Life is journey not a destinantion ...

Showing posts with label CInta Media. Show all posts
Showing posts with label CInta Media. Show all posts

Serial Aji Saputra (Pendekar Mata keranjang 108)

Terima kasih untuk para pecinta PENDEKAR MATA KERANJANG 108 yang telah bersusah payah membuat E-Book dan scanning cover, rasa salut juga rasa hormat untuk para pembaca sehingga blog saya ini ada. Kami mohon maaf jika halaman ini masih banyak kekurangannya.
Pendekar Mata Keranjang 108 merupakan Cerita silat karya Dharma Patria yang diterbitka oleh Cintamedia, Jakarta, menceritakan seorang pemuda tampan bernama AJI SAPUTRA yang awalnya berguru pada Eyang Selaksa. Untuk lebih jelasnya silahkan dibaca serialnya dari awal sampai akhir.
Hak cipta dan copyright pada penerbit/Pengarang dibawah lindungan undang-undang Dept. Kehakiman RI Direktorat Jenderal Hak Cipia Paten dan Merek, Dilarang mengcopy atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pengarang/Penerbit.
Berikut Judul buku dan cover bagi para pecinta Pendekar Mata Keranjang 108 yang dapat dibaca dimanapun anda berada (Klik gambar yang ingin anda baca):
           
Istana Karang Langit Bara di Jurang Guringring Malaikat Berdarah Biru Misteri Penari Ronggeng Ratu Petaka Hijau Pewaris Pusaka Hitam
           
Persekutuan Para Iblis Geger Para Iblis Neraka Asmara Titisan Darah Terkutuk Gembong Raja Muda Datuk Lembah Neraka
           
Mendung Di Langit Kepatihan Dayang Naga Puspa Badai Di Karang Langit Arca Dewi Bumi Manusia Titisan Dewa Tembang Maut Alam Kematian
           
Misteri Hutan Larangan Takhta Setan Prahara Dendam Leluhur Laskar Dewa Tumpahan Darah Di Supit Urang Bukit Siluman
           
Bidadari Penyebar Cinta Lembaran Kulit Naga Pertala Mustika Naga Hitam Darah Penyambung Nyawa Gerombolan Tengkorak Merah Jagal Iblis Juling
           

Semoga cerita AJI SAPUTRA bisa diambil pelajaran dan hal hal baiknya oleh kita sebagai hamba Allah SWT..

Darah Penyambung Nyawa

INDEX AJI SAPUTRA
Mustika Naga Hitam --oo0oo Gerombolan Tengkorak Merah

AJI SAPUTRA
Pendekar Mata Keranjang 108
Karya : Dharma Patria
Penerbit : Cintamedia, Jakarta

--↨֍¦ SATU ¦֍↨--

SEORANG pemuda berpakaian hijau ketat, mengayunkan kaki seenaknya seraya mengebut-ngebutkan kipas lipat berwarna ungu ke sekujur tubuhnya. Pemuda yang memiliki wajah tampan penuh seri dan sepasang mata yang bersinar-sinar itu, memang tampak kegerahan dan kepanasan .
Saat itu memang tengah hari. Sang Surya bertengger di angkasa, memancarkan sinarnya yang garang ke bumi, seakan-akan hendak membakar apa yang ada di bawahnya.
Sambil terus mengebut-ngebutkan. kipasnya 'yang bergambarkan laut dan angka 108, si pemuda mengeluarkan segulungan kecil daun lontar dari balik pakaiannya. Pemuda ini memang bukan lain adalah Aji Saputra alias Pendekar Mata Keranjang 108. Dan sekarang, si pemuda membuka gulungan daun lontar itu dengan sebelah tangan.
Seketika itu tampak oleh Aji deretan-huruf huruf yang tak rapi pada permukaan daun lontar. Huruf-huruf yang terangkai menjadi nama! Sesaat. bibir Aji menggerimit pelan ketika membaca rangkaian rangkaian huruf itu dengan tanpa mengeluarkan suara. Dahinya pun mengernyit, seaka akan tengah mengingat-ingat. Di lain kejap, gulungan daun lontar itu dimasukkan kembali ke balik pakaiannya.
Baru saja tangan Itu dikeluarkan kembali, sepasang alis Aji berkerut dalam hingga hampir menyatu. Karena, sayup-sayup dia menangkap bunyi beradunya
senjata tajam dan hentakan-hentakan keras. Bunyi-bunyi khas pertarungan.
"Benar-benar tak tahu waktu orang-orang yang tengah bertempur itu," rutuk si pemuda seraya menggeleng-gelengkan kepala.
"Apakah mereka tak tahu kalau saat ini keadaan benar-benar tak menyenangkan untuk bertarung"! Ataukah mereka sedemikian sibuknya, sehingga hanya saat ini mereka mempunyai kesempatan untuk bertarung"!"
Aji membutuhkan waktu beberapa saat untuk bisa memperkirakan asal bunyi itu. Ternyata dari rimba di sebelah kirinya. Pendekar Mata Keranjang sendiri, berada di sebuah jalan berbatu-batu yang cukup lebar.
Karena dorongan rasa ingin tahu yang besar, dan juga adanya kemungkinan orang membutuhkan pertolongan,. Aji melesat menuju rimba itu. Dan, saat si pemuda bergerak, bunyi-bunyi yang terdengar semakin keras.
Ketika Pendekar Mata Keranjang telah tiba di mulut rimba, bunyi dentang senjata beradu dan bentakan-hentakan terdengar semakin keras. Si pemuda terus melesat ke dalam. Sesaat kemudian, Aji telah berada di'sebuah tanah lapang yang cukup luas.
Aji merasakan bulu-bulu tengkuknya berdiri ketika melihat pemandangan yang terpampang di hamparan tanah lapang Itu. Beberapa sosok tergolek di tanah dalam keadaan tubuh tidak utuh. Sebagian besar buntung kepalanya. Hanya sebagian kecil yang terpisah tangan dan kakinya. Namun, semuanya mempunyai kesamaan, tergolek bermandikan darah. Rumput rumput hijau terlihat kemerahan karena tersiram darah.
Angin yang berhembus ke arah Pendekar Mata Keranjang, dan agak keras, membawa bau yang menyengat hidung dan memualkan perut.
Amis dan anyir. Bau darah ! "iblis dari mana yang mampu melakukan kekejian seperti ini"!" kecam Aji seraya mengayunkan kaki mendekati sosok-sosok yang bergeletakan di tanah.
Aji terperanjat ketika melihat ada satu sosok yang anggota tubuhnya utuh. Memang, seperti juga yang lainnya, sosok yang mengenakan jubah putih itu, berlumuran dan bergelimangan darah. Sosok ini tergolek di antara yang lainnya, sehingga semula agak tersembunyi dari pandangan Pendekar Mata Keranjang.
Pemuda berpakaian dalam kuning ini bergegas mendekati sasak berjubah putih. Si pemuda duduk bersimpuh dan memeriksanya. Tampak oleh Aji, sebagian besar jubah putih itu telah berwarna merah karena bernoda darah.
Tanpa menunggu lebih lama, Aji mengulurkan tangannya untuk memeriksa detak jantung sosok berjubah putih itu. Tapi, sebelum jari jari tangan si pemuda menyentuh dada, mendadak sang sosok mengebutkan tangannya ke wajah Pendekar 108.
Brrr...! " Serbuk-serbuk berwarna merah yang menyebarkan bau harum, menyerbu wajah Aji. Sang pendekar terperanjat, dan segera sadar kalau dirinya tertipu. Dia melompat ke belakang untuk mengelak seraya memejamkan mata agar tak kemasukan serbuk-serbuk itu. DI saat yang sama, Aji mengibaskan tangan kanannya, mengirimkan pukulan jarak jauh pada penyerangnya.
Blarr...!' Angin keras yang menyeruak dari tangan Aji hanya mengenai pemukaan tanah, karena sosok berjubah putih itu telah lebih dulu menggulingkan tubuh dan melenting menjauh. Seketika itu pula tanah terbongkar, menimbulkan gumpalan-gumpalan tanah yang berpentalan ke udara.
Debu-debu yang timbul, menyebabkan tempat itu jadi remang-remang.
Dilain pihak, Aji memang berhasil membuat serbuk-serbuk merah tak mengenai matanya. Tapi, murid Wong Agung ini lupa untuk menahan napas. Bau harum itu tercium olehnya.
Seketika itu pula, si pemuda merasa pusing. Aji menyadari gelagat tidak baik: Dia buru-buru menahan napas untuk mencegah bau harum itu terhisap lebih banyak. Pemuda berambut dikuncir ini'berhasil. Tapi, serbuk merah itu ternyata amat luar biasa.
Kendati hanya terhisap sedikit, namun mampu menimbulkan pengaruh yang luar biasa. Pusing yang melanda Pendekar Mata Keranjang segera menghebat. Sekujur tubuhnya pun lemas. Malah, semua yang dilihat Aji berputaran, karena pandangannya berkunang-kunang.
Aji berusaha keras untuk bertahan. Dia mengerahkan hawa muninya untuk mendesak keluar racun yang masuk. Tapi, racun yang terkandung dalam serbuk merah telah meraSuki sekujur urat dan otot. dan menyebabkan lemas. Aliran hawa murni jadi kacau, mati kutu. usaha Pendekar Mata Keranjang kandas. Dia terhuyung-huyung sebelum akhirnya ambruk ke tanah.
Sosok berjubah putih yang telah tegak di tanah, maju menghampiri Aji. Sambil melangkah, dengan sebelah tangan dia melucuti jubahnya yang berlumuran darah, serta mengusap-usap wajahnya yang berdebu dan dipenuhi bercak-bercak darah.
Di depan sang sosok, Aji rebah tak berdaya. Seluruh anggota tubuhnya tak bisa digerakkan. Lemas. Lunglai. Bagaikan orang yang tak berotot, berurat, dan bertulang. Tapi pemuda ini masih sadar. Matanya masih bisa dibuka, sehingga bisa melihat semua tindakan dan gerak-gerik sang sosok.
Sosok itu ternyata seorang wanita setengah baya. pesolek, dan berpakaian hitam. Mulutnya yang masih berbentuk indah. tersenyum penuh daya pikat.
Sepasang matanya menyambar-nyambar dengan sorot genit. Aji sampai terperanjat melihatnya. Karena, dia telah melihat wanita ini sebelumnya, dan cukup mengenalnya.
"Dewi Barhati Besl...,' keluh pemuda berambut dikuncir ini dalam hati.
"Sungguh sial!
Rupanya aku telah tertipu...!"
Wanita berpakaian hitam yang memang adalah Dewi Berhati Besi, mengukir senyum penuh daya pikat. Dengan sikap genit dan suara dibuat-buat, dia bicara. "Selamat berjumpa lagi, Bocah Bagus. Dan, pada perjumpaan kali mi kau tak akan lolos dari tanganku...l" (Untuk jelasnya mengenai tokoh yang berjuluk Dewi Berhati Besi Ini dan masalahnya dengan Aji, silakan baca episode sebelumnya yang berjudul : 'Mustika Naga Hitam").
Usai berkata demikian, Dewi Berhati Besi mengeluarkan sebuah guci sebesar ibu jari kaki dari selipan pinggangnya. Kemudian, wanita Ini mengeluarkan: sebutir pil merah dari dalam guci itu. Lalu, dia berjongkok dan menjejalkan pil itu ke dalam mulut Aji.
Kalau saja mampu, Aji tak akan sudi menelan pil itu. Tapi, apa dayanya" Tanpa kesulitan sama sekali, sang dewi memasukkan pil itu ke dalam mulut sang pendekar.
"Bocah bagus. Pil yang kau telan itu kuberi nama pil surga dunia. Dengan menelannya, kau akan mendapatkan kenikmatan dan kesenangan hidup, kendati hanya semalam. Setelah itu, sedikit demi sedikit kau akan mati dalam keadaan menderita. Hik hik hik...!" kata Dewi Berhati Besi yang berwatak cabul seraya terkikih penuh kegembiraan. '
Masih dengan tawa yang belum habis, Dewi Berhati Besi melontarkan sebatang anak panah ke udara. Di angkasa, anak panah itu memancarkan sinar merah yang memancar ke segenap arah. Lalu, wanita ini mengangkat tubuh sang pendekar dan membawanya melesat meninggalkan tempat itu.
Sekitar puluhan tembak di luar hutan, beberapa orang anak buah Dewi Berhati Besi, melesat menjauhi rimba setelah melihat munculnya isyarat yang mereka tunggu, yaitu panah berapi berwarna merah.
Tanda itu merupakan isyarat kalau rencana yang disusun Dewi Berhati Besi untuk menjebak Aji telah berhasil dengan baik. Rencana yang telah disusun secara rapi oleh sang dewi dan anakanak buahnya, yaitu murid-muridnya, anggota Perkumpulan Anak Langit, setelah memperhatikan gerak-gerik Aji dan menguntit perjalanannya.
Pendekar Mata Keranjang memang tak tahu kalau selama beberapa hari, dia dikuntit terus oleh Dewi Berhati Besi dan anak buahnya. Oleh karena itu, sang Dewi Berhati Besi bisa memperkirakan arah yang ditempuh sang pendekar. Wanita berpakaian hitam ini pun bergerak mendahului Aji tanpa diketahui oleh si pemuda.
Sedangkan beberapa orang anak buahnya tetap berada di belakang Aji, di dalam jarak yang sama..
Dewi Berhati Besi menunggu didalam rimba bersama beberapa orang tokoh persilatan aliran putih yang terlebih dulu ditahannya. Ketika Pendekar Mata Keranjang telah berada di dekat rimba, murid-murid Perkumpulan Anak Langit, melepaskan anak panah yang mangeluarkan sinar biru. Ini menjadi isyarat pada Dewi Berhati Besi kalau Aji telah berada di dekat rimba.
Dewi Berhati Besi pun melaksanakan siasat yang telah diaturnya. Dia menimbulkan bunyi pertarungan dengan membentur-benturkan senjata dan mengeluarkan
bentakan-bentakan keras. Bentakan yang keluar dari mulutnya sendiri, tapi dengan kepandaiannya tercipta aneka suara dan seakan-akan keluar dari mulut beberapa orang.
Kemudian, para tawanannya dibunuh secara kejam, untuk menimbulkan amarah Aji. Dewi Berhati Besi sendiri, segera memoles dirinya sedemikian rupa agar tak dikenal Pendekar 108. Mengenakan jubah putih, dan melumuri sebagian tubuh serta wajahnya dengan darah campur debu.
Setelah itu, Dewi Berhati Besi merebahkan tubuhnya tertelentang, bersikap 'seperti orang yang tengah sekarat atau terluka parah. Padahal, di tangan kanannya, tergenggam serbuk-serbuk beracun yang mampu membuat tokoh bertenaga dalam kuat sekalipun, akan takluk. Meski hanya mencium baunya sebentar.
Rencana Dewi Berhati Besi ternyata berjalan dengan mulus. Aji terkena perangkap yang dibuat sang dewi. Dan, sekarang Pendekar 108 berada dalam kekuasaan Ketua Perkumpulan Anak Langit.
Dewi Berhati Besi baru menghentikan larinya ketika berada di depan sebuah kuil rusak. Dinding-dinding bangunan-itu telah rusak di sana-aini, dan berlumut. Malah salah satu dinding telah hampir roboh.
Dengan langkah-langkah lebar, Ketua Perkumpulan Anak Langit itu, membawa Aji ke dalam kuil.
Kemudian, melemparkannya ke lantai di salah satu ruangan yang paling baik keadaannya. Kendati demikian, ruangan itu tetap kotor berdebu, serta dipenuhi sarang laba-laba pada sudut-sudut ruangannya.
Tanpa bicara apa pun, Dewi Berhati Besi mengibas-ngibaskan tangannya sehingga membuat abu serta kotoran yang ada, beterbangan keluar. Kejap kemudian, ruangan itu telah agak bersih. '
Dewi Berhati Besi baru memperhatikan Aji. Dilihatnya, si pemuda tengah blingsatan. Sorot mata Pendekar 108 yang menikamnya, sarat dengan nafsu birahi. Memang, beberapa saat yang lalu, Aji merasakan hawa panas timbul di perutnya. Lalu, menjalar ke seluruh badan. Hawa panas ini menimbulkan nafsu birahi yang semakin lama semakin menggila, dan tak mampu dikendalikan oleh sang pendekar.
Dewi Berhati Besi tertawa dingin melihat calon korbannya telah menunjukkan gejala yang diharapkan. Buru-buru wanita ini mengeluarkan Sehelai sapu tangan hitam dan mengebutkannya didepan wajah Pendekar 108. Gejala yang terlihat pada Aji, menunjukkan pada si wanita kalau pil surga dunia mulai menimbulkan pengaruh atas diri sang korban.
Serbuk serbuk kekuningan menyerbu wajah Aji ketika sang Ketua Perkumpulan Anak Langit itu mengebutkan sapu tangannya. Bau harum kembali menyeruak. Hanya saja keharuman yang tersiar, berbeda dengan sebelumnya. Dan, tak berselang lama, urat; otot, dan tulang-tulang yang lunglai, kembali seperti sediakala secara berangsur-angsur. '
Begitu rasa lemas yang mengungkungnya telah lenyap, bagaikan seekor serigala kelaparan melihat anak domba yang gemuk, Aji menerkam Dewi Berhati Besi. Pendekar 108 telah tak teringat lagi akan apa yang dilakukannya. Tidak merasa lagi kalau apa yang akan diperbuatnya, tak patut dilakukan oleh seorang pendekar. Pemuda berambut kuncir itu, hanya merasakan satu kebutuhan, melampiaskan nafsu birahi yang bergejolak di dalam dada.
Dewi Berhati Besi terkekeh gembira. Dia tidak mengelak sama sekali sehingga tertekam Aji. Wanita pesotek ini terjengkang ke belakang dan. jatuh telentang, dengan tubuh Aji berada di atasnya. Namun. seperti juga sebelumnya. Ketua Perkumpulan Anak Langit ini hanya terkekeh, genit serta sarat dengan kecabulan.
Saat-saat yang menegangkan itu, terdengar semakin keras......
"Wanita cabul! Kau 'boleh berjina dengan orang-orang yang kau inginkan. Aku tak peduli, apalagi sampai ikut campur! Tapi. kau telah menggunakan siasat licik untuk membuat orang melayani nafsu iblismu! Terpaksa, kali ini aku tak tinggal diam!"
Dewi Berhati Besi terperanjat bukan main mendengar seruan yang diketahuinya pasti ditujukan untuknya. Ini berarti ada orang yang melihat semua perbuatannya. Dewi Berhati Besi malu bercampur marah, di samping rasa kagetnya. Gangguan ini menyebabkan gairahnya menurun jauh.

* * *



--↨֍¦ DUA ¦֍↨--

BERBEDA dengan Dewi Berhati Besi, Aji sama sekali tak mempedulikan seruan itu.
"Gurunya cabul. Muridnya pun tak beda. Memang benar kata pepatah yang menyebutkan kalau buah apel itu jatuh tak jauh dari pohonnya. Kelakuan dan kegemaranmu persis gurumu, Wanita Liar...i" Kembali terdengar satu seruan dari pemilik suara yang belum ketahuan wujudnya itu. Dewi Berhati Besi mengedarkan pandangan ke sana kemari, karena tak dapat menentukan asal seruan itu. Suara itu seperti menyeruak dari segala arah. Hal ini menunjukan pada sang .dewi kalau pengintai itu memiliki kepandaian menakjubkan.
Karena, hanya orang bertenaga dalam amat kuat, dan berilmu luar biasa tinggi, yang mampu membuat ucapannya tak diketahul asalnya. '
Hal lain yang mengejutkan Ketua Perkumpulan Anak Langit ini adalah ucapan Si pemilik suara tanpa wujud. Itu mengenai gurunya. Dari pernyataannya, Dewi Berhati Besi tahu kalau sang pengintai itu mengenal gurunya dengan baik. Itu berarti sosok yang belum kelihatan wuiudnya itu seangkatan dengan gurunya.
Kali Ini Dewi Berhati Besi benar-benar telah kehilangan gairahnya. Dia mendorong Aji hingga si pemuda terjengkang. Kemudian. wanita ini bergegas bangkit dan membereskan rambut serta pakaiannya.
' Namun, sebelum wanita pesolek ini sempat berbuat sesuatu, Aji yang telah dirasuki birahi, bergegas bangkit dan menubruknya. :
Sang Dewi Berhati Besi jadi jengkel pada Aji. Tapi, wanita pesolekjni tak berani bertindak gegabah. Dia tahu kalau si pemuda berkepandaian tinggi. Oleh karena itu, Dewi Berhati Besi tidak mengelak ketika Aji menubruknya, hingga membuatnya jatuh telentang dengan tubuh si pemuda berada di atasnya. Saat itulah, jari tangan Dewi Berhati Besi meluncur ke arah bahu kanan Aji. Tukkk...!
Seketika itu pula, Aji langsung terkulai lemas. Tak ubahnya sehelai kain basah. Pemuda berambut dikuncir ini pun tak berdaya ketika sang dewi mendorongnya hingga tergelimpang di lantai.
Dewi Berhati Besi tak mempedulikan Aji lagi. Dia bergegas bangkit seraya mengedarkan pandangan ke sana kemari, mencari-cari sang pemilik suara. Tapi. lagi-lagi hasilnya nihil.
"Pengintai Hina...! Kalau kau memang bukan seorang pengecut, tunjukkan dirimu...!" tantang wanita berpakaian hitam ini, lantang kendati dengan sedikit cemas. Sebab, dia telah bisa memperkirakan kalau sang pemilik suara, berkepandaian tinggi.
"Ha ha ha"!"
Sosok tanpa wujud itu hanya memperdengarkan tawanya yang keras menggelegar sebagai sambutannya. Akibatnya, dinding-dingin kuil yang telah lapuk. rontok.
Untuk kesekian kalinya. Dewi Berhati Besi terperanjat.
Kejadian pada dinding kuil, telah menjadi bukti ketinggian tenaga dalam sosok tanpa wujud itu. Tapi, satupun dewi tak menjadi gentar karenanya.
"Keparat busuk...! Jangan kau kira dapat menggertakku dengan permainan anak-anak seperti itu...! Kalau kau memang bukan pengecut, keluar...!" seru Dewi Berhati Besi, lantang.
"Baiklah kalau itu yang kau inginkan...! ingat, kau yang memintaku keluar...!"
Belum lenyap gema ucapan itu, dari atas atap kuil yang tidak tertutup, melayang turun sesosok bayangan. Di lain kejap, sosok itu telah menjejakkan kakinya di depan Dewi Berhati Besi.
Sang Ketua Perkumpulan Anak Langit itu sampai terjingkat ke belakang saking kagetnya; Dia tak mendengar bunyi gerakan atau kesiuran angin. Tapi, tahu-tahu sosok itu telah tegak di hadapannya. Sang Dewi Berhati Besi pun mengarah pandangannya pada sang sosok.
Sosok yang berdiri berjarak dua tombak dari Dewi Berhati Besi adalah seorang kakek berkepala botak. Kumis, jenggot, dan cambangnya telah berwarna dua. Tubuhnya tinggi besar dan terbungkus oleh pakaian lusuh yang sudah tidak dapat dikenali lagi warna aslinya.
"Tua bangka keparat...! Siapa kau..."! Mengapa mencampuri urusanku...!" tanya Dewi Berhati Besi dengan nada tinggi. .
"Orang sepertimu tak pantas mengenalku, Wanita Liar! Dan, perlu kutegaskan sekali lagi" aku sebenarnya tak ingin mencampuri urusanmu kalau saja bukan pemuda ini yang kau jadikan korban...."
'Apa hubunganmu dengan pemuda ini, Keparat"!" tanya Dewi Berhati Besi lagi, terdorong oleh rasa Ingin tahu mengapa si kakek botak mengistimewakan Pendekar Mata Keranjang.
"itu pun tak perlu kau tahu, Wanita Cabul!" tandas kakek berpakaian lusuh.
"Yang jelas, kalau kau bermaksud meneruskan maksudmu, akan berhadapan denganku!" Kalau kau mengurungkan tindakan tak terpujimu, aku bersedia membiarkanmu pergi!"
Dewi Berhati Besi tak segera memberikan tanggapan. Dia tercenung dengan benak digayuti berbagai macam pertanyaan.
"Aneh...! Mengapa setiap usahaku untuk menguasai bocah ini senantiasa mendapatkan halangan! Benar-benar sial...! Haruskah kuturuti ucapannya dan pergi dari sini! Tapi. . itu urusannya terlalu pengecut. Susah-payah kudapatkan bocah ini mana mungkin harus kulepaskan begitu saja! Toh, tingkat kemampuan kakek keparat ini belum kuketahui. Bukan tidak mungkin dia hanya menggertakku saja."
Keputusan terakhir yang diambil, membuat sang Dewi Berhati Besi timbul kembali semangatnya. Dia menatap kakek botak dengan sorot mata penuh tantangan.
"Kakek usilan! Jangan kau kira akan demikian mudah untuk menggertakku. Kalau kau memang punya kemampuan, silakan mengusirku dari tempat ini" tandas Ketua Perkumpulan Anak Langit itu dengan suara keras.
"Begitukah"!" timpal kakek berpakaian lusuh,"seenaknya. 'Kalau itu yang kau inginkan, akan kupenuhi! Tapi ingat, kau yang menantangku, Katakan itu nanti pada gurumu, agar dia tidak menganggapku bertindak keterlaluan...!"
Baru saja kakek botak mengatupkan mulutnya, Dewi Berhati Besi melancarkan serangan. Wanita pesolek yang licik itu mengibaskan tangannya, menaburkan bubuk-bubuk merah yang telah berhasil memperdayai aji.
Seketika itu pula, bau harum melingkupi sekitar tempat itu. Menyeruak, mengiringi menyerbunya debu debu kemerahan. Tapi, kakek berpakaian lusuh hanya terkekeh. Lalu, dia mengebutkan tangannya. Seketika itu pula, angin keras berhembus.
Melabrak debu-debu dan membawanya pada Dewi Berhati Besi.
Sang dewi tak berani bertindak sembarangan. Dia melompat ke samping untuk mengelakkan serbuan angin keras yang menggebrak ke arahnya. Tapi, si kakek tak tinggal diam. Dia mengirimkan serangan bertubi-tubi dengan kibasan-kibasan tangannya, yang mengakibatkan menyeruaknya angin-angin keras.
Dewi Berhati Besi blingsatan ke sana kemari untuk mengelak.
Dia berhasil. Akibatnya, dinding-dinding kuil yang menjadi sasaran, berlobang dan berguguran ketika terhantam. Untuk beberapa gebrakan, Dewi Berhati Besi memang berhasil menyelamatkan diri dari serbuan angin angin keras. Tapi, baru delapan jurus. wanita ini telah dibuat kerepotan. Ketua Perkumpulan Anak Langit ini tak punya kesempatan untuk melancarkan serangan balasan, karena gencarnya serbuan-serbuan kakek berbaju lusuh.
Di jurus kedua belas. Dewi Berhati Besi tak mampu mengelak lagi karena telah terpojok di sudut kuil. Wanita pesolek ini terpaksa. menangkis, dengan mendorongkan tangannya yang menimbulkan serbuan angin keras.
' Pyarrr, plaass..!"
Benturan pukulan-pukulan jarak iauh itu membuat Dewi Berhati Besi terjengkang. Punggungnya menabrak dinding kuil. Tangannya-terasa sakit-sakit dan dadanya sesak. Dewi Gerhati Besi sadar, kalau kakek berkepala botak melancarkan serangan lagi, nyawa akan melayang. Karena, keadaannya saat Ini tak memungkinkannya untuk mengelak, apalagi untuk menangkis serangan.
Namun, kekhawatiran Dewi Berhati Besi segera mencair ketika mengetahui kakek bolak tak melanjutkan serangan. Si kakek berdiri tegak dengan pandangan mata menghujam ke arahnya.
"Siapa sebenarnya kakek keparat ini"!' Dewi Berhati Besi meracau dalam hati.
"Kepandaiamya luar biasa sekali. Aku yakin, tingkatnya tak berada di sebetah bawah Guru.
Padahal, menurut Guru, tokoh yang memiliki kemampuan setaraf dengannya hanya bisa dihitung dengan jari. "
Ketua Perkumpulan Anak Langit ini sampai mengernyitkan dahinya karena bersikeras untuk mengingat-ingat. Kejap kemudian, parasnya berubah ketika teringat akan satu nama. ' "Dewa Botak... apakah tokoh ini yang mempunyai julukan itu"!
Kalau menilai dari kepandaiannya, dan juga ciri-cirinya... rasanya tak salah lagi. Apa yang dikatakan Guru semuanya benar, berpakaian lusuh serta berkepala gundul. .
'Wanita liar. Dengar baik-baik," kakek botak bicara.dengan nada sungguh-sungguh.
"Aku memberimu kesempatan sekali lagi, untuk segera meninggalkan tempat itu. Jika, kau masih tetap bersikeras untuk meneruskan maksudmu, tindakanku selanjutnya belum tentu lunak."
Dewi Berhati Besi hanya bisa memaki-maki si kakek dalam hati. Kalau menuruti perasaan, dia tak ingin meninggalkan tempat itu. Tapi, apa'dayanya"! Si kakek terlalu tangguh untuknya, bersikeras menentang, hanya akan merugikan diri sendiri.
"Kali ini aku mengaku kalah, Dewa Botak. Sekarang, aku terpaksa mengikuti keinginanmu. Tapi. camkanlah. Akan datang waktunya bagiku untuk membahas dendam terhadap perlakuan tak sopanmu ini !'
Kakek berkepala gundul hanya tertawa terkakeh.
"Rupanya kau telah tahu siapa adanya aku, Perempuan jalang!' katanya, setelah puas mengumbar tawa.
Dewi Berhati Besi tak memberikan tanggapan apa pun. Wanita pesolek ini hanya menghujamkan tatapan penuh rasa dendam pada si kakek. Tapi, yang ditatap, tak mempedulikannya sama sekali. Kakek yang ternyata berjuluk Dewa Botak ini tetap tak acuh ketika Dewi Berhati Besi membalikkan tubuh dan melesat meninggalkan tempat itu.
Dewa Botak menghampiri Aji yang masih tergolek ditanah, setelah terlebih dulu memperhatikannya beberapa saat lamanya. Sambil mengayunkan kaki, si kakek mengebutkan tangannya.
Hembusan angin keras pun menggebrak, meluncur ke arah Aji. Si kakek melakukannya beberapa kali.
Tak lama kemudian, dari sepasang lobang hidung Pendekar 108 keluar cairan kehijauan. Begitu pula dari sudut-sudut mulutnya. Dan, ketika tak ada lagi cairan yang keluar, sorot mata dan paras Aji tak lagi memancarkan nafsu yang besar. Perlahan-lahan segalanya kembali seperti sediakala.
Sungguhpun demikian, pemuda berambut dikuncir Inl belum mampu untuk menggerakkan anggota tubuhnya. Apalagi untuk bangkit. .Totokan yang diancarkan Dewi Berhati Besi masih membelenggunya.
Meskipun demikian, Aji telah dapat berpikir secara normal.
Pendekar 108 ingat kalau dirinya telah tertawan secara licik, oleh DeWi Berhati Besi, dan ditotok. Lalu, dirinya diberikan obat-obatan yang membuat nafsu birahinya bangkit. Setelah itu, hanya bayangan-bayangan kabur yang dapat diingatnya. Dan, di antara bayangan bayangan kabur itu, kakek berkepala botak yang berada di depannya, tidak termasuk di dalamnya.
' 'Ke mana perginya wanita jahat itu..."! Dan... siapa adanya kakek ini" Dan, di pihak mana dia berdiri, kawan atau lawan"!" tanya Aji dalam diam. setelah tak mampu mengingat-ingat bagaiamana kakek botak bisa berada di depannya.
Saat Aji tengah kebingungan, Dewa Botak kembali mengebutkan tangannya. Di lain saat, Aji merasakan totokan yang membelenggunya, pudar. Aliran darahnya kembali lancar.
Aji bergegas bangkit. Meski masih belum merasa jelas, pemuda ini telah dapat mengira-ngira kalau Dewa Botak bermaksud baik. Kalau tidak, mana mungkin akan membebaskannya dari belenggu totokan Dewi Berhati Besi.
Walau demikian, Pendekar 1 08 tak meninggalkan kewaspadaannya. Karena, pemuda ini tahu kalau masalahnya belum jelas.
"Terima kasih, Kek. Aku."
Aji terpaksa menghentikan ucapannya yang belum selesai karena Dewa Botak menyelak.
"Masalah mengucapkan terima kasih adalah persoalan mudah' dan sepele, Anak Muda. Bisa dilakukan tanpa terburu-buru.
Yang penting. kau benahi dulu dirimu !" Penyataan kakek gundul itu membuat Aji memperhatikan dirinya. Seketika itu pula, si pemuda terperanjat. Sepasang matanya membeliak besar dan wajahnya merah padam.
Pendekar 108 malu. Karena, pakaiannya tidak lagi berada di badan. Yang tinggal hanya celana.
"Pantas sejak tadi aku merasa dingin-dingin. Rupanya bajuku telah minggat entah ke mana," racau Aji dalam hati yang galau. Karena, keadaannya mengingatkannya akan Dewi Berhati Besi dan perasaan aneh yang melandanya sebelum dirinya tak sadarkan diri.
Aji bergegas mengambil pakaiannya yang terhampar di lantai. Kemudian, dengan gerakan cepat pemuda ini mengenakannya. '
"Karena terlalu memikirkan si kakek dan Dewi Berhati Bear, aku sampai tak sadar kalau tak berbaju lagi." si pemuda membatin. .
"Kek... aku tak tahu dan tak ingat apa yang terjadi. Bisakah kau memberitahukannya padaku"!" tanya Aji setelah selesai berpakaian. Nada suara pemuda ini sarat dengan kecemasan.
Pendekar Mata Keranjang khawatir kalau dirinya telah menggauli Dewi Berhati Besi. Karena, sebagian ingatannya yang samar-samar kembali adalah ketika dia menubruk sang Dewi Berhati Besi dan menggumulinya.
'Tidak usah cemas, Anak Muda. Apa yang kau khawatirkan tidak terjadi. Perempuan yang memperdayamu itu kabur ketika aku datang."
Selembar wajah Pendekar Mata Keranjang kontan berseri-seri. Dia gembira mengetahui apa yang dicemaskannya tidak terjadi. Kendati demikian. Aji tahu kalau Dewa Botak agak berdusta. Mana mungkin, Dewi Berhati Besi kabur begitu -saja"! Pasti si kakek yang telah mengusirnya dengan' kekerasan. Tapi, Pendekar 108 tak berkeras mendesak si kakek untuk bicara sejujurnya.
"Sekarang hatiku lega, Kek. Aku berhutang budi padamu. Kalau tidak ada kau, mungkin aku telah melakukan perbuatan yang memalukan itu," ujar Aji dengan nada gembira. '
"Tahan dulu perasaan gembiramu, dan juga terima kasihmu itu, Anak Muda. Memang, kau selamat dari cengkeraman nafsu wanita pesolek itu. Tapi, kau tetap tak luput dari ancaman bahaya. Kau tahu; berapa lama kau masih bisa hidup"!"
Ali terjingkat ke belakang seakan akan disengat ular berbisa. Dengan paras berubah dan suara agak bergetar, pemuda berpakaian hijau ketat ini perdengarkan ucapan.
"Kek... aku masih belum mengerti maksud ucapanmu. Bisakah kau mengatakannya secara jelas"!" Dewa Botak menghembuskan napas berat, sebelum-akhirnya bicara. '
"Masalah memberikan penjelasan. gampang, Anak Muda. Tapi, aku ingin tahu dulu mengapa kau bisa berada di tempat ini dan bersama-sama wanita tak sopan itu. Jangan lupa, beri tahukan pula siapa adanya dirimu."
"Namaku Aji, Kek. Aji Saputra." si pemuda lebih dulu memperkenalkan diri seraya mengusap-usap ujung hidungnya. Kemudian, secara singkat tapi jelas, pemuda berambut dikuncir itu menceritakan semua kejadian yang dialaminya. Dewa Botak mendengarkan ceritanya dengan penuh minat.
'itulah sebabnya kukatakan kalau umurmu hanya tinggal beberapa saat lagi, Anak Muda." kata kakek berkepala botak setelah Aji selesai bercerita, dan si kakek memperkenalkan dirinya pada Pendekar 108. Pil surga dunia adalah racun yang amat berbahaya dan mematikan. Di samping dapat menimbulkan nafsu birahi yang tak terkendalikan, pil itu akan membunuh dalam waktu setengah harian.": . Untuk kesekian kalinya, Aji tersentak kaget.
"Sampai demikian dahsyatnya pengaruh pil surga dunia itu, Kek"!' tanya si pemuda .tanpa menyembunyikan rasa terkejutnya.
Kakek berkepala botak mengangguk.

* * *



--↨֍¦ TIGA ¦֍↨--

AJI kontan diam. Tapi, hanya mulutnya. Di dalam benak pemuda ini, serentetan pertanyaan berkumandang.
"Hanya sampai di sini sajakah umurku"! Apakah kepergianku ketempat asing ini hanya untuk mengantarkan nyawa"! Ahhh...! Padahal, belum begitu banyak wanita yang kukenal. Hhh...l Nasib...! Nasib!'"
'Mengapa kau malah diam, Anak Muda"! Apa yang kau pikirkan"! Kematian"! Asal kau tahu saja. Anak Muda. Tidak ada yang perlu ditakuti dengan kematian itu."
-"Aku tak memikirkan masalah kematian itu, Kek. Aku hanya menyesalkan singkatnya sisa waktu yang kumiliki. Padahal, masih banyak tugas yang belum kuselesaikan," kilah Aji.
Dewa Botak terkekeh pelan. Kemudian, mulutnya membuka. perdengarkan ucapan.
"PIL surga dunia memang amat keji. Tapi, Itu bukan berarti tidak ada penangkalnya." '
"Jadi... racun itu bisa dipunahkan, Kek"!" sambar Aji, cepat dan penuh gairah.
Kakek berkepala botak mengangguk.
"Dan kau punya penangkalnya, Kek," desak Pendekar 108, penuh harap.
'sayang tidak," jawab DeWa Botak, sehingga membuat seri di wajah Aji lenyap"Aku hanya tahu penangkal-penangkalnya. Yang pertama tentu saja pada perempuan yang meracunimu."
Aji garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Kalau pada perempuan tak sopan itu tanpa diberitahukan pun, aku tahu," rutuk pemuda berambut dikuncir itu dalam hati.
"Tentu saja pada perempuan liar itu kau tak bisa berharap untuk mendapatkan pemunahnya, Aji," kata Dewa Botak lagi, mengganti sapaan terhadap si pemuda dengan nama saja.
"Kau hanya punya harapan pada yang kedua, Aji. Karena. aku tahu tempatnya."
"Di mana, Kek"! Jauhkah dari sini"!" tanya Aji, setengah hati, mengingat keterbatasan waktu yang dimilikinya.
"Lumayan," jawab Dewa Botak.
"Kira-kira dua hari tiga malam waktu yang kau perlukan untuk tiba di tempat itu, bila kau menunggang kuda tanpa henti dengan kecepatan tinggi. Akan lebih lama lagi waktumu bila kau tersesat jalan atau...:
'Kurasa tak ada gunanya kau terangkan lebih jauh, Kek," sela Pendekar 108 tanpa menunggu ucapan itu selesai.
"Karena. sebelum tiba di tempat itu, nyawaku keburu melayang.
Mengapa" Karena, seperti pernyataanmu tadi, Waktu yang kumiliki hanya setengah hari."
Dewa Botak kembali terkekeh.
"Anak muda kau terlalu khawatir akan kematian. Sehingga ucapanku hanya kulitnya saja yang kau tangkap. Pikirkanlah. Untuk apa kuberitahukan penangkalnya, kalau kutahu kau tak punya waktu untuk mendapatkannya"!"
"Aku makin tak mengerti dengan ucapan-ucapanmu, Kek," timpal Pendekar 108 pasrah seraya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Pemuda berambut dikuncir ini kebingungan. ' "Dengar baik-baik, Aji," kata kakek gundul sambil menatap wajah Aji lekat lekat.
"Waktu yang kau miliki memang tidak 'cukup untuk kau gunakan mencari dan mndapatkan penangkal racun yang terkandung dalam pil Surga dunia. Tapi, aku punya cara untuk memperpanjang waktu."
"Sekarang aku mengerti," Kek,'.' cetus Aji, gembira.
"Kau hendak menghambat berjalannya pengaruh racun itu, bukan"!" Dewa Botak menatap Aji tajam-tajam sebelum akhirnya mengangguk. '
"Aji.... Sejak pertama kali melihatmu aku telah yakin kalau kau bukan pemuda sembarangan. Sorot matamu luar biasa tajam menandakan kekuatan tenaga dalammu yang sukar untuk diukur. Aku tak mau pusing pusing memikirkan bagaimana orang semuda kau bisa mempunyai tenaga dalam demikian kuat. Yang' kuminta hanya satu. Kau jangan melakukan tindakan yang berupa perlawanan. Kekang tenaga dalammu. Janoan menentang usaha yang akan kulakukan. Kau mengerti"
"Mengerti, Kek," Aji mengangguk.
"Sebelum-kulakukan apa yang seharusnya kuper buat, perlu kuberitahukan padamu, Aji. Aku hendak mendorong racun yang berada di tubuhmu ke bagian tubuh Yang paling jauh dari jantung, dan menyudutkannya."
"Memang apa yang akan kulakukan ini sulit untuk d!dimengerti orang lain. Apalagi untuk dipelajari: Aku sendiri membuang waktu belasan tahun untuk mendapatkannya.
Pesanku, setelah racun itu kukekang, kau jangan mengerahkan tenaga dalam. Karena, pengerahan tenaga yang kau lakukan akan menyebabkan racun itu terbawa aliran darah dan menuju ke jantung. Dan, bila telah tiba di sana, kautahu akibatnya, bukan": Nyawamu akan melayang!" '
'"Kalau kau tak menggunakan tenaga dalam sama sekali, aku jamin, racun itu baru akan sampai .di jantungmu setelah melewati waktu tiga minggu.
Jika kau melanggar pantangan ini, batas waktunya akan. jauh lebih singkat. Mungkin dalam waktu seminggu racun itu telah tiba dijantungmu. Mungkin pula, tiga hari atau bahkan satu hari.
Hal ini tergantung dan seberapa kuat tenaga dalam yang kau keluarkan, berapalama. dan berapa sering."
"Semakin kuat tenaga yang kau kerahkan. semakin lama,"dan sering, berarti akan semakin cepat racun itu tiba di jantungmu. Bukan mustahil, sebelum kau sampai di tempat tujuanmu nyawamu telah lebih dulu melayang. Jadi, kalau kau masih ingin hidup lebih lama; usahakan sedapat mungkin untuk tak mengerahkan tenaga dalam. Karena nasib dirimu selanjutnya bergantung pada dirimu-, Aji. Jelas"!"
"Jelas, Kek," jawab Aji" sambil manggut-manggut, kendati sebenarnya bingung bukan main. Bagaimana mungkin, dia tak mengerahkan tenaga dalam'. Dunia persilatan amat keras.
Hukum rimba yang berlaku. Siapa yang kuat akan menekan yang lemah. Sewaktu-waktu, Aji bisa terancam bahaya. Tanpa tunjangan tenaga dalam,
ilmu-ilmu yang dimilikinya akan tumpul. Pendekar Mata Keranjang tak ubahnya orang biasa! "Kau telah siap, Aji"!' '
Pertanyaan Dewa Botak menyadarkan Pendekar itu dari lamunannya. Memang. perasaannya masih galau. Tapi, pemuda ini-mampu menekannya, sehingga tak tampak pada wajah. Bahkan ketika menjawab pun.
nada suaranya terdengar biasa.
"Siap, Kek!
"Kalau begitu, duduk bersila, membelakangiku. Ingat kau harus mengendalikan tenaga dalammu. Jangan memberikan perlawanan. Karena hal itu akan mengganggu usahaku. Jelas"!"
Aji manggut-manggut. Lalu, tanpa bicara sedikitpun, pemuda berambut dikuncir ekor kuda ini duduk bersila. Dewa Botak pun melakukan hal yang sama, di belakang Pendekar 108!
Aji duduk bersila dengan telapak tangan di lutut. Sedangkan Dewa Botak duduk dengan sepasang telapak tangan ditempelkan ke punggung si pemuda. Melalui tangan yang ditempelkan itu, Dewa Botak menyalurkan hawa murni pada Pendekar Mata Keranjang.
Pendekar 108 merasakan aliran hawa hangat mengalir melalui tangan Dewa Botak. Merasakan adanya pengaruh tak dikenal yang meluruk, tenaga dalam pemuda berpakaian hijau ketat itu siap bergolak untuk menentang. Tapi, Aji ingat pesan si kakek. Maka, dia mengekang aliran tenaganya. dan membiarkan hawa hangat Dewa Botak menyeruak masuk tanpa memberikan perlawanan sedikit pun.

* * *



Seorang gadis berbaju merah dan bertubuh montok menggiurkan memperlambat larinya. Tatapannya yang semula tertuju lurus ke depan diarahkan ke samping kanannya.
Tidak ada yang dapat dilihat oleh si gadis kecuali kerimbunan semak-semak. Tapi, gadis berpakaian merah ini tahu kalau beberapa tombak di belakang semak
semak itu, tengah terjadi sesuatu.
"Aku mendengar geraman geraman dan auman auman kemarahan dari harimau. Kalau tidak ada apa apa, tak mungkin binatang buas itu bertingkah demikian. Mungkin ada orang yang tengah terancam olehnya?"" si gadis membatin seteIah berhenti berlari.
"Aku tak punya urusan penting dan mendesak yang harus kukerjakan. Jadi, kurasa tak ada salahnya kalau aku ke sana, melihat apa yang tengah terjadi. Barangkali saja ada seseorang yang memerlukan bantuanku. '
Setelah mengambil keputusan demikian. gadis berpakaian merah itu berbelok arah. Dia berlari cepat menuju ke arah bunyi-bunyi harimau berasal.
Gadis berpakaian merah itu ternyata memiliki wajah yang amat buruk. Sebagian besar wajahnya berkulit kasar, berbintik-bintik seperti kulit buaya. Sisanya bolong-bolong. Bibirnya menggembung besar. seperti bengkak, sehingga seukuran kepalan bayi.
Kendati berwajah buruk, gadis berpakaian merah itu memiliki kepandaian tinggi. Gerakannya cepat. Sepasang kakinya seperti tak menginjak tanah ketika berlari. Bahkan, dia tak mengalami kesulitan sedikit pun ketika melalui kerimbunan semak yang "penuh dengan onak dan duri! ' Setelah berlari sejauh beberapa tombak. gadis berwajah buruk ini berada di hamparan tanah yang ditumbuhi rumput setinggi betis. Hamparan tanah itu cukup luas. Namun, bukan hal ini yang menarik perhatian si gadis.
Melainkan sosok-sosok yang berada di sebelah kiri hamparan tanah itu.
Sosok pertama yang berada di bawah sebatang pohon dan tengah berusaha untuk memanjat adalah seekor harimau loreng. Binatang buas itu menggeram. dan meraung-raung penuh kemurkaan. Rupanya, karena maksudnya untuk naik ke atas pohon, senantiasa gagal.
Sosok yang lain berada di atas Pohon, di salah satu cabang yang membuat sang harimau loreng tidak mudah naik ke atas pohon. SOsok di atas pohon selalu menghantamkan batang kayu di tangannya ke arah wajah atau kaki depan harimau loreng, ketika binatang buas itu berusaha keras untuk memanjat. Sosok kedUa ini adalah seorang manusia, pemuda berparas tampan. Rambutnya dikuncir ekor kuda.. Tubuhnya yang cukup tegap dibungkus pakaian dua lapis, Kuning berlengan panjang di bagian dalam, dan hijau tangan pendek di bagian luar. Pemuda Ini bukan lain dari Aji alias Pendekar Mata Keranjang 108;
Perempuan berwajah buruk terperanjat ketika melihat Aji. Untuk beberapa saat lamanya, dia terpaku di tempatnya bagaikan orang terkesima. "Apakah aku tidak salah lihat"!" gadis berpakaian "merah ini bertanya dalam hati.
"Bukankah pemuda itu telah tewas"!
Mengapa sekarang bisa berada di sini"! Dan tingkahnya... mengapa hanya menghadapi seekor harimau saja sudah demikian blingsatan. Wahhh...! Pasti aku telah salah lihat.
Tidak! Tidak mungkin kalau dia adalah Aji. Aji telah mati! Lagi pula, jika dia benar Aji, harimau itu telah sejak tadi jadi bangkai, di tangannya ". Cukup lama juga perempuan berpakaian merah ini tercenung seperti orang kesima. Dia membutuhkan waktu beberapa saat untuk menguasai diri!
"Siapa pun adanya pemuda itu. Aji atau bukan, dia membutuhkan pertolongan. Kalau tidak ditolong, cepat atau lambat, harimau loreng itu akan berhasil dengan usahanya.
Binatang buas yang tengah kelaparan itu akan menyantap si pemuda." Setelah mengambil keputusan demikian, perempuan berparas buruk itu melesat mendekati pohcn di mana harimau loreng dan Aji berada. Hanya dengan sekejapan, si perempuan telah berjarak satu tombak dengan dua makhluk yang sama sama hendak mempertahankan hidup itu. '
Kedatangan perempuan berwajah buruk rupanya diketahui oleh harimau loreng itu.'Sang harimau menurunkan sepasang kaki depannya. Menurunkan pula kepalanya yang telah dijulurkan ke atas, mengikuti gerak sepasang kaki depannya. Sekarang keempat kakinya telah berada ditanah. Dan, binatang buas itu mengarahkan pandangan pada sang pendatang baru.
"Grrrhhh...!"
Harimau loreng itu menggeram ketika bentrok pandangan dengan perempuan berpakaian merah. Memamerkan
gigi-giginya yang runcing dan terlihat mengerikan. Tapi, sang raja hutan ini kecelik kalau mengira manusia yang berdiri di hadapannya akan menjadi ketakutan dan berlari kalang kabut. Perempuan berpakaian merah itu tetap tegak di tempatnya. Sepasang mata si perempuan yang bening indah itu menentang sepasang mata sang harimau dengan tanpa berkedip.
Entah tingkah perempuan berpakaian merah di anggap sebagai sebuah tantangan terhadap dirinya, atau mungkin binatang yang telah kelaparan ini. bermakSud mengalihkan sasaran yang hendak dijadikan santapannya. Harimau loreng ini mengaum keras sebelum akhirnya melompat menerkam perempuan berwajah buruk. Raungannya yang keras, membuat sekitar tempat itu bergetar hebat!

* * *



--↨֍¦ EMPAT ¦֍↨--

PEREMPUAN berpakaian merah bersikap tenang. Dia tahu kecepatan menerkam harimau loreng itu
mengagumkan. Tapi, masih terlalu lambat bila dibandingkan dirinya. Oleh karena itu, si perempuan menunggu hingga sepasang kaki depan binatang buas itu semakin mendekat.
Ketika saat yang dinantikannya telah tiba, perempuan berwajah buruk itu melesat ke samping kanan. Di saat yang sama, tangan kirinya dihantamkan ke arah lambung sang raja harimau.
Bukkk! .
Harimau loreng itu terpental ke samping akibat pukulan wanita berpakaian merah. Dari mulut binatang hutan yang perkasa itu keluar raungan kesakitan.
Tapi, harimau loreng itu bukan termasuk binatang yang mudah menyerah. Memang, pukulan gadis berwajah buruk menyakitkannya, membuat tubuhnya terlempar, dan terbanting di tanah secara keras. Tapi, binatang buas Itu tidak kapok, melainkan bangkit, menggeram kembali. Dan menerkam. '
Perempuan berpakaian merah mendengus, jengkel.
'Binatang tak tahu diri!" rutuknya geram.
"tidak tahukah kau kalau aku telah bertindak baik hati"! Kalau aku mau, pukulanku tadi telah dapat mengirim nyawamu ke neraka!
Tapi, kau tak tahu kebaikan orang! Kalau begitu, aku akan memberikanmu hajaran yang lebih keras agar kapok" '
Sambil berkata demikian, perempuan berwajah jelek itu menyelinap; melalui bagian bawah tubuh harimau loreng. Serangan sang harimau tadi mengenai tempat kosong, lewat beberapa jari di atas kepala si perampuan.
Perempuan berwajah buruk itu sendiri, sekarang telah berada di bagian belakang harimau loreng. Kemudian. dengan kecepatan gerak yang mengagumkan, wanita ini mengulurkan tangannya ke arah ekor sang raja hutan. '
Tappp...!
Ekor binatang buas itu tertangkap tangan si perempuan. Tanpa membuang waktu lagi, perempuan itu memutar-mutarkan tangannya di atas kepala, sehingga membuat harimau loreng terbawa berputaran. Sang raja hutan meraung- raung karena marah bercampur takut. Perempuan berpakaian merah yang telah bermaksud membuat sang binatang ketakutan, tak mempedulikannya. Dia terus saja memutar-mutarkan tangannya. Baru setelah dirasanya cukup, cekalan pada ekor harimau loreng dilepaskannya.
Akibatnya, tubuh harimau loreng melayang jaUh karena pengaruh tenaga putaran.
Binatang buas itu meraung-mung karena merasa takut, menyadari akan keadaannya yang tidak menguntungkan. Dan, rasa takut sang binatang memang tak terlalu berlebihan. Karena luncuran tubuhnya menuju sebatang pohon. Di lain kejap, batang pohon besar itu terhantam kepala sang harimau secara keras. Terdengar bunyi 'bruk' yang cukup keras.Seketika itu pula, sang harimau'pingsan !
Kendati binatang buas itu telah tak menyerang lagi, perempuan berwajah buruk, tak segera mengalihkan perhatian dari tubuh sang binatang. Tapi, bukan karena wanita ini merasa tertarik. Perempuan berpakaian merah Ini belum mampu menguasai perasaannya, karena melihat orang yang mirip Pendekar 108. Dia menenangkan dirl dulu agar tidak terlihat gugup atau bingung. '
Di lain pihak. Aji malah merosot turun dari cabang pohon.
Pemuda ini melakukannya sebagaimana orang biasa turun dari pohon. Aji tak berani mengerahkan tenaga dalam karena khawatir akan akibatnya.,
Setelah tiba di tanah, pemuda berambut dikuncir itu mengayunkan kaki mendekati perempuan berwajah buruk.
Wajah pemuda ini berseri-seri. Bibirnya menyunggingkan senyuman lebar. Sedangkan orang yang didekati, .belum memalingkan muka. Masih menujukan pandangan pada harimau loreng .
"Selamat bertemu lagi. Nona," sapa Aji sopan dengan suara mengandung kegembiraan besar.
Perempuan berpakaian merah tak segera menoleh. Apalagi menyambuti sapaan Aji. Malah. dia menggeleng-gelengkan kepalanya kuat-kuat seperti hendak. melupakan sesuatu. .
Dan memang sebenarnya demikian. Perempuan berwajah buruk itu mengira dirinya terlalu terbawa perasaan, sehingga ucapan dan nada orang yang ditolongnya menyampaikan terima kasih, persis Aji. ' mengapa kau menggeleng-gelengkan kepalamu. Nona" Apakah lehermu sakit"!" tanya Aji lagi setengah bergurau, karena tak mendapatkan. sambutan atas pertanyaannya.
Kali Ini si perempuan berbaju merah menolehkan kepala. Dia menatap Aji lekat-lekat. Hal ini membuat si pemuda kebingungan. Sambil garuk garuk kepalanya, murid Wong Agung ini mengaiukan pertanyaan.
"Apakah ada yang aneh dengan diriku, Nona"! Ataukah... kau telah lupa padaku"! Aku Aji. Aji Saputra. Orang yang kau tanyakan mengenai jalan menuju danau di Gunung Nirwana..."
Sepasang mata indah milik si perempuan, membeliak menunjukkan keterkejutan. Suaranya terdengar bergetar ketika bicara.
'Benarkah kau, Aji"!"
"Tentu saja!" tandas Aji, lantang.
"Apakah ada yang berubah dengan diriku sehingga membuatmu tak kenal lagi"!" ,
"Tidak ada yang berubah dengan dirimu, Aji. Tapi... sepengetahuanku kau telah tewas ketika bentrok dengan Iblis Pemakan Bangkai... Aku melihat ketika Bidadari Berkabung membawamu untuk dikubur?" (Untuk jelasnya mengenai hal .ini, silakan baca episode scbelumnya yang berjudul :"Mustika Naga Hitam"). Aji cengar-cengir sambil usap-usap ujung hidungnya.
''Itu hanya sebuah' kekeliruan saja, Nona. Kau lihat sendiri kan kenyataannya"! Aku sangat bugar."
"Syukurlah kalau begitu, Aji. Aku gembira mendengarnya: sahut si perempuan gembira dengan sepasang mata bersinar-sinar. Tapi mendadak, dia teringat' sesuatu.
"Kalau kau benar Aji... mengapa menghadapi harimau loreng itu kau tak mampu berbuat apa pun"! Dengan kepandaianmu, binatang itu dapat kau usir tanpa perlu bersusah payah. Apalagi sampai memanjat pohon untuk menyelamatkan nyawa."
Aji diam sejenak. Berpikir dan menimbang-nimbang, apakah akan menceritakan kejadian yang menimpanya pada si gadis. atau tidak. Dalam waktu yang singkat itu, akhirnya si pemuda memutuskan untuk merahasiakannya dulu.
"Aku juga tidak mengerti, Nona. Yang kutahu. begitu siuman, semua tenaga dalamku musnah. Tapi, menurut berita yang kudapatkan, tenagaku akan kembali seperti sedia kala apabila meminum beberapa tetes darah kura-kura raksasa yang berada di Pantai Karang Hitam." '
"Darah kura-kura raksasa di Pantai Karang Hitam"!" ulang perempuan berpakaian merah yang sebenarnya bernama Kumala Sari, dan memiliki paras yang buruk ini, dengan sepasang mata membeliak besar karena kaget.
"Kurasa kau akan sulit untuk mendapatkannya, Aji, karena binatang-binatang itu adalah peliharaan seorang tokoh yang luar biasa sakti dan aneh. Telah banyak orang yang menginginkan darah binatang itu, tapi tak mendapatkannya." ,
"Tokoh sakti yang berjuluk Pengail Aneh'itu amat kikir. Tak pernah kudengar dia memberikan darah binatang peliharaannya, kendati orang yang memintanya amat membutuhkannya. Dia tak menerima atau mendengarkan alasan apa pun. Sedang untuk merampasnya, lebih sulit lagi. Karena, dia memiliki kepandaian luar biasa tinggi."
Aji tak merasa heran mendengar pemberitahuan Kumala Sari.
Karena, Dewa Botak telah memberitahukannya. Bahkan dengan keterangan yang lebih jelas lagi"
"Aku juga telah mendengar berita itu, Nona. Tapi, aku memutuskan untuk mencobanya dulu. Tidak ada salahnya kan berusaha"! Mengenal hasil atau tidaknya, kita pasrahkan saja pada Tuhan. Barangkali saja aku bernasib mujur...." .
Perempuan berparas 'buruk mengangguk-anggukkan kepala.
"Kau benar, Aji...," hanya itu yang dikatakannya.
Aji garuk garuk kepalanya. .
"Kalau begitu... kita berpisah lagi, Nona. Sekali lagi, aku mengucapkan terima kasih atas pertolongannu. Jika kau tak ada mungkin saat ini aku telah berada di perut harimau. Kelak, jika Tuhan mengizinkan, mungkin kita akan bertemu lagi. Selamat tinggal, Nona. "
Aji membalikkan tubuh dan melangkah meninggalkan Kumala Sari. Si wanita terperanjat. Kaget. Tapi, karena terlalu tak disangka-sangkanya pernyataan Pendekar itu, wanita ini malah terpaku di tempatnya. Baru, ketika pemuda berambut dikuncir itu telah beberapa tindak melangkah, Kumla Sari tersadar dari kesimanya.
"ji...! Tunggu dulu...!' .
Bersamaan dengan terlontar ucapannya. perempuan berparas buruk ini, melesat mengejar Pendekar Mata Keranjang.
Hanya dalam sekali lesatan, Kumala Sari telah berada di depan Aji. .
"Ada yang Ingin kau sampaikan, Nona"!" tanya Aji sambil tersenyum lebar.
Kumala Sari terlihat blingsatan. Dia terdiam beberapa saat lamanya sebelum akhirnya perdengarkan ucapan. '
"Apakah kau lebih suka melakukan perjalanan sendiri, Aji"!"-Kumala Sari mengutarakan keinginannya untuk pergi bersama Aji dengan cara berputar-putar.
"Apa boleh buat, Nona"!" jawab Aji dengan nada pasrah.?"Tentu saja kalau ada yang ingin menemaniku, aku akan senang sekali."
Pendekar 108 bukan orang bodoh. Dari nada dan cara Kumala Sari, dia telah dapat mengetahui kalau perempuan itu ingin ikut bersamanya. Oleh karena itu, jawaban yang diberikannya memberikan angin pada si wanita.
"Kalau aku yang ingin menemanimu, apakah kau akan bersedia, Aji"!" .
"Mengapa tidak"!" Aji malah balas bertanya.
"Melakukan perjalanan berdua, lebih nikmat dari pada sendirian...." "Kau tidak malu berjalan bersama-sama denganku"! Ingat, wajahku buruk sekali!" Kumala Sari memberikan pancingan. '
'Mengapa harus malu, Nona. Meskipun kau tidak memiliki wajah yang terlalu cantik. tapi aku tahu hatimu cantik. Dan, itu lebih daripada cukup bagiku.
Lebih membanggakan hati daripada kau berwajah cantik, tapi berhati buruk. Sungguhpun memang harus kuakui kalau aku adalah pencinta paras-paras cantik," beri tahu Aji. sejujurnya.
"Terima kasih atas kesediaanmu untuk mengajakku, Aji," kata Kumala Sari dengan suara tercekat di tenggorokan seperti layaknya orang yang merasa terharu. . .
"Tidak salahkah itu. Nona," kilah Pendekar Mata Keranjang sambil cengar-cengir.
"Seharusnya aku yang mengucapkan terima kasih atas kesediaanmu menemaniku.
Setidak-tidaknya, aku akan aman bersamamu apabila ada harimau-harimau lapar lainnya yang menginginkan dagingku!
Kumala Sari terkikih karena merasa geli mendengar gurauan yang masuk akal itu. Tapi, di lain saat kedua orang ini telah melangkah bersisian untuk menuju Pantai Karang Hitam.

* * *



Dua ekor kuda berpacu cepat melalui hamparan padang pasir yang gersang. Sosok-sosok yang duduk tegak di atas tunggangan itu adalah Aji dan Kumala Sari. Pasangan muda-mudi ini tengah berusaha untuk secepatnya tiba di Pantai Karang Hitam.
Kali ini, Pendekar Mata Keranjang mau tak mau harus menunggang kuda, agar perjalanan dapat dilakukan dengan cepat. Mengandalkan jalan atau lari tanpa pengerahan ilmu lari cepatnya, akan membuat perjalanan menjadi lambat. Kumala Sari tak akan mungkin membopong si pemuda. Mengingat mereka berlainan jenis. '
"Masih jauhkah Pantai Karang Hitam itu, Nona"!" tanya Aji di tengah-tengah laju tunggangan mereka. Pemuda ini mengajukan pertanyaan sekadar untuk memecahkan keheningan yang melingkupi mereka.
"Kalau menurut berita yang selama ini kudapatkan," Kumala Sari memberikan tanggapan tanpa meng urangi kecepatan kudanya .
"Besok pagi kita akan tiba di tempat itu." Aji manggut-manggut. Pemuda ini sependapat! dengan Kumala Sari. Karena berita yang didapatkannya dari Dewa Botak pun demikian. .
Saat Aji dan Kumala Sari tengah memacu tunggangannya itu, terdengar seruan keras menggelegar, yang berasal dari hutan kecil beberapa tombak didepan mereka. Padahal, jalan yang membelah hutan kecil itu adalah satu-satunya jalan untuk menuju ke Pantai Karang Hitam.
, 'Tua bangka keparat...! Kebetulan sekali aku bisa menemuimu di sini...!"
Seruan keras menggelegar itu, membuat Aji dan , Kumala Sari saling pandang. Mereka tahu kalau pemilik suara itu berkepandaian tinggi, dan hendak berurusan dengan orang yang menjadi lawan bicaranya.
Sebenarnya, baik Aji maupun Kumala Sari merasa tertarik untuk mengetahui apa yang tengah terjadi, di sebelah depan mereka. Namun, mengingat pentingnya urusan yang tengah dihadapi, memaksa Pendekar itu untuk berusaha bersikap tak peduli, dan memacu kudanya dengan kecepatan yang lebih tinggi, agar tak sampai terlibat persoalan.
Sekarang, Aji dan Kumala Sari telah memasuki mulut hutan kecil, dan dengan kecepatan menggila. Dan, baik Aji maupun Kumala Sari telah tahu kalau pemilik bentakan berada beberapa tombak di kiri depan mereka, di balik kerimbunan semak-semak. Pasangan muda-mudi ini berusaha secepat mungkin untuk meninggalkan tempat itu.
Saat itu, seruan keras yang terdengar semakin keras dan bahkan menggelegar, mampir di telinga Aji dan Kumala Sari. '
"Manusia Ajaib...! Aku, Siluman Tengkorak hidup menantangmu! Akan kubuktikan kalau akulah yang akan dan pantas menjadi tokoh tak tertandingi...!"
Pernyataan itu mengejutkan Aji dan Kumala Sari. Karena, baik Aji maupun Kumala Sari telah pernah mendengar tentang tokoh-tokoh yang berjuluk Siluman Tengkorak hidup dan Manusia Ajaib. Aji mendengar dari mulut Penjagal dari Neraka (Untuk jelasnya silakan baca episode : "Mustika Naga Hitam").
"'Manusia Ajaib. Bukankah tokoh sakti itu yang menjadi pentolan golongan putih puluhan tahun silam, dan mengalahkan Penjagal dari Neraka," Aji membatin penuh rasa takjub. 'Sama sekali tak pernah kusangka akan bisa menemui tokoh luar biasa itu di tempat ini. "
"Siluman Tengkorak Hidup. ,"
Aji hamplr berdesis ketika hatinya merutukkan kata-kata itu.
"Salah seorang dari pengkhianat-pengkhianat yang membuat nyawa Penjagal dari Neraka terenggut oleh Manusia Ajaib. Aku telah berjanji untuk membuat perhitungan dengannya. Sayang, keadaanku seperti ini....' '
"Luar biasa...," di sebelah Aji, Kumala Sari, Ikut ikutan meracau di dalam hati, penuh rasa takjub, tak percaya, gentar dan ngeri, 'Sama sekali tak pernah aku bermimpi bisa bertemu dengan mereka.
Terutama sekali Manusia Ajaib. Pertanda apakah ini gerangan"!"
Karena mendengar penyataan kalau tokoh-tokoh di balik semak-semak didekat mereka adalah tokoh-tokoh luar biasa, pasangan muda-mudi itu amat tertarik. Terutama sekali Aji yang mempunyai urusan. Bagaikan telah disepakati sebelumnya, Aji dan Kumala Sari menghentikan tunggangannya beberapa tombak dari semak semak yang di baliknya ada tokoh-tokoh luar biasa itu.
Dengan tergesa-gesa, pasangan muda-mudi itu menambatkan tunggangannya pada salah satu pohon. Lalu, keduanya berindap-indap menuju
semak-semak di mana Manusia Ajaib dan Siluman Tengkorak Hidup berada. . Bukan hanya Aji yang mempunyai alasan kuat untuk tertarik. Kumala Sari pun demikian. Karena, gadis ini tahu betul tokoh-tokoh dibalik semak-semak itu. Kumala Sari telah banyak mendengar kabar yang tersiar di dunia persilatan.
Memang, puluhan tahun lalu, tepatnya sekitar lima puluh tahun yang silam, di dunia persilatan muncul tokoh-tokoh yang luar biasa sakti! Satu tokoh sesat yang luar biasa kejam dan berkepandaian menggiriskan. berjuluk Penjagal dari Neraka. Sedangkan satunya lagi adalah Manusia Ajaib,'pentolan golongan putih.
Sekitar lima tahun PenjagaPenjagal dari Neraka malang melintang di dunia persilatan, muncul lagi tokoh-tokoh sakti lainnya. Dewa Botak dan Pengail Aneh sebagai tokoh aliran putih, dan Rase Genit di golongan hitam.
Namun, tingkat kepandaian tokoh-tokoh ini masih berada beberapa tingkat di bawah Penjagal dari Neraka. Saat itu. Dedemit Bermulut Manis, Siluman Tengkorak Hidup, dan Begal Bermata Iblis juga telah membuat nama besar. Tapi, tingkat kesaktian mereka berada jauh di bawah tiga tokoh persilatan yang muncul belakangan. Apalagi jika dibandingkan dengan Penjagal dari Neraka.
Sekitar sepuluh tahun sejak malang-melintangnya Penjagal dari Neraka,'Siluman Tengkorak Hidup dan tokoh-tokoh seangkatannya mengalami nasib sial. dirobohkan Penjagal dari Neraka. Untuk mencari selamat, mereka menakluk.
Sepuluh tahun setelah menjadi anak buah Penjagal dari Neraka, mereka mengatur siasat keji, yang membuat sang penjagal tersingkir dari dunia persilatan. Mereka pun memperebutkan pusaka dedengkot golongan hitam itu, dan menjauhkan diri dari dunia persilatan untuk mempelajarinya. Lima belas tahun kemudian, pengkhianat-pengkhianat ini kembali ke dunia ramai. Namun, merekatak lagi bergabung.
Mereka membuat nama besar di wilayah yang berbeda. Oleh karena itu, Dedemit Bermulut Manis terkenal sebagai datuk barat. Siluman Tengkorak Hidup diakui sebagai datuk timur. Di selatan, Begal Bermata Iblis Sedangkan di utara; Rase Genit.
Namun, hanya lima tahun dedengkot-dedengkot kaum sesat itu malang melintang di dunia persilatan. Setelah itu, tak terdengar kabarnya lagi. Tak ada seorang pun yang tahu apa sebabnya, kecuali datuk-datuk sesat itu. Mereka dikalahkan oleh Pengail Aneh dan Dewa Botak!
Setelah Begal Bermata Iblis yang lain-lain lenyap, di dunia persilatan muncul Manusia Bertopeng, Iblis Pemakan Bangkai, Dewi Berhati Besi yang merupakan murid Rase Genit. dan Bidadari Berkabung.

* * *



Ketika Aji dan Kumala Sari telah berada di kerimbunan semak-semak dan menguakkannya, untuk melihat tokoh-tokoh luar biasa yang berada di sebelahnya,
' lagi-lagi mereka mendengar seruan yang sejak tadi terdengar.
' "Manusia Ajaib. Aku telah cukup bersabar. Sejak tadi aku bicara, tapi kau tak juga memberikan sambutan. Apabila kali ini kau tak menjawab juga, jangan salahkan kalau aku menyerangmu, meskipun kau tak siap!" *
Begitu, tangan Pendekar 108 dan wanita berparas buruk menguak kerimbunan semak-senk, yang pertama kali mereka lihat adalah hamparan tanah lapang yang ditumbuhi rumput di sana-sini. DI atas tanah cukup Iuas itu,
sosok-sosok yang merupakan tokoh-tokoh luar biasa dunia persilatan, berada. Seluruh perhatian Aji dan Kumala Sari tertuju pada dua sosok yang saling berhadapan itu. Yang satu berdiri, sedangkan yang lamnya duduk disebuah gundukan batu yang berpermukaan runcing seperti ujung pedang. Dua sosok itu berjarak sekitar lima tombak dari Aji dan Kumala Sari.
Berdiri menyamping, sehingga pasangan muda-mudi itu dapat melihatnya dengan cukup jelas Sosok yang berdiri adalah seorang kakek berusia sekitar tujuh puluh lima tahun. Tubuhnya kurus kering seakan tak berdaging. Wajahnya lebih menyedihkan lagi, karena tulang-tulang pipi dan dahinya terlihat menonjol. Sepasang matanya menjorok jauh ke dalam. Kakek ini lebih mirip tengkorak daripada'manusia.
Sosok satunya lagi adalah seorang kakek yang jauh lebih tua. Kelihatan telah amat tua. Rambutnya putih panjang dan mirip benang-benang perak. Kumis. jenggot, cambang, dan alisnya pun putih pula seperti perak. Jenggot itu sendiri panjang sampai ke perut. Si kakek mengenakan pakaian putih bersih.
Meski Aji dan Kumala Sari belum pernah melihat masing-masing tokoh luar busa itu, Manusia Ajaib, dan Siluman Tengkorak Hidup, mereka telah bisa memperkirakan kalau kakek berpakaian putih bersih itu adalah Manusia Ajaib. .
Aji yang hanya bermaksud untuk melihat bagaimana rupanya Siluman Tengkorak HIdUp dan Manusia Ajaib, berniat untuk segera meninggalkan tempat itu, mengingat dirinya mempunyai urusan yang amat penting.
Namun. saat Itu terdengar bentakan keras dari mulut Siluman Tengkorak Hidup, berbarengan dengan hentakkan sepasang tangannya. ,
' "Rupanya kau mengira aku bermain-main, Manusia Ajaib"! Sekarang terimalah kematianmu..."
Aji dan Kumala Sari mendengar bunyi mengaung seperti ada puluhan tawon murka. Mereka sadar kalau Siluman Tengkorak Hidup telah melancarkan serangan yang dahsyat. Angin luar biasa keras terdengar. tapi tak ada kesiurnya sedikit pun DI lain 'pihak. orang yang diserang, si Manusia Ajaib, Seperti tak tahu adanya serangan. Dia tetap duduk seenaknya dengan mata terpejam rapat-rapat.
Aji dan Kumala Sari yang blingsatan Malah, Pendekar 108 jadi menunda maksudnya umuk segera meninggalkan tempat itu. Pemuda ini dan Kumala Sari telah dapat memperkirakan keluarbiasaan serangan sang siluman. Menangkis serangan itu pun sudah berbahaya, kendati berada di tempat biasa.
Apalagi jika berada dalam tempat dan sikap seperti Manusia Ajaib!
Kakek yang memiliki rambut seperti benang-benang perak itu. duduk bersila di sebuah batu runcing setinggi tiga jengkal. Untuk melakukan hal seperti ini saja, sudah-membutuhkan pengerahan tenaga dalam yang cukup besar, dan kemampuan ilmu meringankan tubuh yang amat tinggi. Dan, setidak-tidaknya akan menyulitkan jika hendak mengelak atau menangkis. Padahal, serangan dahsyat Siluman Tengkorak Hitam, telah menggebrak tiba '

* * *



--↨֍¦ LlMA ¦֍↨--

BLARR...! ' Bunyi keras langsung terjadi, dan membuat sekitar tempat Itu bergetar hebat, ketika Manusia Ajaib mengulurkan tangan, menangkis. Aji dan Kumala Sari merasakan sekujur tubuh-tergetar karena tanah berguncang keras.
Siluman Tengkorak Hidup mengalami kejadelan yang lebih mengenaskan. Tangkisan Manusia Ajaib, membuatnya terjangkung ke belakang dan terhuyung huyung beberapa langkah. Sementara Manusia Ajaib tak bergeming sama sekali. Namun beberapa saat kemudian, batu yang diduduki kakek barjenggot panjang itu hancur berkeping-keping.
Manusia Ajaib meluruk jatuh, tapi secara perlahan-lahan.
Rupanya batu cadas yang luar biasa keras itu tak mampu menahan beSarnya kekuatan yang menekan, sehingga hancur berderai. Didepan Manusha Ajaib, Siluman Tengkorak Hidup rupanya masih penasaran. Begitu berhasil menguasai diri, kakek mengerikan ini menggerakkan sepasang tangannya lagi, bersiap untuk mengirimkan serangan lanjutan.
Akan tetapi, kali ini sang siluman kalah cepat bertindak. Manusia Ajaib telah lebih dulu menjulurkan sepasang tangannya. Kelihatannya pelan dan tanpa tenaga. Bunyi lirih pun tak terdengar. Demikian pula dengan hembusan angin. Tapi, sekejap kemudian, Siluman Tengkorak Hidup merasakan adanya kekuatan dahsyat menekannya .
Tentu saja Siluman Tengkorak Hidup tak tinggal diam. Dia mengulurkan sepasang tangannya pula, mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk menahan kekuatan tak nampak yang menekannya, Adu tenaga dalam yang tak terlihat pun berlangsung.
Mula-mula memang tak tampak pihak yang unggul. Keadaan segera berubah setelah agak lama. Sepasang tangan Siluman Tengkorak Hidup terlihat menggigil. Semakin lama semakin keras. Wajahnya merah padam dan dibasahi peluh. Malah. dari atas kepalanya mulai mengepul asap tipis.
Di lain pihak, Manusia Ajaib hanya memerah wajahnya. Sepasang tangannya tak bergetar. Peluh hanya membasahi dahinya saja. Itu pun hanya sedikit. Siluman Tengkorak Hidup tahu kalau lawannya lebih unggul. Memaksakan diri untuk terus menentang, hanya akan mencelakai dirinya sendiri. Dia akan terluka dalam yang amat parah, dan bahkan mungkin akan tewas.
Oleh karena itu, dengan kesaktiannya, sang siluman melempar tubuh ke samping, tanpa menarik pulang tenaganya yang tersalur di telapak tangan. Menarik tenaga dalamnya hanya akan membuatnya celaka.Terpukul tenaga dalam sendiri yang terhimpit dari luar. Brakkk, blarrr.:.!
Bunyi gaduh terdengar ketika tenaga dalam Manusia Ajaib menggebrak sebatang pohon besar yang berada di belakang Siluman Tengkorak Hidup. Pohon itu pun hancur berkeping-keping. Tenaga' serangan sang siluman sendiri meluruk ke atas Siluman Tengkorak Hidup sendiri, begitu berhasil tegak di tanah, bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan. Namun, kakek kurus ini kecelik. ManusiaAjaib sudah tidak berada di situ lagi! Saat sang siluman melompat. si kakek melesat kabur.
"Keparat!" maki Siluman Tengkorak Hidup, geram, tanpa menggerakkan bibir sama sekali. Kakek Ini terlihat marah bukan main. Sepasang matanya bersinar tajam, seperti memancarkan api.
"Manusia Aiaib. Aku belum kalah! Lain waktu, aku akan memaksamu untuk bertarung! Aku akan buktikan pada dunia persialatan kalau gelar tokoh tanpa tanding itu, melekat pada diriku! Bukan pada dirimu! Kau dengar itu, Manusia Ajaib!"
Tidak ada sahutan sama sekali atas seruan sang siluman. Yang terdengar setelah itu, hanya gaung ucapannya sendiri.
Beurutan dan terkesan menggiriskan hati" '
Siluman Tengkorak hidup menunggu, karena berharap Manusia Ajaib akan kembali. Tapi, harapannya tak terkabul. Penantiannya sia-sia. Mendadak kakek kurus kering ini mengarahkan pandangan ke semak-semak di mana Aji dan KumalaSari berada. Sang siluman mendengar adanya desah napas halus. Desah yang menjadi pertanda keberadaan orang ditempat itu.
Aji dan Kumala Sari merasakan jantung mereka seperti berhenti berdetak ketika melihat sang siluman mengarahkan pandangan ke tempat mereka berada. Pasangan muda-mudi ini khawatir kalau-kalau Siluman Tengkorak hidup telah mengetahui keberadaanmereka berdua di tempat ini.
Apa yang dikhawatirkan pasangan muda-mudi Ini ternyata beralasan. Siluman Tengkorak Hidup perdengarkan tawanya yang keras mirip bunyi burung gagak yang tengah murka. '
"Tikus-tikus tak tahu diri...! Berani kalian mengintaiku.."' dengus sang siluman seraya menjulurkan tangannya, lalu melakukan gerakan menarik. Seketika itu pula senk-semak ambrol dan tercabut hingga ke akar-akarnya.
Tanaman-tanaman itu melayang ke arah sang siluman bagaikan ditarik tangan tangan yang tak tampak. Aji dan Kumala Sari pun Ikut tertarik. Mereka terguling-guling di tanah, meluncur ke arah Siluman Tengkorak Hidup.
Gulingan tubuh pasangan muda-mudi itu baru terhenti ketika tubuh mereka telah berjarak satu tombak dari sang siluman. Seketika itu pula Kumala Sari melenting. dan tegak berdiri. Sepasang tangannya bersilangan didepan dada, bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak diharapkan.
Aji tegak berdiri beberapa saat kemudian. Kumala Sari langsung menghampiri si pemuda, dan berdiri di depannya. Sikapnya terlihat melindungi. persis seekor Induk ayam menjaga anaknya dari ancaman bahaya. Melihat hal ini, Aji jadi terharu. ' Di lain pihak, Siluman Tengkorak Hidup kembali mendengus. Sepasang matanya yang menatap Aji dan Kumala Sari secara berganti-ganti itu sarat dengan keinginan membunuh.
"Tikus-tikus celaka! Kalian datang pada saat yang tidak tepat. Kebetulan aku tengah jengkel pada Manusia Ajaib,. tapi tak bisa melampiaskannya. Kalianlah yang ' menjadi gantinya!" '
"Kaulah yang akan mampus di tanganku, Manusia "tulang!" maki Kumala Sari tak kalah gertak. Kemudian gadis ini mengeluarkan sepasang pedang pendeknya. Lalu, dengan diawali teriakan melengking nyaring, gadis ini menyerbu sang siluman.
Singngng...!
Desingan tajam itu mendahului terdengar sebelum serangan Kumala Sari tiba di sasaran.
Gadis berparas buruk ini menusukkan pedang di tangan kanannya ke arah leher. ' Siluman Tengkorak Hidup perdengarkan dengusan
menghina. Dengan gerakan sembarangan, namun terlihat amat cepat bagi pandang mata Kumala Sari, kakek kurus kering ini menggerakkan tangannya.
Tappp !
Kumala Sari tercekat ketika batang pedangnya tercekal jari-jari tangan sang siluman. Sebelum dia sempat berbuat apa pun, Siluman Tengkorak Hidup itu, telah mengibaskan tangannya. Kumala Sari tak mampu untuk bertahan. Gadis ini terlempar mengikuti arah kibasan lawannya, melayang!
Aji terperanjat melihat kejadian yang menimpa Kumala Sari. Pemuda ini bimbang untuk mengambil keputusan! Apakah kemampuannya harus dikeluarkan atau tidak, mengingat bahaya besar tengah mengancam diri sang gadis.
Saat Aji tengah bimbang untuk mengambil keputusan. Dia merasakan kesiuran angin. Seketika itu pula, timbul keinginan untuk memberikan tanggapan. Tenaga dalam pemuda ini siap untuk bergolak. Tapi, Aji masih mampu menahannya, tak memberikan perlawanan apa pun terhadap angin yang menghembus.
Angin itu ternyata tercipta akibat Siluman Tengkorak Hidup melambaikan tangannya. Aji tertarik ke arah sang siluman dengan'derasnya. seakan-akan ada tangan raksasa yang tak terlihat membawanya menuju ke kakek kurus kering.
Siluman Tengkorak Hidup menyambuti kedatangan tubuh Aji dengan juluran tangan kanannya. Kejap kemudian, jari-jari tangan si kakek yang hampir tak berdaging, telah mencengkeram pakaian Aji. Si pemuda tetap belum memberikan perlawanan. Sang siluman bertubuh lebih jangkung dari Pendekar 108. Tambahan lagi, dia mencengkeram pakaian Aji di bagian dada. ini membuat Aji terangkat naik. Sepasang telapak kakinya tergantung di atas tanah.
Siluman Tengkorak Hidup sendiri memperhatikan Aji lekat-lekat. Bibir-bibirnya hampir tak berkemik, tapi bunyi yang terdengar cukup lantang.
"Kalau tak membuktikan sendiri, aku tak percaya . kau tak mempunyai kemampuan sedikit pun, Tikus Muda! Padahal, menurut penglihatanku, kemampuan yang kau miliki, setidak-tidaknya berada di atas tikus perempuan itu!"
Tikus perempuan yang dimaksud Siluman Tengkorak Hidup adalah Kumala Sari. Dan, saat itu sang perempuan telah tegak di tanah! Kumala Sari berhasil mematahkan kekuatan yang membuatnya terlempar.
"Lepaskan dia. Manusia Tulang!' bentak Kumala Sari, ketika melihat Aji berada dalam cengkeraman Siluman Tengkorak hidup.
"Kalau kau bukan pengecut, lepaskan dia! Aku yang pantes untuk kau hadapi'
Siluman Tengkorak Hidup menatap Kumala Sari dengan sinar mata berapi-api.
"Mulutmu lancang sekali, Tikus Betina! Kau telah menghinaku! Itu artinya, tidak ada harapan hidup bagimu! Tikus tampan kecintaanmu ini pun tak akan selamat!" '
Berbareng ancamannya, sang siluman melemparkan tubuh Aji ke belakang. Hampir tanpa selang waktu, kakek kurus kering ini mencabut goloknya yang terselip di pinggang, kemudian melemparkannya ke arah sang pendekar. Golok itu pun melayang mengejar tubuh Aji yang terlempar lebih dulu.
Tapi, Siluman Tengkorak Hidup, yang berada di depan Kumala Sari, tak tinggal diam. Begitu melihat si gadis melesat untuk melewatinya, dia mengibaskan tangan kanan kirinya secara bergantian.
Angin yang luar biasa keras berhembus ke arah Kumala Sari, membuat si gadis terlempar. Namun, Kumala Sari tak kalah cerdik. Dia melenting ke atas, bermaksud membuat angin yang menggebrak itu lewat di bawah kakinya, dan dia sendiri tetap meneruskan maksudnya semula untuk menolong Pendekar Mata Keranjang.
Lagi-lagi kekecewaan yang didapatkan Kumala Sari.
Hembusan angin yang menggebraknya ternyata berbeda dengan serangan umumnya. Kendati dia telah melompat ke atas, angin itu tetap menyerbu ke arahnya. Seakan-akan sekitar .tempat itu telah dipenuhi oleh hembusan angin keras, baik di atas maupun di bawah!
Kumala Sari tak punya pilihan lagi kecuali memapaknya. Dia melakukan gerakan-gerakan mendorong untuk menahan serbuan angin keras yang hendak melemparkannya! .
Bresss...!
Angin-angin keras yang berasal dari arah yang bertentangan kembali berbenturan. Seketika itu pula tubuh gadis berparas jelek itu terlempar ke belakang
Bresss...!
Kumala Sari menggigit bibirnya ketika punggungnya membentur sebatang pohon. Keras. Rasa sakit mendera bagian tubuh yang menabrak pohon. Untungnya, tenaga yang dikeluarkan-sang gadis untuk menahan angin keras yang hendak melontarkan tubuhnya telah banyak mengurangi tenaga lontaran. Kalau tidak, akibat yang diderita Kumala Sari akan semakin besar. '
Sungguhpun demikian. akibat yang diterima Kumala Sari masih tetap menyengat. Oleh karena itu, si gadis tak bisa segera berbuat aPa Pun. Tubuhnya merosot turun, setelah terjadinya benturan. Kejap kemudian, perempuan berparas buruk ini telah jatuh duduk di tanah. kumala Sari diam dalam keadaan demikian beberapa saat. Gadis ini merasakan pandangannya berkunang-kunang. Dadanya terasa sesak. Kepalanya pening. Dan, punggung serta sekujur otot-otot dan urat. urat tubuhnya ngilu dan sakit-sakit.
Kumala Sari berusaha keras untuk memulihkan keadaan tubuhnya. Dia tahu, bahaya besar masih mengancam. Siluman Tengkorak Hidup tak akan tinggal diam. Kakek kurus kering itu pasti akan melancarkan serangan susulan mematikan. Ada hal lain yang mencemaskan Kumala Sari. Nasib AJI!
Bagaimana keadaan pendekar muda itu sebenarnya"l Apakah Pendekar Mata Keranjang berhasil selamat"! Ataukah pemuda berambut dikuncir itu telah tewas"l Gadis berparas buruk ini tak mampu menjawabnya!

* * *



--↨֍¦ ENAM ¦֍↨--

BEBERAPA saat sebelum Kumala San terhumbalang menuju ke pohon besar akibat hembusan
angin keras yang dikeluarkan SilumanTengkorak Hidup, Aji melayang deras diikuti luncuran golok. Pemuda berbaju hijau ketat Ini kebingungan selama tubuhnya meluncur.
"Apa yang ratus kuperbuat kali ini"! Apakah aku harus tetap dengan keputusan semula"!
Tidak mengerahkan tenaga dalam Karena hal itu dapat membahayakan keselamatanku"! Tapi bila sekarang tak kukeluarkanpun. rasanya nyawaku'akan melayang, tertembus golok"!'
Pendekar 108 kebingungan untuk memilih tindakan yang paling tepat. Namun, kedua-duanya mempunyai akibat yang berbahaya. Aji bagaikan menghadapi buah simalakama. Dimakan ibu mati, tidak dimakan bapak yang mati. Di saat-saat yang menegangkan itu, sesosok bayangan keemasan berkelebat, menyambar tubuh Pendekar 108, menyelamatkan dari sambaran golok! '
Jleggg !. '
Tanpa menimbulkan bunyi berarti, sosok keemasan itu menjejakkan kakinya. Tubuh Aji yang berada di panggulannya, diturunkannya. Sang pendekar pun tegak di atas tanah.
"Terima kasih," kata Pendekar 108 seraya cengar cengir. ' Sang penolong Aji hanya menganggukkan kepala, Tak dapat diketahui apakah dia tersenyum atau wajahnya berseri-seri, karena adanya sebuah selubung yang menutup wajah. dan seluruh kepalanya.
Selubung yang berwarna keemasan seperti pakaian yang dikenakannya. Sebuah pakaian gombrang yang membuat bentuk tubuhnya tak terlihat.
Sosok keemasan itu baru saja menganggukkan kepala. ketika serangkaian seruan keras, menggelegar. 'Keparat busuk! Berani kau mencampuri urusanku, Monyet"!' maki Siluman Tengkorak Hidup, kalang kabut.
"Tahukah kau siapa adanya aku"!"
"Aku memang tak pernah melihatmu sebelumnya. Tapi menilik ciri-cirimu, aku bisa menduganya. Bukankah kautokoh sesat yang berjuluk Siluman Tengkorak hidup"!" timpal sosok berselubung; tenang. Tidak marah atau pun gentar karena hinaan dan ancaman yang dilontarkan sang siluman! '
Siluman Tengkorak Hidup mendengus mendengar dugaan yang tepat itu. Dia mengernyitkan dahinya. Hampir tak ada yang terlihat karena wajahnya memang hampir tak berdaging. Sepasang matanya menghunjam sosok keemasan dengan sikap penuh selidik. .
"Aku pun" bisa menduga siapa adanya kau, Monyet Tak Berwajah! Sungguhpun harus kuakui kalau bertemu denganmu baru kali ini: Bukankah kau dedengkot golongan "putih yang. berjuluk Manusia Bertopeng"!"
,Sosok keemasan yang berjuluk Manusia Bertopeng perdengarkan tawa berderai. '
'Rupanya, meski pergaulanmu dengan mayat mayat di dalam tanah; manusiapun kau kenal juga. Tengkorak!' kata sang sosok berselubung setengah mengejek.
Saat Manusia Bertopeng dan Siluman Tengkorak Hidup terlibat perdebatan, Kumala Sari telah berhasil menguasai dirinya. Memang, sebagian anggota tubuhnya masih terasa sakit-sakit. Tapi, pandangannya telah kembali seperti sediakala.'
Gadis berpakaian merah ini gembira bukan main ketika melihat Aji selamat. Pemuda berambut dikuncir itu berdiri tak jauh di sebelah depannya. Ketika Kumala Sari mengarahkan pandangan ke sana, pemuda berpakaian hijau ketat Itu tersenyum seraya melambaikan tangannya. Gadis itu pun tersenyum dan melambaikan tangan pula sebagai sambutnya.

* * *



Kumala sari bergegas menghampiri Aji. Kejap kemudian, pasangan muda-mudi ini telah berduaan kembali. ' .
"Aku berSyukur kau selamat, Aji. Padahal, semula aku merasa cemas sekali," Kumala Sari membuka pembicaraan. .
"Manusia Bertopeng itu menyambar tubuhku sebelum golok sialan itu lebih dulu mampir," beri tahu Aji.
"Dia datang pada saat yang tepat." '
Kumala Sari mengangguk. .
"Tokoh itu memang selalu datang dan menolongmu di saat yang tepat, Aji," katanya, setengah memberi tahukan. Aji terperanjat. Dia menatap gadis berpakaian merah lekat-lekat sebelum akhirnya mulutnya membuka, perdengarkan suara.
"Kau mengenalnya, Nona"!"
"Mengenalnya sih, tidak," jawab Kumala Sari sambil menggelengkan kepah.
"Tapi, aku pernah melihatnya sebelumya, saat dia menolongmu dan Bidadari Berkabung dari ancaman Iblis Pemakan Bangkai."
'Jadi...." ucap Aji dengan suara tercekat di tenggorokan.
"Manusia itu pernah menolongku sebelumnya"!" .
Kumala Sari manggut-manggut. Kemudian secara singkat tapi jelas, gadis ini menceritakan semua kejadiannya (Untuk jelasnya silakan baca episode : "Mustika Naga Hitam").
Sementara itu, tokoh yang menjadi bahan pembicaraan antara Kumala Sari dengan Aji, semakin terlibat dalam suasana yang sengit dengan-Siluman Tengkorak Hidup.
"Manusia Bertopeng. Memang telah lama aku ingin bertarung denganmu untuk menentukan siapa di antara kita yang lebih sakti!" Siluman Tengkorak Hidup. menggeram.
"Sama sekali tak kusangka kalau kita dapat bertemu di sini."
'Bukan hanya kau yang punya keinginan seperti itu, Siluman! Aku pun demikian. Aku sampai tak sabar menunggu pertemuan denganmu. Tak sabar untuk segera mengirim nyawamu ke akhirat!"
"Kau bermimpi. Manusia Bertopeng! Kaulah yang akan tergeletak tanpa kubur di tempat ini...!"
Usai berkata demikian, Siluman Tengkorak Hidup melesat menerjang Manusia Bertopeng. Kaki kanan kirinya terayun deras dan bertubi-tubi ke arah dada dan ulu hati lawannya.
Bunyi menderu keras mengiringi meluncurnya tendangan bertubi-tubi itu. Manusia Bertopeng perdengarkan dengusan keras. Nadanya meremehkan. Lalu. tokoh yang penuh misteri Ini menggerakkan kakinya, mengirimkan tendangan lurus bertubi-tubi'untuk memapak. '
Duk, duk, dukkk!
Benturan keras terdengar berkali-kali ketika dua pasang kaki bertemu secara gencar. Setiap kali benturan, tubuh masing-masing pihak, terguncang. Pada benturan yang penghabisan. baik Siluman Tengkorak Hidup maupun Manusia Bertopeng. sama-sama terjangkung dan
terhuyung-huyung.
Hasil dari gebrakan pertama ini rupanya membuat kedua belah pihak merasa penasaran. Mereka saling berlomba untuk melancarkan serangan dengan jurus-jurus yang lebih dahsyat dan berbahaya. Pertarungan sengit dan menegangkan pun, berlangsung. Demikian dahsyat, sehingga Aji dan Kumala Sari terpaksa menjauh. Karena, sambaran angin serangannya saja, membuat mereka terhuyung-huyung, dan terkadang terguling-guling.
Kumala Sari dan Aji hampir tak pernah berkedip menyaksikan pertarungan yang berlangsung. Namun, hanya Pendekar 108 yang dapat melihat jelas jalannya pertarungan.
Sedangkan Kumala Sari hanya melihat bayangan bayangan tak jelas yang saling belit dan hanya kadang-kadang saja terpisah. itu pun hanya sebentar. Lain saat, kedua bayangan itu telah bergumul lagi. Oleh karena dapat melihat jelas jalannya pertarungan, Pendekar Mata Keranjang dapat menilai hasil akhir dari duel itu. Aji tahu, tenaga dan kecepatan gerak Siluman Tengkorak Hldup dan Manusia Bertopeng, berimbang. Tapi, Manusia Benopeng lebih unggul dalam ilmu silat. Manusia Bertopeng mempunyai ilmu-ilmu yang lebih bermutu. Sementara lawannya, sebagian besar gerakannya berupa tipuan Belaka.
Kenyataan yang dilihat ini, membuat Pendekar mata Keranjang menghela napas lega. Dia tahu. Manusia Bertopeng akan keluar sebagai pemenang, kendati harus melalui perjuangan yang panjang dan membosankan. .
Penilaian itu Bukan hanya Aji yang dapatkan. Siluman' Tengkorak Hidup dan Manusia Benopeng pun, demikian. Oleh karena itu, setelah bergebrak selama belasan jurus, ketika terjadi benturan yang menyebabkan masing-masing; pihak terhuyung, Siluman tengkorak Hidup menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri.
"Aku tak punya waktu lebih banyak; Topeng! Lain Waktu aku akan mencarimu untuk melanjutkan pertarungan ini!' ,
"Kapan pun kau Inginkan aku siap, Tengkorak!" sambut Manusia Bertopeng, tak mau kalah..
Karena Manusia Bertopeng tak bermaksud mencegah, Siluman Tengkorak Hidup tak menemui kesulitan untuk meninggalkan tempat itu. Hanya dalam sekelebatan, kakek kurus kering itu telah tak terlihat lagi.
Manusia Bertopeng tetap tegak di tempatnya. Aji dan Kumala Sari bergegas menghampiri.
'Terima kasih, Paman. Kalau Saja tak karena Paman, mungkin saat ini aku sudah tak berada di dunia lagi. Bahkan mungkin sejak kejadian di Gunung Nirwana,' ucap Aji, penuh rasa syukur.
"Lupakanlah itu, Anak Muda," Manusia Bertopeng mengulapkan tangannya. 'Manusia hidup memang harus saling menolong. Aku bersyukur kau masih hidup. Padahal. semula sesuai hasil pemeriksaan kau telah tak bernyawa."
'Rupanya Tuhan masih menginginkanku hidup, Paman," kilah Aji, sekenanya.
Manusia Bertopeng manggut manggut, menerima alasan Aji. Tapi, kejap kemudian, tokoh penuh rahasia ini mengajukan keheranannya. Keheranan yang serupa dengan Kumala Sari.
Mengenai ketidakadaannya kepandaian si pemuda.
Tanpa banyak pikir lagi, Aji menceritakan semua kejadian yang dialaminya. Sama dengan seperti yang diceritakannya pada Kumala Sari. Tak menyinggung nyinggung tentang Dewi Berhati Besi dan nama Dewa Botak. '
"Penolongmu itu memang tak salah, Anak Muda." kata Manusia Bertopeng setelah Aji menyelesaikan cerita
"Kura-kura raksasa yang hidup di Pantai Karang Hltam memang dapat memulihkan kemampuanmu. Tapi, aku tak yakin kau berhasil mendapatkannya. Penolongmu mengatakan kau harus membawa namanya sewaktu kau meminta pada si Pengail Aneh.
Dengan kau menyebut namanya, kemungkinan yang kau peroleh untuk mendapatkan darah kura-kura itu, semakin besar. ltu mungkin benar. Tapi. aku punya Sesuatu untuk menolongmu agar mendapatkan darah kura-kura itu. Pesanku. gunakan caraku bila cara yang diajarkan penolongmu tak berhasil". Mengerti. Anak Muda"!"
Aji manggut manggut Manusia Bertopeng memasukkan tangrnnja kebalik pakaiannya yang-longgar.
Ketika tangan itu ke luar, pada genggamannya terdapat seuntai kalung dan baja putih. Si Manusia Bertopeng memberikan benda itu pada Pendekar 108.
'TUnjukkan'ini pada Pengail Aneh, bila usahamu gagal." beri tahu sosok keemasan itu. Aji menerimanya tanpa banyak bicara. Pemuda ini merasa terharu melihat usaha keras orang-orang yang ditemuinya untuk menyelamatkan nyawanya. Dia hanya bisa garuk-gamk kepalanya yang tidak gatal.
Di lain pihak, setelahmemberikan kalung baja putih itu, Manusia Bertopeng melesat meninggalkan tempat itu. Hanya dalam Sekelebatan, tubuhnya sudah tak terlihat lagi. Sekarang yang tinggal di lapangan itu, hanya Aji dan Kumala Sari. Mereka saling pandang sebelum akhirnya mengayunkan kaki meninggalkan tempat itu, menempuh jalan yang berbeda, dan arah yang berlainan. :
Namun, beberapa tombak sebelum tiba di tempat binatang tunggangan mereka berada, Aji dan Kumala Sari menghentikan langkah. Sinar mata dan pandangan mereka tertuju ke depan. sarat dengan perasaan kaget.

* * *



--↨֍¦ TUJUH ¦֍↨--

YANG membuat Aji dan Kumala Sari terkejut adalah keberadaan seorang kakek yang bertubuh pendek gemuk dan bercaling. Kakek ini berdiri bertolak pinggang. Di sebelahnya dua ekor kuda tunggangan 'Aji dan Kumala Sari telah menggeletak di tanah. Darah mengucur deras dari bagian leher binatang-binatang itu. .
Tanpa perlu memeriksa lebih jauh, dan dengan tanya melihat luka pada leher, dan tidak adanya gerakan dari kuda-kuda itu, Aji dan Kumala Sari telah tahu kalau binatang-binatang tunggangan mereka telah tewas. Dan tanpa bertanya lagi pun mereka telah tahu kalau kakek pendek gemuk itulah yang telah membunuh tunggangan mereka.
"Iblis Pemakan Bangkai," desis Kumala Sari penuh rasa gentar, karena telah dapat mengetahui tingkat kepandaian dan juga kekejaman kakek ini, ketika terjadi peristlwa perebutan Mustika Naga Hitam di Gunung Nirwana.
Aji dapat merasakan nada gentar dalam ucapan Kumala Sari. Dan. pemuda ini tak merasa heran. Karena, tahu kalau tingkat kepandaian Kumala Sari memang berada jauh di bawah tingkat kakek pendek gemuk yang tidak.lain dari Iblis Pemakan Bangkai.
Seorang tokoh persilatan yang beraliran sesat serta berkepandaian luar biasa tinggi. Kekejamannya menyebabkan bulu roma berdiri. Dan, kakek ini pun gemar makan nyali manusia yang dibunuhnya.
' He he he..."
Iblis Pemakan Bangkai pendengarkan tawa terkekeh, ketika melihat keterkejutan pasangan muda mudi itu. Hanya saja, paras kakek mi berubah ketika melihat Aji.
"Bocah ini rupanya berumur panjang. Berarti... waktu itu dia berhasil selamat dari maut"! Siapa yang menyelamatkannya" Bidadari Berkabung atau Menusia Bertopeng"!" si kakek membatin.
"Aku harus berhatihati. Bocah ini penuh kejutan. Hhh...! Tak pernah kusangka kalau penunggang-penunggang kuda ini salah satunya adalah dia." '
Aji bukan orang bodoh. Pemuda ini dapat melihat adanya keraguan untuk bertindak pada sinar mata Iblis Pemakan Bangkal. Maka, dia bermaksud untuk bersiasat, karena bisa menduga mengapa si kakek bersikap demikian.
Pendekar Mata Keranjang menatap Iblis Pemakan Bangkai dengan sikap keren. Suaranya dibuat penuh tekanan ketika bicara.
"Kiranya kau, Iblis Pemakan Bangkai."! Kebetulan sekali...! Waktu itu ada gangguan yang membuat usahaku untuk melenyapkanmu dari muka bumi, terhambat. Sekarang, kila bertemu lagi di sini. Jadi... aku bisa merampungkan tindakanku waktu itu. "
Sambil berkata demikian. dengan sikap nekat, untuk lebih meyakinkan ancamannya, Pendekar Mata Keranjang melangkah maju. Hanya setindak. Tidak lebih. Karena Itu pun hanya merupakan gertakan belaka.
Gertakan Aji memang tak sia-sia. Sorot sepasang mata Iblis Pemakan Bangkai semakin memperlihatkan keraguan untuk bertindak. Meskipun demikian, kakek bercaling Ini tidak mundur. Dia tetap tegak di tempatnya . Yang bergerak justru Kumala Sari. Wanita ini merasa khawatir bukan main melihat tindakan Pendekar 198. Dia mencemaskan keselamatan Aji. Maka, Kumala Sari buru-buru melangkah, mendekati sang pendekar dan berdiri di depannya. Sikap gadis ini terlihat melindungi.
Aji terperanjat melihat tindakan Kumala Sari. Karena, hal Itu bisa membongkar siasatnya. Dia tahu, Kumala Sari belum mengerti kalau dirinya bersandiwara. Maka, buru-buru pemuda berambut dikuncir ini membuka mulutnya, siap perdengarkan suara. Namun. Pendekar Mata Keranjang kalah cepat berbicara. Kumala Sari telah mendahuluinya.
"Iblis Pemakan Bangkai. Kalau kau memang bukan pengecut, hadapi aku! Jangan orang yang tak punya kemampuan apapun yang kau ladeni!" tandas gadis berpakaian merah, mantap.
Aji hanya bisa-garuk-garuk kepalanya dengan sikap bingung. Batinnya meracau habis-habisan
"Buyarlah rencanaku...! Tidak ada cara lain untuk menggertak iblis ini...! Hhh...! Wanita itu tak mengerti siasat...!" '
"Bocah sial! Rupanya kau bermaksud menggertakku. heh..."! Kau kira aku manusia dungu yang begitu mudahnya kau kelabui"! Kau akan mendapat ganjaran yang bagus atas kelancanganmu itu!"
Kumala Sari kebingungan. Dia menatap Aji dengan sorot mata menyesal. Perempuan ini sekarang mengerti kalau pemuda berpakaian hijau ketat itu tengah bersiasat, dan sekarang dia yang membuat siasat si pemuda berantakan.
Tapi, Aji tak terlihat jengkel. Malah, pemuda berpakaian dalam warna kuning berlengan panjang inl, cengar-cengir dan kerdipkan mata kirinya pada Kumala Sari yang tengah menatapnya.
Kedipan Pendekar 108 membuat gadis berpakaian merah melengos. Memang parasnya tak menampakkan perubahan. Tapi, sinar matanya menunjukkan rasa malunya.
"Kurasa kalian telah cukup bermesraan sebelum pergi ke lobang kubur!" seru Iblis Pemakan Bangkai dengan suara mengguntur.
"Aku tak punya banyak waktu lagi!" Kakek bercaling' ini mengibaskan tangan kanan kirinya. Bergantian dan kelihatan sembarangan. Tapi, angin' keras menggebrak ke arah pasangan muda-mudi di hadapannya. Angin keras yang dimaksudkan untuk membuat Aji dan Kumala Sari terlempar tanpa terluka.
Kumala Sari tak punya pilihan lain kecuali menentang angin keras itu dengan dorongan sepasang tangannya yang menimbulkan angin keras pula. Kalau saja bisa, gadis ini lebih suka untuk menghindar. Karena, Kumala Sari tahu kalau tenaga dalam Iblis Pemakan Bangkai jauh lebih kuat daripada dirinya. Mengadu tenaga dalam hanya akan merugikan diri sendiri.
Namun, Kumala Sari tak punya pilihan lain.Kalau dia mengelak, angin keras itu akan mencelakai Aji. Mengingat kerasnya hembusan angin, pemuda berambut dikuncir itu akan terpental jauh dan terguling-guling tanpa ketahuan di mana tubuhnya akan berhenti melayang. Tidak demikian halnya kalau Kumala Sari menangkis.
Memang angin keras yang keluar dari dorongan tangan si gadis tak terlalu keras. Kalah kuat jika dibandingkan dengan angin yang keluar dari tangan Iblis Pemakan Bangkai. '
Oleh karena itu, ketika terjadi benturan, tubuh Kumala Sari sampai terputar dan terhuyung. Di belakangnya, Aji terputar, terjengkang dan jatuh terguling guling. Tapi, akan lebih parah lagi kejadian yang dialami Pendekar 108, jika Kumala Sari tak berikan tangkisan. Dengan papakan 'yang dilakukan si gadis, kekuatan tenaga yang menggebrak dari Iblis Pemakan Bangkai, sebagian besar telah dipunahkan.
Iblis Pemakan Bangkai tak menyia-nyiakan kesempatan. Begitu Kumala Sari terhuyung, dia melakukan gerakan menarik. Kakek bercaling ini mengerahkan tenaga dalam menyedot, untuk membawa gadis berpakaian merah itu kepadanya, tanpa dia perlu mendekati. ' '
Kumala Sari terkejut bukan main ketika merasakan adanya daya tarik yang luar biasa kuat, yang bermaksud membawanya ke Iblis Pemakan Bangkai.
Kumala Sari tak menginginkan hal itu terjadi. Dia berusaha melakukan perlawanan. Tapi, saat itu kedudukannya tak menguntungkan. Dengan mudah, tubuhnya tertarik ke arah Iblis Pemakan Bangkai.
Aji sendiri mengalami kejadian yang lebih tak menyenangkan. Dia terguling-guling. Belasan tombak jauhnya sebelum akhirnya luncuran tubuh si pemuda terhenti.
Pendekar 108 bangkit. Seketika itu pula parasnya merah padam. Sinar matanya seperti memancarkan api ketika melihat tindakan Iblis Pemakan Bangkai terhadap Kumala Sari.
Memang, saat Aji tengah terguling-tuting, Iblis Pemakan Bangkai berhasil membawa tubuh Kumala Sari ke dekatnya. Kemudian tangan-tangannya yang gemuk pendek memegang kedua bahu si gadis. Kumala Sari meronta. Namun, hal ini membuat kemarahan kakek bercaling semakin menjadi. Dia, membanting Kumala Sari sehingga punggung si'gadis membentur tanah secara keras. '
Kumala Sari tak-segera mampu bangkit. Dia merasakan sakit dan nyeri luar biasa, mendera. Itulah sebabnya, gadis ini tetap tergolek di tanah. iblis Pemakan Bangkai
menghampiri' seraya memperdengarkan kekeh menyeramkan.
"Orang lain boleh dan bisa kau kelabui dengan penyamaranmu,.Betina. Tapi, jangan harap aku, Iblis Pemakan Bangkai akan bisa kau kelabui! Aku ingin melihat wajah asli di balik topeng burukmu itu...!"
Iblis Pemakan Bangkai menggerakkan tangannya. Kumala Sari berusaha untuk mencegah. Tapi, usahanya kandas. Tangan sang iblis berhasil mencopot topengnya. Seketika itu pula, tampaklah seraut wajah jelita. Meski seringai kesakitan menghias wajahnya, kejelitaan wajah Kumala Sari tetap tidak berkurang.
'Dugaanku tidak salah. Wajah aslimu luar biasa cantik, Nona. He he he.. ! Benar-benar kali ini keberuntunganku besar. Aku bukan hanya mendapatkan nyalimu tapi juga keperawananmu! Kecantikanmu dan kemolekanmu membuatku mengiler, Betina'Liar!"
Iblis, Pemakan Bangkai menggerakkan tangannya lagi. Seketika itu pula terdengar bunyi kain robek diiringi dengan jeritan tertahan Kumala Sari. Jeritan ketakutan. .
Saat pakaian Kumala Sari koyak-koyak, Aji bangkit dan melihatnya. itulah sebabnya, paras si pemuda merah padam, dan sinar matanya seperti mengeluarkan api. Pendekar Mata Keranjang murka. Dan, gigi-gigi Aji sampai beradu ketika melihat tindakan Iblis Pemakan Bangkai selanjutnya.
Kakek bercaling itu menubruk Kumala Sari dan menggelutinya seraya berusaha'untuk melepaskan pakaiannya sendiri. Kumala Sari meronta-ronta.
Namun, hampir tidak berarti, Sedikit demi sedikit perlawanannya mengendur. Seketika itu pula, tempat yang semula hening ditempati oleh tiga Sosok yang tengah berjuang keras. Iblis Pemakan Bangkai berusaha untuk merenggut keperawanan Kumala Sari. Kumala Sari berjuang mempertahankannya. Dan, tak jauh dari mereka, Aji, berjuang pula. Akal sehat si pemuda bertarung melawan nuraninya.
Aji tengah 'dilanda kebimbangan antara menolong Kumala Sari atau membiarkannya. Sang akal melarangnya. Karena, bila si pemuda bermaksud menolong, berarti mengerahkan tenaga dalamnya. Itu berarti akan menyebabkan raCun yang terkandung dalam pil surga dunia. bekerja cepat. Akibatnya, setiap saat, nyawa Pendekar 108 bisa melayang.
Di lain pihak, sang nurani mendesak Aji untuk mengeluarkan kemampuannya, menolong Kumala Sari.
Bukankah tugas utama seorang pendekar adalah menolong orang yang membutuhkan pertolongan tanpa mempedulikan diri sendiri"!
Bantah nurani, mantap. Pertentangan di dalam batin Ini yang membuat Pendekar Mata Keranjang berdiam diri di tempatnya beberapa saat. Wajahnya membesi. Dahinya berkernyit, sebagai tanda kalau dirinya tengah berpikir keras.
Waktu berlalu sedikit demi sedikit. Perlawanan Kumala Sari semakin melemah, seiring dengan semakin lelah dirinya. Sebaliknya, Iblis Pemakan Bangkai semakin merajalela'.
Kakek bercaling ini semakin bersemangat untuk menundukkan sang perawan

* * *



--↨֍¦ DELAPAN ¦֍↨--

SAAT-SAAT kritis bagi kehormatan Kumala Sari, terdengar seruan keras. Tidak mirip seruan, tapi geraman atau raungan binatang buas yang terluka. Sekitar tempat itu kontan tergetar.
Malah, iblis Pemakan Bangkai merasakan semangatnya seperti terbang meninggalkan raga. ' Iblis Pemakan Bangkai langsung menoleh ke arah asal suara gaduh, kendati dengan sebagian semangat yang masih tersisa. Begitu melihat penyebab yang. menimbulkan bunyi menggiriskan hati itu, si kakek langsung terperanjat. .
Kakek bercaling ini memang patut untuk terkejut. Karena, penyebab bunyi itu adalah. Aji alias Pendekar Mata Keranjang. Dan, keterkejutan Iblis Pemakan Bangkai semakin menjadi-jadi ketika melihat sepasang mata Aji!
Sepasang mata pemuda berambut dikuncir ekor kuda itu terlihat mencorong tajam dan bersinar kehijauan. Tak mirip mata manusia! Dan, si kakek yakin, sinar mata Pendekar itu lebih tajam daripada sinar mata Manusia Bertopeng yang pernah mengalahkannya secara mudah (Untuk jelasnya silakan baca episode : "Mustika Naga Hitam").
Iblis Pemakan Bangkai langsung menyadari akan adanya bahaya besar. Aji ternyata bukan orang lemah seperti yang disangkanya semula. Maka, buru-buru kakek ini menghentakkan sepasang tangannya, mengirimkan pukulan jarak jauh pada si pemuda.
Wusss...!
Pasir dan batu-batu besar kecil beterbangan kemuka dari tangan Iblis Pemakan Bangkai, menggebrak angin keras yang mengeluarkan bunyi menggidikkan.
Untuk kedua kalinya, terdengar bunyi gaduh yang bahkan jauh lebih dahsyat dari sebelumnya. ini terjadi ketika Aji menghentakkan sepasang tangannya pula, untuk menyambuti serangan lawan. Dari sepasang tangan pemuda ini, meluncur sinar menyilaukan mata!
Pendekar Mata Keranjang sempat terperanjat melihat hal ini. Karena, biasanya sinar-sinar menyilaukan itu hanya muncul jika dia mengebutkan kipasnya.
Perasaan kaget Aji semakin membesar ketika melihat kejadian selanjutnya. Beberapa saat sebelum benturan terjadi, sinar menyilaukan yang keluar dari hentakan tangannya, memecah menjadi dua bagian.
Glarrr...!
Bunyi keras menggelegar laksana guntur terdengar ketika bentrok angin-angin pukulan itu terjadi. Kejap kemudian, Iblis Pemakan Bangkai terjengkang ke belakang dan terbanting.
Sedangkan'Pendekar 108 tetap tegak di tempatnya.
Sementara itu, Iblis Pemakan Bangkai merasakan dadanya sesak bukan main. Namun, dia masih sempat melihat adanya ancaman bahaya besar. Kakek ini melihat Sinar keperakan meluncur deras ke arahnya, Sinar yang memecah sebelum terjadinya benturan, berasal dari tangan Pendekar Mata Keranjang.
Sinar yang memecah itu berbentuk naga samar berwarna keperakan. Naga keciL Naga samar itu meliuk ke atas sebelum akhirnya meluncur ke arah dada Iblis Pemakan Bangkai yang belum sempat bangkit, karena belum mampu mengusir sesak di dada.
Bresss"!
Kakek bercaling mengeluarkan jeritan menyayat hati ketika sinar keperakan berbentuk naga kecil samar itu menghantam dadanya secara telak. Si kakek langSung terpental, bagaikan daun kering ditiup angin keras..Pakaian dan dada Iblis Pemakan Bangkai tampak hangus. Malah, samar-samar tercium bau sangit daging. yang terbakar! Saat itu pula, nyawa kakek pendek gemuk itu melayang ke akhirat.
Aji melongo menatap mayat Iblis Pemakan Bangkai yang tergolek belasan tombak dari tempatnya semula. Pemuda berambut dikuncir itu masih terkesima melihat hasil tindakannya. Dia tak pernah menyangka kalau Iblis Pemakan Bangkai demikian mudahnya ditewaskan.
Aji tak sadar dalam terpaan rasa kagetnya. Di depan si pemuda, Kumala Sari pun membeliakkan matanya bESar-besar, ketika melihat Iblis Pemakan Bangkai tewas. Kalau tak melihat sendiri, dia tak akan percaya kalau kakek yang menakutkan itu, tewas di tangan Pendekar Mata Keranjang. '
Tapi, di samping rasa gembira karena berhasil selamat dari ancaman bahaya yang mengerikan, kaget karena melihat tewasnya sang'iblis, Kumala Sari merasa tak senang. Marah kepada Pendekar 108.
Gadis berpakaian merah ini merasa ditipu Aji. Dibohongi mentah mentah. .
"Apa maksud Aji berpura-pura tak punya kepandaian"! Apakah dia sengaja ingin menghinaku"!" rutuk Kumala Sari, dalam hati.
Karena perasaan marah itu, Kumala Sari tidak mengucapkan terima kasih sedikit pun atas pertolongan yang diberikan Aji.
Malah tersenyum atau menoleh pun sam sekali tak dilakukannya. Dengan sikap tak peduli, gadis berpakaian merah ini bergegas memunguti pakaiannya yang berserakan dan mengenakannya dengan cepat. Semua gerak-gerik Kumala Sari tak luput dari perhatian Pendekar 108. Sang pendekar sama sekali tak kecil hati atau kecewa melihat tingkah Kumala Sari. Karena mengira si gadis masih terpukul dengan kejadian yang dialami, atau terlalu terburu-buru untuk mengenakan pakaian guna menutupi tubuh indahnya yang tanpa pakaian sama sekali. .
"Gila...!" Aji membatin, penuh rasa kagum dengan pandangan tertuju pada Kumala Sari.
"Tak pernah kusangka kalau perempuan berparas buruk ini ternyata memiliki wajah luar biasa cantik. Tubuhnya pun indah menggiurkan. Kulitnya demikian putih. Benar-benar seorang gadis yang sempurna. Sama sekali tak pernah kusangka akan bisa mendapatkan rezeki begini besar..."
Sementara itu, orang yang menjadi pusat perhatian sang pendekar" langsung menolehkan kepala, menatap Aji ketika selesai mengenakan pakaiannya. Kelihatan unik, karena sebagian besar tubuhnya terlihat akibat pakaiannya yang telah koyak-koyak hampir di semua tempat. Malah, dua bukit kembar yang membusung. menyembul keluar karena pakaian di bagian itu. koyak besar! Dengan susah payah Kumala Sari berusaha menutupinya dengan menggunakan sepasang tangannya.
Tindakan Kumala Sari yang terlihat demikian kerepotan. membuat Aji merasa geli. Pemuda ini sampai cengar-cengir dan usap-usap ujung hidungnya.
"Sama sekali tak kusangka kalau kau memiliki wajah demikian cantik, Nona. Tapi... mengapa wajah cantikmu itu kau sembunyikan"! Sayang sekali...!" racau Aji sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
Pemuda berambut dikuncir ini memang mempunyai watak urakan. Sehingga masih berani dan bisa membuat guyonan, kendati melihat sikap Kumala Sari yang tidak seperti biasanya. Paras gadis itu membesi.
Sepasang matanya membeliak, menunjukkan rasa tak senangnya. Kendati demikian, semua itu tak mengurangi kecantikannya.
'Kau... kau benar-benar memuakkan hati!" tandas Kumala Sari dengan suara tersendat-sendat.
"Sampai hati kau mempermainkanku... Berpura-pura tak punya kemampuan apa-apa! Kiranya semuanya dusta belaka! Berarti perjalananmu menuju Pantai Karang Hitam pun, hanya sandiwara belaka. Aku tak sudi lagi kautipu! Silakan kau pergi ke mana pun kau mau, Pembual...!"'
"Nona...! Tunggu dulu...! Kau salah paham...Aku...!" '
Aji terpaksa menghentikan ucapannya yang belum Selesai. Karena, Kumala Sari tak mempedulikannya sama sekali. Gadis itu membalikkan tubuh dan melesat meninggalkan si pemuda. Hanya dalam sekejapan, tubuhnya telah berada belasan tombak di depan, dan kemudian semakin mengecil, sampai akhirnya lenyap ditelan kejauhan.
Pendekar Mata Keranjang tak mengejar. Pemuda ini hanya memandangi kepergian si gadis, sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Lalu, setelah Kumala Sari tak terlihat lagi, pemuda berambut dikuncir ini beranjak meninggalkan tempat itu, menuju Pantai Karang Hitam.

* * *



Pagi ini alam seperti bersahabat. Sang mentari memancarkan sinarnya yang hangat. Angin pun bertiup semilir. Tapi, semua itu tak dipedulikan Aji. Pemuda ini tengah tergesa-gesa berjuang dengan waktu. Kuda coklat putih yang ditungganginya sejak semalam, dipacunya dengan kecepatan menggila.
Pendekar Mata Keranjang hampir tak henti-hentinya menggemprakkan tali kekang'dan melecutkan cambuknya, untuk memaksa tunggangannya berlari lebih cepat lagi. Bunyi 'tali kekang, cambuk, kaki-kaki kuda yang bertubi-tubi menghantam bumi. memecahkan suasana pagi yang hening.
Saat ini, keadaan Aji memang cukup menyedihkan. Kulit-kulitnya mengeriput seperti plastik terkena api. Pemuda'ini jadi terlihat bertambah tua lima puluh tahun lebih dalam waktu setengah hari. Semalam, apa yang dialami si pemuda belum muncuL
"Dewa Botak memang tak bicara kosong," kata Aji dalam hati.
"Apa yang kualami sekarang, sesuai dengan apa yang diberikannya...."
' Pendekar Mata Keranjang teringat kembali dengan semua keterangan Dewa Botak, sebelum kakek itu pergi meninggalkannya.
"Apabila kau melanggar pantangan, Aji: kata si kakek waktu itu. 'Kau mengerahkan tenaga dalam, apalagi dalam jumlah yang besar -akan membuat racun dalam pil surga dunia bekerja. Dan. beberapa saat setelah kau mengerahkan tenaga dalam, akan segera timbul akibatnya." .
"Apa akibatnya. Kek"!" tanya Aji, ingin tahu, waklu Itu. '
"Mula-mula, kau akan merasakan sakit dan ngilu pada seluruh persendianmu. Setelah itu. kulitmu akan mengeriput. Ingat, Aji, Proses ini cepat atau tidaknya, tergantung dari berapa banyak kau mengerahkan tenaga. dan berapa sering kau mengeluarkannya. Semakin kuat dan semakin lama kau mengerahkan tenaga dalam, akan semakin cepat bekerjanya racun itu."
"Setelah kulitmu mengeriput, seluruh kuku-kuku tangan dan kakimu akan berubah biru. Kemudian. rambut, dan bulu-bulu di sekujur tubuhmu akan rontok. Dan... terakhir... cairan hijau akan keluar dari hidung, telinga, dan matamu."
Setelah mendengar uraian Dewa Botak ini, Aji merasakan tengkuknya dingin. Pemuda yang biasanya tabah ini tanpa sadar merasa ngeri.
'Ingat, Aji. Bila yang terakhir itu telah kau alami, berarti nyawamu tak bisa diselamatkan lagi. Darah kura kura raksasa itu tak ada gunanya lagi. Karena racun itu telah menelusup ke seluruh anggota tubuhmu?" ingatan akan keterangan Dewa Botak Ini, membuat sambil terus memacu kudanya, Aji menyempatkan diri memperhatikan kuku-kuku jari tangannya. Ternyata masih putih. Pemuda ini menghembuskan napas lega.
"Kuku-kukuku belum berwarna biru. Berarti baru dua akibat yang kuterima. Sakit dan ngilu di setiap persendian, serta mengeriputnya kulitku. ini artinya aku masih punya cukup banyak waktu Sebelum tanda terakhir muncul. Harapan masih ada. Toh, menurut penduduk di desa yang baru kutinggalkan, Pantai Karang Hitam tidak jauh lagi. Bila aku terus memacu kudaku, tak sampai sore aku telah berada di sana; Aji membatin, dengan penuh rasa lega.
Seperti hendak memberikan bantahan atas sikap gembira Pendekar 108 sebagai petuah-petuah Dewa Botak, kembali terngiang di telinga sang pendekar.
"Pesanku, kau jangan membesar hati meski tanda terakhir belum muncul. Karena, kalau aku tak salah... sebelum tanda itu muncul, apabila kau mencari darah kura-kura raksasa itu sendirian, kau telah kehilangan kesempatan untuk berhasil."
'Mengapa bisa begitu, Kek"!" tanya Aji, penuh rasa penasaran, waktu itu.
"Karena... ini kalau aku tak salah... ketika rambut mulai rontok, akal sehat sudah tak mampu lagi bekerja. Ingatanmu seperti hilang. Kau tak ubahnya bayi yang baru lahir. Tak tahu harus berbuat apa." Itulah sebabnya, bila rambutmu telah rontok, bila kau mencari darah kura-kura raksasa itu sendirian,.kau akan gagal total."
Waktu itu, Aji hanya manggut-manggut. Seakan akan mengerti. Tapi. sekarang, pemuda ini benar-benar paham. Maka, dia menjadi gelisah. Resah.
"Rambut rontok ada di tahap keempat, setelah kuku-kuku berubah biru. Berarti... kesempatanku tak lama lagi. Karena, jika dari satu tahap ke tahap lainnya seragam, berarti kuku-kukuku akan berubah biru sore nanti."
"Karena, dari tahap sakit dan ngilu ke kulit mengeriput, setengah hari. Yaitu dari malam hingga pagi. Itu berarti, rambut rontok akan kualami di waktu dini hari! Sungguh waktu yang amat sempit...!" Pikiran-pikiran dan perhitungan perhitungan Ini membuat Aji semakin tegang.
"Keadaanku sekarang tak ubahnya telur di ujung tanduk, setiap saat bisa pecah. Aku harus berlomba dengan waktu...! Mudah-mudahan saja tak ada gangguan yang menghadang...!' gumam Pendekar 108 seraya menggertakkan gigi untuk lebih menguatkan tekad dan membesarkan semangatnya.
Aji pun berjuang keras untuk dapat secepat mungkin tiba di Pantai Karang Hitam dan mendapatkan darah kura-kura raksasa. Darah yang akan menyambung nyawa Pendekar Mata Keranjang.

* * *



--↨֍¦ SEMBILAN ¦֍↨--

SEORANG kakek berpakaian lusuh berwama hitam, duduk di atas sebuah batu seukuran kerbau dan berpermukaan datar serta halus. Dia berpunggung melengkung mirip punggung udang. Kuli wajahnya kemerahan. Usianya tak kurang dari tujuh puluh lima tahun.
Kakek berpunggung melengkung ini duduk di batu di pinggir sungai. Pandangannya tertuju ke permukaan air yang cukup bening. Tangannya menggenggam sebatang bambu seukuran ibu jari kaki;
Bambu yang berwarna kuning itu hanya bagian pangkalnya saja yang sebesar ibu iari kaki. Makin ke ujung semakin kecil. Di bagian paling ujung besarnya hanya seperti jari kelingking!
Ada tali halus yang menjulur ke permukaan air, pada bagian bambu di dekat ujungnya. Ujung tali itu tidak menyentuh permukaan air. Sekitar lima jari di atas permukaannya.
Mendadak permukaan air bergolak. Sekejap kemudian, beberapa ekor ikan besar kecil terlempar dari dalam air dan menempel pada ujung tali si kakek. Kakek berpunggung melengkung ini, menggerakkan tangan menyentak bambunya. Seketika, ikan ikan yang menempel di ujung talinya terlempar.
Anehnya, binatang-binatang air itu terlempar ke arah si kakek. dan secara bergiliran. Dan, ketika jatuh di depan kakek berpakaian hitam itu pun, secara berurutan pula. Kakek berkulit kemerahan ini telah memancing ikan secara luar biasa!
Kakek berpunggung melengkung memungut ikan-ikan hasil pancingannya satu persatu. Binatang binatang itu tak bergerak sedikit pun, ketika berada dalam cekalan jari si kakek. Padahal, sebelumnya ikan ikan itu menggelepar-gelepar.
Kakek bermuka merah itu membolak-balikkan 'ikan-ikan yang berada di tangannya. Ikan-ikan yang mempunyai dua tanda merah menyala sebesar kuku. dimasukkannya ke dalam bumbung. Sedangkan ikan ikan yang hanya mempunyai satu tanda, atau tak mempunyai tanda sama sekali, dilemparkannya lagi ke dalam air setelah terlebih dahulu ditekan salah satu sisi badan binatang itu.
Si kakek menggunakan ujung jari telunjuknya ketikamenekan. Dan, begitu jari tangannya dijauhkan, pada bagian tubuh ikan yang ditekan, tampak tanda merah menyala sebesar kuku!
Kakek berpakaian hitam itu melakukan tindakan anehnya itu sampai semua ikan-ikan hasil tangkapannya habis diperiksa. Setelah itu. dia menjulurkan kembali kailnya yang aneh ke permukaan sungai. Meneruskan kembali caranya memancing yang aneh dan luar biasa!
Kail aneh itu telah terbentang di atas permukaan air. Tapi, paras si kakek menyuram. Dia menggelengkan kepala dengan sikap" tak senang.
Bibir-bibirnya yang sejak tadi terkatup rapat, menggerimit sedikit, memperdengarkan gerutuan. tak senang.
"Benar-benar hari yang tak menyenangkan... saat tengah sibuk begini ada saja gangguan. Hhh"! Sahabat sahabat di dalam air tentu menjadi terganggu.
Makhluk dari mana pula yang berkeliaran ke tempat ini, dan mengganggu kesenanganku"!"
Meski mulutnya menggerutu, tangan si kakek bergerak menyentak. Untuk yang kesekian kali, ikan ikan meluncur ke arahnya. Kembali, kakek bermuka merah itu memeriksa ikan-ikan hasil tangkapannya. ' Saat itulah, dari kejauhan meluncur cepat seorang berpakaian luar hijau ketat berlengan pendek. Sosok ini adalah Aji alis Pendekar Mata Keraniang 108. Dan, sang pendekar, duduk di atas punggung tunggangannya. Kuda Coklat putih yang kelihatannya telah amat lelah. '
Dari jarak lima tombak, Aji telah melihat kakek berpakaian hitam yang tengah-memeriksa ikan-ikan yang ditangkapnya.
Pemuda berambut dikuncir Ini pun perlambat laju tunggangannya. Sepasang matanya menghujam pada si kakek, sedangkan benaknya membatin.
'Aku Yakin daerah ini yang bemama Pantai Karang Hitam. Tapi, di mana kura-kura raksasa itu"! Atau... paling tidak di mana tempat tinggal Pengail Aneh"!
Atau... jangan-jangan kakek itu yang berjuluk Pengail Aneh..."l Hhh...! Bodohnya aku...!
Mengapa waktu itu tak kutanyakan pada Dewa Botak"! Sekarang baru terasa repotnya."
Dengan benak penuh serentetan pernyataan yang tak tersalurkan, Aji menghentikan laju tunggangannya tepat di dekat kakek berpakaian hitam. Setelah terlebih dulu menambatkan tali kudanya agar si binatang tak melarikan diri, Aji menghampiri si kakek. Yang didekati, tetap dengan kesibukannya. Seakan-akan tak tahu akan adanya orang yang tengah mendekatinya. Kenyataan ini membuat Aji heran bercampur curiga.
"Mungkinkah kakek ini tak mendengar kedatanganku"! Rasanya mustahil! Kudaku kuhentikan tak jauh darinya. Bunyi derap kaki kuda telah terdengar beberapa tombak dari tempat ini. Itu menurut pendengaran yang normal. Jadi, merupakan hal yang aneh kalau kakek ini tak tahu kehadiranku"! Tapi... ada kemungkinannya juga kalau kakek ini punya pendengaran jauh di bawah rata-rata. Siapa tahu, kakek ini punya penyakit tuli"!
Dugaan terakhir masuk akal si pemuda. Oleh karena itu, ketika telah berada dekat kakek berpakaian hitam, Aji membuka mulutnya, memperdengarkan ucapan.
"Maaf... mengganggu sebentar, Kek?"
Kakek bermuka merah yang tengah sibuk memeriksa ikan-ikan di tangannya, menolehkan kepala ke arah Aji seraya melemparkan ikan di tangannya ke permukaan air."
Hanya sekilas kakek berpakaian hitam itu menatap Aji. Pandangan dan perhatiannya dialihkan lagi pada ikan-ikan yang berada di hadapannya, memungut, dan memeriksa sisi badan'binatang air itu.
"Apa yang kau inginkan dariku, Anak Muda"!" tanya si kakek seraya melemparkan ikan di tangannya ke dalam bumbung.
Karena, binatang itu mempunyai tanda merah dua buah. Sikap kakek bermuka merah ini membuat Aji agak mendongkol..
"Sial betul...! kakek ini benar-benar tak bisa diberikan penghormatan. Dia meremehkanku betul." gerutu Aji. Tak senang. Tapi, gerutuan itu hanya terlontardi dalam hati.
"Hanya jawaban bagi pertanyaanku, Kek," sahut Aji, masih mencoba bersikap sopan. kendati hatinya jengkel.
Masalahnya, pemuda ini tengah berjuang dengan waktu. Saat Ini, kuku-kuku jari tangan Pendekar 108, telah berubah. Tidak lagi putih. melainkan biru.
"Hmmm"."
Hanya itu tanggapan yang diberikan kakek berpakaian hitam. Gumaman tidak lebih. Itu pun tanpa menoleh sama sekali.
"Apakah kau tahu tempat tinggal Pengail Aneh itu, Kek"!" Aji langsung melontarkan pertanyaannya tanpa mempedulikan sikap si kakek. .
"Sebelum kujawab pertanyaanmu. aku ingin tahu maksudmu mencari Pengail Aneh," sambut si kakek seraya melemparkan kailnya ke permukaan air lagi. Gerakannya biasa. Tapi, sepasang mata Pendekar Mata Keranjang membeliak heran menunjukkan rasa terkejutnya.
Yang menarik perhatian murid Wong Agung ini bukan gerakan kakek berpakaian hitam itu, melainkan kail di tangan si kakek. Si pemuda baru terperanjat ketika melihatnya, melihat kakek bungkuk itu melemparkannya.
"Kail di tangan kakek ini berbeda dengan kail umumnya. Kalau tak memiliki tenaga dalam kuat, tak mungkin mendapatkan ikan dengan kail seperti itu. Mungkinkah kakek ini orang yang berjuluk Pengail Aneh"! Kemungkinannya memang besar. Kakek ini bertenaga dalam kuat, berada di daerah Pantai Karang Hitam. dan seorang pemancing. Dan... bukankah watak kakek ini cukup aneh"! ikan-ikan yang berhasil ditangkap, tidak semuanya diambil. Sebagian disimpannya.
Tapi, hampir semuanya dibuang kembali ke air. Dia seperti. memilih-milih...," Aji membatin.
"AKu terluka oleh seorang Wanita jahat. Keracunan.
Untung muncul seorang kakek sakti. Dia menolongku dari wanita itu. Tapi, kakek itu'tak mampu menyembuhkan lukaku. Katanya, obatnya adalah darah kurakura raksasa yang ada di Pantai Karang Hitam...." kata Aji, terus terang karena adanya dugaan kalau kakek berpakaian hitam itu adalah Pengail Aneh" '
"Dan... kakek penolongmu itu memberitahukan kalau obat yang kau butuhkan itu adalah milik Pengail Aneh. Begitu bukan"!" timpal kakek bermuka kemerahan, cepat dan tandas. . Aji merasakan nada sinis dalam ucapan kakek bungkuk itu. Perasaannya jadi tidak nyaman. Apalagi karena si kakek bicara tanpa menoleh.
"Sibuk dengan kail dan ikan-ikannya. Tapi, si pemuda tidak punya pilihan lain kecuali meladeninya.
"Benar, Kek. Kakek penolongku itu menganjurkanku untuk meminta obat itu darimu." '
"Rupanya kakek penolongmu itu tak mengenalku. Anak Muda. Karena, kalau saja dia telah mendengar berita tentang diriku. Atau mengenalku, kau-tak dianjurkannya untuk ke 'tempat ini dan meminta obat padaku.
Mengapa"! Karena hasilnya akan sia-sia. Kau tahu, Anak Muda. aku tak pernah memberikan darah kura kura raksasa itu pada siapa pun, dan dengan alasan apa pun! Jelas"!"
Aji menggaruk-garuk kepalanya.
"Kali ini kau keliru, Kek. Penolongku itu amat mengenalmu. Bahkan aku yakin kalau kau mengenalnya pula dengan baik. Dia mengaku sebagai sahabatmu. Julukannya adalah Dewa Botak."
Gerakan tangan kakek bungkuk yang tengah memilih-milih ikan, terhenti. Dia menolehkan kepala dan menatap Aji lekat-lekat.
"Siapa yang memberitahumu kalau aku adalah Pengail Aneh"! Dewa Botak juga"!"tanyanya, ingin tahu karena merasa penasaran dan heran. .
"Bukan. Aku hanya menduga duga saja. Kau berada di daerah Pantai Karang Hitam. Mengail dan menangkap ikan secara aneh, yang menjadi pertanda kalau kepandaianmu tinggi. Pasti kau orang yang dimakSud Dewa Botak," jelas pemuda berambut dikuncir.
Kakek berpakaian hitam yang ternyata adalah Pengail Aneh itu, kembali meneruskan kesibukannya memilih-milih ikan.
"Kau Cukup cerdik, Anak Muda. Tapi, perlu kau tahu, usahamu ke tempat ini hanya sia-sia. Jangankan kau, kendati dewa Botak sendiri yang datang dan meminta obat itu, tetap tak akan kuberikan. Apa yang kau katakan Itu memang benar. Kakek itu adalah sahabatku. Namun, pendirianku tetap tidak berubah. Pergilah dari sini, Anak Muda. Kau hanya membuang-buang waktu bila tetap bersikeras."
Lalu, tanpa mempedulikan Aji lagh, Pengail Aneh melangkah meninggalkan tempat itu, sambil membawa bumbung yang berisikan ikan-Ikan hasil tangkapannya.
"Kek...!" seru Aji seraya bergerak mengejar. Pengail Aneh tak menyahuti. Dia terus saja melangkah.
Kelihatannya sembarangan. Namun, Aji yang berlari-lari mengejar, dalam sekejapan telah tertinggal belasan tombak.
Pendekar Mata Keranjang pun menghentikan larinya. Dia tahu. tak ada gunanya lagi mengejar.
Yang dapat dilakukannya, hanya memandangi si kakek, sampai tubuh sang Pengail Aneh itu lenyap di kejauhan.
"Sungguh sial...! Apakah nasibku akan berakhir"! Di tempat yang tak kukenal, dan tanpa seorang pun kawanku tahu"!" gerutu Pendekar 108 putus asa seraya
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

* * *



Angin di Pantai Karang Hitam berhembus. Panas dan menyebarkan bau khas laut". Aji tetap tegak di tempatnya. Tak jauh darinya, kuda tunggangannya meringkik-ringkik berusaha untuk melepaskan diri dari tambatan. Mendadak pemuda berambut dikuncir itu teringat benda pemberian Manusia Bertopeng,
"Mengapa aku melupakan pesan Manusia Bertopeng"| Bukankah dia telah menjamin kalau aku akan mendapatkan darah
kura-kura raksasa apabila menunjukkan benda pemberiannya," Aji merutuki dirinya sendiri atas ketidakingatannya. Lalu; dikeluarkannya kalung dari baja putih yang disimpannya di balik pakaiannya. '
Untuk beberapa saat lamanya, murid Wong Agung ini memperhatikan kalung yang berada di telapak tangannya. Bibirnya menggerimit mengeluarkan ucapan bernada heran dan tak mengerti. '
"Kelihatannya tak ada yang aneh atau istimewa pada kalung ini. Mengapa Manusia Bertopeng begitu yakin kalau dengan benda ini, darah kura-kura'raksasa akan
kudapatkan dari tangan Pengail Aneh"!"
' Pendekar Mata Keranjang mengarahkan pandangan pada salah satu gundukan batu.
Sekitar tempat pemuda ini berada memang banyak dipenuhi gundukan Batu besar dan kecil.
"Sahabat yang berada dibelakang batu. Mengapa tidak keluar saja"! Melihat-lihat dari tempat itu rasanya kurang jelas dan kurang nikmat. Kalau memang tak bermaksud jahat, mengapa mesti mengintai"!" seru Pendekar 108.
Suasana hening sebentar setelah Aji usai bicara. Yang terdengar hanya desau angin. Si pemuda menunggu dengan sabar. Pandangannya tetap tertuju pada gundukan batu di mana bunyi gemerisik pelan tadi tertangkap telinganya. Kesabaran Aji ternyata .tak percuma. Bunyi-bunyi gaduh kembali terdengar. Kejap kemudian dari balik gundukan batu muncul sesosok tubuh. Dan, ketika melihatnya, sang pendekar muda membeliakkan mata dan cengar-cengir.

* * *



--↨֍¦ SEPULUH ¦֍↨--

Sosok itu adalah seorang gadis berusia sekitar dua puluh tahun. Parasnya cantik jelita, dengan bibir tipis yang merah membasah dan bola mata seperti bintang pagi. Alisnya tebal dan hitam. Terlihat menyolok karena kulit wajahnya putih halus dan mulus. Pendeknya, gadis Ini benar-benar molek! Pakaian ketat warna kuning yang dikenakan, membuat bentuk tubuhnya yang montok menggiurkan terlihat semakin jelas.
"Apakah aku tidak tengah bermimpi"! Ataukah... sekarang aku telah berada di akhirat"!" racau Aji seraya mengucek-ngucek sepasang matanya.
"Kalau tidak mengapa aku telah bertemu dengan seorang bidadari."
Gadis berpakaian kuning menatap Aji dengan sorot mata tajam. Tak terSenyum sedikitpun, kendati dilubuk hatinya gembira bukan main.
"Perempuan mana yang tidak senang dipuji"!
"Hentikan senda guraumu. Sobat. Kalau saja tak melihat benda di tanganmu, sikap kurang ajarmu itu telah cukup untuk membuatku memberikan hajaran keras!" tandas si gadis dengan sikap keren.
Aji menggaruk-garuk kepalanya melihat sikap tegas si gadis dan ucapannya yang tandas. Kali ini Aji tak berani mengusap-usap ujung hidungnya. Dia khawatir kulitnya yang keriput itu akan' terkupas jika diusap usap. Beberapa kali si pemuda hampir lupa. Untungnya. di saat-saat terakhir, selalu ingat. Sehingga. jari-jari tangannya terhenti di tengah jalan.
"Benda ini"!" tanya Aji meminta kepastian, seraya mengeluarkan kembali kalung baja putih yang telah dimasukannya ke balik pakaiannya. '
Gadis berpakaian kuning menggelengkan kepala.
"Jadi... kau mengenal benda ini"!"
"Tentu saja!" tandas si gadis, lantang.
"Karena benda itu adalah kepunyaan kami!"
Aji jadi merasa tertarik mendengar jawaban gadis cantik itu.Sedikit banyak, dari jawaban itu, dia tahu kalau gadis berpakaian kuning punya hubungan dengan Pengail Aneh. Karena, bukankah Manusia Bertopeng maksudkan, kalung baja putih itu harus ditunjukkannya pada kakek bermuka kemerahan itu!
"Kepunyaan kami"! Siapa yang kau maksud dengan kami itu, Nona"!"
"Aku dan kakekku...!" 'Keteranganmu belum jelas. Kau belum mengatakan secara gamblang, mengenai dirimu dan kakekmu. Siapa adanya kau, dan kakekmu itu," sambut Aji sambil cengar-cengir.
Gadis berpakaian kuning itu kontan diam. Tapi, sepasang matanya yang menghujam selebar wajah Aji, bersorot dingin.
"Mengenai siapa adanya aku dan kakekku, bisa kuberitahukan belakangan. Sekarang, yang ingin kutahu, mengapa benda itu bisa berada di tanganmu. Asal kau tahu saja, Sobat. Kami tahu pasti siapa orang yang memegang benda kepunyaan kami itu!"
"Baiklah kalau itu sudah menjadi keputusanmu, aku mengalah, Nona. Akan kuceritakan semuanya secara jelas,," sahut Aji, mengalah seraya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Memang benda ini bukan kepunyaanku. Seorang tokoh sakti dan baik hati yang telah berkali-kali menyelamatkan nyawaku, yang memberikan kalung in:!
Kemudian, secara singkat tapi jelas Aji menceritakan semua kejadian yang dialaminya, Gadis berpakaian kuning mendengarkan cerita Pendekar 108 dengan penuh perhatian. Beberapa kali, gadis ini mengeluarkan seruan kaget ketika mendengar kisah si pemuda.
"Jadi... kau telah bertemu dengan kakekku... dan beliau tak mau memberikan obat yang kau perlukan"!" tanya gadis berpakaian kuning ketika Aji usai bercerita.
"Apakah waktu itu kalung yang kau pegang telah kautunjukkan"!"
Aji menggeleng.
"Saat itu aku lupa, Nona: Eh... jadi kau cucu si Pengail Aneh itu"!'
Gadis berpakaian kuning mengangguk.
"Beliau-memang kakekku. 'Dan, tepat seperti yang dikatakan Dewa Botak. Beliau tak pernah memberikan darah kura kura raksasa apa pun alasannya. Tapi, kalung baja putih merupakan satu kekecualian. Dengan benda itu, permintaan apa pun akan dikabulkan. Sekalipun permintaan itu amat sukar untuk dipenuhi" ujar gadis berpakaian kuning, dengan sikap sungguh-sungguh.
"Permintaan apa pun"' tanya Aji meminta penegasan sambil cengar-cengir,
Gadis berpakaian kuning telah bersiap untuk mengangguk.
Tapi, belum sempat hal itu dilakukannya, dia melihat sikap dan tingkah Aji yang mencurigakan. Anggukan kepalanya pun ditahan. Sebagai gantinya. gadis Itu memberikan jawaban yang sebelum dikeluarkan, dipikirkannya dulu masak-masak.
"Permintaan apa pun dengan catatan, dapat kami penuhi tanpa melanggar nilai-nilai kebenaran dan sopan santun.' "
Aii manggut-manggut.
"Gadis yang cerdik," puji pemuda berambut dikuncir ini, dalam hati.
"Dia dapat menemukan Jawaban yang demikian tepat." '
"Berarti sekarang kita dapat menemui kakekmu dan aku bisa mendapatkan darah kura-kura raksasa," kata Aji dengan nada lega.
Gadis berpakaian kuning menganggukkan kepala. Aji menjadi heran karenanya.
'Apa maksud gelengan kepalamu itu, Nona"!" Aji tak kuasa untuk menahan rasa ingin tahunya.
"Kita tak perlu menemui kakekku. Kau tahu, dia punya watak yang amat aneh. Seusai memancing, tak mau diganggu atau ditemui. Aku sendiri tak tahu mengapa. dan apa yang dilakukannya. Yang jelaS apabila dia telah selesai dengan urusannya, dia akan kembali ke rumah," beritahu si gadis, panjang lebar.
'Jadi... dia tak kembali ke rumah seusai memancing"l Lalu... ke mana"!" . '
"Ke tempat kura-kura raksasa peliharaannya. Hanya itu yang kutahu. Mungkin dia memberi makan kura-kura itu dengan hasil tangkapannya. Tapi... mungkinkah kura-kura itu doyan ikan"!" 
Aji'mengangkat kedua bahunya pertanda tak tahu.
"Kalau menurutku, kau akan kubawa ke rumah dan kuberikan obat itu. Aku yakin, di saat Obat-itu telah memunahkan racun yang mengeram di tubuhmu, kakekku akan kembali. Dan, ! aku tak perlu khawatir kalau beliau akan marah. Karena, kakekku sendiri pun: akan memberikan obat yang kau perlukan apabila melihat kalung baja putih."
"Begitupun baik. Aku setuju. 0 ya, kita telah bicara banyak bagaikan dua orang sahabat yang bertahun tahun kenal. Tapi, anehnya kita belum saling mengenal nama masing-masing. Aku Aji. Aji saputra," kata Pendekar 108 seraya mengulurkan tangan.
Gadis berpakaian kuning tak segera menyambuti uluran tangan si pemuda. Dia lebih dulu menatap Aji, sebelum akhirnya mengulurkan tangannya.
Dengan gesit Aji menggenggam tangan si gadis yang halus. Erat dan lama. Seperti hendak menggenggamnya terus dan tak melepaskannya lagi. Baru ketika si gadis, menariknya, Pendekar Mata Keranjang melepaskannya.
"Aku Nawang Wulan," si gadis balas memperkenalkan diri sebelum menarik tangannya.
Dan. ketika jabatan tangan itu usai, gadis yang bernama Nawang Wulan itu membalikkan tubuhnya seraya memperdengarkan ucapan.
"Ayo, Aji. Tunggu apa lagi"! Apakah kau ingin terus berdiri di tempat ini"!"
Tanpa banyak cakap lagi, murid Wong Agung mengayunkan kaki mengikuti Nawang Wulan.

* * *



"Minumlah. A|i. Habiskan," kata Nawang Wulan seraya menyerahkan sebuah gelas bambu yang di dalamnya berisikan cairan kental hitam pekat. Darah kura kura raksasa. Tanpa bangkit dari kursinya, menerima gelas yang diangsurkan Nawang Wulan. Dia memperhatikan isi gelas itu sebentar seraya mengembang-kempiskan hidungnya.
'Sama sekali tak kusangka darah binatang aneh itu tak berbau amis sama sekali. Malah, sepertinya aku mencium bau keras yang menghangatkan dada dan melonggarkan tenggorokan," Aji mengutarakan rasa herannya.
Aji mendengar Nawang Wulan terkikih pelan. Rupanya ucapan si pemuda membuatnya merasa geli.
"Kau lucu, Aji," kata gadis itu di sela-sela tawanya.
"Bau keras itu bukan bau asli dari darah kura-kura raksasa. Melainkan bau rempah-rempah.
Tetumbuhan itu sengaja kami campurkan dalam darah kura-kura untuk menghilangkan bau amisnya yang memualkan."
"Ooo...!" Aji manggut-manggut sambil membulatkan mulutnya.
"Begitu kiranya..." .
"Ho-oh..." timpal Nawang Wulan, sembarangan.
Aji cengar-cengir mendengar jawaban yang agak lucu itu.
Namun, mengingat keadaannya yang semakin mengkhawatirkan, pemuda berambut dikuncir itu, segera menenggak isi gelas bambu. Hanya dalam sekejapan, cairan hitam kental itu telah berpindah ke dalam perut Pendekar 108.
"Sebenarnya... sebesar apakah kura-kura raksasa itu, Nawang"!" tanya Aji.
"Benarkah benar benar seperti raksasa"!"
"Tentu saja, tidak, Aji. Hanya saja binatang ini jauh lebih besar daripada kura-kura umumnya. Yahhh..:!
Hampir sebesar kambing kira-kira," beri tahu Nawang Wulan.
"Aku ingin melihatnya, Wulan."
"Boleh saja, Aji. Tapi, sabar saja. Tunggu kakekku pulang. Di tempat ini yang ada hanya darahnya. Itu pun hanya sedikit sekali. Aku pun tak mengerti mengapa demikian. Tapi, memang itu kenyataannya.
Setiap seekor kura-kura yang kami bunuh dan mengambil darahnya hanya menghasilkan darah dua gelas. Dan, kura-kuranya pun harus yang telah cukup umur. Telah tua, agar darahnya benar-benar berkhasiat. Dan, untuk dua gelas darah binatang itu kami harus menunggu dalam waktu yang amat panjang. BerbUlan-bulan, dan bahkan bertahun-tahun...!' jelas Nawang Wulan panjang lebar.
Sekarang Aji telah cukup mengerti mengapa Pengail Aneh tak mau memberikan darah kura-kuranya secara sembarangan. Ternyata untuk mendapatkannya sangat sulit. Aji ingin membuka mulut untuk mengajukan pertanyaan lagi.
Tapi, bukan ucapan yang keluar. Pendekar 108 malah menguap. Berulang-ulang dan panjang. Aji mulai terserang kantuk hebat yang tak terlawan.
Murid Wong Agung ini bermaksud untuk tidak menyerah. Tapi, dia tak sanggup bertahan. Sekujur urat-wat dan otot-otot tubuhnya langsung lemas dan lemah serta lelah bukan main, menuntut istirahat. '
Akhirnya Aji menyerah. Di kursi, pemuda berpakaian hijau ketat ini menyandarkan punggung dan memejamkan mata. Nawang Wulan hanya memperhatikan semua tingkah Aji. Gadis ini tahu, kalau obat itu telah bekerja. Dan, Pendekar Mata Keranjang jadi mengantuk karenanya. Kejap kemudian, Aji telah tertidur. Pemuda
ini tidur di kursi dalam ruangan tamu yang cukup luas. Beberapa kursi lainnya berada di sekeliling Aji, hanya dibatasi oleh meja sederhana berbentuk segi empat.

* * *



--↨֍¦ SEBELAS ¦֍↨--

AJI merenggangkan tubuhnya untuk melenturkan otot-otot dan urat-urat tubuhnya yang terasa kaku. Sepasang matanya pun dibuka. Dan. seketika itu pula, pandangan pemuda ini langsung tertumbuk pada sesosok tubuh molek yang tengah berdiri di ambang pintu ruangan, memandang jauh ke depan.
Aji segera mengenali pemilik sosok menggiurkan itu kendati mengenalnya belum lama. Siapa lagi kalau bukan Nawang Wulan"!
'Mengapa Nawang berdiri saja di situ"! Apakah ada yang tengah ditunggunya"! Ah ya...! Kakeknya...! Nawang tengah menunggu Pengail Aneh. Jadi... rupanya kakek itu belum juga datang. Sudah berapa lama ya"! Aku jadi tak tahu pasti karena tertidur. Sebuah kejadian yang aneh. Mana mungkin aku tak bisa menahan rasa ngantuk. Ini pasti ada apa-apanya. Tidak salah lagi pasti darah kura kura raksasa itu. Mungkin itu mempakan akibat sampingan."
"Obat..."! Ya...! Aku telah meminum obat. Lalu... bagaimana perkembangannya sekarang"!" .
Ketika teringat akan hal ini, Aji langsung mengarahkan pandangan pada tangannya. Seketika itu pula. kegembiraan sang pendekar 'muda ini melupa. Kalau, saja tak malu, Aji telah melompat-lompat gembira. Karena, tangannya telah pulih kembali seperti sediakala. Tidak ada keriputnya. Dan, bukan hanya tangan. Tapi juga kulit tubuh lainnya. Malah, kuku-kuku jari tangan dan kakinya telah kembali ke warna asal. Tidak lagi biru
"Darah kira-kura raksasa itu memang benar-benar luar biasa. Manjur...! Sekarang aku telah kembali seperti sediakala. Jadi, aku harus melaksanakan apa-apa yang menjadi tugas seorang pendekar!"
Aji bergegas bangkit. Kemudian menghampiri Nawang Wulan.
Yang didekati tak bergeming sama sekali. Apalagi menoleh. Kendati demikian, Aji tak merasa tersinggung sama sekali. Pemuda ini dapat memaklumi kegelisahan Nawang Wulan.
"Mengapa "kakek belum juga datang...," dari mulut mungil itu akhirnya keluar gumaman bernada keluhan, sarat dengan kebingungan dan kecemasan.
'Sabarlah, Nawang. Mungkin tak lama lagi dia akan tiba," hibur Aji sekenanya, karena tak tahu harus'berbicara apa dan bagaimana.
"Tak mungkin, Aji," bantah Nawang Wulan tak sependapat dengan si pemuda.
"Kau tahu, Kakek tak pernah terlambat untuk pulang. Apalagi sampai demikian telat seperti kali ini. Itu tidak mungkin, Aji. Aku lebih condong menduga kalau Kakek mendapatkan halangan di jalan."
Aji baru mengerti maksud ucapan Nawang Wulan.
"Kalau begitu, mengapa tidak kita yang menyusulnya"! Daripada gelisah menunggu di tempat ini, bukankah lebih baik kalau mendatangi tempat itu untuk memastikan dan melihat Sendiri apa yang telahk terjadi"!" Pendekar Mata Keranjang mengajukan usul.
Nawang Wulan membalikkan tubuhnya, Ialu menatap Aji lekat-lekat. Di lain saat sepasang 'bibirnya yang mungil berkemik memperdengarkan ucapan. Aah ?""
"Aku gembira sekali kau telah berhasil sembuh, Aji"
"Aku lebih gembira lagi, Nawang. Dan, semua ini atas pertolonganmu. Kalau tidak, aku telah tinggal di atas kuburan saat ini dan dengan keadaan tubuh mengerikan!" timpal Aji, sejujurnya.
"Oleh karena itu sebelumnya kuucapkan berjuta-juta terima kasih atas pertolonganmu, Nawang. Kaulah yang telah mengembalikan ketampanan dan keperkasaanku."
"Lupakanlah itu, Aji. Kau memang pantas untuk mendapatkan darah kura-kura raksasa itu," sahut Nawang Wulan sambil menahan senyum mendengar ucapan Pendekar Mata Keranjang yang terakhir, karena bernada memuji dirinya sendiri.
"Sekali lagi kuucapkan terima kaSihku padamu. Nawang. O ya, sekarang kita telah pantas berjalan bersisian. Kau cantik, jelita. dan manja Dan aku"! Aku jauh lebih menarik daripada sebelumnya kan"!"
"Kau ngawur!"
"Kalau begitu... mari kita bergegas untuk menemui kakekmu, Nawang. Kurasa perbincangan kita telah selesai."
"Ikuti aku saja!" tandas Nawang Wulan melesat mendahului Pendekar 108. Gadis ini tak tahu mengapa muncul perasaan gembira yang terperikan, ketika berbincang-bincang dengan Aji.
Penampilan si pemuda, gerak-gerik. dan sikapnya benar-benar menarik hati Nawang Wulan. Gadis jelita ini telah terpincuk pada si mata keranjang yang berparas tampan. Melihat Nawang Wulan telah melesat, Aji tak punya pilihan lagi kecuali melesat mengikuti. Hanya dalam sekejapan, pemuda berpakaian hijau ketat ini. telah berada di sebelah si gadis.
saat Aji dan Nawang Wulan melesat, meninggalkan pondok, dua sosok duduk bersila berhadap-hadapan di atas sebuah batu sebesar kerbau yang permukaannya datar dan halus. Batu itu berwarna hitam mengkilat, seperti juga batu-batu lainnya di sekitar tempat itu, karena dua sosok itu memang berada di Pantai Karang Hitam.
Sosok yang pertama sukar untuk dikenali jenisnya. Karena, dia' mengenakan selubung yang menutup wajah, dan pakaian longgar yang membuat potongan tubuhnya tak terlihat. Selubung dan pakaian itu berwarna kuning keemasan. Sosok ini tak lain dari Manusia Bertopeng. ' DI depan Manusia Bertopeng yang terkenal sebagai pentolan kaum putih, duduk tokoh yang tak kalah terkenalnya. Memang, keadaannya tak menggiriskan.' karena dia adalah seorang kakek yang bertubuh kurus kering seperti cecak kelaparan.
Tapi, hampir semua tokoh persilatan mengenalnya. Kakek ini adalah penghuni Pantai Karang Hitam, si Pengail Aneh.
"Sekarang... katakan maksud kedatanganmu kemari, Topeng. Tidak usah malu-malu atau ragu. Kau telah kuanggap keluarga sendiri karena telah menyelamatkan cucuku." '
"Kuucapkan banyak terima kasih atas penghargaan yang kau berikan padaku, Pengail! Aku merasa mendapatkan kehormatan besar atas pengakuanmu yang menganggapku sebagai keluarga sendiri. Tapi... apakah kau telah memikirkannya masak-masak"! Kau tidak mengenalku. Bahkan tidak tahu wajahku."
"Tidak usah kau pikirkan hal Itu, Topeng. Aku tak akan menyesal mengangkatmu sebagai anggota keluarga. Terkecuali kalau kau merasa keberatan," selak Pengail Aneh. Karena tak sabar menunggu'selesainya ucapan Manusia Bertopeng.
"Aku sama sekali tak keberatan, Pengail. Justru aku merasa tak pantas."
"Kalau begitu. tak usah kau perpanjang lagi masalahnya," lagi-lagi Pengail Aneh menyelak.
"Sekarang katakan hal yang mendorongmu untuk datang menemuiku."
Manusia Bertopeng terdiam sejenak.
"Ada beberapa hal yang mendorongku untuk datang kemari dan menjumpaimu, Pengail. Pertama, aku mendengar selentingan kabar akan adanya pertemuan
datuk-datuk sesat. Aku khawatir mereka bergabung. Bila Itu terjadi, dunia persilatan akan geger. Kekuatan mereka akan sulit ditanggulangi. Aku sendiri sempat bentrok dengan Siluman Tengkorak Hidup. Sayang, aku kehilangan jejaknya. Aku yakin, siluman itu keluar dari persembunyiannya sehubungan dengan akan adanya pertemuan."
"Aku tidak takut! Bila mereka datang kemari akan' kuladeni. Kau lahu, Topeng. Lima belas tahun yang lalu, Begal Bermata Iblis dan Siluman Tengkorak Hidup menyatroni tempat ini. Untung mereka berhasil kabur. Kalau tidak, mereka akan menjadi mayat tak berkubur di tanganku!" tandas Pengail Aneh, lantang.
Pengail Aneh memang tidak berbohong. Namun, pernyataannya pun tak sepenuhnya benar. Dia berhasil mengusir datuk-datuk sesat itu tidak sendirian. Suatu kebetulan, rekannya Dewa Botak berada di tempatnya, sehingga dedengkot-dedengkot golongan putih ini' menghadapi lawan masing-masing seorang.
Manusia Bertopeng hanya manggut-manggut, tak memberikan bantahan atas keterangan yang didapatnya. Dia sendiri pernah berhadapan dengan Dedemit Bermulut Manis di tempat ini, ketika datuk sesat itu hampir mencelakai Nawang Wulan. Kejadiannya pun belasan tahun lalu, saat Pengail Aneh tak berada di Pantai Karang Hitam! Manusia Bertopeng berhasil melukai sang dedemit.
Karena pertolongannya itu. sang pengail yang tiba setelah Dedemit Bermulut Manis kabur, menghadiahkan kalung baja putih pada Manusia Bertopeng. .
"Hal yang kedua, Pengail, menyangkut seorang pemuda bernama Aji," kata Manusia Bertopeng.
"Dia membutuhkan darah kura-kura raksasa untuk mengobati lukanya. Apakah dia telah bertemu denganmu"!"
"Aji...," ulang Pengail Aneh dengan sepasang alis berkerut, seperti mengingat-ingat.
"Aku tidak mengenalnya. Dan. '
"Kalau begitu, lupakanlah, Pengail. Mungkin dia belum tiba di sini," putus Manusia Bertopeng.
"Mengenai dia bisa kita bicarakan lain waktu. Sedangkan persoalan yang terakhir... adalah persoalan yang lama mengganjal di dalam dadaku. Bertahun-tahun kurendam, dan sebenarnya aku masih ragu untuk mengutarakannya. Tapi... kurasa lebih baik kukatakan sekarang sebelum terlambat."
Sampai di sini, Manusia Bertopeng menghentikan ucapannya.Dia menarik napas dan menghembuskannya berkali-kali, seakan-akan hendak menenangkan diri. .
"Pengail... sebenarnya aku adalah...," sambil bicara dengan suara bergetar yang menjadi pertanda kalau Manusia Bertopeng menahan guncangan perasaan, sebelah tangannya meraih selubung di kepala, siap untuk direnggutkan.
"Untung kami rupanya besar sekali...! Kalian berada di sini, sehingga tak repot-repot untuk mencari lagi. ha ha ha...!" Seruan keras yang diiringi tawa itu membuat Manusia Bertopeng tak melanjutkan ucapannya.
Tangan yang telah meraih selubung pun diturunkannya kembali. tanpa merenggut penutup wajah sekaligus kepala itu. Berbareng dengan itu, Manusia Bertopang mengalihkan pandangan ke arah asal suara. Pengail Aneh tak kalah cepat bertindak. Kakek itu pun menoleh. Dan, seperti juga Manusia Bertopeng, ketika mengetahui si pemilik suara, perasaan si kakek terguncang.
Hampir berbarengan, Manusia Bertopeng dan Pengail Aneh melompat dari atas batu dan bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan.
Di depan Manusia Bertopeng dan Pengail Aneh. berjarak sepuluh tombak. Berdiri empat sosok dengan sikap pongah. Tiga di antara mereka adalah kakek-kakek. Hanya seorang yang terlihat seperti wanita berusia enam puluh tahun. Baik Manusia Bertopeng, maupun Pengail Aneh tahu pasti siapa adanya empat pendatang tak diundang itu. Dedemit Bermulut manis, Siluman Tengkorak Hldup, Dan Begal Bermata lblis,serta Rase Genit.
Yang berseru adalah Dedemit Bermulut Manis, sedangkan tiga tokoh di sebelahnya, hanya mempertunjukkan sikap menghina Manusia Bertopeng dan.Pengail Aneh. Sikap orang yang berada di pihak yang lebih unggul ' Pengail Aneh yang segera memberikan sambutan dengan lantang. Tapi, kakek ini tidak menujukan pandangannya pada Dedemit Bermuiut Manis, melainkan pada Begal Bermata Iblis Sambil bicara, Pengail Aneh menudingkan telunjuk kirinya.
"Begal Sialan! Lima belas tahun lalu, kau hampir kukirim ke neraka! Sama sekali tak kusangka kau berani menampakkan tampangmu yang buruk lagi. Meskipun kau membawa banyak komplotan untuk mengeroyok, kau kira aku tak mampu untuk membunuhmu"!"
Makian Pengail Aneh, membuat sang begal berang. Sepasang matanya yang memang menyeramkan, semakin terlihat menggiriskan hati. Dia melangkah maju beberapa tindak.
"Pengail Keparat...! Tanpa bantuan mereka pun aku mampu untuk membuatmu menjadi mayat tidak berkubur! Asal kau tahu saja, kawanmu, si tua Dewa Botak telah menjadi penghuni neraka! Sekarang, kau akan menyusulnya...!"
Sambil mengatupkan mulutnya, Begal Bermata Iblis melancarkan serangan. Dari sepasang matanya yang mengerikan, menyeruak dua larik sinar hijau yang meluncur ke arah Pengail Aneh. ' ' ' Sang pengail tak segera memberikan sambutan. Kakek ini masih terlampau kaget mendengar pernyataan Begal Bermata Iblis tentang kematian Dewa Botak. Pengail Aneh masih terkesima. Untungnya, sebelum sinar hijau yang mengeluarkan bunyi gemuruh itu menggebrak dirinya, si kakek sadar akan bahaya besar yang mengancam. Dia melompat tinggi ke atas untuk mengelakkannya.
Blarrr..!,
Batu'sebesar kerbau yang berada di belakang sang pengail hancur berkeping-keping mejadi abu. Dan, hancurnya batu ini seperti menjadi tanda bagi masing-masing pihak bertarung untuk menentukan siapa yang berhak untuk tetap hidup.
Siluman Tengkorak Hidup langsung berkelebat ke arah Manusia Bertopeng seraya mengirimkan serangan maut. Di saat yang sama, Dedemit Bermulut Manis juga menyerang orang yang diserang sang setan. Manusia Bertopeng dikeroyok. Bukan hanya sosok berpakaian keemasan yang dikeroyok. Pengail Aneh sendiri, begitu menjejak tanah, segera dihujani serangan-serangan maut oleh Begal Bermata Iblis dan Rase Genit.
"Inikah yang kau namakan bertarung tanpa mengeroyok, Begal Licik"!" ejek Pengail Aneh sambil mengelakkan serangan dua lawannya.
"Siapa yang mengeroyok, Kakek Pelit"!" Rase Genit yang memberikan sambutan.
"Aku hanya tak ingin kau mati dibunuh oleh Begal Bermata Iblis! Aku ingin tangankulah yang mengirim nyawamu ke neraka!"
Pengail Aneh tak menyahuti. Di samping karena tak ingin, kakek ini tahu. berbicara hanya akan mengurangi pemusatan perhatiannya-pada pertarungan. Hal itu amat berbahaya, mengingat lawan-lawan yang dihadapinya berkepandaian luar biasa! Dia bisa celaka!
' Penyerangan empat pentolan kaum sesat Itu, membuat suasana di Pantai Karang Hitam yang semua hening, jadi gaduh oleh bunyi pertarungan yang tercipta menjadi dua kancah itu.
Jurus demi jurus berlangsung secara cepat. Dan, baik Pengail Aneh, maupun Manusia Bertopeng harus mengakui kalau keroyokan lawan-lawan tangguh itu teramat kuat untuk dapat mereka tanggulangi. Hanya dalam beberapa jurus kedua pentolan golongan putih ini telah tertekan hebat. Mereka lebih banyak bertahan dan mengelak daripada menyerang, karena terlalu gencarnya serbuan-serbuan lawan. Di jurus kedua puluh lima. Pengail Aneh yang keadaannya lebih buruk dibanding Manusia Bertopeng, karena lawan-lawan yang dihadapinya lebih tangguh daripada yang dihadapi Manusia Bertopeng, terlempar dan terguling-guling di tanah.
Itu terjadi akibat si kakek menangkis serangan Rase Genit. di saat posisinya tak menguntungkan!
Begal Bermata iblis tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia memburu sang pengail dan menghujaninya dengan serangan bertubi-tubi yang memaksa si kakek untuk terus bergulingan menyelamatkan diri.
Dukkk!
Gulingan tubuh Pengail Aneh seketika itu pula terhenti ketika punggung nya menubruk gundukan batu sebesar kerbau. Dia tak bisa menghindari lagi. Padahal, saat itu serangan Begal Bermata Iblis menggebrak tiba: Pengail Aneh memutuskan untuk menangkis. Tapi, ketika mengangkat tangan itu memapak, sebutir kerikil yang ditendang oleh Rase Genit, menggebrak mendahului mengancam ubun ubunya!
Dalam saat yang bersamaan, kakek ini menghadapi dua serangan maut sekaligus!
Pengail Aneh merasakan sukmanya melayang seketika itu juga. Dia tahu, tak mungkin baginya untuk menanggulangi dua serangan itu pada saat bersamaan. Satu demi satu pun lebih tak mungkin lagi. Karena, kesempatan yang dimiliki sang pengail. amat terbatasi
dalam waktu yang sangat singkat itu, Pengail Aneh mengambil keputusan nekat. Dia menghentakkan tangan kanannya, mengirimkan pukulan jarak jauh, yang membuat kerikil yang meluncur ke arahnya, hancur di tengah jalan.
Pengail Aneh bermaksud untuk memapak serangan Begal Bermata !blis, setelah mematahkan serangan RaSe Genit. Kakek ini sebenarnya merasa ragu untuk keberhasilan usahanya itu. Masalahnya, waktu yang dimilikinya amat sempit. Bukan hanya untuk memapak, tapi mengerahkan tenaga dalam pada tangan yang akan dipergunakannya untuk menghadang serangan sang begal.
Di saat kritis bagi keselamatan Pengail Aneh, Manusia Bertopeng melentik cepat menerobos kepungan lawan-lawannya. Sosok penuh rahasia ini melesat ke arah Begal Bermata lblis. Saat tubuhnya melayang ke arah sang begal, sepasang tangannya dihentakkan bergantian, melancarkan pukulan jarak jauh ke arah datuk selatan itu! "
Wusss, wusss.!
Serangan mendadak tak disangka-sangka itu, mengejutkan Begal Bermata Iblis. Dia tahu, kalau tetap meneruskan serangannya, pukulan-pukulan jarak jauh manusia Bertopeng akan menghantamnya, yang mungkin akan dapat mengirim nyawanya ke akhirat. Begal Bermata lblis belum ingin mati.
Itulah sebabnya, Begal Bermata Iblis mengurungkan serangannya. Kakek tinggi besar ini melakukan lompatan harimau jauh ke samping untuk mengelakkan serangan Manusia Bertopeng.
Pengail Aneh pun lolos dari keadaan kritis. Begal Bermata Iblis juga selamat dari ancaman bahaya maut. Sekarang, ganti Manusia Bertopeng yang terancam. Dari kanan kiri belakangnya, Dedemit Bermulut Manis dan Siluman Tengkorak Hidup, mengejar sambil melancarkan serangan maut! '
Plakkk, bukkk, desss...!
Bunyi nyaring itu terdengar berkali-kali yang diiringi dengan keluhan-keluhan tertahan. Kejap kemudian, Manusia Bertopeng dan bedemit Bermulut Manis sama-sama terlempar. kearah yang berlawanan. Dari mulut, hidung, dan telinga keduanya menyembur darah segar! Dua dedengkot persilatan yang berasal dari golongan berbeda itu, melayang-layang sejauh beberapa tombak sebelum akhirnya terbanting keras di -tanah. Manusia Bertopeng dan Dedemit Bermulut Manis berusaha untuk bangkit, tapi gagal. Keduanya ambruk kembali ke tanah sambil memuntahkan darah segar
Kejadian yang menimpa dua tokoh itu membuat jalannya pertarungan seketika terhenti. Semua pasang mata tertuju pada Manusia Bertopeng dan Dedemit Bermulut Manis. Sekali lihat saja. mereka semua tahu kalau nyawa dua tokoh itu telah berada di ujung tanduk.
Lepasnya nyawa dari raganya tinggal menunggu saatnya saja. Namun, .jika saja Sebelum saat itu tiba, Manusia Bertopeng dan Dedemit Bermulut Manis segera meminum darah kura-kura raksasa. keselamatan mereka mungkin tercipta. '
Kejadian yang menimpa Manusia Bertopeng dan Dedemit Bermulut Manis tak luput dari pandang mata semua orang yang berada di situ. Mereka melihat dengan jelas betapa bacokan tangan Dedemit Bermulut Manis menghantam belikat kiri Manusia Bertopeng. DI saat yang hampir sama, tamparan Dedemit Bermulut Manis menghantam pinggang kanan Manusia Bertopeng. '
Dua serangan itu memang dahsyat sekali, dan membuat tubuh Manusia Bertopeng terlempar. Namun, Manusia Bertopeng memang benar-benar luar biasa, saat tubuhnya terhumbalang, dia masih sempat menyepakkan kakinya ke belakang, mengirimkan serangan balasan dengan tenaga terakhirnya!
Dedemit Bermulut Manis yang bernasib sial. Kakek pendek gemuk ini tak menyangka kalau Manusia Bertopeng masih mampu melancarkan serangan. sehingga tak sempat mengelak. Kaki Manusia Bertopeng menghantam dadanya secara keras. Dan akibatnya, datuk barat itu mengalami nasib sama dengan lawannya.

* * *



--↨֍¦ DUA BELAS ¦֍↨--

DIANTARA semua yang menyaksikan, Pengail Aneh yang paling dulu sadar, dan teringat apa yang harus dilakukan. Kakek kurus kering ini segera melesat untuk menyambar Manusia Bertopeng, membawanya kabur dan menyelamatkan nyawanya dengan meminumkan darah kura-kura raksasa. Tiga pentolan sesat melihat tindakan Penghuni Pantai Karang Hitam itu. Dan mereka bisa menduga apa yang hendak dilakukan oleh Pengail Aneh.
Maka, seperti telah disepakati sebelumnya, Rase Genit dan kawan-kawannya itu, melesat untuk merintangi niatan sang pengail!
Pengail Aneh tak punya pilihan lain kecuali membataltan maksudnya dan menjauhkan diri. Namun. dia segera dikejar dan dihujani serangan-serangan mematikan. Dalam segebrakan Pengail Aneh telah kerepotan!
Kakek kurus kering ini berlompatan ke sana kemari untuk menyelamatkan selembar nyawanya!
Pada saat genting bagi keselamatan Pengail Aneh, terdengar bentakan keras disusul dengan berkelebatnya sesosok bayangan hijau kuning ke dalam kancah pertarungan.
"Pengecut-pengecut hina...! Di mana-mana kalian selalu bertarung secara keroyokan"!'
Bersamaan dengan melesat masuknya sosok hijau kuning, pengeroyokan terhadap Pengail Aneh membuyar. Tiga pentolan sesaat menjauhkan diri dari kancah pertarungan karena serangan kalang kabut sang pendatang baru yang dahsyat dan menuju ke bagian yang mematikan!
"Selamat bertemu lagi, Manusia Tulang," ucap Sosok hijau kuning yang bukan lain dari Aji Saputra alias Pendekar Mata Keranjang, sambil cengar-cengir.
"Kau?" sambut Siluman Tengkorak Hidup, yang mendapat sapaan. Suara kakek ini bergetar penuh kemarahan dan keterkejutan. 'Ternyata dugaanku benar. Kau bukan orang sembarangan. Saat bertemu pertama kali aku telah curiga, dan ternyata dugaanku itu benar."
"Sayang kau tidak berhasil membunuhku, Siluman Tengkorak! Itu artinya saat ini nyawamu akan menghadap malaikat maut! Kau akan mati di tanganku! Malah bukan hanya kau, tapi pengkhlanat-pengkhianat lainyajuga, yaitu orang-orang yang bersamamu. Nyawa kalian semua tak cukup untuk menebus dosa kepengkhianatan kalian dan pencurian kitab pusaka ilmu-ilmu orang yang kalian khianati!"
Bukan hanya Siluman 'Tengkorak Hidup yang terjingkat. Dedemit Bermulut Manis, dan Begal Bermata Iblis pun demikian.
"Kau... apa hubunganmu dengan si keparat tuKang jagal manusia itu, heh"!" Begal Bermata Iblis yang mengajukan pertanyaan.
"Tidak ada hubungan apa pun. Hanya saja'aku telah menerima budi baiknya. Maka, aku memutuskan untuk membalas kebaikannya'dengan melakukan tindakan yang membuatnya mati merem, yaitu membunuh kalian semua...!!' tandas Aji, mantap.
"Sesumbarmu besar, Tikus Busuk! Kaulah yang akan pergi ke neraka menyusul si tua itu!" seru Begal Bermata Iblis, geram.
Bersamaan dengan keluarnya bentakan itu, sang begal menyerbu Pendekar 108. Di saat yang hampir bersamaan, Siluman Tengkorak Hidup ikut meluruk ke arah Aji. '
Rase Genit yang ketinggalan, tak mendapatkan kesempatan untuk bertarung menghadapi Pendekar Mata Keranjang. Karena, Pengail Aneh telah menyerangnya. Untuk kedua kalinya, pertarungan yang terpisah menjadi dua kancah pun, berlangsung.
Saat pertarungan berjalan beberapa jurus, dua orang wanita muncul di tempat itu. Mereka adalah Nawang Wulan dan Bidadari Berkabung. Sesaat perempuan-perempuan ini menyaksikan jalannya pertarungan, kemudian menatap dua sosok yang tergolek di tanah. '
Baik Bidadari Berkabung maupun Nawang Wulan, segera mengenal sosok yang berpakaian dan berselubung keemasan. Seketika itu pula mereka terperanjat ketika melihat keadaan si Manusia Bertopeng.
Namun, Nawang Wulan dapat bertindak cepat. Dia langsung melesat ke arah Manusia Bertopeng, menyambar tubuhnya, dan berlari cepat meninggalkan tempat itu" untuk menuju ke rumahnya. Bidadari Berkabung tak mau ketinggalan. Wanita ini pun melesat mengikuti Nawang Wulan.
Beberapa saat sebelumnya Bidadari Berkabung berlarian seorang diri. Di tengah perjalanan, wanita Ini bertemu dengan Aji dan Nawang Wulan. Tanpa membuang waktu lagi, sang bidadari menceritakan hal-hal yang diketahuinya. Aji sempat terkejut dan marah mendengar cerita Bidadari Berkabung. Wanita itu menuturkan kalau Dewa Botak telah tewas. Kakek berkepala gundul itu ketahuan ketika mengintai pertemuan datuk-datuk sesat itu.
Dewa Botak pun dikeroyok. Hanya dalam belasan jurus, kakek berkepala gundul itu roboh terluka parah. Dewi Berhati Besi yang hadir di tempat itu, ikut gurunya si Rase Genit, bermaksud membalas sakit hatinya.
Sang dewi terlalu gegabah. Dewa Botak masih mampu unjuk gigi, menangkal balas dendam Dewi Berhati Besi. Ketua Perkumpulan Anak Langit itu tewas di tangan sang dewa. Hal ini membuat Rase Genit murka. Dia meracuni Dewa Botak untuk membuat kakek itu mati pelan-pelan.
Sepeninggal datuk-datuk sesat itu, Bidadari Berkabung muncul. Wanita ini sempat mendapatkan berita dari mulut Dewa Botak sebelum kakek itu tewas. Berita tentang penyerbuan datuk-datuk sesat itu ke Pantai Karang Hitam. Itulah sebabnya, setelah menguburkan mayat Dewa Botak, Bidadari Berkabung bergegas ke Pantai Karang Hitam.
Berita sang bidadari membuat Aji bergegas melesat lebih dulu. Bidadari Berkabung menyusul bersama Nawang Wulan. Kedua wanita Ini muncul beberapa saat setelah Aji. ,
Kemunculan dua perempuan itu. dan kepergian mereka kembali dengan membawa Manusia Bertepeng, tak luput dari penglihatan tokoh-tokoh yang tengah bertarung. Kalau saja bisa. Begal Bermata lblis dan sekutu sekutunya akan berusaha untuk mencegah. Tapi, lawan-lawan yang mereka hadapi. tak memberikan kesempatan bagi mereka untuk melakukan hal itu. Memang baik Rase Genit. maupun Begal Bermata Iblis, dan Siluman Tengkorak Hidup, harus mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mengimbangi Pengail Aneh dan Pendekar Mata Keranjang.
Terutama sekali Rase Genit yang menghadapi Pengail Aneh sendirian! Jurus demi jurus berlangsung cepat. Masing-masing pihak berusaha keras untuk secepat mungkin merobohkan lawan yang dihadapi. Pendekar 108 pun sendiri telah menggunakan kipas ungu yang menjadi senjata andalannya. Murid Wong Agung ini memang telah memutuskan untuk menghabisi lawan-lawannya untuk memenuhi janjinya terhadap Penjagal dan Neraka.
Serangan-serangan yang dilontarkan Aji, senantiasa mengandung maut. Terutama terhadap Begal Bermata Iblis. Karena, kakek tinggi besar Itu yang telah membunuh sang penjagal. Memang, sang penjagal sempat memberitahukan pada Aji mengenai orang yang menghabisi nyawanya.
Di jurus kelima puluh tiga, Aji terpaksa melempar tubuh ke samping untuk mengelakkan serangan Siluman Tengkorak Hidup. Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Begal Bermata !blis. Dia menghentakkan sepasang tangannya, mengirimkan pukulan jarak jauh terhadap sang pendekar.
Wusss...!
Air melihat adanya serangan berbahaya Itu. Keadaannya yang di udara memang tak menguntungkan. Kendati demikian, si pemuda masih mampu untuk menghentakkan kedua tangannya pula untuk memapak. Tindakan yang diambil Pendekar Mata Keranjang menyebabkan kedua belah pihak harus mengadu tenaga dalam! Wusss...!
Begal Bermata Iblis membeliakkan sepasang matanya besar-besar ketika beberapa saat sebelum bentrok pukulan-pukulan jarak jauh terjadi, di antara gemuruh angin keras yang keluar dari kedua tangan Aji, menyeruak sinar keperakan yang membentuk lukisan naga samar-samar.
Sinar berbentuk naga yang besarnya tak lebih besar daripada kadal itu, melesat dengan kecepatan menakjubkan ke udara, lalu menukik ke arah sang begal. Datuk selatan ini berusaha keras untuk mengelak.
Blarrr...!
Bentrok pukulan-pukulan jarak jauh Itu, menyebabkan Begal Bermata Iblis dan Pendekar Mata Keranjang sama-sama terjengkang ke belakang. Dan, saat tubuh Begal Bermata Iblis tengah melayang, sinar keputihan itu menggebrak! Bresss-..!
Begal Bermata lblis meraung sejadi-jadinya ketika sinar berbentuk naga itu menghantam dadanya. Tubuhnya kembali terlempar. Namun, saat itu pula. nyawa si kakek ikut terlempar. Sebelum tubuhnya sendiri mendarat di tanah. Siluman Tengkorak Hidup terkejut bukan main melihat kejadian yang menimpa sekutunya. Kakek kurus kering ini jadi nekat. Dia meluruk ke arah Aji dengan kepala di depan, seperti layaknya seekor kerbau. Saat Itu, Pendekar 108 baru saja bangkit!
Wusss...!'
Angin yang menggila menggebrak seiring dengan meluncurnya serangan Siluman Tengkorak Hidup yang aneh.Di seberang, Aji telah merasakan sendiri kedahsyatannya sebelum serangan itu sendiri tiba.
Pemuda berambut dikuncir ekor kuda ini merasakan dadanya sesak. ' Aji tak mau mengambil risiko dengan membiarkan serangan itu semakin mendekat. Pemuda ini tak bisa membayangkan bagaimana dahsyatnya serangan itu kalau dalam jarak yang masih cukup jauh saja sudah menimbulkan akibat yang demikian dahsyat.
Pendekar 108 segera mengebutkan kipasnya. Di lain saat, sinar keputihan yang berbentuk kipas raksasa meluncur memapaki tubuh Siluman Tengkorak Hidup.
Bunyi gemuruh laksana badai yang disertai hawa panas menghambar, mengiringi meluncurnya sinar berbentuk kipas.
Bre'sss...! .
Untuk kedua kalinya terdengar lolongan yang' menyayat hati. Lolong kematian. Kali ini berasal dan mulut siluman tengkorak Hidup, ketika terlanda sinar berbentuk kipas raksasa, sebelum serangannya sendiri tiba di sasaran. Jeritan kematian dari sekutunya yang saling susul-menyusul, membuat Rase Genit, gugup. Dan, kegugupannya ini harus dibayarnya dengan mahal. Tendangan Pengail Aneh secara telak menghantam dadanya.
Bunyi berderak keras tulang-tulang yang patah pun terdengar seiring dengan terpentalnya tubuh sang rase dengan semburan darah dari mulutnya Rase Genit menggelepar-gelepar ketika tubuhnya terbanting di tanah. Beberapa saat sebelumnya, Siluman Tengkorak Hidup jatuh di tanah dalam keadaan tanpa nyawa.
Hanya'sebentar Rase Genit menggelepar, di lain saat nyawanya putus. Pengail Aneh memperhatikan lawannya sebentar. Kemudian, menatap Aji. Dilihatnya sang pendekar tengah menundukkan kepala. Dia tak tahu kalau Aji tengah bicara di dalam hatinya.
"Penjagal dari Neraka... janjiku telah kutepati. Pengkhianat-pengkhianat ini. telah kukirim ke lobang kubur. Tenanglah kau di alam sana. Dan kukira, amanatmu ini sudah tidak berguna lagi..!
Aji mengeluarkan gulungan daun lontar dari balik pakaiannya. Sekali dia menggerakkan jari jari tangan meremas, daun lontar itu hancur berkeping-keping untuk kemudian lenyap ditiup angin. Aji menoleh ke arah Pengail Aneh sambil tersenyum. Sang pengail membalasnya seraya mengayunkan kaki mendekat ' . 'Kau hebat. Aji. Aku kagum padamu: hanya itu yang diucapkan si kakek.
"Kau pun mengagumkan, Kek," timpal Aji Baru saja Pendekar 108 mengatupkan mulutnya, terdengar bunyi langkah-langkah mendekat. Aji dan Pengail Aneh menoleh.
Mereka melihat tiga sosok menghampiri mereka. Manusia Bertopeng, Bidadari Berkabung, dan Nawang Wulan. ' Aji sempat terkejut. Bukan karena melihat keberadaan Nawang Wulan dan Bidadari Berkabung. Karena, mereka memang datang bersamanya, hanya saja, dia terpaksa melesat lebih dulu, karena khawatir akan terlambat. Dua perempuan itu dibiarkannya melakukan perjalanan bersama. .
Yang.membuat hati pemuda berambut dikuncir ekor kuda ini kaget adalah paras dan sorot mata sang bidadari. Tidak lagi menyiratkan kedukaan besar, malah penuh seri.
"Apa yang membuatnya" demikian gembira"!' tanya Aji dalam hati.
Ternyata bukan hanya Aji yang terkejut.. Pengail Aneh pun demikian. Itu terjadi ketika kakek ini melihat kalung baja putih yang berada di tangan Nawang Wulan. Dia mengenali betul siapa pemilik kalung itu setelah menegasinya lebih lanjut.
Kalung baja putih yang membuatnya adalah Pengail Aneh. Semuanya berjumlah lima buah. Masing masing mempunyai sedikit perbedaan. Sebuah ada pada dirinya. Tiga buah ada di tangan Nawang Wulan, dan sebuah lagi adalah milik putranya. Tiga yang ada di tangan cucunya itu, adalah milik menantunya yang telah meninggal, ketika melahirkan, milik Nawang Wulan, dan sebuah lagi sengaja dibuat oleh Pengail Aneh untuk calon suami cucunya.
Tapi, Nawang Wulan yang merasa berhutang budi ketika mendapat pertolongan Manusia Bertopeng, memberikan kalung itu padanya. Manusia Bertopeng sendiri, menyerahkannya pada Aji, agar si pemuda mendapatkan darah kura-kura raksasa. Namun, sekarang kalung itu telah kembali ke tangan Nawang Wulan.
Dan sekarang, kalung yang menjadi milik anaknya berada di tangan Nawang Wulan.
Padahal, telah puluhan tahun, sang anak tak dilihatnya. Oleh karena itu, Pengail Aneh kaget. karena tak mengerti mengapa kalung itu bisa berada pada Nawang Wulan. .
Tapi. kebingungan Pengail Aneh tak lama. Ketika terpandang olehnya Manusia Bertopeng, dia' segera dapat menduga siapa adanya sosok penuh misteri Itu.
Keheranannya akan tingkah Manusia Bertopeng ketika berbicara dengannya sekarang tak ada lagi.
'Sekarang aku mengerti mengapa kau bertingkah aneh, Topeng." Pengail Aneh sambil menatap Manusia Bedopeng.
"Aku tahu, apa yang menjadi ganjalanmu . selama bertahun-tahun itu. Aku tahu pula mengapa kau bertingkah aneh. Sekarang, bukalah selubungmu itu, Bongaya." .
Tanpa membantah sama sekali Manusia Bertopeng memenuhi perintah Pengail Aneh. Di sebelahnya, Nawang Wulan yang bermaksud untuk memberitahukan tentang siapa adanya Manusia Bertepeng, jadi mengurungkan maksud karena si kakek telah menduganya dengan tepat.
Semula, Nawang Wulan pun terperanjat ketika melihat kalung baja putih ada pada Manusia Bertopeng. Dia jadi terkejut, gembira, sekaligus bingung, ketika sosok penuh misteri itu mengatakan hal yang sebenarnya, begitu seng sosok selamat dari maut. setelah diberi minum darah kura-kura raksasa.
Penemuan yang mengharukan itu pun berlangsung. Di dekat mereka, Bidadari Berkabung pun melongo ketika melihat'siapa adanya Manusia Bertopeng. Karena, sosok penuh misteri itu adalah orang yang membuatnya patah hati.
Nawang Wulan yang telah mendengar kisah sedih Bidadari Berkabung, meminta ayahnya untuk menerima sang bidadari sebagai pengganti ibunya. Sang ayah bersedia setelah Pengail Aneh tahu lebih dulu siapa dirinya. Nawang Wulan gembira. Bidadari Berkabung pun demikian. Dan sekarang, mereka semua berada bersama Pengail Aneh.Mereka semua merasa'tegang. Menunggu kejadian yang akan berlangsung. '
Sementara itu, Aji Sempat takjub ketika melihat wajah di balik selubung keemasan itu. Memang, paras seorang lelaki setengah baya. Namun, masih terlihat bekas-bekas ketampanannya.
Pengail Aneh mengangguk-angguk ketika melihat paras putranya. Paras dan sinar mata kakek ini menyiratkan kegembiraan dan keharuan besar. Dan, sepasang matanya mengembang berkaca-kaca ketika Manusia Bertopeng alias Bongaya menjatuhkan diri memegang kedua lututnya, sambil berseru.
"Ayah...! Maafkan aku, ayah...!"
'Kau tidak salah. Ngaya. Akulah yang salah," kata si kakek dengan suara serak menahan rasa haru. Dia menepuk-nepuk bahu anaknya. Seketika itu pula keharuan menyelimuti hati semua orang yang berada di situ. Aji sendiri merasa terharu. Apalagi ketika mendengar jalinan peristiwa yang membuat mereka terpisah, dari mulut Manusia Benopeng dan Pengail Aneh sendiri.
Pemuda ini hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Ternyata pangkal perselisihan itu adalah kematian ibu Nawang Wulan. Kematian sang istri, menyebabkan Bongaya terpukul sekali. Dia meratap dan tinggal di makam ibu Nawang Wulan selama berhari-hari. dan lupa pada anaknya.
Tingkah Bongaya membuat Pengail Aneh jengkel. Karena, nasehat-nasehatnya tak digubris Bongaya, kakek itu marah-marah.
"Aku'malu punya keturunan seperti kau! Pengecut! Cengeng...! Tidak bisa menerima kenyataan...! Kau kira dengan kelakuanmu itu istrimu bisa hidup lagi..."! Aku muak dengan sikapnu..! mulai saat ini kau bukan lagi anakku.! Pergi kau dari sini...!' sembur Pengail Aneh ketika itu.
Bongaya pergi. Melanglang buana dengan kesedihan yang bergayut. Beberapa waktu kemudian, dia bertemu dengan Manusia Ajaib, dan menjadi murid si kakek.
Bongaya pun menjadi tokoh sakti beberapa waktu kemudian. Namun, karena banyaknya gadis yang patah hati karena jatuh cinta namun tak terbalas, membuat Bongaya menyembunyikan wajahnya. Dia pun terkenal dengan julukan Manusia Bertopeng.
Berkali-kali menyeruak dorongan hati untuk menjumpai anak da ayahnya. Namun, mengingat ucapan sang ayah,Bongaya menguatkan diri untuk bertahan, dan menghilangkan perasaan itu.
Dia mengunjungi Pantai Karang Hitam ketika gejolak perasaan itu tak tertahan lagi. Tapi, hanya sekali. Lima belas tahun yang lalu. '
"Bangkitlah, Ngaya."
Bongaya pun bangkit. Saat itu Nawang Wulan membuka mulutnya dan bicara.
"Kek... Aku ingin punya ibu lagi. Bolehkah kalau aku ingin Bidadari Berkabung menjadi ibuku"!" tanyanya penuh harap.
"Tanyaiah pada orang-orang yang berkepentingan, Nawang. Aku sih setuju saja...! Nawang Wulan menatap ayahnya dan Bidadari Berkabung berganti-ganti dengan penuh perasaan gembira. Sang bidadari yang tak kalah gembiranya, hanya menundukkan kepala. Bongaya sendiri malah mengelus-elus dagu.
Tak jauh Bongaya. Aji cengar-cengir sambil mengusap-usap ujung hidungnya.
"Nawang" Aji... kalian Ikut aku...,' kata Pengail Aneh seraya melangkah meninggalkan tempat itu.
Aji dan Nawang Wulan tak membantah sama sekali. Mereka tahu kalau sang pengail bermaksud memberikan kesempatan pada Bongaya dan Bidadari Berkabung untuk berbincang-bincang berduaan.
0leh karena itu, pasangan muda-mudi ini mengikuti Pengail Aneh. Aji yang berwatak urakan masih sempat mengerdipkan mata pada Bongaya. Yang dikerdipi, malah mengepalkan tinju! , Setelah cukup jauh dari tempat semula, Pengail Aneh membuka mulut. 'Sekarang ceritakan padaku, mengapa kalian bisa bersama-sama dan seperti telah saling mengenal." ' Nawang Wulan menatap Aji. Yang ditatap malah kerdipkan mata kirinya, sehingga membuat paras si gadis merah padam.
Dan, dengan wajah masih merah, Nawang Wulan menceritakan semuanya. Pengail Aneh mendengarkannya.
"Jadi... rupanya pemuda ini yang dimaksud oleh Bongaya," kata sang pengail dalam hati, "Kek...." kata sang pendekar pada Pengail Aneh.
"Bukankah orang yang memegang kalung baja putih boleh meminta apa saja"!"
"Tentu saja boleh meminta apa saja. Anak Muda. tapi untukmu tidak ada lagi yang bisa kuberikan!" Mengapa begitu, Kek"! Bukankah itu artinya kau menyalahi janjimu pada Manusia Bertopeng"!" 'Kau tertambat meminta, Anak Muda. Itu salahmu sendiri.
Seorang yang memegang kalung yang sama lalu meminta padaku agar tak memberikan apa yang diminta kamu?" ."siapa orang itu, Kek?" desak Aji,'penasaran.
"Aku" Nawang Wulan tersenyum menggoda sambil mengacungkan tangan dan menunjukkan kalung baja putih yang persis dengan benda di tangan Aji.
"Sial.. ! Aku ditipu.. .!" gerutu Pendekar Maia Keranjang sambil menggaruk-germ kepalanya yang tidak gatal.
"Kalau begitu, aku meminta padamu saja, Nawang," Aji bicara setelah berpikir sebentar.
"Sayang sekali, Aji. Aku tak bisa memenuhi permintaanmu karena...." '
"Aku mengerti. Aku paham," selak Aji buru-buru sebelum Nawang Wulan'menyelesaikan ucapannya.
Nawang Wulan tertawa geli. Aji diam tapi sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Di hatinya, pemuda ini bicara.
'Penjagal dari Neraka. .Tenanglah kau di alam kubur. Salah seorang di antara pengkhianat telah kukirim ke neraka."

SELESAI



INDEX AJI SAPUTRA
Mustika Naga Hitam --oo0oo Gerombolan Tengkorak Merah

Berita Top News - ANTARA News

Suara.com - Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini

Copyright@tanztj.2010. Powered by Blogger.

Followers