan tempat itu. Tujuan mereka jelas. Mulut goa yang menembus HutanRandu. Di belakang kedua orang itu berjalan Ranjita dan murid-murid PerguruanBanteng Putih. Sedangkan rombongan penduduk Desa Kawung berada paling belakang,dengan salah seorang di antara mereka menyeret tubuh Sangkala.
Dapat dibayangkan penderitaan yang dialami Sangkala. Dalamkeadaan lebih mendekati mati, mana sekujur tubuhnya tidak ada yang luput dariluka, pemuda itu diseret-seret. Padahal tanah di sini tidak rata! Banyak bagianbagian yang menonjol dan runcing! Dengan sendirinya luka yang diderita Sangkalasemakin parah. Memang pantas dipuji kekuatan Sangkala. Dalam keadaan seperti itu dia masihsanggup memutar otaknya. Disadarinya perjalanan menuju Desa Kawung masih jauh.
Bahkan melalui medan yang tidak rata. Dengan demikian dia akan tersiksa lamasebelum akhirnya dibakar hidup-hidup dengan disaksikan orang sedesa!Sangkala tidak menginginkan hal itu terjadi! Dia tidak ingin mati sepertibinatang! Kalau memang harus mati, dia ingin secara terhormat.
Lebih baik mati di sini daripada di Desa Kawung!Luar biasa! Keinginan yang demikian kuat itu membuat keadaanSangkala membaik. Bahkan seperti tidak terluka sama sekali. Ini sebenarnya tidakaneh! Ada saat-saat tertentu di mana tenaga tersembunyi dapat keluar dengankemampuan lebih hebat dari biasanya. Tapi tentu saja ada hal-hal yangmenyebabkan tenaga tersembunyi itu keluar.
Demikian pula dengan Sangkala! Keinginan yang amat kuat untuk tidaktewas secara mengenaskan di Desa Kawung menyebabkan kemampuan tersembunyinya keluar. Kesempatan itu segera dipergunakan Sangkalasebaik-baiknya.
"Hih!"
"Akh!"Dengan sekali sentakan Sangkala membuat penduduk yangmenyeret tubuhnya terjengkang ke belakang. Akibatnya, pegangan pada ujungsabuknya terlepas. Kesempatan itu dipergunakan Sangkala untuk bangkit berdiri.
Kemudian berlari!Tentu saja tindakan Sangkala tidak dibiarkan. Saat itu juga semua anggotarombongan, kecuali Ki Ageng Sora dan Ki Rawung, bergegas mengejarnya. Begitujuga orang yang bertugas menyeret Sangkala. Meski agak tertinggal di belakangteman-temannya.
***
Bahkan dengan kecepatan yang cukup menakjubkan.
Ki Ageng Sora tidak khawatir Sangkala dapat lolos dari tempat itu.
Jika pemuda berwajah bopeng itu ingin keluar dari tempat itu, arah yang ditujuadalah arah yang ditempuh rombongannya! Sedangkan Sangkala menuju arah lain!Itu sebabnya Ki Ageng Sora tidak mengambil tindakan apa pun.
Yang dilakukannya hanya memperhatikan kejar-mengejar yang tengah terjadi.
Sepasang alis Ki Ageng Sora baru berkerut ketika melihat arah yang ditujuSangkala. Bekas muridnya itu menuju danau.
Berbagai pertanyaan muncul di benak Ki Ageng Sora. MengapaSangkala menuju ke sana" Apakah dia berlari tanpa memikirkan arah yang dituju"Atau Sangkala mempunyai pemikiran lain" Barangkali saja pemuda berwajah bopengitu hendak menceburkan diri ke danau!Dan Sangkala memang bermaksud demikian! Pemuda itu tidakingin ditangkap dan dihukum secara menyedihkan di desa tempat tinggalnya! Makadia melarikan diri ke danau. Sangkala ingin menceburkan diri ke sana. Itu telahdipikirkannya sebelum memutuskan untuk melarikan diri.
Rasanya kali ini keinginan Sangkala akan terlaksana. Jarak antara dia dan parapengejarnya semakin jauh. Meskipun itu berlangsung sedikit demi sedikit.
Perlahan tapi pasti Sangkala mendekati danau. Rasanya bekas murid PerguruanBanteng Putih itu tidak bisa terjangkau lagi oleh lawan.
Kenyataan itu segera terbukti.
"Hiyaaa...!"Diawali dengan teriakan melengking nyaring yang membuat gemake seluruh penjuru tempat itu, Sangkala melompat ke danau. Sesaat tubuhnyamelayang di udara sebelum akhirnya....
Byurrr! Air muncrat tinggi ke udara ketika tubuh Sangkala membenturpermukaan danau. Tubuh Sangkala langsung tenggelam!Kejadian itu disaksikan Ranjita, Bongara, dan yang lainnya. Tapi apa yang dapatmereka lakukan" Saat tubuh Sangkala menimpa permukaan danau, jarak antara merekamasih terpaut beberapa tombak! Baru setelah beberapa saat tubuh Sangkalatenggelam, rombongan pengejar itu tiba di pinggir danau.
"Pasang mata kalian baik-baik!" perintah Ranjita, "Aku yakin dia akan muncul kepermukaan!"
"Benar!" sambung Bongara mendukung ucapan Ranjita.
"Apa yang dikatakan Ranjitabenar. Lebih baik kita berpencar! Dia pasti akan muncul ke permukaan!"Tanpa menunggu lagi, rombongan itu menyebar ke sekitar danau.
Seperti juga Ranjita dan Bongara, mereka yakin Sangkala akan muncul kepermukaan. Itu sudah pasti! Manusia mana yang sanggup bertahan lama di dalamair" Hanya dalam sekejap rombongan pengejar dari Desa Kawung itutelah berada di kedudukan masing-masing. Pandangan mereka ditujukan ke permukaandanau. Hampir tidak pernah mereka mengedipkan mata, khawatir di saat sepasangmata mereka berkedip Sangkala muncul ke permukaan.
Dengan tidak sabar Ranjita dan yang lain menunggu kemunculanSangkala. Tapi sampai cukup lama menunggu, Sangkala tidak memunculkan diri. Padahal mata mereka telah lelah dipaksa terbelalak terus.
"Gila!"Sebuah makian geram keluar dari mulut Ranjita. Terlihat putra Ki Rawung itusudah tidak kuat lagi menahan sabar. Bongara yang berada tidak jauh dari Ranjitamenoleh. Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh Ranjita.
"Rasanya tidak mungkin kita terus-menerus menunggu seperti ini, Bongara," ujarRanjita pelan.
"Aku pun berpendapat demikian, Ranjita," sahut Bongara dengan nada sama. Telahlenyap perselisihan antara mereka melihat buruan yang sama-sama dikejar berhasillolos.
"Tapi..., apa yang dapat kita lakukan"!"
"Bagaimana kalau kita terjun juga, Bongara?" usul Ranjita, "Siapa tahu manusiakeji itu telah menjadi setan air"!"
"Dugaanmu tidak berbeda denganku," timpal Bongara.
"Aku pun tidak percayaSangkala mampu bertahan begitu lama di dalam air!"
"Barangkali dia berada di permukaan air dan menggunakan batang alang-alang untukbernapas"!" duga Ranjita tiba-tiba.
"Kurasa dugaanmu keliru, Ranjita," bantah Bongara.
"Aku tidak melihat benda yangkau maksudkan di permukaan air. Aku tahu, semula aku pun berpendapat demikian.
Tapi setelah kuedarkan pandangan, dan tidak kutemukan benda itu, aku yakinSangkala tidak menggunakan cara itu."
"Jadi...," Ranjita menggantung ucapannya.
"Aku lebih condong dia telah menjadi setan air sekarang!" tegas Bongara.
"Kurasadugaan ini tidak berlebihan. Kau tahu sendiri kan keadaannya?"Ranjita tampak ragu. Dia tidak memberikan tanggapan yangbersifat menyetujui pendapat Bongara.
"Memang kuakui Sangkala terluka parah. Tapi..., apakah kau tidak melihatkejadian aneh tadi" Dia mampu berlari dengan kecepatan lebih dari sewaktusehatnya!"
"Itu terjadi karena keinginannya yang besar untuk meloloskan diri, Ranjita. Akutahu pasti kemampuan seperti itu tidak akan bertahan lama.
Lagi pula kemampuan demikian tidak berlaku di dalam air!" bantah Bongaramenguatkan alasannya.
"Kalau menambah kemampuan mungkin benar. Tapi jikakemampuan tak wajar itu menyebabkannya mampu menahan napas demikian lama didalam air, kurasa tidak mungkin. Dan lagi seperti yang tadi kukatakan, kemampuanseperti itu tidak akan bertahan lama."Ranjita langsung terdiam. Disadari ada kebenaran yang tidak bisa dibantah dalamucapan Bongara.
"Jadi..., kesimpulan yang paling mungkin Sangkala telah menjadi setan air!"tandas Ranjita.
"Itulah yang harus kita buktikan!" sambut Bongara, "Karena itu aku menyetujuiusulmu, Ranjita. Aku khawatir ada hal-hal tidak terduga yang akan merugikankita." "Maksudmu..., Sangkala berhasil meloloskan diri. Begitu"!" tanya Ranjita memintakepastian.
"Mudah-mudahan saja tidak," jawab Bongara berkilah.
"Kalau begitu kita harus bergegas, Bongara! Lebih cepat kita terjun ke dalamdanau lebih baik!" tegas Ranjita cepat.
"Benar, Ranjita!" Baru saja Bongara menyelesaikan ucapannya, Ranjita melompat kedanau! Itu dilakukan tanpa membuka pakaiannya.
Bongara tidak mau kalah. Dia ikut melompat menyusul tubuh putra Kepala DesaKawung yang masih berada di udara. Dalam kedudukan melayang di udara, Bongaramemberi perintah.
"Kalian semua tetap di darat! Awasi terus permukaan air!"Byurrr! Byurrr...!Air danau muncrat tinggi-tinggi dua kali berturut-turut. Itu terjadi ketikatubuh Ranjita dan Bongara membentur permukaan danau kecil itu.
Tubuh kedua pemuda-perkasa itu tenggelam ke dalam danau.
Mereka menyelam semakin dalam. Berbeda dengan yang terlihat dari daratan, dalamdanau itu ternyata cukup jernih. Hingga Ranjita dan Bongara dapat melihatpemandangan di dalamnya.
Untuk beberapa saat kedua pemuda itu tidak melakukan pencarian.
Mereka hanya mengedarkan pandangan ke sana kemari. Barangkali saja dapatmenemukan Sangkala. Setelah merasa yakin usahanya tidak membuahkan hasil, denganisyarat Bongara mengajak berpencar. Usul itu langsung disetujui Ranjita. Sesaatkemudian, Bongara dan Ranjita berenang menempuh arah pilihan masing-masing.
Ternyata meskipun kelihatannya kecil danau itu luas juga.
Beberapa kali Ranjita dan Bongara harus muncul ke permukaan untuk mengambilnapas sebelum meneruskan pencarian.
Usaha kedua pemuda perkasa itu tidak sia-sia. Setelah bersusah-payah berenang kesana kemari, akhirnya Ranjita menemukan sebab mengapa Sangkala tidak munculmuncul ke permukaan. Pada salah satu dinding di dalam danau, ada lubang bergaristengah sekitar setengah tombak!Sekali lihat Ranjita tahu lubang itu berhubungan dengan bagian luar tempatterpencil itu. Kesimpulan ini membuat Ranjita lemas. Sangkala telah berhasilmeloloskan diri.
Meskipun demikian, karena rasa ingin tahu, didekatinya lubang itu.
Hasilnya benar-benar membuat Ranjita kaget! Ada daya tarik yang amat kuat darilubang itu. Padahal jarak antara dia dengan lubang itu masih tiga tombak.
Menyadari kenyataan ini, Ranjita bergegas berenang ke permukaan. Sesampainya di sana di tunggunya Bongara muncul.
"Hentikan usahamu, Bongara!" seru Ranjita ketika Bongara muncul ke permukaanuntuk mengambil napas. Rupanya murid Perguruan Banteng Putih itu masih bermaksudmelanjutkan pencarian.
"Mengapa, Ranjita"!" tanya Bongara ingin tahu, "Apa kau telah menemukanSangkala?"Ranjita menggeleng dengan lesu.
"Dia berhasil kabur dari danau, Bongara. Akumelihat ada lubang yang berhubungan dengan tempat di luar danau ini!"
"Keparat!"Bongara memaki geram mendengarpemberitahuan Ranjita.
Kemudian dengan lesu diikutinya tindakan putra Ki Rawung, berenang menuju tepidanau.
"Cepat tinggalkan tempat ini! Sangkala telah lolos! Kita harus segeramengejarnya!" seru Bongara ketika telah berada di pinggir danau.
Rombongan dari Desa Kawung segera beranjak meninggalkantempat itu. Tujuan mereka adalah lorong goa tempat mereka masuk.
Bongara dan Ranjita berjalan di belakang mereka.
Ki Ageng Sora dan Ki Rawung mendapat laporan dari Bongara.
Maka tanpa membuang-buang waktu, Ki Ageng Sora memimpin rombongan melakukan pengejaran. Tak lupa Wulan dan Widuri yang masih tergolekpingsan mereka bawa.
Begitu berada di luar, Ki Ageng Sora membagi rombongannya.
Ketua Perguruan Banteng Putih itu tahu dengan berpencar-pencar seperti itukemungkinan menemukan Sangkala semakin besar. Tak lupa diberitahukannya agar kelompok yang menemukan Sangkala memberi tanda.
Rupanya Ki Ageng Sora telah bertekad menangkap murid yangsudah tidak diakuinya itu. Semua tenaga yang ada dikerahkan. Semua dapatdijelajahi. Tapi Sangkala tetap tidak diketemukan. Pemuda berwajah bopeng ituseperti lenyap ditelan bumi.
Yang lebih menyulitkan ternyata tembusan danau kecil di tempat persembunyianSangkala tidak ada! Ki Ageng Sora pun sadar tembusan danau itu ada di dalamtanah!
7
"Ranjita..., Bongara..., Ki AgengSora.... Tunggulah pembalasanku!Kalian orang-orang yang telah membuatku sengsara," desis Sangkala penuh dendam.Rupanya ingatan akan perlakuan yang diterimanya dari ketiga orang itu membuatSangkala sadar dari alam pikirannya yang melayang ke masa beberapa bulan lalu.
Bunyi berkerotokan keras seperti tulang patah terdengar seusai desisan penuhdendamnya. Kejadian yang menggiriskan hati. Sebab pemuda berwajah bopeng itutidak melakukan tindakan apa pun. Agaknya kemarahanmembuat tenaga dalamnya berkeliaran sendiri, hingga menimbulkan bunyi berkerotokan seperti itu.
"Tapi bukan hanya kalian yang akan menerima pembalasanku,"sambung Sangkala masih dengan berdesis.
"Semua penduduk Desa Kawung akanmendapat balasannya. Ha ha ha...!"Usai berkata, Sangkala melesat meninggalkan tempat itu. Tujuannya Desa Kawung. Pemuda itu hendak membalas sakit hatinya beberapa bulan lalu.
***
Ternyata tidak hanya suasana di langit saja yang cerah ceria. Hal yang sama punterjadi di Desa Kawung. Obor terpancang di setiap rumah penduduk dalam jumlahyang lebih banyak dari biasa, sehingga keadaan desa terang benderang. Jelas adasesuatu yang lain di Desa Kawung.
Dan memang dugaan itu tidak salah. Di mulut desa terpasangumbul-umbul indah dalam bentuk beraneka ragam. Hiasan yang sama dipasang didepan rumah Ki Ageng Sora.
Di tempat tinggal Ki Ageng Sora, di Perguruan Banteng Putih,rampak meriah. Umbul-umbul terpajang berderet rapi dan teratur mulai dari pintugerbang sampai ke bagian dalam. Obor-obor pun terpancang di sana-sani, membuattempat itu terang-benderang seperti siang hari.
Rupanya di sana tengah dilangsungkan pesta pernikahan. SangMempelai adalah Trijati, putri Ki Ageng Sora, dengan Ranjita, putra Kepala DesaKawung. Kesibukan pun melanda Perguruan Banteng Putih. Murid-muridperguruan itu, yang tidak berapa banyak, tampak kerepotan melayani tamu yangdatang untuk mengucapkan selamat. Tamu-tamu yang hadir memang tidak sedikit.
Karena kedua mempelai sama-sama berasal dari keluarga terpandang. Para tamutidak hanya dari Desa Kawung. Tapi juga dari desa-desa sekitar.
Sementara itu di pelaminan Trijati dan Ranjita tak henti-hentinya mengembangkansenyum pada tamu-tamu yang datang. Keduanya tampak sangat gembira. Tak aneh,pernikahan itu berlangsung atas dasar cinta kasih mereka berdua.
Tidak jauh dari sepasang mempelai, di tempat duduk kehormatan, duduk keluarga KiAgeng Sora, keluarga Kepala Desa Kawung, dan tamu-tamu kehormatan, yang terdiridari kepala-kepala desa dan ketua-ketua perguruan silat di sekitar Desa Kawung.
Mereka terlihat tidak kalah gembiranya dengan kedua mempelai. Sesekali terdengargelak tawa di antara pembicaraan mereka.
"Pernikahan putrimu membuatku merasa tua sekali, Sora," ucapan itu keluar darimulut seorang lelaki berpakaian coklat. Raut wajahnya gagah dengan kumis tebalmelintang menghias bawah hidungnya.
"Mengapa kau berkata demikian, Loka"!" tanya kakek berpakaian kuning tersenyumgeli. Meskipun senyum menghias bibirnya, tapi tetap saja tidak mampu mengusirkeangkeran kakek itu. Bentuk wajahnya yang persegi mirip harimau penuh ditumbuhibulu. Tidak hanya kumis dan jenggot, tapi juga cambang! Sepasang alisnya tebaldan hitam. Tubuhnya tinggi besar. Pada bagian dada kiri pakaiannya tersulamgambar kepala seekor harimau! Lengkaplah sudah semua yang membuat kakek ituterlihat angker.
"Betapa tidak, Jayeng"!" sahut lelaki berkumis melintang yang dipanggil Lokameminta dukungan.
"Kau kan tahu usiaku hanya selisih satu tahun dengan Ki AgengSora. Kalau anaknya sudah berkeluarga, bukankah sebentar lagi dia akan menjadikakek"! Ku berarti aku tidak muda lagi"!"
"Ha ha ha..!"Serempak Ki Ageng Sora dan kakek berpakaian kuning yangdipanggil Jayeng, sebenarnya mempunyai nama lengkap Jayeng Praja, tertawabergerak. Geli mendengar pertanyaan Loka yang bernama lengkap Loka Arya.
"Mengapa kalian tertawa"!" tanya Loka Arya setengah memprotes.
"Kami merasa geli, Loka," Ki Ageng Sora menjawab setengah tertawa. Rupanyaperasaan geli masih melanda hatinya.
"Benar, Loka," sambut Jayeng Praja, "Sepertinya kau khawatir menjadi tua"!Percayalah, sekalipun tua kau masih disegani kawan dan ditakuti lawan! Meskipunbertambah tua kau tetap berjuluk Pendekar Tinju Maut!"
"Tepat!" timpal Ki Ageng Sora cepat, "Bahkan aku berani bertaruh keampuhantinjumu semakin meningkat dengan semakin bertambahnya usiamu!"
"Ha ha ha...!" sekarang ganti Loka Arya berjuluk Pendekar Tinju Maut tertawaterkekeh.
"Luar bisa! Ternyata waktu yang sekian lama tidak mengubah sikap kalian! Kurasasudah saatnya kalian berdua membuang semua pujian kosong itu! Apa hebatnya ilmu'Tinju Maut'ku dibanding jurus 'Harimau Terbang' milikmu, Jayeng"! Ataupermainan kepalamu yang mampu menghancurkan apa saja yang terbentur, Sora"!"ujar Loka Arya merendah.
"Ha ha ha...!"Ki Ageng Sora dan Jayeng Praja tertawa bergelak.
"Aku telah mendengar kabar perguruanmu menyediakan jasapengawalan. Untuk orang-orang yang hendak bepergian jauh maupun pengirimanbarang berharga. Bukankah demikian, Jayeng"!" sambung Loka Arya.
"Hhh...!"Jayeng Praja menghela napas berat dengan wajah mendadakberubah muram. Tentu saja perubahan sikap kakek berwajah mirip harimau itumembuat Ki Ageng Sora dan Pendekar Tinju Maut heran. Senyum yang tersungging dibibir mereka langsung lenyap. Dan dengan tatapan penuh selidik serta rasa ingintahu dipandanginya wajah Jayeng Praja.
"Mengapa, Jayeng"! Adakah ucapanku yang salah dan tidakberkenan di hatimu"!" tanya Pendekar Tinju Maut sungguh-sungguh. Tidak ada laginada main-main dalam suara Loka Arya. Seperti juga Ki Ageng Sora, dia tahuJayeng Praja tidak akan bersikap seperti itu bila tidak ada masalah.
"Tidak, Loka. Tidak ada yang salah dengan ucapanmu," Jayeng Praja menggelengkankepala sambil tersenyum.
Tapi, Ki Ageng Sora dan Pendekar Tinju Maut bukan orang bodoh.
Mereka tahu senyum Jayeng Praja hanya pulasan dan tidak keluar dari lubukhatinya. Hingga kedua tokoh itu penasaran, terutama Pendekar Tinju Maut yangmemang memiliki watak agak berangasan.
"Kalau orang lain mungkin dapat kau bohongi, Jayeng. Tapi, pada kami kau tidakmungkin dapat. Mulutmu dapat membohongi kami, tapi matamu mengatakan yangsebaliknya. Apakah kau tidak percaya lagi pada kami, Jayeng"! Sehingga kau tidakmau mengemukakan persoalan yang kau hadapi"!" terdengar jelas nada penasarandalam ucapan Pendekar Tinju Maut.
Tapi, Jayeng Praja tetap diam. Melihat kenyataan itu, Ki Ageng Sora khawatirPendekar Tinju Maut akan mengeluarkan ucapan bernada lebih keras. Makadiputuskannya untuk mendahului bicara.
"Apa yang dikatakan Loka benar, Jayeng. Kami adalah sahabat-sahabatmu. Rasanyatidak pada tempatnya jika kau menyembunyikan masalah yang kau hadapi.
Percayalah, masalahmu adalah masalah kami juga. Katakanlah, Jayeng. Jangan buatkami penasaran. Kau ingat ikrar kita setelah menghancurkan Gerombolan KudaIblis"!"Rupanya ucapan Ki Ageng Sora mengenai sasaran. Ada riak diwajah Jayeng Praja, meskipun dia masih tetap diam. Melihat itu, Pendekar TinjuMaut bermaksud menyambung ucapannya yang tadi tertunda karena didahului Ki AgengSora. Tapi sebelum maksudnya dilaksanakan, Ki Ageng Sora memberi isyarat agarmembiarkan Jayeng Praja.
***
Dugaan Pendekar Tinju Maut tidak salah. Ki Ageng Sora memangmempunyai alasan kuat. Ketua Perguruan Banteng Putih itu yakin Jayeng Prajaterpengaruh ucapannya. Keluarnya penjelasan kakek tinggi besar itu hanya tinggalmenunggu waktu. Memang sebenarnya demikian. Ucapan Ki Ageng Sora berpengaruhkuat. Ucapan itu mengingatkan Jayeng Praja pada masa mudanya. Dulu, lebih duapuluh tahun lalu, dia seperti juga Ki Ageng Sora dan Loka Arya adalah pendekarpendekar pembela kebenaran. Setiap ada tindak ketidakadilan mereka pasti turuntangan. Dan mereka selalu berhasil menumpasnya. Tak terhitung sudah tokoh-tokohgolongan hitam yang tewas. Sehingga nama mereka bertiga menjulang di duniapersilatan. Semula ketiga tokoh pembela kebenaran itu tidak saling mengenal.
Mereka baru berkenalan dan saling bahu-membahu ketika menghadapi kelompokperampok yang berjuluk Gerombolan Kuda Iblis. Karena setiap kali melakukankeonaran selalu berkuda, dan kuda yang mereka gunakan berwarna putih. Kalau sajatidak bekerja sama, mungkin mereka telah tewas! Gerombolan Kuda Iblis sangattangguh dan licik. Melalui kerja sama yang rapi, ketiganya berhasil menumpasGerombolan Kuda Iblis.
Itulah perkenalan mereka yang pertama dan yang terakhir. Sejak saat itu merekaberpisah dan menempuh jalan semula. Berjuang sendiri-sendiri. Namun sebelumberpisah mereka sempat berikrar untuk saling membantu bila ada di antara merekabertiga yang mendapat kesulitan.
"Hhh...!"Jayeng Praja menghela napas berat teringat akan kejadian itu.
Kemudian pandangannya dialihkan pada Ki Ageng Sora dan Loka Arya yang masihmenunggunya mengutarakan masalahnya.
"Kalian memang kawan-kawan yang baik, ujar Jayeng Prajamengawali pembicaraan "Semula aku tidak ingin memberitahu siapa pun karena initanggung jawabku."
"Lupakanlah pendirianmu yang keliru itu, Jayeng. Ketahuilah, masalahmu adalahmasalah kami juga! Bukankah demikian, Sora"!"Pendekar Tinju Maut segera memotong.
Ki Ageng Sora menganggukkan kepala, "Benar, Jayeng, Loka Arya tidak salah.
Masalahmu adalah masalah kami. Tentu saja sepanjang masalah itu tidak menyangkuturusan dalam perguruan! Namun, meskipun demikian ada baiknya kau menceritakanpada kami. Jika menurut kami urusan itu terlampau pribadi, dengan senang hatikami akan membiarkanmu menyelesaikan sendiri."Pendekar Tinju Maut mengangguk-angguk. Ucapan Ki Ageng Sorabenar. Pandangan Ketua Perguruan Banteng Putih itu demikian bijaksana.
Dalam hati Loka Arya kagum atas sikap Ki Ageng Sora.
Bukan hanya Pendekar Tinju Maut yang mengakui kebenaranpendapat Ki Ageng Sora. Jayeng Praja pun demikian. Untuk itu, tidak ada alasanlagi baginya menyembunyikan masalah yang merisaukan hatinya.
"Kalau benar demikian, kalian dengarlah baik-baik," ujar Jayeng Praja.
"Sepertiyang dikatakan Loka Arya tadi, aku memang mempunyai sebuah perguruan yang kuberinama Perguruan Harimau Terbang. Cukup banyak murid yang kumiliki. Hinggaakhirnya aku mempunyai pemikiran menggunakan kepandaian mereka untuk mencariuang.
" Jayeng Praja menghentikan ucapannya untuk mengambil napas.
"Sejak saat itu, Perguruan Harimau Terbang menyediakan jasa pengawalan.
Baik untuk pengiriman barang-barang berharga maupun orang yang melakukanperjalanan."Lagi-lagi Jayeng Praja menghentikan ceritanya. Kali ini digunakan untuk melihattanggapan kedua rekannya. Tapi Ki Ageng Sora maupun Pendekar Tinju Maut tidakmengucapkan sepatah kata pun. Dengan sabar mereka menunggu Ketua PerguruanHarimau Terbang itu melanjutkan ceritanya.
Sebenarnya baik Ki Ageng Sora maupun Loka Arya sudah dapatmenerka kelanjutan cerita Jayeng Praja. Tapi, mereka tidak mau memotong.
Seperti telah sepakat sebelumnya, keduanya memutuskan untuk mendengarkan hingga Jayeng Praja menyelesaikan kisahnya. Dan Jayeng Praja memangmelanjutkan ceritanya ketika melihat tidak ada tanggapan dari kedua rekannya.
"Beberapa hari yang lalu, seorang saudagar kaya datang dan meminta putrinyadiantarkan ke Kadipaten Kulon. Putri saudagar itu ingin menjenguk kakek danneneknya. Karena khawatir akan keselamatan putrinya, mengingat perjalanan yangsangat jauh, dia tidak mempercayakan pengawalan itu pada tukang-tukangpukulnya."Kembali Jayeng Praja menghentikan cerita. Kini lebih lama dari sebelumnya.
Tarikan wajah dan sinar matanya menyiratkan perasaan terpukul yang sangat.
Ki Ageng Sora dan Pendekar Tinju Maut tidak mau mengusiknya.
Mereka membiarkan. Keduanya tahu tidak ada gunanya menghibur Jayeng Praja. Kakektinggi besar itu tidak membutuhkan hiburan.
"Semula saudagar itu meminta aku sendiri yan mengawal putrinya.
Tapi, kuyakinkan bahwa murid-muridku dapat diandalkan," lanjut Jayeng Prajadengan lirih.
"Hhh...! Sedikit pun tidak kusangka kekhawatiran saudagar itutenyata beralasan. Dua hari yang lalu burung merpati putih dengan kain merah dikaki kanannya tiba di perguruanku! Padahal burung merpati dengan kain kuningbaru saja tiba. Itu berarti bahaya besar tengah menimpa rombongan yang mengawalputri saudagar itu!"
"Tunggu dulu, Jayeng," potong Pendekar Tinju Maut cepat.
"Burung merpati dengan kain merah di kaki kanannya"! Aku tak mengertimaksudmu"!"Jayeng Praja menatap wajah Loka Arya sejenak. Kemudian beralih pada Ki AgengSora. Ketua Perguruan Banteng Putih itu menganggukkan kepala. Ki Ageng Sora jugatidak mengerti maksud Jayeng Praja.
"Begini Sora, Loka. Aku mempunyai cara untuk mengetahuikeadaan murid-muridku yang sedang mengadakan pengawalan. Caranya denganmenggunakan burung merpati yang telah kami latih untuk kembali ke perguruanmeski dilepas dari tempat mana pun."Jayeng Praja menjelaskan. Sementara Ki Ageng Sora dan Pendekar Tinju Mautmendengarkan dengan penuh perhatian.
Rombongan Perguruan Harimau Terbang yang sedang bertugaskuberi tiga buah pita. Masing-masing berwarna hijau, kuning, dan merah.
Pita itu untuk diikatkan pada kaki burung merpati. Pita hijau berarti merekatelah sampai di tujuan dengan selamat. Pita kuning berarti rombongan tengahdihadang bahaya. Sedangkan pita merah menunjukkan rombongan mengalami kesulitanmenghadapi bahaya yang mengancam. Dengan kata lain, lawan yang dihadapi jauhlebih kuat. Dan di antara mereka ada yang gugur!"Ki Ageng Sora dan Pendekar Tinju Maut tampak menganggukangguk. Rupanya mereka telah memahami maksud ucapan Jayeng Praja.
"Padahal sesaat setelah kedatangan burung dengan pita kuning, serombongananggota Perguruan Harimau Terbang yang memang telah disiapkan untuk berjaga-jagasudah akan berangkat. Saat itulah burung berpita merah datang," lanjut JayengPraja.
"Jadi..., rombongan cadangan itu tidak jadi diberangkatkan, Jayeng"!" potongPendekar Tinju Maut.
"Tentu saja jadi, Loka!" jawab Jayeng Praja cepat.
"Dengan kuda-kuda pilihanyang tangguh memiliki kecepatan lari mengangumkan rombongan itu berangkat."
"Dan hasilnya... bagaimana, Jayeng"!" tan Loka Arya tak sabar.
"Menyedihkan," jawab Jayeng Praja dengan suara tersekat di tenggorokan. Agaknyakakek berwajah mirip harimau itu masih terpengaruh dengan kejadian itu.
"Merekasemua binasa dalam keadaan menyedihkan.
Sedangkan putri saudagar itu lenyap! Entah bagaimana aku harusmempertanggungjawabkan semua ini..!"
"Berdoalah semoga putri saudagar itu tidak mengalami kejadian apa pun," ucap KiAgeng Sora ketika Jayeng Praja telah menyelesaikan ceritanya.
"Yahhh.... Hanya itu yang dapat kulakukan," sahut Ketua Perguruan HarimauTerbang itu dengan mendesah.
"Telah kuperintahkan sebagian besar murid-muridperguruanku untuk mencari putri saudagar itu.
Tapi hasilnya nol besar! Kami tidak mendapatkan jejaknya sama sekali!"
"Apakah saudagar itu sudah tahu kejadian yang menimpaputrinya?" tanya Ki Ageng Sora ingin tahu.
8
Jayeng Praja menggelengkan kepala."Belum. Kami belum memberitahukannya. Sulit kubayangkanbagaimana tanggapannya. Hhh...! Entah apa yang harus kulakukan. Kalau harta,mungkin dapat kami usahakan penggantiannya. Tapi ini nyawa manusia. Bagaimanapertanggungjawabannya?"Terdengar jelas kegetiran dalam suara Ketua Perguruan Harimau Terbang itu.
Tarikan wajah dan sorot matanya memancarkan keputusasaan yang dalam. SementaraKi Ageng Sora dan Pendekar Tinju Maut saling berpandangan. Mereka sadar tidakada yang dapat dilakukan untuk menolong Jayeng Praja.
"Apa kau tahu pelakunya, Jayeng"!" tanya Pendekar Tinju Maut tidak berusahamenyembunyikan perasaan geramnya.
Jayeng Praja menggeleng.
"Atau... barangkali kau punya dugaan siapa pelakunya?" kejar Pendekar TinjuMaut. Lagi-lagi Jayeng Praja menggeleng tidak tahu, "Siapa adanya pelaku pembunuhanitu masih gelap bagiku, Loka," jelas Jayeng Praja.
"Orang itu tidak meninggalkan jejak sama sekali."
"Hm...!"Pendekar Tinju Maut menggumam. Tangan kanannya mengeluselus dagu. Sepasang alisnya berkerut. Tampaknya dia sedang berpikir keras.
"Mungkinkah itu perbuatan orang-orang yang sakit hati dengan tindakan kitadulu"!" duga Ki Ageng Sora tiba-tiba.
"Ingat, Jayeng. Kita telah banyak menanampermusuhan di waktu lalu!"
"Itu bisa saja terjadi," sambut Pendekar Tinju Maut mendukung.
"Hhh...!"Jayeng Praja menghela napas berat. Mungkin saja dugaan rekanrekannya itu benar. Tapi, dia tidak memberikan tanggapan. Sedangkan Ki AgengSora dan Pendekar Tinju Maut tidak berbicara lagi. Suasana hening pun melingkupimereka. Lain halnya yang terjadi pada kelompok Ki Rawung dengankepala-kepala desa lain yang menjadi rekannya. Antara Ki Ageng Sora dan KiRawung memang telah sepakat untuk duduk di tempat yang agak terpisah. Masingmasing ingin berkumpul dengan kawan lama.
Di kelompok Ki Rawung sesekali terdengar tawa yang cukupmemekakkan telinga. Rupanya mereka terlibat percakapan yang menggembirakan. Demikian pula di tempat para tamu lainnya. Suara tawa sesekalimeningkahi percakapan mereka. Mendadak....
"Ha ha ha...!"Terdengar rawa keras menggelegar mengalahkan semua tawa yangada. Suara tawa itu mampu membuat isi dada orang yang mendengarnya tergetarhebat. Seketika itu pula, semua pasang mata tertuju ke arah asal tawa.
Tidak terkecuali Ki Ageng Sora, Pendekar Tinju Maut, dan Jayeng Praja.
Sorot mata ketiga tokoh tua itu memancarkan rasa terkejut.
Tentu saja semua itu ada alasannya. Mereka merasakan dadanyaagak terguncang oleh tawa itu. Ketiga lelaki itu pun sadar pemilik tawa itumemiliki tenaga dalam sangat kuat. Itu berarti seorang yang berkepandaiantinggi. Kalau tidak bermaksud baik tentu merupakan lawan yang sangat tangguh.
Pemilik tawa itu ternyata berada di depan perguruan. Entahbagaimana caranya dia masuk. Tahu-tahu sudah berada di dalam tanpa sepengetahuanmurid-murid Ki Ageng Sora yang bertugas menjaga pintu gerbang. Padahal, saat itusuasana sudah sepi. Tidak ada tamu yang datang lagi. Tapi mengapa pemilik tawaitu bisa berada di dalam" Kenyataan itu mengejutkan penjaga-penjaga pintugerbang. Dengan agak tergesa dua di antara mereka bergerak menghampiri pemilik tawa.
"Hey! Berhenti! Mengapa menimbulkan keributan di sini"! Cepat keluar sebelumkupatahkan kakimu!" ancam seorang murid Perguruan Banteng Putih yang bermulutlebar. Pemilik tawa itu, yang mengenakan pakaian putih, menghentikan tawanya. Wajahnyatetap di tundukkan seperti tadi. Dengan wajah menundu dia berbalik menghadapidua orang murid Perguruan Banteng Putih yang menghampirinya.
"Benarkah kalian mampu melakukannya"Kalau begitu, lakukanlah," sahut sosok berpakaian putih tenang.
***
"Mengapa, Sora"! Apa kau mengenalnya?" tanya Jayeng Praja ingin tahu.
"Entahlah, Jayeng," jawab Ki Ageng Sora tidak yakin.
"Rasanya aku pernahmendengar suaranya. Bukan hanya mendengar, tapi kenal betul.
Tapi aku lupa, kapan dan di mana"Jayeng Praja dan Pendekar Tinju Maut bertukar pandangmendengar jawaban lelaki tinggi kurus itu.
"Ingat-ingatlah,Sora. Coba perhatikan baik-baik,"beritahu Pendekar Tinju Maut, "Aku yakin kau benar. Kau dan dia saling mengenal.
Kau lihat sendiri kan. Orang itu seperti menyembunyikan wajahnya agar tidakterlihat."
"Yang dikatakan Loka Arya memang tidak salah, Sora," dukung Jayeng Praja, "Akujuga yakin kau dan dia saling kenal"Ucapan rekan-rekannya memaksa Ki Ageng Sora untuk terusmemperhatikan sosok berpakaian putih. Ingin diketahuinya bagaimana tindakansosok itu dengan ancaman dua orang muridnya. Syukur jika di antara merekaterjadi pertarungan. Barangkali dari gerakannya bisa diketahui siapa sebenarnyasosok berpakaian putih itu.
Sementara murid Perguruan Banteng Putih yang berbibir tebalsudah tidak kuat lagi menahan sabar. Tanpa menunggu lebih lama serangannya yangberupa pukulan bertubi-tubi dilancarkan ke arah dada sosok berpakaian putih!"Hmh!"Sosok berpakaian putih mendengus melihat serangan itu. Sikapnya jelas memandangrendah serangan lawan. Sosok itu tidak melakukan tindakan apa pun. Tidakmengelak maupun menangkis! Kesudahannya sudah dapat diduga.
Bukkk, bukkk, bukkk!Berturut-turut pukulan lelaki berbibir tebal mendarat di sasaran yang dituju.
Namun hasilnya membuat semua mata yang menyaksikan terbelalak. Bukan sosokberpakaian putih yang berteriak-teriak kesakitan, tapi lelaki berbibir tebal.
Murid Perguruan Banteng Putih itu merasakan betapa keduatangannya bukan memukul tubuh manusia. Tapi gumpalan baja keras yang membuatkedua tangannya sakit.
Dan sebelum lelaki berbibir tebal itu sempat berbuat sesuatu, tangan kanan sosokberpakaian putih berkelebat. Cepat bukan main.
Sehingga yang terlihat hanya sekelebatan bayangan putih. Bahkan arah yang ditujusukar diketahui. Dan....
Prokkk! "Akh...!"Lelaki berbibir tebal hanya sempat mengeluarkan jeritan singkat ketika tangansosok berpakaian putih menghantam pelipisnya hingga hancur. Saat itu juganyawanya melayang meninggalkan raga.
Tentu saja kejadian yang sangat mengejutkan itu membuat semua orang yang beradadi situ terperanjat. Tak terkecuali Ki Ageng Sora, Pendekar Tinju Maut, danJayeng Praja. Hanya sosok berpakaian putih yang bersikap tidak peduli. Tanpa memperhatikanteman murid Perguruan Banteng Putih yang dibinasakannya, tubuhnya dibalikkan. Dan kakinya melangkah menuju tempatsepasang mempelai berada.
Saat sosok berpakaian putih berbalik itulah Ki Ageng Sora melihat wajahnya.
Memang hanya sekilas. Tapi itu sudah cukup baginya. Wajah sosok berpakaian putihitu sangat dikenalnya. Orang itu adalah...
"Sangkala...!" desis Ki Ageng Sora kaget.
Tak disangka secepat itu murid murtadnya kembali, denganmembawa kepandaian menakjubkan!"Jadi..., dia muridmu yang murtad itu, Sora."!" Hampir bersamaan pertanyaandiajukan Pendekar Tinju Maut dan Jayeng Praja. Ki Ageng Sora memang telahmenceritakan perihal Sangkala.
Begitu mengetahui sosok berpakaian putih itu Sangkala, Ki Ageng Sora segeramengetahui maksud kedatangannya. Apalagi kalau bukan untuk membalas dendam" Dandari tindakannya tadi, Ki Ageng Sora tahu tingkat kepandaian Sangkala telahmeningkat berlipat kali hanya dalam waktu singkat. Entah bagaimana cara Sangkalamempelajarinya. Ki Ageng Sora tidak mampu menduga.
***
Lelaki tinggi kurus itu bersalto beberapa kali sebelum meluruk turun sambilmelancarkan serangan berupa cengkeraman ke kepala Sangkala. Gerakannya sepertiburung garuda menyambar mangsa.
Melihat serangan itu, Sangkala terpaksa mengurungkan maksudnya mendekati Trijati dan Ranjita. Jika dia bersikeras meneruskanmaksudnya, sebelum tercapai, cengkeraman Ki Ageng Sora akan lebih dulu tiba.
Sangkala tidak menginginkan hal itu terjadi. Pemuda itu tahu betapa dahsyatnyaserangan itu. Cengkeraman Ki Ageng Sora mampu menghancurkan batu karang yangpaling keras. Bisa dibayangkan bila mengenai kepala manusia!Tapi meskipun demikian, Sangkala tidak gentar. Tanpa ragu-ragu dipapakinyaserangan itu dengan sampokan kedua tangannya.
Prattt, prattt!"Aikh...!"Jeritan kaget bercampur kesakitan keluar dari mulut Ki AgengSora, ketika tangannya berbenturan dengan tangan Sangkala. Jari-jari tangannyaterasa sakit. Bahkan untuk beberapa saat seperti lumpuh. Yang lebih gila tubuhKi Ageng Sora terpental jauh ke belakang! Padahal Sangkala sedikit pun tidakbergeming. Itu menunjukkan tenaga dalam murid murtad Perguruan Banteng Putih ituberada jauh di atas gurunya.
Tentu saja kejadian itu tidak hanya mengejutkan Ki Ageng Sora.
Tapi juga semua yang hadir dan mengenal Sangkala. Tidak salahkah penglihatanmereka" Benarkah Ki Ageng Sora terjengkang karena berbenturan dengan Sangkala,bekas muridnya" Benarkah hanya dalam beberapa bulan pemuda berwajah bopeng itutelah menjadi orang yang demikian hebat" Bagaimana mungkin itu bisa terjadi"Pertanyaan-pertanyaan itu membebani benak mereka. Tidakterkecuali Jayeng Praja dan Pendekar Tinju Maut. Justru mereka berdua yangmengalami keterkejutan paling besar. Mereka adalah ahli-ahli silat yangberpengalaman luas. Karenanya mereka tahu tidak mungkin Sangkala dapat melampauiKi Ageng Sora, meskipun mendapat guru yang sangat pandai.
Lagi pula, mana mungkin dalam waktu yang sangat singkatmampu memiliki tenaga dalam melebihi Ketua Perguruan Banteng Putih. Ki AgengSora bukan tokoh sembarangan. Dia merupakan tokoh tingkat tinggi golongan putih!Walaupun tidak termasuk datuk, tapi tidak mudah menemukan tokoh yangberkepandaian setingkat dengannya. Namun kenyataannya dalam benturan tenagaSangkala lebih unggul! Adakah yang salah" Atau... jangan-jangan Ki Ageng Soratidak mengerahkan seluruh tenaganya!Mereka tidak tahu Ki Ageng Sora sudah mengerahkan seluruhtenaga dalamnya. Kini Ketua Perguruan Banteng Putih itu tidak gegabah lagimelancarkan serangan. Dia sadar Sangkala telah memiliki kepandaian tinggi. Entahdengan cara bagaimana!Sementara itu, begitu melihat tubuh Ki Ageng Sora terlempar,murid-murid Perguruan Banteng Putih yang berdatangan karena mendengar bunyiribut-ribut langsung bergerak melancarkan serangan. Tapi...
"Tahan...!Kalian jangan turun tangan! Biar aku yang mengurusnya. Dia bukan Sangkala yang kalian kenal! Dengan mudah akan dibantainyakalian semua!" cegah Ki Ageng Sora buru-buru.
Murid-murid Perguruan Banteng Putih pun mengurungkan maksudnya. Bukan takut pada Sangkala karena belum merasakankelihaiannya. Tapi karena patuh pada guru mereka.
"Ha ha ha...!"Sangkala tergelak. Pemuda itu tidak gentar meskipun tahu tidak ada jalan keluarmeninggalkan tempat itu. Bahkan pemuda berwajah bopeng itu memandang rendahlawan-lawannya.
Melihat hal itu, Ki Ageng Sora tidak sanggup lagi menahan sabar.
"Murid laknat! Bila tidak dapat membunuhmu, lebih baik aku mati bunuh diri!Hih!" Baru saja ucapannya lenyap, Ki Ageng Sora segera melancarkanserangan. Ketua Perguruan Banteng Putih itu membuka serangan dengan tendangankaki kanan lurus ke arah pusar.
Wuttt! Hanya dengan mendoyongkan tubuh ke kiri dan tanpa memindahkan kaki, Sangkala berhasil menggagalkan serangan gurunya.
Kaki Ki Ageng Sora meluncur beberapa jari di sebelah kanan Sangkala.
Tapi, serangan Ki Ageng Sora tidak berhenti sampai di situ.
Kegagalan serangan pertamanya sudah diperhitungkan. Maka begitu Sangkalaberhasil mengelak, segera disusuli dengan serangan berikutnya.
Sadar akan kelihaian bekas muridnya, Ki Ageng Sora tidak ragu-ragu lagimengerahkan seluruh kemampuannya. Hebat bukan main serangan-serangan lelakitinggi kurus itu. Bunyi menderu, dan mendecit mengiringi bergeraknya tanganserta kakinya. Susul-menyusul hampir tiada henti seperti gelombang laut.
Meskipun demikian Sangkala mampu meredam semua seranganlawan. Lincah bagai kera dan gesit laksana bayangan, Sangkalamengelakkan semua serangan. Itu dilakukannya seperti tanpa mengalami kesulitansedikit pun.
"Mengingat kau pernah menjadi guruku, kuberi kesempatanpadamu untuk menyerangku sebanyak sepuluh jurus. Pergunakanlah sebaik-baiknya,Ki Ageng Sora," ujar Sangkala di sela-sela kesibukannya mengelakkan serangan.
"Tutup mulutmu. Manusia Jahanam!" maki Ki Ageng Sora sangat geram. Akibatnya, serangan-seranganyang dilancarkannya semakin dahsyat. Itu terjadi karena kemarahannya. Ucapan Sangkala menunjukkan pemuda itumemandang rendah dirinya. Ki Ageng Sora tersinggung dan marah besar!Namun meskipun Ki Ageng Sora menguras seluruh kemampuannya, tetap saja semua serangannya berhasil dielakkan Sangkala.
Sikap sombong pemuda berwajah bopeng itu memang beralasan. Pemuda itu sempatberbicara di saat serangan Ki Ageng Sora datang bertubi-tubi, membuktikanserangan-serangan itu tidak merepotkannya.
Jurus demi jurus berlalu. Tak terasa sudah sepuluh jurus Ki Ageng Soramelancarkan serangan. Dan selama itu tak satu pun yang mengenai sasaran.
"Sekarang giliranku...!" ujar Sangkala memperingatkan.
"Bersiap-siaplah, KiAgeng Sora! Ketahuilah, aku tidak ragu untuk membunuhmu!"
"Tutup mulutmu, Jahanam!"Makian penuh kegeraman menyambut ucapan Sangkala. Ditambahdengan sebuah tendangan kaki kanan ke arah leher!"Hmh!"Sangkala mendengus melihat serangan itu. Tidak terlihat tanda-tanda dia akanmengelak. Sangkala telah siap melaksanakan maksudnya. Itu terjadi kemudian.
Begitu kaki Ki Ageng Sora menyambar dekat, dengan kecepatan yang sukar diikutimata Sangkala menggerakkan tangan kanannya. Dan...
Tappp! "Hehhh"!"Ki Ageng Sora memekik kaget melihat pergelangan kakinyadicekal lawan. Tahu ada bahaya besar mengancam kakinya buru-buru ditarik agarlepas dari cekalan.
Kembali Ki Ageng Sora dilanda kaget. Jangankan menarik,membuat bergeming pun tidak mampu. Kakinya seperti terjepit catut baja!"Ha ha ha...!"Sangkala tertawa bergelak melihat wajah Ki Ageng Sora yangmerah padam karena mengerahkan seluruh tenaganya. Masih dengan tawa yang belumputus, Sangkala menggerakkan jari-jari tangannya meremas.
Krrrkkk! "Aaakh...!"Ki Ageng Sora tidak mampu menahan jerit kesakitan ketika tulang kakinya hancurdi remas Sangkala.
Tindakan Sangkala tidak berhenti sampai di situ. Tangannyadisentakkan. Tak pelak lagi tubuh Ki Ageng Sora terhuyung ke arahnya.
Padahal, Ki Ageng Sora telah berusaha menahan. Tapi lelaki tinggi kurus itutidak mampu. Di saat tubuh Ki Ageng Sora melayang, tangan kanan Sangkalabergerak menghentak ke depan!Wuttt! Prakkk! "Akh...!"Hanya jeritan pendek yang dapat dikeluarkan Ki Ageng Sora.
Tubuhnya ambruk ke tanah dengan tulang pelipis hancur! Tragis sekali kematianKetua Perguruan Banteng Putih itu!Rentetan kejadian itu berlangsung demikian cepat. Tidak seorang pun sempatberbuat sesuatu. Mereka baru sadar ketika tubuh Ki Ageng Sora telah ambruk ketanah.
"Biadab!"Hampir bersamaan bentakan keras itu dikeluarkan Jayeng Prajadan Pendekar Tinju Maut. Seiring dengan teriakan itu keduanya melesat daritempat duduk. Cepat gerakan kedua kawan Ki Ageng Sora itu, tapi masih lebih cepat tindakanmurid-murid Perguruan Banteng Putih! Diawali teriakan-teriakan kemarahan merekamenyerang Sangkala. Tempat yang lebih dekat dengan Sangkala memungkinkanserangan mereka tiba lebih dulu dari Jayeng Praja dan Pendekar Tinju Maut.
Karena murid-murid Perguruan Banteng Putih menggunakansenjata dan menyerang serempak, tak pelak lagi hujan senjata meluruk ke berbagaibagian tubuh Sangkala. Tapi dengan kecepatan gerak luar biasa, Sangkalamenyelinap di antara sambaran senjata lawan Serangan murid-murid PerguruanBanteng Putih mengenai tempat kosong! Dan dengan lihai Sangkala melesat keluardari kepungan. Pemuda yang diamuk dendam itu melangkah tenang menghampiriRanjifa dan Trijati. Karuan saja Ranjita kelabakan bukan main. Bahaya mautsedang mengancamnya. Sementara Trijati sudah tak sadarkan diri di bangkupengantinnya. Rupanya guncangan batin melihat kematian ayahnya di depan mataterlalu berat untuknyaTapi sebelum Sangkala berhasil melaksanakan maksudnya padaRanjita yang telah bersiap-siap mengadakan perlawanan mendadak....
Jliggg! Jayeng Praja dan Pendekar Tinju Maut telah berada di depannya.
"Manusia Iblis! Orang seperti kau tidak pantas dibiarkan hidup!"geram Jayeng Praja.
Sangkala tersenyum mengejek. Diperhatikannya Jayeng Praja dan Pendekar TinjuMaut sesaat.
"Pakaian dan gambar macanmu mengingatkan aku pada orangorang yang menjadi korban pertamaku. Apa kau mempunyai hubungan dengan mereka"!"
"Ahhh...!" Jayeng Praja berseru kaget. Sungguh tidak disangka akan bertemupenjagal murid-muridnya.
"Jadi..., kau yang telah melakukan tindakan keji itu"! Kau telah membunuh muridmuridku. Manusia Biadab! Sekarang katakan di mana gadis yang mereka kawal"!"
"Ooo.... Jadi mereka murid-muridmu" Lalu siapa gadis yang ada di dalam kereta"Anakmukah"!" ejek Sangkala tenang.
"Sayang dia tidak cukup kuat melayanikusampai puas. Maka...."
"Jahanam! Mampus kau!"Krrrkkk! "Aaakh...!" Jerit Ki Ageng Sora tidak mampu menahan sakit ketika tulangkakinya hancur diremas Sangkala. Lalu, Sangkala masih menyentakkan tangannya ke depan...
Wuttt! Prakkk! "Akh!" tubuh Ki Ageng Sora ambruk ke tanah!Tanpa menunggu Sangkala menyelesaikan ucapannya, JayengPraja melancarkan serangan dengan geram. Tidak mendengar secara lengkap punsudah dapat diduga nasib putri saudagar itu.
Mati! Melihat Jayeng Praja telah menyerang, Pendekar Tinju Maut tidak tinggal diam.
Dia pun melakukan hal yang sama. Sebab Jayeng Praja tidak akan mampu menghadapiSangkala sendiri. Tingkat kepandaian Ketua Perguruan Harimau Terbang itusetingkat dengan Ki Ageng Sora.
Tapi rupanya Sangkala tidak berminat untuk bertarung. Pemuda itu tidak menyambutserangan lawan-lawannya. Kakinya digenjot sehingga tubuhnya melayang ke atasmelewati kepala kedua penyerangnya. Begitu kakinya mendarat di tanah, Sangkalamelesat ke arah Trijati. Jelas, pemuda itu mengincar putri Ki Ageng Sora.
Ranjita pun tidak bisa tinggal diam. Pemuda itu tidak ingin istrinya mengalaminasib serupa dengan Wulan dan Widuri. Maka dengan berani dihadangnya Sangkala.
Disambutnya kedatangan pemuda berwatak bejat itu dengan tusukan goloknya.
Namun hadangan itu tidak membuat Sangkala mengurungkanmaksudnya. Ditangkapnya golok Ranjita. Hanya dengan sekali sentak tubuh Ranjitadilemparkan. Lalu dengan secepat kilat meluncur ke arah Trijati.
Dan.... Tappp! Begitu tubuh putri Ki Ageng Sora berhasil ditangkap, Sangkala melesatmeninggalkan tempat itu. Tentu saja Jayeng Praja, Pendekar Tinju Maut, muridmurid Perguruan Banteng Putih, dan yang lainnya tidak membiarkan hal ituterjadi. Mereka segera menghadang.
Tapi kejadian sebelumnya terulang kembali. Dengan mudahSangkala berhasil meloloskan diri. Lalu, dengan beberapa kali lesatan, pemudaberwatak bejat itu telah berada di luar bangunan Perguruan Banteng Putih.
Meskipun demikian, Sangkala tidak mengendurkan larinya.
Pemuda itu terus melesat dengan kecepatan tinggi. Sehingga dalam waktu singkatbangunan Perguruan Banteng Putih telah jauh ditinggalkan. Baru setelah ituSangkala mengendurkan larinya. Mendadak....
"Berhenti...!"Terdengar bentakan keras. Menggelegar laksana sambaran halilintar. Bentakan itu dikeluarkan dengan pengerahan tenaga dalam tinggi.
Tapi bukan Sangkala kalau menjadi gentar. Dengan berani pemuda itu menghentikanlangkah. Lalu berbalik untuk melihat orang yang telah mengeluarkan bentakan itu.
Empat tombak di depan Sangkala berdiri dua orang muda-mudi.
Yang gadis mengenakan pakaian putih dan berambut panjang. Sedangkan orang yangberdiri di sebelahnya seorang pemuda berambut putih keperakan. Pakaian ungumembungkus tubuhnya yang kekar. Siapa lagi kalau bukan Dewa Arak dan Melati.
"Cepat serahkan wanita itu, Manusia Biadab!" tegas Dewa Arak lantang.
"Lagi-lagi kalian," sahut Sangkala tersenyum mengejek, "Kuberi kesempatan padakalian pergi dari sini sebelum aku merubah keputusan!Cepat! Atau kalian ingin mengalami nasib yang sama dengan rombongan yang kaliantemukan di hutan beberapa hari lalu"!"Dewa Arak dan Melati langsung bertukar pandang mendengarucapan itu. Mereka sungguh tidak menyangka orang yang menculik mempelaiperempuan ternyata orang yang melakukan tindak kekejian terhadap gadis yangtelah mereka kuburkan!Dewa Arak dan Melati telah mengetahui Sangkala menculikmempelai wanita. Di perjalanan mereka bertemu dengan rombongan Jayeng Praja yangmelakukan pengejaran.
"Jadi..., kau penjahat terkutuk itu"!" desis Melati geram.
"Kalau begitu,mampuslah!"Wuttt! Bunyi deru angin keras terdengar ketika Melati melancarkanserangan. Tangan kanannya yang terkembang membentuk cakar diluncurkan ke arah ulu hati Sangkala. Dalam cekaman kemarahan yang menggelegak,Melati mengeluarkan ilmu 'Cakar Naga Merah' andalannya.
"Ah!"Sangkala berseru kaget melihat tangan Melati, sebatas pergelangan, merah seperti darah. Sekali lihat saja dia tahu kepandaian gadisberpakaian putih itu lebih tinggi dari Ki Ageng Sora. Maka Sangkala tidak beranibertindak main-main.
"Hih!"Sambil menggertakkan gigi, dipapakinya serangan Melati dengan pengerahan seluruhtenaga dalamnya. Dan...
Prattt! Terdengar bunyi keras ketika dua tangan yang mengandung tenaga dalam tinggiberbenturan. Tubuh Melati terjengkang ke belakang.
Sedangkan Sangkala terhuyung mundur selangkah. Ini menunjukkan tenaga dalambekas murid Ki Ageng Sora itu lebih tinggi dari lawan.
Jliggg! Begitu berhasil mendaratkan kaki di tanah, Melati segera bersiap melancarkanserangan berikutnya. Tapi, maksudnya terpaksa diurungkan ketika Dewa Arakmenyentuh lengannya.
"Biar aku yang menghadapinya, Melati. Dia terlalu kuat untukmu,"ujar Dewa Arak lembut. Lalu tanpa menunggu tanggapan Melati, Dewa Arak melangkahmaju. Guci araknya yang tergantung di punggung segera diambil dan dituangkan kemulutnya. Gluk.... Gluk... Gluk...!Terdengar bunyi tegukan ketika arak itu melewati tenggorokanDewa Arak. Sesaat kemudian kedudukan kaki pemuda berambut putih keperakan itutidak jejak lagi. Oleng ke kanan dan kiri. Ilmu 'Belalang Sakti'nya telah siapdipergunakan! Sementara itu Sangkala sadar lawannya kali ini jauh lebih pandai dari gadisberpakaian putih. Disadari pula Dewa Arak telah menggunakan ilmu andalan. Maka,tubuh Trijati dilemparkan ke tanah. Lalu pemuda berwajah berbopeng itumempersiapkan jurus 'Kelelawar'!Diam-diam Sangkala menyesal telah memberitahukan dirinyapelaku tindak kekejian terhadap gadis berpakaian hijau. Itu membuatnya terlibatdalam keributan dengan tokoh-tokoh tingkat tinggi di saat dirinya tidak inginbertarung. Tapi, nasi telah jadi bubur. Tidak ada jalan lain kecuali bertarung.
Dan itulah yang dilakukan Sangkala sekarang.
"Cit, cit, cit!"Diiringi bunyi berdecit nyaring dan gerakan tangannya, Sangkala melompatmenerjang Dewa Arak. Ketika berada di udara, tangan kanannya disampokkan kepelipis lawan. Wuttt! Hanya dengan merendahkan tubuh ke kanan. Dewa Arak berhasilmembuat serangan itu mengenai tempat kosong. Sampokan Sangkala lewat beberapajengkal di atas kepala. Dan karena kuatnya tenaga yang terkandung dalam seranganitu, rambut dan pakaian Arya berkibaran keras.
Kegagalan serangan pertamanya membuat Sangkala penasaran.
Maka serangan-serangan susulannya pun semakin dahsyat. Tapi, Dewa Arak sanggupmemunahkan. Bahkan serangan balasan yang dikirimkan pemuda berambut putihkeperakan itu tidak kalah dahsyat. Pertarungan sengit dan menarik antara duatokoh muda yang berkepandaian tinggi itu pun tidak bisa dielakkan lagi.
Hebat bukan main pertarungan yang terjadi. Bunyi mendecit,menderu, dan mengaung menyemaraki jalannya pertarungan. Ditambah dengan bunyitegukan ketika Dewa Arak menenggak araknya di sela-sela berlangsungnyapertempuran. Jurus demi jurus berlangsung cepat Kedua belah pihak memiliki kecepatan gerakyang mengagumkan Dewa Arak dan Sangkala memang menitikberatkan pada ilmumeringankan tubuh. Tak terasa pertarungan telah berlangsung lebih dari seratusjurus. Dan selama itu belum tampak tanda-tanda pihak yang akan menang.
Pertarungan masih berlangsung seimbang.
Kenyataan itu membuat Sangkala gelisah. Dewa Arak terlalutangguh untuk dapat dirobohkan. Lagi pula, andaikandapat pun membutuhkan waktu yang lama. Padahal, dia tidak ingin berlama-lama di tempatitu. Sebab keadaannya tidak menguntungkan. Bila Melati turun tangan, ataurombongan pengejar Perguruan Banteng Putih tiba dan menge-royoknya,dia bisa celaka. Pemikiran ini menyebabkan Sangkala memutuskan untuk melarikan diri. Dan kesempatan untuk itu tiba. Itu terjadi padajurus keseratus dua puluh tiga.
"Hih!"Sangkala melemparkan tubuhnya ke belakang dengan bersaltobeberapa kali. Lalu berbalik dan melesat kabur. Dewa Arak yang sudah bertekadmelenyapkan Sangkala tidak membiarkan hal itu. Arya melesat mengejar. Pada malamyang mulai beranjak dini hari itu pun terjadi kejar-mengejar.
Melihat hal itu, Melati tidak tinggal diam. Gadis itu ikut mengejar setelahmenyambar tubuh Trijati dan meletakkannya di bahu kanan.
Sementara itu Dewa Arak berusaha keras menyusul Sangkala. Tapi jarak antaramereka tidak berubah. Agaknya ilmu lari cepat mereka berimbang.
Hingga.... Srakkk! Sangkala menyelinap ke balik rimbunan semak-semak danpepohonan. Tapi tanpa ragu sedikit pun Dewa Arak turut menerobos.
Namun kenyataan yang dilihatnya membuat Dewa Arak tercengang. Sangkala tidak dijumpai ada di situ. Padahal di balik jajaran semakdan pepohonan terdapat tanah lapang yang membentang luas.
Mengapa Sangkala tidak terlihat lagi" Apakah pemuda berwajahbopeng itu menghilang" Kalau dia terus berlari, tentu akan terlihat oleh Arya.
Karena jarak mereka sejak tadi tetap lima tombak.
Rasa penasaran membuat Dewa Arak mengedarkan pandangan kesekitar tempat itu. Bahkan Arya memeriksa semak-semak dan pepohonan yang hanyasedikit. Tapi tetap saja tidak dijumpai sosok Sangkala. Yang dijumpai pemudaberambut putih keperakan itu hanya beberapa ekor kelelawar yang hinggap di salahsatu cabang pohon. Tidak ada lagi yang lain. Saat itulah Dewa Arak melihatMelati di kejauhan tengah berlari ke arahnya.
"Bagaimana, Kakang"!" tanya gadis berpakaian putih itu ketika telah berada didekat Arya.
"Dia menghilang begitu menyelinap ke balik semak-semak ini, Melati," jawab Aryalesu.
"Ah...! Begitukah"!" Melati tampak agak terkejut.
"Lalu, apa yang kita lakukansekarang?"Dewa Arak tercenung sebentar seperti sedang berpikir.
"Kurasa lebih baik kitakembalikan dulu gadis itu kepada keluarganya. Bagaimana, setuju"!"Melati mengangguk diikutinya langkah kekasihnya yang telahlebih dulu meninggalkan tempat itu. Dewa Arak dan Melati sungguh tidak tahuseekor kelelawar memperhatikan kepergian mereka. Kelelawar itu adalah penjelmaanSangkala! Apakah tindakanSangkala selanjutnya" Bagaimana denganpembalasan dendamnya" Dan bagaimana Sangkala dapat memiliki ilmu-ilmu mukjizathanya dalam beberapa bulan" Siapa tokoh yang menjadi guru Sangkala" Semuapertanyaan itu akan terjawab dalam episode 'Penjarah Perawan' yang merupakanlanjutan episode ini.
SELESAI
INDEX AJI SAKA | |
51.Raja Iblis Berhati Hitam --oo0oo-- 53.Penjarah Perawan |